• Tidak ada hasil yang ditemukan

penistaan agama perspektif al-qur`an - repository iiq

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "penistaan agama perspektif al-qur`an - repository iiq"

Copied!
117
0
0

Teks penuh

Skripsi berjudul “Penodaan Agama dari Perspektif Al-Qur'an (Kajian Kitab-Kitab Tafsir Klasik, Abad Pertengahan, dan Kontemporer)”. Ibu Mamluatun Nafisah, MA., selaku Sekretaris Ketua Program Studi Al-Qur'an dan Tafsir (IAT) Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta.

Konsonan

Vokal

Kata Sandang

Ulfa Qohariyani Penodaan Agama dari Perspektif Al-Qur'an (Kajian Tafsir Klasik, Abad Pertengahan, dan Modern). Misalnya, orang liberal akan berbeda pandangannya tentang penistaan ​​agama dengan orang yang pemikirannya tidak melampaui ruang lingkup Al-Qur'an dan as-Sunnah.

ثٲ

حبَّزَف ٌ

Jika muncul dari faktor internal seperti kelompok yang menyamar sebagai Islam, perbedaan pendapat antara ORMAS (Ormas), politik di belakang argumen serta adanya beberapa orang yang berpegang pada teks Al-Qur'an atau Sunnah tanpa memperhatikannya 7 dan sebagainya, serta faktor eksternal seperti radikalisme perempuan, pengeboman gereja, pelarangan adzan keras, penghinaan terhadap Alquran, genosida yang terjadi di Palestina, etnis Rohingya, dll. Karena arti fitnah adalah penghinaan, fitnah, hinaan, sekaligus celaan.9 Untuk memperkuat argumentasi ini, kita harus mengacu kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah sebagai pedoman kita, agar membawa keadilan dan menghindarkan. perilaku tirani.

لل ٱ

Jika kita lihat ke belakang, kasus penistaan ​​agama sudah terjadi sejak zaman Nabi, para sahabat dan tabi'in. Dalam konteks inilah banyak diturunkan ayat-ayat Al-Qur'an yang membimbing umat Islam menghadapi situasi seperti itu.

Maka sampaikanlah secara terang-terangan segala yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang musyrik. Orang-orang kafir pada zaman Nabi kemudian segera dihukum, kerana kisah itu terkandung dalam ayat-ayat al-Quran.

  • Identifikasi Masalah
  • Pembatasan Masalah
  • Rumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Manfaat Penelitian
  • Tinjauan Pustaka
  • Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
    • Sumber Data
    • Teknik Pengumpulan Data
    • Metode Analisis Data
    • Teknik dan Sistematika Penulisan
  • Pengertian Penistaan Agama

Pelbagai tafsiran ulama tentang pengertian kufur dan ayat-ayat al-Quran yang membincangkan tentang kufur. Menganalisis tafsiran Ath-Thaberij, al-Kurthubiy dan Wahba az-Zuhailiy dalam tafsiran ayat-ayat yang merujuk kepada kekufuran.

كحضي وجو ىلع صئاقنلاو بويعلا ىلع ويبنتلاو يرقحتلاو ةناهتسلإا :ةيرخسلا نىعمو ءايملإاو ةراشلإاب نوكي دقو لوقلاو لعفلا فى ةاكالمحاب كلذ نوكي دقو ,ونم

زغلا ملاسلإا ةجح ركذو بويعلا ىلع ويبنتلاو ةناهتسلإا و راقحتسلإا :ءازهتسلإا نأ لىا

ةراشلإاو لوقلاو لعفلا فى ةاكالمحاب كلذ نوكي دق و ونم كحضي وجو ىلع صئاقنلاو ءايملإاو

Pro dan Kontra terhadap UU Penistaan Agama

Pada tanggal 20 Oktober 2009, digelar sidang pengujian UU Penodaan Agama oleh Mahkamah Konstitusi para pemohon antara lain Gus Dur, Musdah Mulia, M. Serta sejumlah ormas (pihak terkait) seperti MUI, PP Muhamadiyah, PHDI, Matakin, FPI, HTI, FUI , yang mendukung dipertahankannya UU Penodaan Agama.45. Mahkamah Konstitusi berpendapat, jika UU Penodaan Agama dicabut sebelum peraturan baru lainnya diterbitkan, dikhawatirkan akan terjadi penyalahgunaan dan penodaan agama yang dapat menimbulkan konflik di masyarakat.

