• Tidak ada hasil yang ditemukan

ََِِْٓٚ

dengan menantang kebenaran Al-Qur`an dan seakan-akan dia tidak mendengarnya (ayat Al-Qur`an) dengan enggan beriman dan menyebut bahwa Al-Qur`an adalah dongeng juga berusaha memalingkan dan menghalang-halangi umat manusia dari mendengarkan Al-Qur`an.

Kemudian kalimat menjadikannya sebagai olok-olok apabila ia mengetahui sedikit tentang ayat-ayat Al-Qur`an, ath-Thabarîy dan al- Qurthubîy juga Wahbah az-Zuhaylîy menyebutkan contoh perilaku olok-olok tersebut, yaitu seperti yang dilakukan Abu Jahal ketika turun QS. ad-Dukhân [44]: 43 dan 44,118 dimana Abu Jahal mengatakan bahwa Nabi Muhammad menjanjikan (menyampaikan) makanan dalam surat itu yaitu keju dan kurma. Sebagaimana dalam riwayat an-Nasa‟i disebutkan:

َّدَح : َلاَق ،ٌتِباَث اَنَ ثَّدَح : َلاَق ، ِناَمْعُّ نلا وُبَأ اَنَ ثَّدَح : َلاَق ، َدُواَد وُبَأ اَنَرَ بْخَأ ، ٌلَلاِى اَنَ ث

اًرَْتَ اوُتاَى ، ِموُّقَّزلا ِةَرَجَشِب ٌدَّمَُمُ اَنُ فِّوَُيَُأ : ٍلْهَج وُبَأ َلاَقَو ٍساَّبَع ِنْبا ِنَع ،َةَمِرْكِع ْنَع .اوُمَّقَزَ تَ ف اًدْبُزَو

119

Kemudian, al-Qurthubîy dan Wahbah az-Zuhaylîy menambahkan perilaku Abu Jahal tentang ucapannya akan malaikat penjaga neraka,120

“Jika mereka berjumlah Sembilan belas, maka aku akan menemui seorang diri”.121 Lebih detailnya Abu Jahal berkata: „Wahai suku Quraisy, sia-sia Ibu kalian melahirkan kalian, Muhammad mengaku

118 ِمْيِثَلأا ُماَعَط .ِمْوُ قَّزلا َتَرَجَش َّنِإ,Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan bagi orang yang banyak dosa” (QS. ad-Dukhaan [44]: 43-44).

119 Abu „Abdi ar-Rahmân Ahmad bin Syu‟aib bin „Ali an-Nasa`i, as-Sunan al-Kubrâ lî an-Nasa`i, No. 11420, h. 254

120 َرَشَع َةَعْسِت اَهْ يَلَع Dan di atasnya ada sembilan belas malaikat penjaga”. (QS.al- Muddatstsir [74]: 30).

121 Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubîy, al-Jâmi‟ al- Ahkâm Al-Qur`an, h. 412, lihat juga Wahbah az-Zuhaylîy, at-Tafsîr al-Munîr Fî al-„Aqîdah wa asy-Syarî‟ah wa al-Manhaj, h. 244

bahwa pasukannya yang akan menyiksa kalian di neraka, dan memenjarakan di dalamnya, adalah Sembilan belas sedangkan kalian (Quraisy) orang yang paling banyak komunitasnya. Tidak mampukah tiap seratus orang dari kalian menghadapi seorang dari mereka?‟122

Disini, Quraish Shihab menegaskan bahwa menafsirkan ayat Al- Qur`an tanpa dasar dengan tujuan membelokkan makna yang sebenarnya ke makna lain yang sama sekali tidak dimaksud oleh ayat itu, seperti Abu Jahal yang menyatakan bahwa buah zaqqum adalah kurma bercampur mentega merupakan maksud dari perilaku olok- olok123. Orang-orang yang apabila mengetahui sesuatu tentang Al- Qur`an kemudian ia bersikap seolah-olah menentang dan mengejek kandungan ayat tersebut sebagaimana yang dilakukan Abu Jahal, serta menganggap aneh dan tidak lumrah terhadap kandungannya, ia termasuk orang yang mengolok-olok Al-Qur`an.

Hemat penulis, baik ath-Thabarî, al-Qurthubî maupun Wahbah az- Zuhaylîy senada dalam menggambarkan perilaku menjadikannya (ayat Al-Qur`an) sebagai bahan olok-olok dengan menafsirkan ayat Al- Qur`an tanpa dasar apapun dan membelokkan maksud dari ayat tersebut kepada makna yang sangat jauh yang dimaksudkan oleh ayat tersebut.

