• Tidak ada hasil yang ditemukan

Spekulasi Tanah Dalam Pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan (Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Spekulasi Tanah Dalam Pembangunan CBD (Central Bussiness District) di Kota Medan (Studi Deskriptif di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun)"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

117 LAMPIRAN

Gambar 1 : Foto Ibu Yeli yang memiliki tipe rumah “Tidak memiliki tanah tetapi memiliki rumah sendiri”

Gambar 2 : Foto saya bersama Ibu Elly yang memiliki tipe “rumah sendiri di tanah developer” & Ibu Asia (Tuan Tanah)

(2)

118 Gambar 4 : Foto rumah sewa

Gambar 5 : Foto rumah milik Ibu Dani yang memiliki tipe rumah “Tidak memiliki tanah tetapi memiliki rumah sendiri”

(3)

119 Gambar 7 : Foto Tipe Rumah di Tanah Developer

Gambar 8 : Foto Tipe Rumah di Tanah Developer

(4)

114 DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta : Kencana.

Dr.Ir. Alisjahbana, MA. 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo.

Dr. Nurhadiantomo. 2004. Hukum Reintegrasi Sosial Konflik-Konflik Sosial Pri-Nonpri & Hukum Keadilan Sosial. Surakarta : Muhammadiyah University Press.

Evers, Hans Dieter. 1986. Sosiologi Perkotaan : Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan Malaysia. Jakarta : LP3ES.

Faisal, Sanafiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Koestoer, Raldi Hendro. 2001. Dimensi Keruangan Kota: Teori dan Kasus. Jakarta : UI Press.

Manan, Munafrizal. 2005. Gerakan Rakyat Melawan Elite. Yogyakarta : Resist Book.

Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern, Postmodern, dan Poskolonial. Jakarta : Rajawali Pers.

Moyer, Bill. 2004. Merencanakan Gerakan. Yogyakarta : Pustaka Kendi. Poloma, Margaret M. 2010. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.

(5)

115 Ritzer, George. 2010. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada.

Ritzer, George & Douglas J. Goodman. 2010. Teori Sosiologi Modern, Edisi Ke-6. Jakarta : Kencana.

Salim, Agus. 2006. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Situmorang, Abdul Wahab. 2007. Gerakan Sosial Studi Kasus Beberapa Perlawanan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Susan, Novri. 2009. Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer.Jakarta : Kencana.

Sugyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : CV Alfabeta. Sztompka, Piotr. 1993. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta : Prenada.

Zubir, Zaiyardam. 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Ideologi, Isu, Strategi, dan Dampak Gerakan. Yogyakarta : Insist Press.

Soetomo, 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta :Pustaka Pelajar.

Jurnal

Alting, Husein. 2013. Konflik Penguasa Tanah di Maluku Utara : Rakyat Versus Penguasa dan Pengusaha. Jurnal Dinamika Hukum, Vo. 13 No. 2. Mei. Maluku Utara. Universitas Khairun.

(6)

116 Moch Pangeran, Husnullah. 2012. Problematik Implementasi Kebijakan Pertanahan Dalam Pembangunan Infrastruktur Publik. Jurnal Vo. 2 No. 4. Desember. Universitas Muhammadiyah Maluku Utara.

Regus, Maximus. 2011. Tambang dan Perlawanan Rakyat : Studi Kasus Tambang di Manggarai, NTT. Jurnal Sosiologi Masyarakat Vol. 16 No. 1. Januari. Universitas Indonesia.

Sumber Lainnya :

(diakses 3 November 2014)

(diakses 15 November 2014)

(7)

44 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

(8)

45 3.2 Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi penelitian peneliti ini adalah berada di Jl. Brigjen Katamso, Lingkungan XI, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini adalah dikarenakan peneliti ingin mengetahui lebih dalam lagi mengenai adanya relasi aktor-aktor spekulasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Bussiness District) yang terjadi di Kota Medan tersebut.

3.3 Unit Analisis Data

Unit analisis data adalah satuan penentu yang diperhitungkan sebagai subjek pada penelitian. Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah aktor-aktor yang terlibat dalam masalah spekulasi tanah dalam pembangunan CBD (Central Bussiness District) yang tidak jadi di Kota Medan ini. Maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah :

1. Developer (Pemilik lahan) 2. Kepala Lingkungan XI (Kepling) 3. Pemilik Rumah Sewa (Tuan Tanah) 4. Masyarakat yang tinggal di lingkungan 11

 Masyarakat yang tinggal di lingkungan 11 sebanyak 145 KK dan memiliki

kriteria tempat tinggal yaitu :

• Ada yang tidak punya tanah, tetapi punya rumah sendiri = 8 rumah

• Ada rumah sewa = 18 rumah

• Ada rumah sendiri tetapi di tanah wakaf = 4 rumah

(9)

46

• Ada yang mendirikan rumah developer tetapi disewakan = 2 rumah

• Jumlah rumah pribadi dan tanah pribadi = 65 rumah

 Tetapi yang peneliti jadikan sebagai informan adalah dengan rumah

yang memiliki kriteria sebagai berikut :

• Ada yang tidak punya tanah, tetapi punya rumah sendiri = 3 orang

• Rumah sewa = 1 orang

• Ada rumah sendiri tetapi tanah developer = 5 orang

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan oleh peneliti, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut :

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah merupakan suatu data yang diperoleh langsung dari sumber informan yang telah ditemukan di lapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data primer ini adalah dengan cara :

• Observasi

(10)

47 tingkah laku seseorang. Maksudnya disini peneliti ikut turun ke lapangan yang mana untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mendatangi ke daerah Jl. Brigjen Katamso, Kelurahan Sei Mati, Kecamatan Medan Maimun. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, serta tindakan seseorang dengan secara keseluruhan. Kemudian hasil observasi ini dituangkan dalam catatan lapangan.

• Wawancara Mendalam (in-depth interview)

Wawancara adalah merupakan salah satu metode yang sangat penting untuk digunakan dalam memperoleh data di lapangan. Karena wawancara adalah merupakan sebuah proses tanya jawab antara peneliti dengan informan yang ada di lapangan. Dimana tujuan dari wawancara ini adalah untuk mendapatkan informasi yang lebih akurat dari lapangan. Wawancara yang dilakukan adalah dengan melakukan wawancara mendalam (in-depth interview). Agar wawancara tersebut lebih terarah, maka sebaiknya menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara (interview guide), yakni urutan-urutan daftar pertanyaan sebagai acuan bagi peneliti untuk memperoleh data yang diperlukan. Dalam proses wawancara tersebut, peneliti akan menggunakan alat bantu berupa perekam suara untuk membantu peneliti dalam mendapatkan hasil dari wawancara tersebut.

3.4.2 Data Sekunder

(11)

48 • Dokumentasi

Dokumentasi adalah merupakan suatu teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa laporan, buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan rumusan masalah yang diteliti.

3.5 Teknik Analisa Data

(12)

49 3.6Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan dan laporan penelitian :

No Kegiatan Bulan Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √ 2 Acc Judul Penelitian √

3 Penyusunan

Proposal √

4 Seminar Proposal √

5 Revisi Proposal √

6 Penelitian Lapangan √ √ √

7 Pengumpulan dan

Analisis Data √ √

8 Bimbingan Skripsi √ √

9 Penulisan Laporan √ √

10 Sidang Meja Hijau √

3.7Keterbatasan Penelitian

(13)
(14)

51 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA

4.1 Deskripsi Lokasi

4.1.1 Gambaran Umum Kelurahan Sei Mati

Penelitian ini dilakukan di Jl. Brigjen Katamso Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun Provinsi Sumatera Utara. Pada awalnya Kota Medan sangat dikenal dengan nama Tanah Deli. Tanah Deli ini dinamakan mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang), sampai dengan ke Sungai Wampu di Langkat. Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus yang lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan tersebut banyak yang mengatakan bahwa Medan dengan Deli (Medan-Deli). Kemudian setelah zaman kemerdekaan, maka lama-kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur sampai dengan sekarang ini sudah kurang terdengar lagi.

(15)

52 Pada Kecamatan Medan Maimun terdapat beberapa kelurahan yaitu diantaranya adalah Kelurahan Sukaraja, Kelurahan AUR, Kelurahan Jati, Kelurahan Hamdan, Kelurahan Sei Mati, dan Kelurahan Kampung Baru. Pada Kelurahan Sei Mati terletak di tengah-tengah Kota Medan, tepatnya berada di Jalan Brigjen Katamso. Jalan tersebut merupakan salah satu jalan utama yang sering dilalui oleh masyarakat. Juga merupakan salah satu kawasan perdagangan di Kota Medan. Hal ini dapat kita lihat dengan adanya keberadaan ruko-ruko yang menjual berbagai jenis kebutuhan masyarakat. Di sekitar Jalan Brigjen Katamso ini juga terdapat fasilitas infrastruktur yang bisa digunakan oleh masyarakat, baik pada masyarakat yang tinggal disekitar jalan tersebut ataupun masyarakat yang tinggal diluar wilayah jalan tersebut. Maka secara geografis, luas keseluruhan wilayah dari Kelurahan Sei Mati ini adalah 0,23 km2 (23 Ha).

Kelurahan Sei Mati adalah merupakan salah satu permukiman masyarakat yang berada di Kota Medan, yang berdekatan dengan adanya Sungai Deli. Dimana Sungai Deli ini sering meluap saat memasuki musim penghujan dan menyebabkan permukiman pada masyarakat tersebut menjadi rawan banjir.

4.1.2 Letak dan Batas Wilayah

(16)

53 Lalu jarak dari kantor lurah Sei Mati ke kota/ibukota kabupaten adalah sekitar 2 km. Kemudian selanjutnya yang terakhir jarak dari kantor Lurah Sei Mati ke ibukota provinsi adalah sekitar 4 km.