Penistaan Agama menurut Pemuka Agama Islam

Ketaatan terhadap berbagai konvensi dan instrumen hak asasi manusia oleh negara Indonesia harus tetap berpijak pada filosofi ketatanegaraan NKRI yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Pertanyaan semacam itu sering muncul dalam perdebatan tentang siapa yang paling berhak dan berwenang memutuskan masalah hukum yang berkaitan dengan masalah agama. Kelompok tengah, yang berpendapat bahwa sifat penodaan atau penodaan agama memiliki beberapa penafsiran dan harus diperjelas menjadi lebih spesifik, dan undang-undang tentang penodaan agama harus direvisi bahkan diganti dengan undang-undang tentang kehidupan beragama yang khusus dan tidak biasa.49 3.

Derivasi Ayat-ayat Penodaan Agama

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan orang-orang mukmin tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memperoleh kebohongan dan dosa yang nyata. Perkataan Adzâ yang bermaksud menyakiti, menyusahkan dan merosakkan52, dalam pelbagai bentuk diulang sebanyak 24 kali dalam 22 juzuk al-Quran. Imam al-Marghi menafsirkan perkataan hadda (yang berkaitan dengan penodaan agama) sebagai penentangan terhadap Tuhan dan Rasul.

أَفۥ

Imam al-Maraghi percaya bahawa menjadikan agama sebagai jenaka dan permainan adalah kekufuran yang jelas, sebagaimana firman Allah:

لل ٲ

Dalam Al-Qur'an sabba artinya melaknat, Imam al-Maraghi meyakini tafsirnya bahwa dalam surat al-An'âm ayat 108 terdapat isyarat agar tidak memperlakukan orang-orang kafir dengan sesuatu yang dapat menyebabkan mereka menjauh dari betul, ayat. ia juga menunjukkan bahawa apabila ketaatan menyebabkan lahirnya maksiat, maka ia mesti ditinggalkan.

لل ْٱ

Seperti yang dijelaskan, tidak semua ayat yang bersinonim dengan perkataan kufur termasuk dalam kufur agama. Dalam surat al-Hujurât ayat 11 terdapat kalimat La Yaskhar yang artinya jangan memperolok-olokkan, tetapi ayat ini berisi nasihat supaya jangan saling mengejek.

عٱ

Biografi Penulis

Nama aslinya adalah Abu Ja'far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib ath-Tabari. Ia mempelajari Hadits, Sirah Nabi oleh Ibnu Ishaq, pra-Islam dan sejarah Islam awal ke kota Ray (Iran) kepada salah satu gurunya, Muhammad bin Humaid al-Râzi saat berusia 17 tahun. Di antara kota-kota yang ia kunjungi untuk menimba ilmu adalah Basra, Syam, Mesir, di Mesir ia belajar ilmu fikih dengan sahabat Imam asy-Syafi'i al-Muzani dan belajar fiqih Maliki dengan Muhammad bin 'Abdullah bin al-Hakam dan Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah .

Metodologi Kitab Tafsir

79 Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubîy, al-Jâmi” al- Ahkâm Al-Qur`an, h. 80 Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubîy, al-Jâmi” al- Ahkâm Al-Qur`an, h. 88 Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubîy, al-Jâmi” al- Ahkâm Al-Qur`an, h.

Latar Belakang Penulisan Tafsir

Hal ini terlihat dalam bentuk penafsiran ketika mengkaji ayat-ayat hukum atau ayat-ayat yang berkaitan dengan fikih. Sedangkan untuk masalah teologis, Wahba az-Zuhaylij cenderung mengikuti ajaran Ahl al-Sunnah, namun tidak terjebak dalam sikap fanatik dan menghujat mazhab lain, hal ini terlihat dari penafsirannya terhadap ayat-ayat teologis. Lain halnya dengan tafsir Al-Qur'an yang dilakukan oleh sebagian mufasir yang ilmunya berdasarkan ilmu pengetahuan, maka menurutnya tafsir klasik harus dikemas dengan gaya dan metode kontemporer yang sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada penyimpangan. dari interpretasi.

