MASYARAKAT INDONESIA
4. ANALISIS
4.2 Analisis TAM (Technology Acceptance Models)
Terdapat 3 Aspek dalam Teori Technology Acceptance Model (TAM) menurut Li (Li, 2013) yaitu Kemudahan, Kegunaan, dan Keamanan.
1. Subjek A
a. Aspek Kemudahan.
Aspek kemudahan adalah persepsi seseorang bahwa penggunaan teknologi tidak membutuhkan upaya yang besar (Davis F. B., 1989). Kemudahan disini dimaksudkan mudah dipelajari, dapat dikontrol, jelas dan dapat dipahami, fleksibel, mudah untuk menjadi terampil atau mahir, dan mudah untuk digunakan (Davis F. B., 1989).
Pada subjek A, mempersepsikan kemudahan dalam mempelajari sistem pembayaran non tunai tidak dialaminya. Hal ini didapat dari pernyataan subjek dari 3 kali wawancara dan juga didukung oleh data triangulasi dari penjaga toko dan anak dari subjek A. Persepsi tersebut muncul mengingat usianya yang tidak lagi muda dan sulit untuk mempelajari teknologi.
“… Kalo buat belajar udah sulit”.
“….ga paham teknologi”.
“… ribet “.
“… ribet takut salah pencet”
“… lebih mudah cash”
Berdasarkan data yang dikumpulkan dalam neberapa kali wawancara dalam kesempatan berbeda terlihat, bahwa subjek sering menggunakan kata “..ribet”.
Ketika tim peneliti melakukan triangulasi kepada karyawan tokonya diperoleh informasi yang sejalan, bahwa subjek A beranggapan sistem pembayaran non- tunai merupakan hal yang “ribet” dan sulit untuk dipaham. Jika dikaitkan dengan wawancara awal, mengenai alasan tidak menggunakan sistem pembayaran non- tunai, subjek mengatakan bahwa sistem pembayaran non-tunai merupakan hal yang “ribet”, . Meski pada saat wawancara berikutnya, subjek menjelaskan lebih mendalam bahwa persepsi mengenai “ribet”nya sistem pembayaran non-tunai adalah karena usia subjek yang sudah tidak muda lagi membuat subjek mengalami kesulitan dalam memahami teknologi. Konsekuensi logisnya adalah subjek mengalami kesulitan menggunakan sistem pembayaran non-tunai.
Selain karena sulit memahami teknologi, subjek A beranggapan bahwa pengurusan sistem pembayaran non-tunai memerlukan usaha yang besar dalam hal ini berkaitan dengan syarat untuk menggunakan sistem pemabayaran non- tunai. Hal ini didapat berdasarkan wawancara kedua dimana subjek menyatakan
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
114
“…banyak syaratnya terus harus ngurus listrik kabel”. Selanjutnya subjek A menjelaskan lagi bahwa semua itu menurut persepsinya adalah ribet.
Ketika persepsi didefinisikan sebagai suatu proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap rangsang / stimuli yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Walgito, 2004), terlihat disini bahwa subjek A memberikan interpretasi terhadap stimuli berupa teknologi yang semakin berkembang sementara usia tak lagi muda. Selain itu, persepsi “ribet’juga terjadi karena pengurusan lainnya seperti kabel dan urusn ke bank.
b. Aspek Kegunaan.
Aspek kegunaan adalah persepsi seseorang bahwa penggunaan teknologi dapat meningkatkan hasil kerjanya. Kegunaan, jika dikaitkan dengan sistem pembayaran non-tunai, sistem tersebut dapat mempercepat transaksi, meningkatkan penghasilan, dan bermanfaat (Davis F. B., 1989)
Meskipun subjek A beranggapan sistem pembayaran non-tunai menyulitkan, subjek sendiri terkadang juga mengalami kesulitan dalam mencari uang kembalian. Hal ini berdasarkan data yang didapat pada wawancara kedua dimana subjek menyatakan “… paling soal kembalian aja kadang kalo ga ada receh kita nuker dulu”. Walaupun terkadang mengalami kesulitan dalam proses transaksi tunai, subjek A tetap lebih memilih menggunakan sistem pembayaran tunai daripada sistem pembayaran non-tunai. Hal ini dikarenakan subjek A beranggapan bahwa sistem pembayaran non-tunai tidak memiliki manfaat / kegunaan yang lebih dibanding transaksi non tunai, misalnya pendapatan atau penghasilan yang lebih tinggi. Pernyataan tersebut disampaikan sendiri oleh subjek
“… Kalau sehari-hari biasanya pembeli membayar cash aja, saya langsung terima uangnya”.
c. Aspek Keamanan.