Kelurahan Sei Mati memiliki batas-batas wilayah. Adapun batas-batas wilayah dari kelurahan ini yaitu adalah sebagai berikut :

Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan

Maimun

Sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Teladan Barat Kecamatan

Medan Kota

Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Kampung Baru Kecamatan

Medan Maimun

Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Sukadame Kecamatan Medan

Polonia

4.1.3 Komposisi Penduduk

(17)

54 menunjang kegiatan ekonomi disamping untuk menjaga kelestarian lingkungan dan kesehatan lingkungan.

Pembangunan di Kelurahan Sei Mati sampai saat ini masih dirasakan kurang oleh masyarakat, karena masih banyaknya keluhan masyarakat yang disampaikan melalui kepala lingkungan, baik itu berupa permintaan pemasangan lampu gang, pembuatan parit, pembronjongan Sungai Deli maupun peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak.

4.1.3.1 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 1

Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-Laki 3.284 Jiwa 40 %

2. Perempuan 4.987 Jiwa 60 %

Jumlah 8.271 Jiwa 100 %

Sumber dari: Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

(18)

55 4.1.3.2 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

Tabel II

Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama

No. Agama Jiwa Persentase

1. Islam 9.821 75%

2. Kristen Protestan 205 1,5%

3. Kristen Katolik 212 1,6%

4. Hindu 44 0,3%

5. Budha 2.836 21,6%

Jumlah 13.118 100%

Sumber dari: Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan data tabel II di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan agama di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah berjumlah 13.118 jiwa. Dengan jumlah terbanyak yaitu pada mayoritas Agama Islam dengan sebesar 9.821 jiwa dengan persentase 75%. Lalu disusul oleh Agama Budha yaitu sebesar 2.836 jiwa dengan persentase 21,6%. Kemudian pada Agama Kristen Katolik yaitu sebesar 212 jiwa dengan persentase 1,6%. Selanjutnya oleh Agama Kristen Protestan yaitu sebesar 205 jiwa dengan persentase 1,5%. Yang terakhir merupakan jumlah yang paling terkecil yaitu pada Agama Hindu sebesar 44 jiwa dengan persentase 0,3%.

4.1.3.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis atau Suku Tabel III

Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis atau Suku

No. Etnis /Suku Jiwa Persentase

1. Jawa 197 1,5%

2. Batak 5.904 45%

3. Melayu 2.205 17%

4. Minang 1.750 13%

5. Aceh 161 1,2%

(19)

56

7. Lainnya 51 0,3%

Jumlah 13.118 100%

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan dengan data tabel III di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan etnis atau suku di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah berjumlah 13.118 jiwa. Dengan jumlah terbanyak yaitu pada Suku Batak sebesar 5.904 jiwa dengan persentase 45%. Lalu pada Suku Tionghoa yaitu sebanyak 2.850 jiwa dengan persentase 22%. Kemudian pada Suku Melayu yaitu sebanyak 2.205 jiwa dengan persentase 17%. Selanjutnya pada Suku Minang yaitu sebanyak 1.750 jiwa dengan persentase 13%. Pada Suku Jawa yaitu sebanyak 197 jiwa dengan persentase 1,5%. Setelah itu pada Suku Aceh yaitu sebanyak 161 jiwa dengan persentase 1,2%. Dan yang terakhir pada suku lainnya yaitu sebanyak 51 jiwa dengan persentase 0,3%.

4.1.3.4 Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tabel IV

Komposisi Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Mata Pencaharian Jiwa Persentase

1. Pegawai Negeri Sipil 243 4,4%

2. TNI dan Polri 51 0,92%

3. Karyawan Swasta 3.488 63,5%

4. Wiraswasta/Pedagang 1.006 18,3%

5. Buruh Tani 250 4,5%

6. ABRI 50 0,91%

7. Pertukangan 175 3,1%

8. Pensiunan 200 4%

9. Pemulung 2 0,03%

10. Jasa 25 0,4%

Jumlah 5.490 100%

(20)

57 Berdasarkan dengan data tabel IV di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah berjumlah 5.490 jiwa. Dimana dengan jumlah terbanyak pada mata pencaharian sebagai karyawan swasta yaitu sebesar 3.488 jiwa dengan persentase 63,5%. Lalu pada mata pencaharian wiraswasta/pedagang yaitu sebesar 1.006 jiwa dengan persentase 18,3%. Kemudian pada mata pencaharian sebagai buruh tani yaitu sebesar 245 jiwa dengan persentase 4,5%. Kemudian selanjutnya, pada mata pencaharian sebagai PNS yaitu sebesar 243 jiwa dengan persentase 4,3%. Selanjutnya pada mata pencaharian sebagai pensiunan yaitu sebesar 200 jiwa dengan persentase 4%. Setelah itu pada mata pencaharian sebagai pertukangan sebesar 175 jiwa dengan persentase 3,1%. Diteruskan pada mata pencaharian sebagai TNI dan polri yaitu sebesar 51 jiwa dengan persentase 0,92%. Seterusnya pada mata pencaharian sebagai ABRI yaitu sebesar 50 jiwa dengan persentase 0,91%. Kemudian seterusnya pada mata pencaharian sebagai jasa yaitu sebanyak 25 jiwa dengan persentase 0,4%. Yang terakhir pada mata pencaharian sebagai pemulung yaitu sebesar 2 jiwa dengan persentase 0,03%.

4.1.3.5 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Tabel V

Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia

No Tingkat Usia Jiwa Persentase

1. Usia 0 s/d 15 tahun 3.577 33%

2. Usia 15 s/d 65 tahun 6.411 59%

3. Usia 65 tahun ke atas 914 8%

Jumlah 10.902 100%

(21)

58 Berdasarkan dengan data tabel V di atas, maka dapat kita ketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan usia di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sejumlah 10.902 jiwa. Dimana dengan jumlah terbanyak pada di tingkat usia 15 s/d 65 tahun yaitu sebanyak 6.411 jiwa dengan persentase 59%. Kemudian selanjutnya berada di tingkat usia 0 s/d 15 tahun yaitu sebanyak 3.577 jiwa dengan persentase 33%. Yang terakhir berada di tingkat usia 65 tahun ke atas yaitu sebanyak 914 jiwa dengan persentase 8%.

4.1.3.6 Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel VI

Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No. Tingkat Pendidikan Jiwa Persentase

1. TK 80 2,2%

2. SD 150 4,%

3. SMP 818 23%

4. SMA 2.468 69,2%

5. Akademi/D1-D3 18 0,5%

6. Sarjana 30 0,8%

7. Pascasarjana 2 0,05%

8. Kursus Keterampilan 150 4%

Jumlah 3.716 100%

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

(22)

59 persentase 4%. Sama juga pada tingkat pendidikan dengan kursus keterampilan yaitu sebanyak 150 jiwa dengan persentase 4%. Seterusnya ada tingkat pendidikan SD yaitu sebanyak 80 jiwa dengan persentase 2,2%. Kemudian pada tingkat pendidikan berdasarkan sarjana yaitu sebanyak 30 jiwa dengan persentase 0,8%. Lalu selanjutnya terdapat pada tingkat pendidikan berdasarkan akademi/D1-D3 yaitu sebanyak 18 jiwa dengan persentase 0,5%. Yang terakhir tingkat pendidikan berdasarkan pada pascasarjana yaitu sebanyak 2 jiwa dengan persentase adalah 0,05%.

4.1.3.7 Prasarana Umum

Tabel VII Prasarana Umum

No. Prasarana Umum Jumlah

1. Pertokoan 275

2 Swalayan 1

3. Show Room Kendaraan 2

4. Rumah Makan 2

5. Olahraga 1

6. Balai Pertemuan 1

Jumlah 282

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

(23)

60 buah. Yang paling terakhir adalah pada prasarana balai pertemuan yaitu sebanyak 1 buah.

4.1.3.8 Prasarana Ibadah

Tabel VIII Prasarana Ibadah

No. Prasarana Ibadah Jumlah

1. Mesjid 3

2. Mushola 7

3. Klenteng 1

Jumlah 11

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

Berdasarkan dengan data tabel VIII di atas, maka dapat kita ketahui bahwa jumlah prasarana ibadah di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sebanyak 11 buah. Dimana prasarana ibadah seperti mesjid adalah sejumlah 3 buah. Selanjutnya prasarana ibadah seperti mushola adalah sebanyak 7 buah. Yang terakhir pada prasarana ibadah seperti klenteng yaitu adalah sebanyak 1 buah.

4.1.3.9 Prasarana Pendidikan

Tabel IX Prasarana Pendidikan

No. Prasarana Pendidikan Jumlah

1. Gedung Sekolah PAUD 1

2. Gedung Sekolah TK 2

3. Gedung Sekolah SD 6

4. Gedung Sekolah SMP 1

5. Gedung Sekolah SMA 1

6. Gedung Perguruan Tinggi 1

Jumlah 12

(24)

61 Berdasarkan dengan data tabel IX di atas, maka dapat kita ketahui bahwa jumlah prasarana pendidikan yang ada di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun adalah sebanyak 12 buah. Dimana jumlah terbanyak ada pada prasarana pendidikan pada gedung sekolah SD yaitu sebanyak 6 buah. Lalu selanjutnya pada prasarana pendidikan gedung sekolah TK yaitu sebanyak 2 buah. Kemudian pada prasarana pendidikan pada gedung sekolah PAUD yaitu sebanyak 1 buah. Sama juga pada prasarana pendidikan gedung sekolah SMP yaitu sebanyak 1 buah juga. Selanjutnya pada prasarana pendidikan gedung sekolah SMA yaitu sebanyak 1 buah juga. Yang terakhir pada prasarana gedung perguruan tinggi yaitu sebanyak 1 buah juga.

