• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.6 Alpha Lipoic Acid

adalah 10-30 detik kemudian meningkat sesuai dengan peningkatan fleksibilitas otot tersebut sampai maksimal 60 detik (ACSM, 2001).

menghasilkan energi, sering dikenal dengan nama lipoamide yang juga disebut sebagai lipoat dalam siklus energi di mitokondria. ALA akan mengaktifkan enzim yang berperan pada molekul yang menghasilkan energi, seperti piruvat yang didapat dari penghancuran produk dari asam amino. ALA juga secara natural dapat dihasilkan dalam jumlah minimal pada tumbuhan maupun binatang (Hajoway, 2010).

Prekursor Lipoic Acid (LA) adalah asam oktanoat, yang dibuat melalui biosintesis asam lemak atau β-oksidasi asam lemak rantai panjang. Asam oktanoat diperoleh dari thioester karier protein acyl menjadi amyda dari domain lipoyl oleh enzim octanoyltransferase. Pusat-pusat sulfur di insersi pada atom karbon 6 dan ke-8 dari asam oktanoat melalui mekanisme metionin radikal s-adenocyl, oleh enzim lipoyl sintase. Alpha-lipoic acid akan terbentuk lagi setiap kali protein terdegradasi dari aksi enzim spesifik, yang disebut lypoamidase. Alpha-lipoic acid bebas (free alpha lipoic acid) dapat melekat ke dalam domain lipoyl oleh enzim protein lygase lipoate. Lygase lypoate diproduksi melalui ikatan enzim adenylate lipoid intermediate (Hajoway, 2010).

Struktur biokimia LA terdiri dari dua thiol (sulfur), yang dapat teroksidasi atau tereduksi. Bentuk tereduksi dikenal sebagai dihydrolipoicacid (DHLA), sedangkan bentuk teroksidasi dikenal sebagai alpha lipoic acid. Alpha-lipoic acid juga mengandung satu karbon asimetrik, yang berarti ada dua kemungkinan isomer optik yang identik seperti bayangan cermin satu sama lain (R-LA dan S- LA). Hanya R-isomer yang di sintesis dalam tubuh dan terikat pada protein.

Alpha-lipoic acid yang terikat protein dalam bentuk suplemen mungkin berisi baik R-LA atau 50/50 (rasemat), campuran R-LA dan S-LA (Higdon, 2006).

Gambar 2.1 Struktur Chiral Alpha Lipoic Acid (Sumber: Islam,2009)

ALA memiliki pusat chiral yang berarti dapat dijumpai dalam bentuk imajinasi bayangan cermin (S- dan R-alpha-lipoic acid) yang tidak dapat bersentuhan satu sama lainnya (Hajoway, 2010).

ALA akan bersifat sebagai antioksidan apabila ada kelebihan ALA dalam sirkulasi tubuh dan dalam keadaan tidak terikat protein, akan tetapi pada kenyataannya jumlahnya sangat sedikit. ALA juga secara alamiah dapat dihasilkan dalam jumlah minimal pada tumbuhan maupun binatang kecuali sudah diproses dalam bentuk suplemen secara oral maupun injeksi (Hajoway, 2010).

Apabila suplemen yang berisi free ALA diberikan pada tubuh maka akan berfungsi sebagai antioksidan. Free ALA segera ditangkap oleh sel, dan di dalam

sel akan direduksi menjadi dihydrolipoic acid (DHLA). Hanya DHLA yang secara langsung berefek sebagai antioksidan, sedangkan ALA diduga mempunyai efek sebagai antioksidan secara tidak langsung (Higdon, 2006).

ALA adalah anti oksidan yang dapat bekerja baik di dalam sel (watery part) maupun di luar sel (fatty part), bekerja dengan melindungi mitokondria dari efek buruk radikal bebas. ALA dapat ditemukan di beberapa jenis makanan seperti bayam, brokoli, tomat, peas, brewer’s yeast, brussel sprout, rice bran, kentang, daging ginjal, daging liver, dan daging jantung. Sebenarnya tubuh memproduksi asam lipoat untuk memenuhi fungsi metabolik dasar dengan cara mengubah glukosa menjadi energi pada siklus krebs. (Winarsi, 2007). ALA adalah kofaktor enzim dari beberapa kompleks enzim di dalam mitokondria yang dapat mengkatalisis beberapa reaksi yang berhubungan dengan produksi energi, misalnya mengkatalisis perubahan piruvat menjadi asetil koenzim A pada kompleks enzim Pyruvat dehidrogenase. Sejak empat puluh tahun lalu, ahli biologi menemukan bahwa ALA adalah antioksidan kuat yang dapat melawan efek buruk dari radikal bebas pada berbagai penyakit, seperti penyakit jantung dan liver, kanker, penuaan sel, dan lainnya (Berkson, 2007).