Aspek keamanan adalah keyakinan seseoang terhadap keamanan penggunaan sistem pembayaran non-tunai (tidak memiliki resiko hilang atau berkurangnya dana yang dimiliki serta aman terhadap segala bentuk kejahatan pembobolan kartu kredit atau debit konsumen) (Davis F. B., 1989). Berdasarkan wawancara, observasi, dan triangulasi yang dilakukan, subjek A mempersepsikan bahwa sistem pembayaran non-tunai tidak aman. Sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan menggunakan teknologi jika penggunaannya dianggap merugikan.
Hal ini seperti yang disampaikan sendiri oleh subjek:
“… kalo di bank ga keliatan takut hilang kaya tetangga saya”
“… mending cash aja yang jelas aja keliatan dimata saya aman juga”.
“… di tv juga suka ada yang tipu-tipu, mesin eror, bukti transfer palsu, uang ga masuk jadi saya takut ga aman”.
Pernyataan subjek juga dibenarkan oleh penjaga tokonya “…kayanya ibu ga mau dah takut kaya tetangga ilang uangnya”.
Dari pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa persepsi subjek mengenai sistem pembayaran non tunai tidak aman berasal dari stimuli / rangsang berupa
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
115
informasi dari pengalaman tetangganya yang pernah ditipu karena pemakaian sistem pembayaran non-tunai. Pengalaman yang dialami tetangga subjek A membuat subjek takut dan beranggapan bahwa sistem pembayaran non-tunai tidak aman, padahal pada umumnya justru sistem pembayaran non-tunai lebih aman, karena ketika ada hal yang mencurigakan terlihat dari sistem, maka sistem akan menambahkan perlindungan terhadap asset yang dimiliki pengguna.
2. Subjek B
a. Aspek Kemudahan.
Subjek beranggapan bahwa pembayaran sistem non-tunai membutuhkan usaha atau modal yang besar sehingga merasa “ribet” dan butuh modal banyak.
Hal ini seperti yang dikatakan sendiri oleh subjek bahwa “…Keluar modal untuk pemasangan alatnya. Jadi menurut saya ribet ngurusinnya”.
Selain itu, lamanya subjek telah berdagang juga menjadi salah satu faktor subjek tidak menggunakan sistem pembayaran non tunai. Seperti yang dikatakan sendiri oleh subjek bahwa “...kita kan pedagang lama dan kita cuma ngerti pembayaran tradisional aja”
Berdasarkan data tersebut tidak adanya penerimaan subjek terhadap sistem pembayaran non-tunai dikarenakan kurangnya pemahaman teknologi yang dimiliki oleh subjek. Sulit paham ini terjadi juga dikarenakan subjek mempersepsikan bahwa pemasangan sistem pembayaran non-tunai membutuhkan usaha yang lebih sehingga saat diberi penyuluhan mengenai penggunaan sistem pembayaran non-tunai, subjek B enggan untuk berusaha untuk memahami sistem tersebut. Hal ini didapat dari pernyataan yang dikatakan subjek bahwa “…Ya mungkin karena penyuluhannya sudah berkali-kali ya, jadi saya sudah tidak terlalu menghiraukan lagi penyuluhannya.”
Berdasarkan data tersebut dapat dijelaskan bahwa stimuli atau rangsang pada subjek berupa penyuluhan, serta pengurusan kabel, dan urusan ke bank dipersepsi sebagai “ribet” dan menyusahkan dirinya. Terkait hal tersebut membuat subjek B bertindak tidak mau menggunakan transaksi non tunai.
Tambahan lagi karena subjek B kurang memahami teknologi, dan merasa lebih efektif menggunakan cash. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan subjek sebagai berikut:
“… Saya tidak terlalu paham dengan sistem pembayaran elektronik jadinya sulit untuk saya mengerti.”
“…Karena lebih mudah menggunakan cash tidak ribet, beli langsung bayar, terima uang, selesai.”
Berdasarkan dua pernyataan diatas subjek B tidak bisa menerima dalam penggunaan teknologi khususnya sistem pembayaran elektronik karena mengalami kesulitan dalam penggunaan transaksi elektronik. Hal tersebut juga didukung oleh data triangulasi dari penjaga toko subjek B yang mengatakan “…ga mau pake gituan orang bank kesini juga ga diladenin, katanya ribet dan ga ngerti”.
b. Aspek Kegunaan.