4.1.3.10 Prasarana Kesehatan

Tabel X Prasarana Kesehatan

No. Prasarana Kesehatan Jumlah

1. Posyandu 12

2. Poliklinik/Balai Pelayanan Masyarakat 2

3. Praktek Dokter 5

4. Apotek/Toko Obat 1

5. Bidan 2

Jumlah 22

Sumber dari : Kantor Lurah Sei Mati, Juni 2014

(25)

62 prasarana kesehatan pada bidan yaitu sebanyak 2 buah juga. Yang terakhir prasarana kesehatan pada apotek atau toko obat yaitu sebanyak 1 buah.

4.2 Profil Informan

4.2.1 Informan Pertama

Tipe Rumah “Tidak Punya Tanah tapi Punya Rumah Sendiri” Nama : Ibu Yeli

Umur : 32 tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMA

(26)

63 Ibu Yeli ini juga membayar PBB sebesar Rp 20.000/ tahun. Tanah yang ditempati oleh Ibu Yeli ini juga menjadi incaran oleh developer. Ibu Yeli ini sebelumnya sudah mengetahui bahwa tanah di daerah ini akan dibangun CBD (Central Bussiness District), tetapi belum adanya kepastian dari pihak tuan tanah dan developer. Karena developer berencana akan membangun CBD (Central Bussiness District) di tanah tersebut. Sebelumnya Ibu Yeli ini sudah pernah berjumpa dengan dengan developer tersebut. Menurut Ibu Yeli ini jika sewaktu-waktu rumah yang dia tempati akan digusur, maka yang akan dilakukannya adalah pindah dan akan mencari rumah lagi.

4.2.2 Informan Kedua

Tipe Rumah “Tidak Punya Tanah tapi Punya Rumah Sendiri” Nama : Bapak Muhardi

Umur : 67 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Wiraswasta Pendidikan Terakhir : SMA

(27)

64 Kemudian dia membayar kontribusi sebesar Rp 100.000/tahun kepada Ibu Asia selaku tuan tanah. Juga membayar PBB sebesar Rp 20.000/tahun. Bapak Muhardi ini sudah pernah berjumpa dengan pihak developer, karena tanah ini sudah menjadi incaran oleh pihak developer. Karena akan dibangun pusat bisnis seperti CBD (Central Bussiness District) di tanah tersebut. Menurut Bapak Muhardi, jika sewaktu-waktu tempat tinggal mereka akan digusur, maka yang akan dia lakukan adalah pindah dan akan mencari tempat tinggal baru lagi. Cuma untuk sampai saat ini, belum adanya kepastian antara pihak developer dengan tuan tanah. Sehingga sampai sekarang ini Bapak Muhardi masih tetap tinggal di lahan tersebut.

4.2.3 Informan Ketiga

Tipe Rumah “Rumah Sendiri tapi Tanah Developer” Nama : Ibu Eli

Usia : 47 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

(28)

65 dia pun membangun rumah tersebut. Ibu Eli ini memiliki 3 orang anak. Mereka sudah tinggal di tanah tersebut selama setahun. Dia meminta izin terlebih dahulu kepada kepling.

Kepling memberikan izin kepada Ibu Eli untuk tinggal di tanah tersebut. Lalu kepling akan memberitahukan kepada pihak developer bahwasanya tanah yang mereka miliki sudah ada yang menempatinya yaitu keluarga Ibu Eli. Mendengar hal tersebut, maka pihak developer pun segera mendatangi keluarga Ibu Eli yang telah berani membangun rumah di atas tanah milik dveloper tersebut. Akhirnya pihak developer pun mengizinkan keluarga Ibu Eli untuk tinggal di atas tanah milik developer tersebut. Tetapi dengan syarat apabila pihak developer akan menggunakan lahan tersebut, maka keluarga Ibu Eli harus meninggalkan rumah tersebut. Dulunya sejarah tanah ini dimiliki oleh tuan tanah dari keluarga Ibu Asia yang kemudian mereka jual dengan developer tersebut. Kemudian developer tersebut bermaksud akan membangun sebuah pusat bisnis kota atau yang biasa kita kenal dengan CBD (Central Business District). Tetapi kenyataannya sampai dengan saat ini kegiatan tersebut belum terlaksana.

(29)

66 maka Ibu Eli dan keluarganya harus pindah dari rumah tersebut dan tidak adanya ganti rugi yang akan diberikan oleh pihak developer. Oleh karena hal tersebut, maka yang akan dilakukan Ibu Eli beserta keluarganya yaitu dengan cara pindah dan akan mencari rumah sewa lagi.

4.2.4 Informan Keempat

Tipe Rumah “Rumah Sendiri tapi Tanah Developer” Nama : Ibu Cintawati

Usia : 39 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMK

Ibu Cintawati ini adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dimana dia memiliki 2 orang anak. Ibu Cintawati ini memiliki tipe rumah sendiri tapi tanah developer. Maka maksudnya disini bahwa Ibu Cintawati ini membangun rumah miliknya sendiri, tetapi dia membangun rumahnya di tanah milik developer. Dia sudah tinggal di rumah tersebut selama 2 tahun. Dia telah mendapatkan izin untuk tinggal di tanah tersebut oleh kepala lingkungan atau yang sering kita sebut dengan kepling. Tetapi sebelumnya, Ibu Cintawati sudah mengetahui bahwa tanah yang dia tempati adalah tanah milik developer. Tetapi dia tetap saja nekat untuk membangun rumahnya di atas tanah tersebut.

(30)

67 Sehingga keluarga Kesultanan Deli memberikan tanah tersebut kepada keluarga Ibu Asia. Setelah itu, pihak developer membeli tanah tersebut.

Begitu saja yang Ibu Cintawati tahu mengenai sejarahnya tanah yang dia tempati sekarang ini. Yang menjadi latar belakang Ibu Cintawati untuk tinggal di tanah tersebut adalah dikarenakan terdesaknya karena sewa rumah. Karena sewa rumahnya sudah habis, dan dilihatnya ada tanah kosong yang telah lama tidak berpenghuni, maka dia nekat untuk membangun rumahnya di atas tanah developer tersebut. Sebelumnya juga dia telah mengetahui bahwasanya tanah tersebut sudah lama kosong dan tidak ada yang menggunakan tanah tersebut selama 8 tahun. Sehingga dia pun nekat membangun rumahnya disitu. Sebelumnya dia belum pernah bertemu dengan developer tersebut. Tetapi setelah dia berani membangun rumahnya di atas tanah developer tersebut, maka dia sudah 2 kali bertemu dengan developer tersebut.

(31)

68 sekarang ini kegiatan tersebut belum ada kepastian yang diberikan oleh pihak developer tersebut. Sehingga sampai saat ini keluarga Ibu Cintawati dan warga masyarakat lainnya yang tinggal di atas tanah developer tersebut masih saja menempati rumahnya di atas tanah milik developer tersebut. Jika suatu saat nanti keluarga Ibu Cintawati disuruh pihak developer untuk meninggalkan tanah tersebut, maka keluarga Ibu Cintawati akan meninggalkannya dan berusaha mencari rumah sewa lagi.

4.2.5 Informan Kelima

Tipe Rumah “Rumah Sendiri tapi Tanah Developer” Nama : Ibu Normayani

Usia : 36 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

(32)

69 Pihak developer tersebut memberikan perjanjian secara lisan yang mengatakan bahwa pada pada suatu waktu jika dveloper tersebut akan menggunakan tanah tersebut, maka keluarga Ibu Normayani harus pindah dari rumah ini, dan pihak developer tidak akan memberikan ganti rugi kepada keluarga Ibu Normayani. Ibu Normayani sudah sekali bertemu dengan pihak developer tersebut. Menurutnya, dia tidak mengetahui bahwa akan dibangunnya pusat bisnis kota atau yang biasa kita kenal dengan CBD (Central Business District) tersebut. Kemudian tidak adanya biaya kontribusi yang harus dibayarnya dan begitu juga tidak adanya pembayaran PBB yang dikenakan kepadanya. Jika suatu waktu nanti hal tersebut akan terjadi kepada keluarganya, maka yang dia lakukan sekeluarga adalah akan pergi meninggalkan tanah tersebut dan akan mencari rumah sewa yang bisa ditempatinya sekeluarga.

4.2.6 Informan Keenam

Tipe Rumah “Rumah Sendiri tapi Tanah Developer”

Nama : Ibu Emi

Usia : 39 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

(33)

70 di daerah tersebut sangat enak untuk mencari makan dan karena dia juga sudah lamalahir dan tinggal di rumah tersebut. Dia tinggal di rumah tersebut sudah selama 6 tahun lamanya. Sebelumnya dia juga sudah mendengar dari warga masyarakat lainnya, jika tanah ini akan dibangun pusat bisnis kota. Tetapi sampai sekarang masih belum ada kepastiannya dari pihak developer tersebut. Tidak adanya biaya kontribusi yang dikeluarkan oleh Ibu Emi ini. Tidak adanya pembayaran PBB yang dilakukan oleh Ibu Emi ini.

(34)

71 4.2.7 Informan Ketujuh

Tipe Rumah : “Rumah Sewa” Nama : Ermawati

Usia : 51 Tahun

Pekerjaan : Jualan Sarapan Pendidikan Terakhir : SD

Ibu Ermawati ini adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Dia memiliki 6 orang anak. Dia memiliki tipe rumah sewa. Maksudnya adalah Ibu Ermawati ini menyewa rumah dari seorang tuan tanah yang menjadi pemilik dari rumah tersebut. Dia sudah 5 tahun lamanya tinggal di rumah sewa tersebut. Yang menjadi latar belakangnya dia menyewa rumah tersebut dikarenakan bahwa di daerah tersebut sangat enak dan mudah dalam bertetangga. Makanya dia memilih tinggal di daerah tersebut. Dia mengetahui adanya rumah sewa disitu dari saudaranya, tetangga serta adiknya yang juga tinggal di daerah tersebut. Sehingga dapat memudahkannya dalam mencari rumah sewa untuk ditempatinya.