Deskripsi Tafsir al-Munir

Yang penting tafsir ini bisa membantu setiap muslim yang ingin mempelajari Al-Qur'an dan mengomentarinya.101 Dalam hal ini, Ali Ajazi, berdasarkan penelitiannya menambahkan bahwa tujuan penulisan tafsir al-Munir ini adalah . untuk memadukan orisinalitas tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer, karena menurut Wahbah ez-Zuhejliy, banyak kalangan yang mengkritisi tafsir klasik karena dianggap tidak mampu memberikan solusi atas permasalahan masyarakat di era kontemporer, sedangkan para mufasir kontemporer kerap mendistorsi penafsiran ayat-ayat Alquran dengan dalih pembaharuan.

Metode, dan Corak Penafsiran

Corak-corak tafsir yang dideteksi para mufassir dari tafsir-tafsir yang diterbitkan selama ini banyak dan beragam, diantaranya adalah corak tafsir lughawi, corak tafsir as-sufi, corak tafsir al-Fiqh, corak tafsir al-Falsafi, corak tafsir al-Falsafi, gaya penafsiran tafsir al-'Ilmi dan adabi ijtima'i. Namun jika kita melihat pengertian gaya atau tafsir yaitu kecenderungan para mufassir yang berlatar belakang pendidikan, lingkungan tempat tinggalnya, baik keadaan sosial, ekonomi, maupun politik, kitab-kitab yang dibacanya, maka tafsir al-Munir dapat kita kelompokkan ke dalam gaya-gaya. penafsiran al-Fiqh atau mungkin gaya itulah yang paling dominan dalam penafsirannya. 106 Ainol, “Metode Tafsir Az-Zuhailî dalam at-Tafsir al-Munîr”, dalam Mutawatir: Jurnal Ilmiah Tafsir Hadits, 2011, hlm.

Sumber dan Referensi Penafsiran

Ayat di atas menceritakan tentang beberapa kelakuan manusia apabila didengari ayat-ayat al-Quran untuk mereka. Dia bukan sahaja berpura-pura tidak mendengar, malah dia juga enggan berpandukan ayat-ayat al-Quran. Selain itu, al-Qurthubîy dan Wahbah az-Zuhaylîy menambahkan tingkah laku yang meliputi seolah-olah dia tidak mendengarnya (ayat-ayat al-Quran) dengan sikap seseorang yang apabila dia cuba menghalang atau mengalihkan perhatian setiap orang untuk mendengar Al-Quran. -Quran.

طبٌَّٕ ْٱ

121 Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubîy, al-Jâmi” al-Ahkâm Al-Koran, h. Lihat Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al- Qurthubî, al-Jâmi” al-Ahkâm Al-Qur`an, h. 129 Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubîy, al-Jâmi” al-Ahkâm Al-Koran, h.

يرعلا حايص لثم حايص كل نيا نمف ,مملأا نم ىضم اميف وب عمسن لم ائيش تعدتبا .رمأ نم وجسما امو ,توص نم حبقا امف

ةاَزَؼ ٌ ٱ

Abdullah bin Yusuf meriwayatkan kepada kami dari Malik, dari Abu az-Zinad, dari al-Araj, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw. 131 Abu „Abdillah Muhammad bin Ismâ‟îl bin Ibrâhîm bin al-Mughîrâh al-Ja‟fî al- Bukhari, al-Jâmi‟ al-Musnad ash-Shahîh al-Mukhtashar min Umûri Rasulillah wa Sunanihi wa Ayyâmihi, (Beirut: Dâr Thau q an-Najâh, 2001), no.

اهلعفب ئزالها بعلالا ةلزنبم اهيلإ يدانلما نوري اوناك مّنّإ : ليق و

Dengan sikap Yahudi ini, ramai ulama yang mengatakan bahawa mereka (kafir Yahudi) adalah orang yang tidak berakal. Ikrimah, berkata: "Orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya ialah mereka yang melukis"137. Namun, al-Qurthubîy menambah bahawa perbuatan mencelakakan Tuhan adalah melabelkan Tuhan dengan sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan-Nya, sebagaimana yang dikatakan oleh orang Yahudi.