Lipoat atau bentuk dihidrolipoat dapat bereaksi dengan senyawa oksigen reaktif seperti radikal superoksida (O2-), radikal hidroksil (-OH), HOCL, radikal peroksil, dan oksigen singlet. Asam lipoat melindungi membran dengan cara berinteraksi dengan vitamin C dan glutation, serta memanfaatkan kembali radikal vitamin E. Di sisi lain, senyawa hidroksi lipoat ini juga menunjukkan aktivitas prooksidan, yaitu dengan cara mereduksi Fe (Winarsi, 2007).

Fe3+ DHLA Fe2+

Fe2+ + H2O2  Fe3+ + OH- + HO. Fe3+ + H2O2  Fe2+ + OOH. + OH-

ALA meregenerasi vitamin C dengan cara mereduksi bentuk teroksidasinya menjadi bentuk tereduksi, begitu juga dengan radikal vitamin E yang dapat diregenerasi secara langsung dengan cara mereduksinya atau secara tidak langsung melalui bentuk tereduksi vitamin C. ALA meregenerasi glutation dengan dua cara, yakni melalui peningkatan sistein uptake dari makanan, dan melalui ekspresi enzim Gamma-Glutamyl Cystein Ligase (GCL) yang berperan pada sintesa glutation (Hagen, 2012). Glutation dapat menstabilkan struktur membran dengan cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan asil peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid. Glutation dalam sel eritrosit berperan sebagai antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin (Winarsi, 2007).

Efek farmakologi ALA, terutama potensinya sebagai antioksidan, ketika diaplikasikan ke dalam tubuh, ALA akan menampakkan efek seperti obat yang berefek pada aktivitas antioksidan, misalnya saja dalam menurunkan kadar gula darah. Secara in vitro, puncak aktivitas antioksidan ALA ditentukan oleh kadar dan sifat-sifatnya. Dalam hal ini, ada empat sifat antioksidan ALA, yaitu sebagai pengkelat logam, ROS scavenger, meregenerasi antioksidan endogen, dan memperbaiki kerusakan oksidatif. ALA memiliki sifat-sifat unik, yaitu mampu mencegah berkembangnya penyakit. Sebagai contoh, ALA dapat melindungi hepar dari kerusakan yang disebabkan oleh alkohol, melindungi paru-paru dari

paparan asap rokok, memperbaiki penggunaan glukosa pada penderita diabetes tipe 2, serta menekan neuropati dan katarak (Andreassen, 2001). Beberapa studi yang dilakukan di Eropa menyatakan bahwa efek anti oksidan ALA dapat dipakai sebagai suplemen untuk mengatasi berbagai penyakit, seperti hipertensi, CHD, sindroma metabolik, diabetes, kanker pankreas, penyakit degeneratif, kerusakan fungsi otak, glaukoma, dan katarak (Berkson, 2007).

ALA dipakai untuk pengobatan penyakit liver yang disebabkan oleh keracunan jamur, alcohol-induced damage, intoksikasi metal, dan keracunan CCl4 . ALA sangat penting pada jalur metabolik sel hati (termasuk dalam menghancurkan zat beracun), bekerja dengan cara mengikat radikal bebas dan meningkatkan sintesa glutation yang merupakan antioksidan utama pada hati.

ALA juga dapat mengaktivasi pembentukan Protein Kinase B (PKB) yang dapat mencegah apoptosis sel hati akibat kerusakan oksidatif (Hagen, 2012). Berbagai pakar naturopatik di Jerman berpendapat bahwa ALA merupakan nutrisi penting untuk hati. Dosis yang dipakai untuk mengatasi kerusakan hati adalah 200-400 mg/ 70 kgbb, tiga kali per hari, dan dikonsumsi pada saat perut kosong. ALA sebaiknya dikonsumsi 1-2 jam sebelum makan, sebab jika tercampur dengan makanan, puncak konsentrasi di plasma akan menurun sekitar 20-30% (Hagen, 2012).

ALA juga bermanfaat dalam sejumlah model stres oksidatif seperti injury ischemia reperfusion, diabetes, pembentukan katarak, aktivasi HIV, neurodegenerasi, dan injuri radiasi. ALA menghambat transkripsi redox-sensitive

transcription factors, yakni NF-kappa B yang berperan pada proses inflamasi (Hagen, 2012).