(35)

72 tidak membayar PBB. Hal ini dikarenakan tuan tanah atau pemilik rumah sewa sendiri yang membayar PBBnya.

4.2.8 Informan Kedelapan

Tuan Tanah (Pemilik Rumah Sewa)

Nama : Ibu Endang Susanti

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMK

Ibu Endang Susanti adalah salah satu warga masyarakat yang tinggal di Lingkungan XI di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun. Yang menjadi latar belakang mereka tinggal di daerah tersebut dikarenakan mereka tidak memiliki pilihan dan tidak memiliki rumah. Tetapi dikarenakan nenek dari Ibu Endang ini memiliki rumah, jadi mereka tinggal bersama dan mereka juga memiliki satu rumah sewa di dekat rumah yang mereka tempati dan mereka menyewakan rumah tersebut kepada Ibu Ermawati. Ibu Endang ini memiliki 2 orang anak. Rumah yang mereka tempati sekarang ini adalah rumah milik sendiri.

(36)

73 Kemudian pihak developer menawarkan harga untuk membeli tanah yang ditempati Ibu Endang ini. Tetapi menurut Ibu Endang Susanti ini, pihak developer menawarkan harga yang terlalu rendah dibawah normal dalam jual beli tanah menurutnya. Menurutnya tidak adanya kejujuran pada pihak developer itu sendiri.

Hal ini dikarenakan pihak developer meminta 500 semeter. Dia sudah 5 kali bertemu dengan pihak developer tersebut. Tetapi menurut pengamatannya, pihak developer akan menjual tanah yang sudah dibelinya kepada pihak lain dengan harga yang jauh lebih mahal. Seperti dengan harga 2 juta/meter itu masih tanahnya saja, bangunan belum termasuk hitungan harga tersebut. Sehingga menurut Ibu Endang ini dapat dilihat bahwa adanya spekulan-spekulan tanah yang bermain dalam jual beli tanah tersebut. Menurut pengamatannya sendiri warga masyarakat ada yang dikarenakan keluarganya mendesak, makanya orang tersebut menjual tanahnya. Bahkan ada juga yang sampai menggadaikan tanahnya tersebut kepada pihak developer tersebut. Begitulah yang dikatakan Ibu Endang Susanti terhadap masalah tanah yang terjadi di lingkungan tersebut.

4.2.9 Informan Kesembilan

Tipe Rumah : Tidak Memiliki Tanah tetapi Punya Rumah Sendiri” Nama : Ibu Dani

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga + Jualan Sarapan Pendidikan Terakhir : SMK

(37)

74 33 tahun di rumah tersebut. Ibu Dani ini memiliki 3 orang anak. Tipe rumah yang ditempati Ibu Dani ini adalah tipe rumah yang tidak memiliki tanah tetapi mempunyai rumah sendiri. Maksudnya disini bahwa tanah yang ditempatinya adalah bukan miliknya tetapi dia membangun rumah miliknya sendiri di tanah tersebut. Yang menjadi latar belakang Ibu Dani ini tinggal di rumah ini adalah dikarenakan dibawa oleh kedua orang tuanya dan dikarenakan tanggung jawab keluarga, serta merasa nyaman dan tempatnya sangat strategis untuk tinggal di rumah tersebut.

Mereka tinggal di rumah tersebut tanpa adanya izin tetapi rumah sewa terus dibeli tapi tetap tidak ada sewa jadi Ibu Dani tersebut melapor hal tersebut kepada kepling. Setahu Ibu Dani ini, tanah yang ada di daerah tersebut adalah tanah dari Sultan Deli yang kemudian tanah tersebut digarap sama warga. Seperti tanah yang ditempati oleh Ibu Dani ini adalah tanah yang dimiliki oleh seorang warga yang bernama Ibu Anti. Ibu Anti adalah salah satu warga yang tinggal di lingkungan tersebut, dan mamaknya adalah seorang anak dari panti asuhan. Sehingga mamak Ibu Anti tersebut dipercayakan untuk mengurus tanah tersebut sama pengurus panti asuhan. Dikarenakan pemikiran maju yang dimiliki mamaknya Ibu Anti tersebut, dan dia juga berdekatan dengan Sultan Deli, maka dia mengurus kepemilikan atas lahan tersebut.

(38)

75 untuk mengelola lahan tersebut. jadi dikarenakan dia yang mengelola tanah tersebut, maka dialah yang direkomendasikan untuk mengelola tanah tersebut.

Begitulah menurut sejarah yang diketahui oleh Ibu Dani ini. Biaya kontribusi yang harus dibayar oleh Ibu Dani ini adalah sebesar Rp 300.000/ tahun. Tiap bulannya dia harus membayar uang lampu, sewa tanah, dan juga PBB. Biaya PBB ynag harus dibayarnya adalah sebesar Rp 42.000/tahun. Ibu Dani ini sudah pernah beberapa kali bertemu dengan pihak developer. Mereka akan bertemu jika ada masalah yang terjadi antara warga masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dengan pihak developer mengenai masalah tanah yang ada di daerah tersebut.

4.2.10 Informan Kesepuluh Tuan Tanah (Pemilik Rumah Sewa) Nama : Ibu Asia

Usia : 65 Tahun

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pendidikan Terakhir : SMP

(39)

76 disewakannya. Masyarakat yang menyewa rumahnya tersebut harus membayar kontribusi kepadanya 1 tahun hanya Rp 100.000.

Tetapi dengan berjalannya waktu, masyarakat yang menyewa rumahnya tersebut ada yang membayar uang sewa, tetapi ada juga yang tidak membayar uang sewa. Tetapi Ibu Asia ini hanya mendiamkan saja masyarakat yang tidak membayar uang sewanya tiap tahun. Dia tidak begitu tahu lebih jelas mengenai tanah yang dibeli oleh developer tersebut. Dikarenakan saudaranya yang lain yang lebih mengerti dan memahami masalah yang terjadi mengenai tanah tersebut. Tetapi tidak semuanya tanah yang dibeli developer itu adalah tanahnya, tetapi tanah milik masyarakat lainnya yang dibeli oleh pihak developer.

4.2.11 Informan Kesebelas Kepala Lingkungan XI

Memiliki Tipe Rumah “Rumah Sendiri Tetapi Tanah Developer” Nama : Bapak Budi Pohan

Usia : 45 Tahun

Pekerjaan : Kepala Lingkungan XI Pendidikan Terakhir : SMA

(40)

77 tanah tersebut sudah kosong bertahun-tahun, maka dia pun membangun rumahnya. Dia sudah mengetahui bahwa tanah ini akan dibangun CBD. Dia sudah sering sekali bertemu dengan pihak developer tersebut. Sama juga dengan masyarakat lain yang tinggal di tanah milik developer juga tidak adanya pembayaran kontribusi dan pembayaran PBB kepada pihak developer. Dia dan juga masyarakat yang lainnya merasa siap jika sewaktu waktu pihak developer menggusur rumah mereka.

Menurutnya, sejarah tanah di Kelurahan Sei Mati tersebut yaitu pertamanya tanah ini dinamakan gang becek. Dikarenakan jalannya yang sangat becek jika terjadinya hujan. Jumlah penduduk di Kelurahan Sei Mati ini adalah sebanyak 8.271 jiwa. Menurutnya, luas tanah yang ada di Kelurahan Sei Mati ini adalah sebesar 7 Ha. Menurutnya juga tanah tersebut sudah ada berkisar 15 tahun. Setiap masyarakat yang tinggal di tanah tersebut ada yang melapor kepadanya, dan ada juga yang tidak melapor kepadanya. Di lingkungannya terdapat beberapa tipe tanah. Yaitu seperti tidak ada tanah tetapi mempunyai rumah sendiri, adanya rumah sewa, adanya rumah sendiri tetapi tanah wakaf, adanya rumah sendiri tetapi tanah developer, adanya mendirikan tanah developer tetapi disewakan dan adanya rumah pribadi dan tanah pribadi. Bapak Budi Pohan ini sudah mengetahui bahwa tanah tersebut adalah milik pihak developer.

(41)

78 tersebut. Menurut Bapak Budi Pohan ini juga bahwa pada pihak developer ini memiliki surat-surat tanah. Dia kurang mengetahui kalau dari pihak developer tersebut memiliki surat IMB (Izin Mendirikan Bangunan). Pihak developer ini berasal dari PT Kastil Kencana yang atas nama Bapak Sudarto dan memiliki kerja sama dengan Mega Grup dengan atas nama Bapak Martin. Sudah sering sekali pihak developer melakukan cara-cara untuk melakukan penggusuran kepada masyarakat yang tinggal di tanah tersebut.

Seperti dengan cara melakukan penawaran dengan harga yang murah kepada masyarakat yang memiliki tanah disitu dan mengancam memberikan surat kepada Bapak Budi Pohan ini untuk melakukan penggusuran dengan tempo waktu dua minggu ataupun sebulan. Jika hal itu terjadi kepada mereka, mereka siap untuk pindah dari tanah tersebut. Bagi masyarakat yang menempati tanahnya tersebut, tidak adanya ganti rugi yang diberikan oleh pihak developer. Pernah juga pada 10 tahun yang lalu, dimana pihak developer melakukan pemindahan-pemindahan terhadap makam perkuburan Minang dan Jawa di lingkungan 11 tersebut.