ملسو ويلع للها ىلص-

Adapun perbuatan menyakiti rasul secara fizikal, salah satunya adalah mengganggunya ketika dia sedang solat.150 al-Qurthubîy menafsirkan perbuatan menyakiti rasul itu dengan mencelanya, sebagaimana pada masa perkahwinannya dengan Shafiyah, untuk mencela. dan secara fizikal menyakiti orang yang dicintai dan dicintainya, contohnya Usamah, seperti mencekik seperti yang dilakukan oleh Abu Jahal. Begitu juga halnya dengan Wahbah az-Zuhailîy yang menafsirkan perbuatan yang boleh menyakiti Nabi, mencela perkahwinannya dengan Shafiyah binti Huyai, mencela orang yang dicintainya. Kemudian yang dimaksud menyakiti Allah dan Rasul-Nya menurut Wahbah az-Zuhailîy adalah perbuatan yang menggambarkan Allah dengan sifat yang mustahil, juga mengatakan bahwa Allah itu tidak satu, dan juga menyalahkan umur atas apa-apa yang menimpanya (orang yang mencela akan abad) ), menyalahkan rasul adalah salah satu contohnya kritikan terhadap perkahwinannya dengan Shafiyah binti Huyai, kritikan terhadap orang yang mencintai Nabi, seperti kritikan terhadap Usamah, dan fitnah terhadap Aisyah.

ثِإَواٌمْ ّ

Kesimpulan

Hanya saja, istilah ayat-ayat Al-Qur'an dapat dimasukkan dalam tindakan penodaan agama sebagai definisi penodaan agama itu sendiri. Adapun al-Qurthubîy dan Wahbah az-Zuhailîy dapat dikatakan bahwa penafsiran mereka dalam memaknai perilaku para penoda agama hampir sama yaitu mengutuk al-Qur'an karena meragukan kebenaran al-Qur'an, berusaha mengubah. jauh dari tuntunan Al-Qur'an, menafsirkan isi Al-Qur'an dengan makna yang jauh dari maksud ayat tersebut, mengatakan bahwa suara adzan adalah suara yang buruk, karena gerakan shalatnya aneh karena berbeda dengan cara ibadah mereka (yang mengolok-olok), menyakiti orang beriman dengan perkataan atau perbuatan yang tidak benar. Salah satu penyebab perbedaan tafsir antara ath-Thabarîy, al-Qurthubîy dan Wahbah az-Zuhailîy adalah pada corak tafsir ketiga, dimana Tafsir Jâmi 'al-Bayân' an Ta`wil ai Al-Qur`an dengan ath-Thabarîy tidak memiliki gaya khusus dalam penafsiran, karena ath-Tabarîy menafsirkan ayat-ayat Al-Qur'an berdasarkan sejarah, berbeda dengan Tafsir al-Jâmi' li Ahkâm Al-Qur`an al-Qurthubîy yang memiliki kesamaan gaya sebagai salah satu ciri Tafsir al-Munir fî al-„Aqîdah wa asy-Syarî'ah wa al-Manhaj oleh Wahbah az-Zuhailîy, yaitu gaya fiqhi.

Saran

Al-Alûsî Mahmûd, Rûh al-Ma‘ânî Fî Tafsir Al-Qur`an al-„Azhîm wa as-Sab“. Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî Abu Ja'far, Jâmi' al-Bayân „an Ta'wîl âi Al-Qur'an, Beirut: Dâr al-Fikr, 1995. Nasiruddin, "Telaah Penafsiran Wahbah al-Zuhaili Dalam Tafsir al- Munir Tentang Penistaan ​​​​Agama dalam al-Qur`an", dalam Jurnal Keislaman i Humaniora, 2017.

Gambar

TABEL PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENAFSIRAN

Referensi

Dokumen terkait

Sumber penafsiran yang digunakan dalam Kitab Al-Qur´an dan Tafsirnya (Edisi yang Disempurnakan) adalah: bi al- ma’tsur , baik menafsirkan al-Qur’an dengan al-.. 15