عٱ
4) Sumber dan Referensi Penafsiran
Sumber penafsiran yang digunakan oleh Wahbah az-Zuhailîy yaitu menggunakan sumber penafsiran gabungan antara metode tafsir bi al- Ma`tsûr atau bi ar-Riwâyah dan bi ar-Ra`y atau bi al-Ma`qûl yang disebut dengan al-Iqtirâni.108
Sedangkan referensi-referensi yang digunakan Wahbah az-Zuhailîy dalam tafsir al-Munîr diantaranya adalah sebagai berikut109:
b) Bidang Tafsir: Ahkâm al-Qur‟an karya al-Jashshas, Al-Kasyâf karya Imam Zamakhsyari, Al-Manâr karya Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho, Al-jâmi' fi Ahkam al-Qur'an karya Al-Qurtubi, TafsirAth- Thabary karya Muhammad bin Jarir Abu Ja far ath-Thabari, At- Tafsir al-Kabîr karya Imam Fakhruddin ar-Razi, Ta'wîl Musykil al- Qur'an karya Ibn Qutaibah, Tafsir al-Alusi karya Syihab ad-Din Mahmud bin Abdillah, Tafsir Al-Bahr al-Muhîth karya Imam Abu
107 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik- Modern, h. 173-174
108 Ainol, “Metode Penafsiran az-Zuhailî dalam at-Tafsir al-Munîr”, dalam Mutawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadits, 2011, h. 147
109 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik- Modern, h. 170-172
Hayyan Muhammad bin Yusuf, Tafsir Ibn Kastir Ismail bin Umar bin Katsir.
c) Bidang Ulûm Al-Qur'an: Al-Itqân karya Imam suyuti, Mabahist fi 'Ulûm Al-Qur'an karya Shubhi Shalih, Lubâb an-Nuqûl fi Asbâb an- Nuzûl karya Imam Suyuthi, Asbâb an-Nuzûl karya al-Wahidi, I‟jâz al-Qur'an karya Imam al-Baqilani, al-Burhan fi 'Ulûm Al-Qur‟an karya Imam Zarkasyi.
d) Bidang Hadist: Shahih al-Bukhari karya Muahammad bin Isma'il bin Ibrahim al-Bukhari, Shahih Muslim karya Muslim bin Hajjaj Abu al-Husain, Al-Mustadrak karya Imam Hakim, Ad-dalâil an- Nubuwwah karyaImamBaihaqi, Sunan Tirmidzi karyaMuhammad bin „Isa Abu „Isa at-Tirmidzi, Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan Ibn Majah karya Abu Abdillah bin Muhammad bin Yazid al-Qazwaini, Sunan Abi Dawud karya Sulaiman bin Asy‟ast bin Syadad, Sunan an-Nasa`i karya Ahmad bin Syu'aib Abu Abd ar-Rahman an-Nasa`i.
e) Bidang Ushûl Fiqh dan Fiqh: Bidâyat al-Mujtahid karya Ibn Rusyd al-Hafiz, Al-Fiqh al-Islami wa „Adilatuh karya Wahbah az-Zuhaili, Usûl al-Fiqh al-Islami karya Wahbah az-Zuhaili, Ar-Risâlah karya Imam Syafi'i, Al-Mushtafa karya Imam al-Ghazali.110
f) Bidang Teologi: Al-Kafi karya Muhammad bin Ya‟qub, Asy-Syafi Syarh Ushûl al-Kafi karya „Abdullah Mudhhaffar, Ihyâ 'Ulûm ad- Dîn karya Imam al-Ghazali.