(42)

79 dikarenakan banyaknya kendala-kendala yang terjadi pada pihak developer seperti adanya makam perkuburan di sekitar lingkungan tersebut, serta saat ini pihak developer sedang mengalami kekurangan dana untuk melanjutkan pembangunan di tanah tersebut.

4.2.12 Informan Keduabelas Nama : Bapak Heri

Usia : 52 Tahun

Pekerjaan : Kontraktor di PT Kastil Kencana Pendidikan Terakhir : SMA

(43)

80 Tetapi hanya sebagian saja masyarakat yang mau menjual rumah sekaligus tanah mereka. Pihak developer memiliki surat-surat tanah yang telah dibelinya. Dia membeli tanah tersebut dengan uang milik sendiri. Tanah yang dibelinya pada tahun 2002 s/d sekarang ini. Melihat cara yang dilakukan pihak developer kepada masyarakat tersebut, maka masyarakat berspekulasi bahwa pihak developer bukan untuk melakukan pelurusan serta penimbunan pada Sungai Deli, tetapi akan membangun pusat bisnis kota di daerah tersebut. Sehingga sebagian masyarakat tetap akan mempertahankan tanah yang dimilikinya dan tidak mau menjual tanahnya kepada pihak developer. Sehingga kegiatan tersebut sampai sekarang terhenti, karena daerah tersebut masih adanya permukiman masyarakat yang tinggal disitu dan juga adanya kendala seperti adanya kuburan-kuburan di daerah tersebut.

(44)

81 Padahal pihak developer memberikan surat kepada Kelurahan, Camat serta Pemko setempat untuk melakukan pembongkaran terhadap rumah-rumah warga yang telah menempati tanah developer tersebut, tetapi sampai sekarang belum ada tanggapan dari mereka. Pihak developer sudah lama berbisnis dan sudah membuka cabang perusahaan di Jakarta dan Malaysia. Pihak developer membayar PBB sebesar 6 jutaan/tahun seluruhnya. Pihak developer merasa beruntung membeli tanah warga masyarakat yang ada disitu dikarenakan harganya sama-sama sesuai sehingga tanh tersbeut dapat dibelinya. Tetapi dikarenakan sekarang ini kegiatan tersebut terhenti karena banyaknya kendala yang dihadapi oleh pihak developer, serta sekarang ini pihak developer sedang mengalami ketidakadanya biaya yang mana pihak pemko tidak mau ikut membantu. Sedangkan pihak developer sudah banyak mengeluarkan dana untuk melakukan kegiatan tersebut dengan dana milik sendiri tanpa adanya bantuan dari pihak pemko setempat. Sehingga sampai saat ini belum adanya kejelasan dari kejadian tersebut.

4.3 Hasil Interpretasi Data

4.3.1 Relasi Aktor-Aktor Dalam Spekulasi Tanah di Perkotaan

(45)

82 dapat memainkan kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (Zuska, 2005)

Hubungan yang terjadi di antara relasi aktor-aktor disini yang dimaksud adalah di dalam masalah spekulasi tanah, terdapat adanya relasi antara masyarakat, negara dan pasar. Dimana masyarakat, dalam hal ini sebagai warga masyarakat adalah selaku pemilik tanah dan sebagai masyarakat yang tinggal di tanah tersebut yang akan terkena dampak langsung dari adanya kegiatan pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum atau yang biasa kita kenal sebagai pusat bisnis kota yaitu CBD (Central Business District). Karena hal tersebut mereka kehilangan atau berkurangnya hak atas kepemilikan tanah, bangunan, beserta aset-aset lainnya yang terletak di atas tanah. Lalu adanya negara, dimana negara yang kita ketahui diwakili oleh pemerintah, yang juga sebagai selaku aparat penyelenggara negara, mereka berperan penting di dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan negara.

(46)

83 pembangunan ini terkadang digantikan oleh peran pasar itu sendiri atau yang biasa kita kenal dengan modal yang diwakili oleh para pelaku investor-investor tanah.

Terlebih lagi apabila peran negara yang lemah dalam hal ini, biasanya modal dalam hal pembebasan tanah. Biasanya modal dalam hal pembebasan tanah harus berasal dari anggaran dalam pemerintahan itu sendiri. Maka disinilah letak potensi pasar itu sendiri untuk bisa ikut terlibat di dalam penentuan harga tanah misalnya, karena tanah-tanah tersebut sudah dikuasai oleh pemilik modal yaitu spekulan atau investor tanah yang mana pada akhirnya membuat mereka memiliki posisi tawar yang lebih baik, daripada kebanyakan warga masyarakat pemilik tanah yang mungkin saja memiliki aset tanah dan beserta rumah tempat tinggal dan untuk kegiatan usaha satu-satunya di tempat pelaksanaan kegiatan pembangunan proyek infrastruktur tersebut.

Melihat kondisi masyarakat yang seperti itu maka akan terancam kesejahteraannya apabila kemudian satu-satunya aset berharga yang mereka miliki seperti tanah atau bangunan harus dibebaskan dari adanya pembangunan pembangunan untuk pusat bisnis kota atau yang biasa kita kenal dengan CBD (Central Business District), dan terlebih lagi dengan apabila biaya kompensasi atau biaya ganti rugi yang diberikan tidak memadai untuk dapat mempertahankan tingkat kesejahteraan warga masyarakat minimal akan sama dengan kondisi dimana sebelum akan dilaksanakannya kegiatan pembangunan tersebut.

(47)

84 perjanjian secara lisan yang dilakukan antara masyarakat dengan pihak developer, yang mana memberikan peringatan kepada masyarakat bahwa suatu waktu tanah yang mereka tempati akan digunakan oleh pihak developer, maka masyarakat harus siap untuk pindah dari rumah tersebut. Dari pihak developer tidak akan memberikan ganti rugi kepada masyarakat yang menempati tanah tersebut.

Di sini dapat kita lihat bahwa adanya suatu relasi yang terjadi di antara para aktor-aktor dalam spekulasi tanah di perkotaan ini seperti adanya relasi antara developer dengan masyarakat, relasi antara developer dengan Pemko Medan Setempat, relasi antara developer dengan lurah, relasi antara kepling dengan Pemko Medan, relasi antara developer dengan kepling, relasi antara kepling dengan masyarakat, relasi antara developer dengan BPN (Badan Pertanahan Nasional), relasi developer dengan ormas (Pam Swakarsa), relasi antara ormas GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu), dan relasi antara developer dengan polisi.

Untuk lebih jelasnya, maka peneliti akan memberikan penjelasan secara lebih rinci, yaitu sebagai berikut :

1. Relasi Antara Developer & Masyarakat

(48)

85 serta penimbunan Sungai Deli agar tidak banjir, tetapi melainkan akan membangun pusat bisnis kota di daerah tersebut. Kemudian bagi masyarakat yang telah membangun rumah di tanah developer tersebut, pihak developer telah memberikan syarat perjanjian kepada masyarakat tersebut, yaitu jika suatu waktu developer akan menggunakan tanah tersebut, maka yang harus dilakukan masyarakat tersebut adalah harus siap untuk pindah dari tanah tersebut.

Tanpa adanya ganti rugi yang diberikan oleh pihak developer tersebut. Sampai saat ini pihak developer telah mengalami kerugian yang sangat besar, hal ini dikarenakan sudah banyaknya dana yang ia telah keluarkan untuk membangun kegiatan tersebut, tetapi banyaknya kendala dan ketidakmauan masyarakat untuk menjual rumah serta tanahnya kepada pihak developer, sehingga kegiatan tersebut terhenti sampai saat ini dan kejadian ini telah membuat pihak developer mengalami kekurangan dana. Berdasarkan data di atas, maka dapat kita analisis bahwa disini dapat kita melihat bahwa adanya sebuah aneksasi, yaitu suatu bentuk pengambilalihan suatu lahan atau wilayah yang telah dilakukan oleh suatu perusahaan dengan secara paksa ataupun dengan cara tindak kekerasaan dan atau dilakukan dengan cara pencamplokan daerah tersebut.

(49)

86 macam strategi yang dilakukan demi menyukseskan proyek tersebut. Maka dengan melihat hal tersebut masyarakat melakukan resistensi ataupun gerakan penolakan terhadap proyek yang mereka lakukan yaitu dengan melakukan demo dengan mendatangi pemerintah Kota Medan, DPRD Kota Medan. Tetapi tidak ada satu pun instansi pemerintahan tersebut yang mau menanggapi permasalahan yang terjadi. Karena mereka juga mengetahui bahwa kegiatan proyek tersebut sudah cacat hukum, hal ini dikarenakan tidak adanya AMDAL dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

2. Relasi Antara Developer & Pemko Medan

(50)

87 Kegiatan proyek penimbunan dan pelurusan ini terjadi pada tahun 2000. Sejak sampai saat ini, baik dari pihak developer dan pemerintah Kota Medan tidak ada yang mengaku dan bertanggung jawab serta mengganti kerugian yang telah dialami oleh masyarakat sebagai dampak dari kehadiran proyek kegiatan pelurusan atau penimbunan sungai tersebut. Padahal seharusnya dari awal pemerintah Kota Medan melakukan pengawasan terhadap kegiatan pelurusan atau penimbunan sungai tersebut. Dampak dari adanya kegiatan tersebut adalah semakin meningkatnya frekuensi banjir akibat penimbunan dan penembokan bantaran Sungai Deli tersebut.