Banyak bukti bahwa suplementasi ALA secara oral memicu suatu kesatuan aktivitas biokimiawi yang unik dengan nilai farmakoterapeutik potensial untuk mengatasi gangguan-gangguan patofisiologis. Konsumsi ALA dari makanan belum ditemukan dapat menyebabkan peningkatan free-ALA dalam plasma atau sel-sel manusia. Sebaliknya, pemberian suplemen ALA oral dapat diabsorpsi lebih baik dan cepat, sehingga menyebabkan peningkatan kadar free- ALA dalam plasma dan sel yang signifikan. Penelitian farmakokinetik pada manusia menemukan bahwa sekitar 30%-40% dosis oral ALA (campuran 50/50 R-LA dan S-LA) diabsorpsi tubuh. Kadar ALA dalam plasma biasanya memuncak dalam waktu satu jam atau kurang. ALA serta metabolitnya dieksresikan terutama dalam urin (Higdon, 2006).

2.6.2 Efek ALA Terhadap Berat Badan dan Lemak

Walaupun mekanisme pasti masih belum dapat diketahui, ALA diketahui memiliki efek yang signifikan terhadap penurunan berat badan dan mencegah kenaikan berat badan. Dari penelitian yang dilakukan oleh Butler et al., pada tahun 2009, didapatkan korelasi positif antara dosis ALA dengan efek penurunan berat badan. Penurunan berat badan ini kemungkinan besar disebabkan adanya efek anoreksia dari terapi ALA. (Seo et al., 2012). Efek penurunan nafsu makan tersebut terutama dijumpai pada 2 minggu awal pemberian ALA dan akan menghilang secara gradual (Butler et al., 2009). Supplementasi ALA juga

diketahui dapat menurunkan berat lemak viseral (Timmers et al., 2010). Wang et al., mendapati adanya peningkatan biogenesis mitokondria dan oksidasi asam lemak pada otot skeletal. Oksidasi asam lemak akan menyebabkan penggunaan lemak sebagai energi dalam bentuk ATP, sehingga berat lemak tubuh baik subkutan maupun viseral dapat bekurang.

Koh et al. (2011) melakukan penelitian terhadap 360 penderita obesitas dan mendapati efek signifikan terhadap penurunan berat badan pada grup yang diberikan suplementasi ALA dengan dosis 600mg dan 1200mg dibandingkan dengan kontrol. Penurunan berat badan berkorelasi positif dengan dosis ALA yang diberikan.

Carbonelli et al. (2010) mendapatkan penurunan masa lemak tubuh, penurunan IMT dan lingkar perut pada penderita overweight yang diberikan ALA dengan dosis 800 mg selama 4 bulan.

Selain efek terhadap penurunan berat badan, diketahui juga bahwa ALA mampu memperbaiki profil lipid, termasuk penurunan total kolesterol, trigliserida, LDL, dan meningkatkan HDL (Zhang et al., 2011).

Efek penurunan berat badan dari ALA disebabkan oleh hambatan pada aktivitas AMP kinase pada hypothalamus. (Kim et al., 2004). AMP kinase (AMPK) adalah pengatur utama pada metabolisme glukosa dan lipid pada sel.

AMPK akan diaktivasi ketika energi seluler habis. Aktivasi AMPK pada otot skeletal akan meningkatkan pengambilan glukosa (Hayasi et al., 2000). Aktivasi AMPK juga akan meningkatkan oksidasi asam lemak bebas melalui hambatan pada acetyl-coenzyme A carboxylase.

AMPK yang teraktivasi akan memberikan sinyal rasa lapar, dan membuat subjek memiliki rasa ingin makan. Pemberian ALA diketahui akan menghambat aktivasi AMP kinase pada hipotalamus sehingga menghambat rasa lapar (Kola, 2008). ALA dapat menstimulasi transport glukosa dan sintesa ATP pada jaringan perifer, dan dapat menghambat aktivasi AMP kinase melalui peningkatan pengambilan glukosa oleh sel hipotalamus (Kim et al., 2004).

ALA juga diketahui memiliki efek lipolisis. Hormone sensitive lipase (HSL) adalah lipase intraseluler yang mampu menghidrolisis triasilgliserol, diasilgliserol, monoasilgliserol, dan kolesterol-ester. Enzim ini berfungsi untuk memobilisasi cadangan lemak menjadi energi (Kolehmainen et al., 2002). ALA mampu meningkatkan fosforilasi HSL yang akan memecah lemak menjadi energi dan mengurangi masa lemak subkutan maupun viseral (Watt et al., 2006;

Fernandez et al., 2012).

Dokumen terkait