Aspek kegunaan adalah persepsi seseorang bahwa penggunaan teknologi dapat meningkatkan hasil kerjanya (Davis F. B., 1989). Menurut subjek B
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
116
penggunaan sistem pembayaran elektronik tidak digunakan pada tokonya dan kegiatan berjualan di toko juga tetap berjalan lancar pelanggan tetap ada meskipun menggunakan pembayaran tradisional (cash). Hal tersebut dibuktikan dengan pernyataan subjek yaitu
“… Soalnya buat saya itu ga terlalu kepake disini”.
Hal ini diperkuat juga dengan data triangulasi dari karyawan toko yang bekerja, ia mengatakan “…soalnya kalo dipasar sini nih rata-rata begitu mba kalo bayar cash”.
Berdasarkan penjelasan diatas subjek B tidak bisa menerima dalam penggunanan teknologi khususnya sistem pembayaran elektronik karena tidak ada manfaat ditokonya dan tidak mempengaruhi omzetnya. Pernyataan ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa penggunaan suatu sistem dapat diterima jika adanya manfaat dari teknologi tersebut.
c. Aspek Keamanan.
Subjek B beranggapan sistem pembayaran elektronik tidak aman terhadap bentuk kejahatan. Makanya dari itu subjek B tidak bisa menerima dalam penggunanan teknologi khususnya sistem pembayaran elektronik. Subjek B mengatakan:
“…Saya jadi takut dan gamau untuk menggunakan pembayaran debit gesek seperti itu.”
“… menurut saya kurang aman juga ya…”.
“Saya juga ngerasa lebih aman dengan pembayaran cash...”
Hal tersebut juga didukung dengan data triangulasi yang kami dapatkan dari karyawan toko, ia mengatakan “… disini saya tau dari karyawan sebelah katanya hampir 10 juta kalo ga salah denger ilang gara-gara mesin gituan”.
Berdasar data wawancara, observasi, dan triangulasi tersebut dapat dijelaskan bahwa sensasi yang diterima oleh indera subjek adalah informasi mengenai tetangga yang menjadi korban penipuan hingga 10 juta rupiah.
Berdasarkan hal itu, subjek B mempersepsikan transaksi non tunai sebagai ‘tidak aman’, transaksi tunai lebih aman, sehingga subjek B lebih memilih transaksi yang menggunakan uang tunai.
3. Subjek C
a. Aspek Kemudahan.
Berdasarkan wawancara, observasi, dan triangulasi yang dilakukan, ternyata subjek sering menggunakan kata “praktis”. Kata tersebut sering muncul ketika subjek ditanyakan alasan apa yang membuat subjek lebih memilih sistem pembayaran tunai daripada sistem pembayaran non-tunai. Subjek beranggapan bahwa sistem pembayaran tunai lebih praktis dan mudah untuk pembayaran di tokonya. Kemudian subjek C beranggapan bahwa lebih efektif menggunakan cash dan juga lebih praktis cara pembayarannya. Hal ini seperti yang dikatakan sendiri oleh subjek bahwa
“…terus juga saya lebih praktis sistem cash aja sih…”
“…saya ngerasa lebih praktis buat cash juga”
Sistem pembayaran tunai dianggap praktis oleh subjek C dikarenakan, sebagian besar pedagang di Pasar Grosir Cipulir menggunakan sistem pembayaran
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
117
tunai, sehingga subjek C lebih memilih sistem pembayaran tunai daripada sistem pembayaran non-tunai.
Hal ini diperkuat juga dengan data triangulasi dari karyawan toko yang bekerja, ia mengatakan “Itu katanya mas (subjek C) lebih simple cash…”. Maka dari itu subjek tidak bisa menerima dalam penggunanan teknologi khususnya sistem pembayaran non-tunai.
Berdasarkan semua data tersebut dapat dijelaskan bahwa sensasi yang ditangkap oleh indera subjek C adalah informasi bahwa hampir semua pedagang grosir di sana menggunakan transaksi tunai, bukan transaksi non tunai. Stimuli lainnya adalah setelah melepas barang, subjek langsung menerima uang sehingga dipersepsikan sebagai praktis dan simpel.
b. Aspek Kegunaan.
Subjek C merasa sistem pembayaran non-tunai tidak memiliki manfaat. Hal ini dijelaskan dengan pernyataan subjek “…Kebanyakan pelanggan pake cash jadi pake debit ga begitu berguna”. Maka dari itu subjek tidak bisa menerima dalam penggunaan teknologi khususnya sistem pembayaran non-tunai karena tidak merasakan aspek kegunaan dengan adanya teknologi. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan yang kami dapatkan dari data triangulasi penjaga toko mengatakan “…Iyaa pembeli pake uang tunai”.