(51)

88 3. Relasi Antara Developer & Lurah

Di sini dapat kita lihat bahwasanya developer memiliki hubungan dengan pemko medan setingkat yaitu Lurah Sei Mati pada tahun 2000. Dimana lurah pada tahun ini sangat mendukung adanya kegiatan yang dilakukan oleh pihak developer tersebut. Developer bersama dengan Lurah Sei Mati pada tahun 2000 ini telah melakukan pelurusan serta penimbunan terhadap bantaran Sungai Deli yang mereka lakukan tanpa memikirkan dampak yang terjadi akibat dari adanya kegiatan tersebut. Padahal kita mengetahui bahwa kegiatan tersebut tidak adanya AMDAL dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan), tetapi walaupun begitu mereka masih terus melakukan kegiatan tersebut.

(52)

89 4. Relasi Antara Kepling & Pemko

Relasi antara kepling dan pemko disini dapat kita lihat bahwasanya kepling tidak mendukung dengan adanya kegiatan yang akan dilakukan oleh developer dengan pemko setempat. Hal ini dikarenakan kepling bersama dengan masyarakat setempat berspekulasi bahwa kegiatan tersebut bukan untuk melakukan pelurusan serta penimbunan pada Sungai Deli, tetapi mereka akan membangun pusat bisnis kota seperti CBD di daerah tersebut. Sehingga masyarakat bersama kepling bersama-sama mempertahankan tempat tinggal mereka. Memang sebelumnya pihak developer beserta pemko meminta izin kepada kepling untuk melakukan kegiatan tersebut. Tetapi kepling tidak mengizinkan mereka untuk melakukan proyek tersebut, tetapi mereka tetap melakukan hal tersebut tanpa adanya AMDAL dan IMB (Izin Mendirikan Bangunan).

(53)

90 5. Relasi Antara Developer & Kepling

Pihak developer memberikan perintah kepada kepling di Lingkungan XI untuk mengawasi masyarakat yang tinggal di daerah tersebut. Mengawasi jika ada masyarakat yang berani membangun rumah di tanah milik developer tersebut. Benar saja, dikarenakan tanah milik developer sudah bertahun-tahun kosong, maka masyarakat berani membangun rumahnya di atas tanah developer tersebut, padahal masyarakat sudah mengetahui bahwa tanah tersebut adalah milik pihak developer, tetapi mereka tidak menghiraukannya. Melihat kelakuan yang dilakukan masyarakat tersebut, maka kepling memberitahukan hal tersebut kepada developer. Kemudian developer memberikan perjanjian kepada masyarakat yang menempati tanahnya untuk jika suatu waktu tanah tersebut akan digunakannya, maka warga harus siap untuk pindah dari tanah tersebut tanpa adanya ganti rugi yang diberikan oleh developer.

(54)

91 6. Relasi Antara Kepling & Masyarakat

Kepling disini mendapatkan tugas untuk mengawasi warganya yang berani menempati tanah developer. Benar saja, tanah tersebut sudah ditempati oleh masyarakat tersebut sehingga kepling memberikan perjanjian kepada masyarakat yang menempati tanah developer. Tetapi ada juga masyarakat yang terlebih dahulu meminta izin kepada kepling untuk membangun rumahnya di tanah developer tersebut dan ada juga masyarakat yang tidak memberitahukan terlebih dulu kepada kepling tersebut. Kemudian kepling melaporkan beberapa warga yang telah membangun rumah di atas tanah developer tersebut kepada developer. Kemudian developer mendatangi warga tersebut dan lalu memberikan peringatan serta perjanjian bahwa suatu waktu jika tanah tersebut akan digunakan maka masyarakat harus pindah dari tanah tersebut tanpa adanya ganti rugi dari pihak developer. Kepling dengan masyarakat bersama-sama berusaha mempertahankan tempat tersebut dari adanya penggusuran yang dilakukan oleh pihak developer.

(55)

92 7. Relasi Antara Developer & BPN

Disini pihak developer mendatangi pihak BPN (Badan Pertanahan Nasional) yaitu dalam hal memberikan pengakuan kepada pihak BPN dan dalam hal pengurusan surat-surat tanah, bahwasanya sebagian tanah ataupun lahan yang ada di Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun tersebut adalah merupakan milik pihak developer tersebut. Pihak developer memiliki surat-surat tanah yang telah mereka beli rumah serta tanah dari sebagian masyarakat yang tinggal di daerah Sei Mati tersebut. Pihak developer memiliki seorang pengacara yang mana dalam hal ini adalah sebagai orang yang mengurus urusan dalam hal surat-surat tanah tersebut. Setiap melakukan transaksi jual beli tanah masyarakat, pihak developer memiliki surat-surat tanah yang sudah dibelinya kepada masyarakat bahwa surat-surat tanah tersebut sudah menjadi miliknya secara hukum sudah sah.

(56)

93 penyelesaian sesuai peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan nasional.

8. Relasi Antara Kepling & Ormas (Pam Swakarsa)

Disini dapat kita lihat bahwasanya kepling bersama masyarakat disini membentuk suatu ormas yang bernama Pam Swakarsa yang di dalamnya terdapat beberapa masyarakat yang tinggal di daerah tersebut serta para orang tua yang sudah lama tinggal di daerah tersebut, remaja, pemuda setempat dan lain sebagainya. Dimana kepling dan pam swakarsa ini bekerja sama dalam hal membantu ataupun menyelesaikan adanya masalah ataupun konflik yang terjadi di daerah tersebut. Pam Swakarsa ini memiliki solidaritas yang tinggi dan membantu kepling dalam menyelesaikan masalah yang terjadi antara pihak developer dengan masyarakat.

(57)

94 Dengan adanya kerja sama dan solidaritas yang tinngi antara kepling dengan ormas Pam Swakarsa yang ada di lingkungan tersebut dapat membuat mereka tetap tinggal di lahan tersebut sampai dengan saat ini juga.

9. Relasi Antara kepling & Ormas GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu)

Kepling bersama dengan masyarakat yang ada di Kelurahan Sei Mati ini membentuk suatu ormas yang bernama GM3B (Gerakan Masyarakat Medan Maimun Bersatu). Dimana ormas ini dibentuk sebagai bentuk adanya suatu gerakan yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah Medan Maimun, yaitu khususnya di daerah Kelurahan Sei mati ini. Dengan adanya gerakan ini, maka masyarakat dapat memberikan suatu bentuk perlawanan yang diakibatkan oleh adanya suatu ketidakadilan atau merasa terintimidasi ataupun terjadinya tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang semena-mena yang tidak memiliki tanggung jawab. Dengan adanya gerakan ini, maka masyarakat akan merasa terbantu dalam mempertahankan daerah tempat tinggal mereka. Mereka melakukan hal tersebut karena mereka bersama-sama merasakan akibat yang terjadi jika kegiatan tersebut terlaksana. Padahal mereka juga memiliki tujuan serta nasib yang sama.

(58)

95 ini sama dengan ormas Pam Swakarsa. Dimana pada ormas ini juga melakukan yang sama pada tahun 2000 yang lalu. Mereka pun melakukan demo kepada pihak developer pada saat itu.

10. Relasi Developer & Polisi

Di sini dapat kita lihat bahwasanya pihak developer juga memiliki kerja sama dengan pihak kepolisian. Dimana pihak developer menggunakan polisi jika dalam suatu waktu akan terjadi masalah dalam hal penggusuran rumah atau lahan terhadap masyarakat yang ada di sana. Polisi akan datang jika masyarakat di daerah tersebut akan melakukan perlawanan kepada pihak developer seperti demo ataupun perlawanan lainnya dalam hal mempertahankan daerah tempat tinggal mereka. Polisi akan melakukan penangkapan kepada masyarakat yang akan melakukan perlawanan terhadap pihak developer dalam hal penggusuran lahan mereka. Jika perlawanan yang masyarakat lakukan dengan didasari adanya tindak kekerasan maka pihak kepolisian akan melakukan hal tersebut. Hal ini pernah terjadi pada tahun 2000, terjadi kerusuhan di daerah tersebut.

(59)

96 dijadikan tameng untuk mendesak masyarakat menjual murah tanah yang mereka miliki kepada deplover, dan wajar saja jika kemudian sebagian kecil masyarakat terutama masyarakat Sungai Mati telah meninggalkan pemukiman mereka dengan mendapatkan ganti rugi yang tidak memadai.

Aparat Kepolisian mengambil bagian dalam sejumlah kekerasan dan intimadasi dalam rangka mengamankan proyek developer. Mereka secara langsung maupun tidak langsung melakukan penangkapan dan penahaan terhadap masyarakat. Hak-hak sosial, politik, ekonomi masyarakat tidak mereka pikirkan. Tuntutan terhadap rumah mereka dan meminta rugi yang memadai tidak mereka tanggapi. Mereka terus melakukan proyek tersebut tanpa memikirkan tuntutan yang diminta oleh masyarakat tersebut. Aparat polisi justru memberikan dukungan yang kuat pada developer, dengan alasan jalur hijau, aparat negara tersebut mendesak dan mengintimidasi masyarakat untuk segera menjual tanah dan pindah kelokasi yang lain. Sehingga daerah tersebut akan menjadi lahan kosong yang tidak berpenghuni. Padahal proyek yang mereka jalankan tidak adanya AMDAL dan tidak mendapatkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dari pihak Pemko Medan.

(60)

97 developer telah diberikan amanah untuk menggusur perkuburan yang ada di daerah tersebut, kemudian memberikannya dana sebagai suatu cara yang digunakan oleh pihak developer untuk menyelesaikan proyeknya.