g) Bidang Luhgat: Mufradât ar-Raghîb karya al-Ashfihani, Al-Furûq karya al-Qirafi, Lisân al-„Arab karya Ibn al-Mandhur.111
110 aizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik- Modern, h.172
111 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik- Modern, h.172
63
Derivasi dari ayat penistaan sangatlah banyak sehingga tidak memungkinkkan penulis untuk mengkaji semuanya, juga tidak semua derivasi ayat penistaan bermakna mencemooh, mengejek dan lain sebagainya sehingga penulis hanya mengambil ayat yang didalamnya membahas kata penista, mencemooh atau mengejek. Dari beberapa ayat yang membahas penistaan agama yang ada kaitannya dengan masalah yang melanggar Undang-undang penistaan agama adalah QS. al-Jâtsiyah [45]: 8, QS. al- Mâidah [5]: 58, dan QS. al-Ahzâb [33]: 57-58. Penjelasan lebih detail akan diuraikan sebagai berikut:
A. Term Istihza`
Kata Istihza` dalam Al-Qur`an terdapat pada 17 ayat, dari 17 ayat tersebut hampir semua ayat yang bersangkutan dengan ayat penistaan agama membahas objek yang dijadikan sebagai bahan olok-olok adalah Al-Qur`an dan shalat yang merupakan objek utama pelecehan yang dilakukan oleh kaum Quraisy terhadap umat Islam.112
1. QS. al-Jâtsiyah [45]: 8 dan 9
ُْغَّ غَ٠
ِْذَٰ٠اَء ْ
َِّْلل ٱ
ْ ُ١ٌَِأٍْةاَزَؼِثُْٖ شِّشَجَفَّْۖبَٙ ؼَّ غَ٠ْ ٌََُّْْأَوْا ٗشِج ىَز غُِْ ُّشِصُ٠َُُّْصِْٗ ١ٍََػْ ٍَٰٝ زُر ْ
اَرِإَٚ ١
ْ ١َشْبَِٕزَٰ٠اَءْ ٍََُِِِْٓػ ْ
ًْ ْ
ْب بََ٘زَخَّر ٱ
ْ ٞٓ١ُِِّْٙ ٞةاَزَػْ ٌََُُْٙهِئٌَُْٰٓٚأَْۚاًُٚضُ٘ ْ
ْ ٤
Dia mendengar ayat-ayat Allah dibacakan kepadanya kemudian dia tetap menyombongkan diri seakan-akan dia tidak mendengarnya.
Maka beri khabar gembiralah dia dengan azab yang pedih. Dan apabila dia mengetahui barang sedikit tentang ayat-ayat Kami, maka ayat-ayat itu dijadikan olok-olok. Merekalah yang memperoleh azab yang menghinakan. (QS. al-Jâtsiyah [45]: 8 dan 9)
112 Naisurddin, “Telaah Penafsiran Wahbah az-Zuhailîy dalam Tafsir al-Munîr
Tentang Penistaan Agama Dalam Al-Qur`an”, dalam Jurnal KeIslaman dan Humaniora, 2017, h. 56
Ayat di atas menceritakan beberapa perilaku orang-orang ketika diperdengarkan ayat Al-Qur`an kepadanya. Gambaran perilaku mereka terletak pada kalimat yang artinya: Sombong, seakan-akan mereka tidak mendengarnya (ayat-ayat Al-Qur`an), dan menjadikannya sebagai olok-olok. Baik ath-Thabarîy, al-Qurthubîy, maupun Wahbah az-Zuhaylîy, mereka senada dalam memahami kalimat sombong dalam arti tetap kufur dan enggan beriman, ia bersikukuh pada kekafirannya juga tidak patuh pada perintah dan larangan Tuhannya.113 Al-Qurthubîy dan Wahbah az-Zuhaylîy menggambarkan kesombongannya (dia) tersebut sebagaimana sombongnya an-Nadhr bin Hârits.114 Namanya diabadikan dalam Al-Qur`an karena sikapnya yang sombong menantang kebenaran Al-Qur`an, dia meminta diturunkan azab apabila dia salah dan Al-Qur`an benar. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. al-Anfâl [8]: 32:
ْ رِإَٚ
ْ
ْْاٌُٛبَل
ٌٍََُُّّْٙ ٱ
ْ َُْٛ٘اَزَْٰ٘ َْبَوِْْإ ْ
َّْكَذ ٌ ٱ