Kesimpulan dari penjelasan di atas, penafsiran ath-Thabarîy dalam menggambarkan perilaku sombong dan seakan-akan dia tidak mendengarnya (ayat Al-Qur`an) belum disebutkan secara detail, yaitu hanya disebutkan secara umum, kemudian dalam menafsirkan perilaku menjadikannya (ayat Al-Qur`an) sebagai bahan olok-olok maksudnya

122 https://bacaanmadani.com diakses pada 13/08/2019, 07.56

123 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, (Tangerang: Lentera Hati, 2002), Vol. 12, h.

343

adalah memberi tafsiran yang jauh tanpa dasar dan membelokkan maksud ayat kepada makna yang sama sekali tidak dimaksudkan oleh ayat tersebut. dan penafsiran al-Qurthubîy dan Wahbah az-Zuhaylîy, keduanya senada dalam menggambarkan perilaku sombong yaitu dengan menentang kebenaran Al-Qur`an, dan seakan-akan dia tidak mendengarnya (ayat Al-Qur`an) yaitu dengan berusaha menghalang- halangi dan memalingkan umat manusia dari mendengarkan Al-Qur`an juga menyebutnya (Al-Qur`an) sebagai dongeng, kemudian dalam menafsirkan makna menjadikannya (ayat Al-Qur`an) sebagai bahan olok-olok, keduanya memaknai perilaku tersebut sama halnya dengan yang dimaksudkan oleh ath-Thabarîy, yaitu memberi tafsiran yang jauh tanpa dasar dan membelokkan maksud ayat kepada makna yang sama sekali tidak dimaksudkan oleh ayat tersebut.

Penafsiran dari ketiga mufassir dalam memaknai perilaku seseorang yang diperdengarkan Al-Qur`an terhadapnya yaitu sombong, seakan- akan dia tidak mendengarnya, dan menjadikannya sebagai bahan olok- olok ini sudah jelas menuju kepada maksud dari ayat tersebut. Hal ini didukung oleh penafsiran Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, Ibnu Katsîr dalam Tafsir Ibnu Katsîr, al-Marâghi dalam Tafsir al- Marâghi, yang mana senada dalam menafsirkan makna dari ketiga perilaku yang telah disebutkan di atas dan ditujukan kepada orang kafir.124 Namun beberapa mufassir yaitu Sayyid Quthb dalam Tafsir Dzhilâlil Qur`an dan Hamka dalam Tafsir al-Azhar memberlakukan ayat tersebut bukan hanya untuk orang kafir, melainkan juga orang Islam.

124 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, h. 342-343, lihat juga Imâd ad-Dîn Abi al-Fida Ismâ‟î bin „Umar Ibnu Katsîr, al-Mishbâh al-Munîr Fî Tahzîb Tafsir Ibnu Katsîr, (Riyad:

Dâr as-Salâm, 2001), h. 280, lihat juga Ahmad Musthafa al-Marâghî, Tafsir al-Marâghî, (Beirut: DKI, 1945), h. 264

Dengan melihat karakteristik dari kalimat Sombong, seakan-akan mereka tidak mendengarnya (ayat-ayat Al-Qur`an), dan menjadikannya sebagai olok-olok. Itu semua masuk kepada perilaku menistakan agama. Gambaran di atas tidak hanya gambaran sekelompok orang musyrik di Mekah, namun itu adalah gambaran tipe manusia yang terulang dalam setiap kejahiliahan, dan terulang pada hari ini dan esok.125 Sebagaimana kasus yang terjadi pada tahun 2016 silam, yaitu mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dianggap telah menistakan agama karena isi pidatonya yang mengutip penggalan surat al-Maidah ayat 51 untuk mengilustrasikan isu Sara,126 yang mana dia mengatakan “dibohongi (orang) pakai surat al-Mâidah ayat 51” atau dengan mengatakan “dibohongi pakai surat al-Mâidah ayat 51”. Apabila dilihat dari perilakunya dan disandingkan dengan karakteristik perilaku penistaan agama dari ketiga mufassir, baik menurut ath-Thabarîy, al-Qurthubîy maupun Wahbah az-Zuhaylîy itu tidak termasuk kepada penistaan agama. Pertama, dia tidak menantang atau menyumpahi akan kebenaran Al-Qur`an (Sombong). Kedua, dia tidak mengatakan bahwa Al-Qur`an adalah dongeng dan dia tidak menghalang-halangi atau berusaha memalingkan umat manusia dari ayat Al-Qur`an. Ketiga, dia tidak menafsirkan Al-Qur`an dengan tafsiran yang melenceng dan tidak juga membelokkan makna dari ayat Al-Qur`an. Hanya saja memang cara penyampaian Ahok terkait QS. al- Mâidah ayat 51 itu yang salah menurut penulis, seakan-akan Ahok mengatakan bahwa Al-Qur`an adalah pembohong.