(61)

98 Berikut adalah bagan relasi aktor-aktor yang terlibat dalam pembangunan CBD yang tertunda di Kota Medan :

Ket :

• Garis hitam tebal = relasi sangat kuat • Garis titik hitam kurang tebal = relasi kuat • Garis titik-titik tidak tebal = relasi rendah

Sumber : Data Primer 2015 Developer

(PT Kastil Kencana)

Pemko Medan

Masyarakat yang menempati tanah

developer

Lurah tahun 2000 yang sekaran g sudah

diganti Calo (Orang yg

Bekerja dengan

developer) Kepling Lingkungan XI

Polisi

Pam Swakarsa

(62)

99 Berdasarkan data di atas, maka dapat kita analisis bahwa negara disini adalah pemko setempat bersama pihak developer memiliki kekuatan politik melalui intervensi dan masyarakat disini dapat kita lihat adalah kepling bersama masyarakat yang menempati lahan tersebut, ormas pam swakarsa dan GM3B mempunyai kekuatan sosial melalui gerakan sosial. Hubungan antara negara dan masyarakat adalah masyarakat diharapkan mampu mengatasi negara, sehingga ia tidak memiliki kekuasaan mutlak, memiliki politis yang dapat mengekang atau mengontrol kekuatan intervensionis negara. Hubungan antara negara dan kekuasaan sama sekali tidak dapat dipisahkan. Negara merupakan lembaga yang mempunyai kekuasaan tertinggi, dan dengan kekuasaan itu pula negara melakukan pengaturan terhadap masyarakatnya. Dalam kaitan ini, Arief menyatakan bahwa kekuasaan negara yang sedemikian besar akibat negara merupakan pelembagaan dari kepentingan umum. Sejumlah teoritisi juga menyatakan bahwa negara berhak serta mempunyai kekuasaan penuh terhadap masyarakatnya (dalam komentar Lukmantoro : Arief Budiman, Teori Negara : Negara, Kekuasaan dan Ideologi).

(63)

100 sumber yang ada berupaya keras untuk mempertahankan struktur yang menguntungkan (Surbakti, 1992).

Kekuasaan menurut Foucault harus dipandang sebagai relasi-relasi yang beragam dan tersebar seperti jaringan yang mempunyai ruang lingkup strategis. Kekuasaan menurut Foucault bukan mekanisme dominasi sebagai bentuk kekuasaan terhadap yang lain dalam relasi yang mendominasi dengan yang di dominasi atau yang powerful dengan powerless. Maka dengan demikian, kekuasaan harus dipahami sebagai bentuk relasi kekuatan yang imanen dalam ruang dimana kekuasaan itu beroperasi. Kekuasaan harus dipahami sebagai sesuatu yang melanggengkan relasi kekuatan itu yang membentuk rantai atau sistem dari relasi itu atau justru yang mengisolasi mereka dari suatu relasi kekuatan (Mudhoffir, 2013).

Kekuasaan, menurut pandangan Foucault, tidaklah dimiliki (possessed) melainkan bermain atau dimainkan secara terus-menerus. Sehingga kebijakan yang selalu dikaitkan dengan pemerintah itu (instrument of governance) boleh dibilang sebagai alat ataupun instrumen, yang biasanya dipakai oleh pemerintah dalam memainkan kekuasaan yang terdapat di dalam relasi-relasi antara pemerintah dan individu-individu. Namun sebaliknya juga, para individu pun dapat memainkan kekuasaan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (Zuska, 2005).

(64)

101 adalah keinginan untuk saling menundukkan. Karena negara tidak lagi menjadi “kendaraan” bagi masyarakat untuk mencapai progresivitas sejarah pada titik kemuliaan. Namun, justru sebagai lembaga kekuasaan yang menciptakan relasi-relasi konfliktual (dalam komentar Lukmantoro : Arief Budiman, Teori Negara : Negara, Kekuasaan dan Ideologi).

4.3.2 Pola Penguasaan Lahan Atau Kepemilikan Lahan Pada Masyarakat Sei Mati di Lingkungan XI

Lahan merupakan sumber daya alam karunia dari Tuhan yang bersifat langka karena bersifat tidak bisa diperbaharui maupun ditambah jumlahnya, terlebih lagi untuk daerah perkotaan yang memiliki lahan yang terbatas. Lahan adalah suatu permukaan tanah yang menjadi pijakan manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan berbagai macam kegiatan lainnya. Sedangkan untuk tanah adalah lebih mengarah kepada jenis-jenis kimia yang terkandung di dalamnya. Lahan sendiri mempunyai sifat rentan terhadap konflik, sehingga perlu dikelolah oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang diantara stakeholders lainnya yaitu pihak masyarakat dan pihak swasta.

Menurut Mochtarram bahwa, lahan mempunyai beberapa ciri yaitu : 1. Permanen, artinya tidak berubah-ubah (bersifat tetap) dan tidak bisa diperbaharui. 2. Supply (ketersediaan) lahan terbatas dan langka.

3. Menjadi tumpuan harapan dari berbagai kepentingan para stakeholders.

(65)

102 menjadi hal yang tidak sesuai dengan rencana maka diperlukan penataan penggunaan tanah, yang sangat dikenal sebagai perencanaan tata guna tanah. Pada masyarakat di Sei Mati juga, pola penguasaan lahannya sangat bermacam-macam bentuknya. Ada yang lahan milik pribadi, lahan milik tanah developer, lahan yang diberikan oleh saudara atau rekanan dekat dan lain sebagainya.

Berdasarkan analisis di atas, maka dapat kita analisis bahwa pada dasarnya pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan yang terdapat pada masyarakat di Sei Mati ini adalah sebagai berikut :

1. Lahan Yang Diperoleh Dari Saudara atau Rekanan

Pola penguasaan lahan pada hal ini dikarenakan masyarakat tersebut memiliki hubungan kekerabatan dengan ikatan saudara maupun ikatan rekanan yang dekat dengan orang lain tersebut. Seperti yang terjadi pada Ibu Asia yaitu salah satu masyarakat yang tinggal di Sei Mati ini telah mendapatkan sebagian lahan dari keluarga kesultanan. Hal ini terjadi dikarenakan keluarga Ibu Asia adalah salah satu orang yang dekat dengan keluarga kesultanan deli tersebut. Sehingga keluarga Ibu Asia diberikan sebagian lahan yang ada di Sei Mati tersebut. Sehingga saat ini dia menjadi tuan tanah di daerah tersebut. Dikarenakan sebagian tanah tersebut dibangunnya rumah sewa.

2. Lahan Yang Diperoleh Dari Masyarakat

(66)

103 sesuai maka transaksi jual beli pun akan terjadi. Pihak developer menilai bahwa jika bentuk rumah kecil, maka harga rumah rendah. Sedangkan jika bentuk rumah besar, maka harga rumah tinggi. Sehingga developer dapat memiliki lahan di daerah tersebut dari penjualan masyarakat. Tetapi tidak semua masyarakat yang tinggal disitu mau menjual lahan tempat tinggalnya kepada pihak developer. Karena mereka merasa bahwa pihak developer membeli lahan tempat tinggal mereka dengan harga yang murah. Hingga sampai saat ini masih banyak rumah masyarakat yang berada di daerah tersebut. Banyak juga lahan yang sudah dimiliki oleh pihak developer ditempati sama masyarakat. Karena pada awalnya masyarakat melihat bahwa adanya lahan kosong yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal. Sehingga mereka berani untuk membangun rumah mereka. Dan masyarakat tidak membayar uang sewa maupun uang PBB. Karena semua itu telah dibayar oleh pihak developer. Karena melihat lahannya sudah ditempati oleh rumah masyarakat, maka pihak developer memberikan perjanjian baik secara lisan maupun tertulis kepada masyarakat tersebut. Jika suatu waktu tanah yang mereka tempati akan digunakan oleh pihak developer, maka masyarakat harus segera pindah dan tidak adanya ganti rugi yang diberikan oleh pihak developer.

3. Lahan Yang Diperoleh Dari Tanah Wakaf

(67)

104 sekarang. Juga dikarenakan lahan yang mereka tempati berdekatan dengan perkuburan yang ada di daerah tersebut.

4. Lahan Yang Diperoleh Dari Tanah Pribadi

Pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan dalam hal ini adalah masyarakat yang memiliki lahan tempat tinggal mereka yang berasal asli dari lahir sudah tinggal disini. Lahan tersebut adalah merupakan lahan milik pribadinya sendiri dan juga berasal dari keluarganya sendiri. Terkadang juga berasal dari warisan keluarganya sendiri.

5. Lahan Yang Diperoleh Dari Rumah Sewa

Pola penguasaan lahan atau kepemilikan lahan dalam hal ini adalah lahan yang berasal dari adanya tuan tanah yang memiliki beberapa lahan rumah yang kemudian dia sewakan kepada masyarakat lainnya yang menyewa rumah tersebut. Mereka harus membayar uang sewa dan membayar uang PBB kepada tuan tanah pada setiap tahunnya. Setiap rumah berbeda-beda tergantung pada bentuk ukuran rumah. Jika rumah yang ditempati besar, maka uang sewa yang dibayar tinggi. Sedangkan jika rumah yang ditempati kecil, maka uang sewa yang dibayar rendah.

(68)

105 uang sewa dan uang PBB terhadap pihak developer. Sedangkan bagi masyarakat yang menyewa ataupun menempati rumah milik tuan tanah harus membayar uang sewa dan uang PBB tiap tahunnya kepada pihak tuan tanah.

4.3.3 Sewa Tanah & PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)

Sewa tanah dapat diartikan sebagai balas jasa terhadap penggunaan sebidang lahan. Besarnya sewa tanah tersebut bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya. Sebagaimana telah disinggung sebelumnya, bahwa untuk daerah perkotaan, biasanyha sewa tanah akan tinggi bila berlokasi dekat dengan pusat kota atau yang biasa kita kenal dengan CBD (Central Business District). Sebaliknya sewa tanah akan cenderung semakin rendah bila lahan tersebut berlokasi jauh dari pusat kota. Tentunya kondisi topografi juga ikut mempengaruhi tinggi rendahnya sewa tanah tersebut.