ْ َِِّْٓ ٗحَسبَجِدْبَٕ ١ٍََػْ شِط َِأَفْ َنِذِٕػْ ِِٓ ْ
ِْءٓبََّّغٌ ٱ
َِْٚأ ْ
بَِٕز ئ ٱ
ْ ُ١ٌَِأٍْةاَزَؼِث ْ
ٖٕ
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: "Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih". (QS. al-Anfâl [8]: 32)
Orang yang apabila telah sampai kepadanya petunjuk yaitu Al- Qur`an akan tetapi dia enggan beranjak dari kekufurannya untuk beriman kepada Allah Swt. dengan tidak patuh terhadap semua perintah dan laranganNya, padahal Al-Qur`an merupakan petunjuk yang sangat
113 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî, Jâmi‟ al-Bayân „an Ta`wîl âi Al- Qur`an, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1995), h. 277, lihat juga Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubîy, al-Jâmi‟ al-Ahkâm Al-Qur`an, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1995), h. 413, dan lihat juga Wahbah az-Zuhaylî, at-Tafsîr al-Munîr Fî al-„Aqîdah wa asy-Syarî‟ah wa al- Manhaj, (Beirut: Dâr al-Fikr al-Ma‟âshir, 1991), h. 242
114 An-Nadhr bin Hârits adalah orang Quraisy dari Bani Abu ad-Dâr, seorang penyair yang terkenal cerdas akalnya, licik perangainya, berpengetahuan tinggi dan juga banyak pengalaman. Dia merupakan orang Quraisy pertama yang menentang Al-Qur`an.
jelas, terlebih dia menyumpahi Al-Qur`an karena meragukannya, orang tersebut telah bersikap sombong terhadap Al-Qur`an.
Kemudian kalimat seakan-akan dia tidak mendengarnya (ayat-ayat Al-Qur`an), ath-Thabarîy dan al-Qurthubîy memahaminya dalam arti dia seperti orang yang tidak mendengar (ayat-ayat Al-Qur`an) dengan tetap pada kekufurannya.115 Beda halnya dengan Wahbah az-Zuhaylîy yang memahami kalimat itu disamping dia seperti tidak mendengar ayat Al-Qur`an dan tetap kufur, dia juga memang enggan untuk mendengarkan ayat tersebut.116 Oleh karena itu sikap seseorang yang berpura-pura atau seolah-olah dia tidak mendengar ayat Al-Qur`an, padahal sudah jelas ayat itu merupakan petunjuk yang di dalamnya terdapat hukum-hukum Allah. Dia bukan hanya berpura-pura tidak mendengar, melainkan dia juga enggan untuk mendapat petunjuk dari ayat Al-Qur`an. Selain itu, al-Qurthubîy dan Wahbah az-Zuhaylîy menambahkan perilaku yang termasuk seakan-akan dia tidak mendengarnya (ayat-ayat Al-Qur`an) dengan sikap seseorang yang apabila ia berusaha menghalang-halangi atau mengalihkan perhatian setiap orang untuk mendengarkan Al-Qur`an. Sebagaimana perilaku an-Nadhr bin Hârits yang selalu menghalang-halangi dan mengalihkan perhatian masyarakat Quraisy (atau dari kabilah manapun), dengan mengatakan bahwa Al-Qur`an tidak lain hanyalah dongeng semata.
Sebagaimana firman Allah dalam QS. Luqmân [31]: 6-7:
115 Abu Ja‟far Muhammad bin Jarîr ath-Thabarîy, Jâmi‟ al-Bayân „an Ta`wîl âi Al- Qur`an, h. 277, lihat juga Abu „Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâriy al-Qurthubî, al-Jâmi‟ al-Ahkâm Al-Qur`an, h. 413
116 Wahbah az-Zuhaylîy, at-Tafsîr al-Munîr fî al-„Aqîdah wa asy-Syarî‟ah wa al- Manhaj, h. 243