125 Sayyid QuthbْIbrâhîm Husain Shadili, Tafsir fî Zhilâl Al-Qur`an, Di Bawah Naungan Al-Qur`an, terj. dari Tafsir fî Zhilâl Al-Qur`an, As‟ad Yasin dkk, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001) h. 130

126 https://m.liputan6.com diakses pada 07/07/2019 12:37

2. QS. al-Mâidah [5]: 58

اَرِإ َْٚ

ٌَِْٝإْ ُُز ٠َدبَٔ ْ

ِْح ٍََّٰٛصٌ ٱ بَُ٘ٚزَخَّر ْٱ

ْ ٍَُِْٛم ؼَ٠ْ َّلَّْ َٞ َٛلْ ََُُّٙٔأِثَْهٌِ َٰرَْۚبٗجِؼٌََْٚا ُٗٚضُ٘ ْ

٘١

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan.

Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal. (QS. al- Mâidah [5]: 58)

Ayat di atas menceritakan objek yang dijadikan bahan olok-olok oleh orang kafir yaitu azan dan salat. ath-Thabarîy mengatakan bahwa olok-olok yang dilakukan orang-orang kafir yaitu mencomooh panggilan salat dan menjadikannya sebagai mainan127. Adapun bentuk cemooh atau olok-oloknya yaitu sebagaimana riwayat as-Suddi yang menceritakan bahwa seorang Nasrani mencemooh azan dengan mengatakan “terbakarlah pembohong” ketika muazzin mengucapkan

ِوّللا ُلْوُسَر اًدَّمَُمُ َّنَأ ُدَهْشَأ

“Aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah”.128 Beda halnya dengan al-Qurthubîy dan Wahbah az- Zuhaylîy menuliskan riwayat yang mengatakan bahwa objek olok-olok kafir dalam ayat di atas bukan hanya azan (seruan shalat), melainkan juga salat itu sendiri menjadi bahan cemoohan mereka.129 Mereka

127 Allah Swt. menyatakan, “Ketika muazzin mengumandangkan azan untuk melakukan salat, orang-orang kafir – Yahudi, Nasrani, dan Musyrik – mencemooh panggilanmu dan menjadikannya sebagai mainan”. Dalam Tafsir ath-Thabarî hal ini diriwayatkan oleh Abu Ja‟far. Lihat Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al- Qurthubî, al-Jâmi‟ al-Ahkâm Al-Qur`an, h. 153

128 Asbath menceritakan kepada kami dari as-Saudi tentang ayat َلىِإ ْ ّ ُتْ ّيَداَن اَذِإَو ابِعَلَو اوُزُى اَىوُذََّتَّٱ ِةٰوَلَّصلٱ

مُهَّ نَأِب َكِلَٰذَّْۚ

وَقْ ّ عَي َّلَّ مْ ّ

َنوُلِقْ ّ . Ada seorang Nasrani di Madinah yang ketika

mendengar muazzin mengucapkan ِوّللا ُلْوُسَر اًدَّمَُمُ َّنَأ ُدَهْشَأ“Aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah utusan Allah” ia (orang Nasrani) berkata, “Terbakarlah pembohong” kemudian ketika malam tiba dan ia serta keluarganya tidur, api membakar mereka sekeluarga, hingga musnah kejelekan yang ada (pada keluarga tersebut). Api telah menghanguskan rumah dan keluarganya.

129 Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubîy, al-Jâmi‟ al- Ahkâm Al-Qur`an, h. 224, lihat juga Wahbah az-Zuhaylîy, at-Tafsîr al-Munîr Fî al-„Aqîdah wa asy-Syarî‟ah wa al-Manhaj, h. 246

mengelok-olok azan dengan mengatakan bahwa suara azan adalah suara yang buruk, juga mencemooh salat apabila melihat kaum muslimin ruku dan sujud mereka tertawa dengan mengatakan “mereka (orang yang salat) telah berdiri, tetapi mereka tidak berdiri”

sebagaimana yang diriwayatkan al-Kalbî:

لَّ اوماق دق : دوهيلا تلاق ةلاصلا لىإ نوملسلما ماقو نّذؤلما نّذأ اذإ ناك : ّبىلكلا لاق عكر اذإ نوكحضي اوناكو , اوماق دقل : ناذلأا قح فى اولاقو اودجس و نوملسلما

؟يرعلا حايص لثم حايص كل نيا نمف ,مملأا نم ىضم اميف وب عمسن لم ائيش تعدتبا