Disamping itu juga, sewa tanah tersebut juga bervariasi menurut ketersediaan prasarana jalan dan kondisi aksesibilitasnya. Sewa tanah akan cenderung tinggi bila berlokasi di pinggir jalan raya, karena aksesibilitas menjadi lebih mudah. Sebaliknya bila berlokasi jauh dari jalan raya dan tidak memiliki eksesibilitas, maka sewa tanah akan cenderung rendah. Bahkan lebar jalan raya dimana lahan tersebut terletak juga ikut mempengaruhi harga dan sewa lahan. Bilamana jalan raya tersebut lebih luas, maka sewa tanah akan cenderung lebih tinggi. Sebaliknya bilamana luas jalan raya tersebut relatif kecil, maka sewa tanah pada lokasi tersebut juga akan cenderung lebih rendah.

(69)

106 masyarakat di lingkungan XI Kelurahan Sei Mati Kecamatan Medan Maimun ini tidaklah sama jumlahnya dengan masyarakat yang menyewa rumah lainnya. Semuanya tergantung dengan bentuk rumah. Jika bentuk rumahnya besar, maka jumlah uang sewa yang akan dibayar agak lebih mahal. Sedangkan jika rumah yang ditempati dengan bentuk kecil, maka jumlah uang sewa yang harus dibayar agak lebih murah. Semua uang sewa itu harus dibayar pada setiap tahunnya. Uang sewa yang biasanya dibayar pada masyarakat di Kelurahan Sei Mati ini berjumlah dari Rp 100.000 s/d Rp 300.000 / tahunnya.

Begitu juga dengan adanya pembayaran PBB (Pajak Bumi dan Bangunan), yaitu suatu pajak yang harus dibayar pada setiap masyarakat yang menempati sebuah rumah. Pembayaran PBB ini dilakukan pada setiap tahun. Dimana besar jumlah PBB yang harus dibayar masyarakat tidaklah sama, dikarenakan tergantung besarnya ukuran rumah yang mereka tempati. Jika ukuran rumahnya besar, maka jumlah yang harus dibayarkan mahal. Sedangkan jika ukuran rumahnya kecil, maka jumlah yang harus dibayarkan murah. PBB ini akan dibayar oleh masyarakat yang tinggal di rumah miliknya sendiri, serta rumah sewa yang dia tempati.

(70)

107 Sama seperti Ibu Yeli ini dia tinggal dengan tipe rumah “tidak memiliki tanah tetapi rumah sendiri. Dia membayar kontribusi ataupun uang sewanya serta PBB setiap tahun.

Berikut penuturan dari Ibu Yeli

“Saya membayar uang kontribusi sebesar Rp 100.000/tahun kepada tuan tanah yaitu Ibu Asia dan membayar uang PBB sebesar Rp 20.000/ tahun”. Hal ini juga sama dilakukan oleh Bapak Muhardi, yang juga memiliki tipe rumah “tidak memiliki tanah tetapi memiliki rumah sendiri”. Dia juga membayar uang sewa serta PBB kepada tuan tanah tersebut.

Berikut pernyataan dari Bapak Muhardi

“Saya juga membayar uang sewa sebesar Rp 100.000/tahun serta juga membayar uang PBB sebesar Rp 20.000/tahun yang kemudian saya bayarkan kepada tuan tanah yaitu Ibu Asia”.

Beda dengan Ibu Yeli dan Bapak Muhardi yang tiap tahunnya harus membayar uang sewa dan uang PBB kepada tuan tanah. Sedangkan Ibu Eli ini yang memiliki tipe rumah “ rumah sendiri tetapi tanah developer” sama sekali tidak adanya pembayaran yang dilakukan baik uang sewa maupun uang PBB pada tiap tahunnya.

Berikut penuturan dari Ibu Eli

“Saya tidak ada disuruh dari pihak developer untuk membayar uang sewa ataupun uang PBB untuk setiap tahunnya dan tidak adanya surat perjanjian untuk saya menempati rumah ini. Saya dibolehkan untuk memakai tanah ini, tetapi jika suatu nanti kalau mau digunakan tidak adanya ganti rugi dari pihak developer”.

(71)

108 Berikut pernyataan Ibu Cinta Wati

“Dari pihak developer tidak ada menyuruh saya untuk membayar uang sewa dan uang PBB kepada mereka. Saya hanya dibolehkan untuk menempati rumah ini, dan jika suatu waktu mereka akan memakai tanah ini maka dari mereka tidak adanya ganti rugi yang diberikan kepada saya”.

Sama hal lainnya juga dirasakan oleh Ibu Normayani yang memiliki tipe rumah “rumah sendiri tetapi tanah developer”. Dia juga tidak membayar uang sewa serta PBB setiap tahunnya kepada pihak developer.

Berikut Pernyataannya

“Saya tidak membayar uang sewa dan uang PBB kepada pihak developer, tetapi saya memiliki surat perjanjian dengan pihak developer. Tetapi saya tidak mengetahui isi surat perjanjian tersebut, karena yang mengetahui lebih jelas mengenai surat tersebut adalah suami saya sendiri”.

Begitu pun yang dilakukan oleh Ibu Emi ini yang juga memiliki tipe rumah “rumah sendiri tetapi tanah developer” yang tiap tahunnya tidak membayar uang sewa ataupun uang PBB kepada pihak developer.

Berikut penuturannya

“Saya tidak membayar uang sewa dan uang PBB, tetapi adanya surat perjanjian dengan pihak developer yang mana jika suatu waktu tanah ini akan digunakan oleh pihak developer, maka tidak adanya ganti rugi yang diberikan oleh pihak developer”.

Beda lagi dengan Ibu Ermawati ini yang memiliki tipe rumah “rumah sewa”. Dia harus membayar uang sewa kepada pemilik sewa pada satiap tahunnya. Tetapi PBB pemilik sewa itu sendiri yang membayarnya.

Berikut penuturannya

(72)

109 Beda juga dengan Ibu Endang Susanti yang memiliki satu rumah sewa yang telah ditempati oleh Ibu Ermawati. Yang membayar PBB adalah neneknya sendiri tiap tahunnya

Berikut pernyataannya

“Saya tidak membayar uang PBB tetapi nenek sayalah yang membayar PBB sebesar Rp 65.000/tahunnya.”

Sama dengan Ibu Yeli dengan Bapak Muhardi tadi, Ibu Dani ini membayar uang sewa serta PBB tiap tahun kepada tuan tanah yang memiliki tanah yang ditempatinya sekarang.

Berikut penuturannya

“Saya membayar uang sewa tiap tahunnya sebesar Rp 300.000/tahunnya, dan juga membayar PBB sebesar Rp 42.000/tahunnya. Kemudian membayarnya kepada tuan tanah tersebut.”

Begitu juga dengan Ibu Asia ini. Dia pun membayar PBB saja tiap tahunnya. Dia menerima uang sewa dari rumah yang disewakannya.

Berikut pernyataannya

“Saya menerima uang sewa dari masyarakat yang menyewa rumah saya dan saya hanya membayar PBB saja”.

Lain juga dengan Bapak Budi Pohan ini, karena dia menempati tanah developer, maka dia sama sekali tidak membayar uang sewa dan PBB pada tiap tahunnya.

Berikut penuturannya

(73)

110 BAB V

PENUTUP

5.1Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan hasil analisis data pada bab-bab di atas, maka dalam penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa spekulasi tanah adalah sebagai suatu teknik investasi membeli tanah unimproved (tidak berkembang) dengan harapan pertumbuhan cepat dalam harga. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka spekulasi tanah juga dapat diartikan sebagai suatu resiko pembelian suatu harta yang harganya diperkirakan naik pada saat yang akan datang dan dapat dijual kembali untuk memperoleh laba, dan sebaliknya penjualan suatu barang yang diperkirakan harganya akan turun pada saat yang akan datang dan dapat dibeli kembali dengan harga yang lebih murah untuk memperoleh keuntungan, biasanya hal ini digunakan dalam pasar uang, saham, komoditas, dan lain sebagainya.

(74)

Gambar

Gambar 1 : Foto Ibu Yeli yang memiliki tipe rumah “Tidak memiliki tanah tetapi
Gambar 5 : Foto rumah milik Ibu Dani yang memiliki tipe rumah “Tidak
Gambar 9 : Foto Rumah Tipe di Tanah Developer
Tabel 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gubernur Provinsi Sumatera Selatan masa bakti 2013-2018 menegaskan arah pembangunan untuk: (1) meningkatkan pertumbuhan ekonomi pertumbuhan yang seimbang baik dari

Oleh itu, PUSKESMAS dilihat mempunyai peranan yang penting iaitu memenuhi permintaan jagaan kesihatan primer ( primary health care ) untuk mencapai Visi Indonesia

Secara umum, tujuan terapi intravena adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan pada klien yang tidak mampu mengonsumsi cairan oral, menambah asupan elektrolit untuk

Hasil penelitian ini memrnjukkan bahwa pemberian rumput laut coklat (Sargassurn duplicatum Bory) secara per oral setiap hari selama 28 hari berhrntt-turut, yang dimulai

Tiadanya tokoh Islam dari Indonesia di tingkat internasional dan minimnya pengaruh Islam Indonesia dalam pergaulan global inilah di antaranya yang menyebabkan umat Islam dari

Penggunaan KCl sebagai pengendap berdasarkan penelitian Mappiratu (2009). Pengulangan yang dilakukan sebanyak 3 kali untuk masing- masing perlakuan. Prosedur penelitian

Dengan demikian, media Barat telah menjadi kamus dari apa yang ingin dilakukan oleh. negara Barat atas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan Cakalang yang didaratkan di Kota Sibolga pantai Barat Sumatera Utara.. Metoda