Berdasarkan data tersebut, dapat dijelaskan, persepsi subjek C bahwa transaksi non tunai tidak memenuhi aspek kegunaan karena adanya stimuli dari pembeli yang lebih banyak menggunakan transaksi tunai. Hal ini membuat subjek C mempersepsikan bahwa pemasangan alat untuk transaksi non tunai menjadi
‘tidak memiliki kegunaan”. Terlihat juga dari data tersebut bahwa alasan kegunaan yang dijelaskan subjek C berbeda dengan 2 subjek lainnya. Mengingat usia yang lebih muda dibanding 2 subjek lainnya, sebenarnya sibjek C memahami penggunaan teknologi transakasi non tunai. Pemilihan transaksi secara tunai semata-mata karena stimuli dari pembeli yang lebih banyak menggunakan uang tunai. Hal tersebut dapat dijelaskan juga dari data wawancara lainnya, bahwa jika boleh memilih, subjek C akan menggunakan transaksi non tunai, karena dia mempersepsikan transaksi non tunai sebenarnya lebih mudah daripada tunai.
Namun, subjek C terstimuli oleh pembeli lebih banyak menggunakan transaksi tunai.
c. Aspek Keamanan.
Terkait aspek keamanan, subjek C mempersepsikan transaksi non tunai sebagai ‘mudah’, namun berdasarkan wawancara, observasi, dan triangulasi, Subjek C beranggapan bahwa sistem pembayaran non-tunai tidak aman, dan dia akan memilih untuk tidak bertransaksi non tunai. Hal ini menjadi menarik, karena bertolak belakang dengan pernyataan sebelumnya.
Subjek mendapat stimuli berupa informasi dari pedagang lainnya bahwa ada seorang pedagang tertipu saat melakukan transaksi non tunai, dan membuatnya menjadi takut, seperti yang dinyatakan sendiri oleh subjek:
“…Sistem pembayaran (tunai) itu ngeri juga sih”, […] ada yang pernah ketipu dengan pembayaran debit jadi saya takut”.
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
118
Rasa takut yang dirasakan oleh subjek menjadi muncul karena adanya stimuli berupa informasi bahwa tetangga tokonya sesama pedagang ada yang tertipu pada saat menggunakan sistem pembayaran non-tunai. Sehingga meskipun subjek mempersepsikan bahwa transaksi non tunai sebagai ‘mudah’ tidak serta membuatnya mau melakukannya karena ada stimuli lain berupa kasus penipuan, dan kepraktisan transaksi tunai (karena uang pembayaran langsung diterima).
5. SIMPULAN
Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi pedagang di Pasar Grosir Cipulir mengenai sistem pembayaran non-tunai. Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Subjek enggan untuk mengunakan sistem pembayaran non-tunai dikarenakan subjek tidak menguasai penggunaan teknologi pada sistem pembayaran non- tunai. Sehingga subjek tidak menggunakan sistem pembayaran non tunai karena tidak adanya aspek persepsi kemudahan yang dipersepsikan oleh subjek melalui pengalamannya dalam mengunakan sistem pembayaran tunai yang menurut subjek lebih mudah menggunakan sistem pembayaran tunai dibandingkan dengan sistem pembayaran non-tunai.
2. Subjek enggan untuk mengunakan sistem pembayaran non-tunai dikarenakan pelanggan yang berbelanja di Pasar Grosir Cipulir mayoritas menggunakan pembayaran tunai. Sehingga subjek tidak menggunakan sistem pembayaran non tunai karena tidak adanya aspek persepsi kegunaan yang dipersepsikan oleh subjek melalui pengalamannya dalam mengunakan sistem pembayaran tunai yang menurut subjek lebih efektif dan tidak mempengaruhi penghasilannya dalam berdagang.
3. Subjek enggan untuk mengunakan sistem pembayaran non-tunai dikarenakan persepsi subjek yang dipengaruhi oleh pengalaman yang dialami pedagang lain. Sehingga subjek tidak menggunakan sistem pembayaran non tunai karena tidak adanya aspek keamanan yang dipersepsikan oleh subjek melalui pengalaman pedagang lain dalam mengunakan sistem pembayaran non-tunai yang menurut subjek tidak aman, dan berisiko mengalami kehilangan dan kerugian.
4. Berdasarkan analisis data yang ada, setelah dilakukan kajian hasil yang didapat. Teori mengatakan bahwa jika ternyata setelah dilakukan kajian aspek kemudahan terhadap sistem pembayaran non-tunai diketahui tidak ada aspek kemudahan, maka aspek kegunaan menjadi tidak nampak pula. Karena tidak bisa berguna jika pengguna sistem pembayaran non-tunai tidak mengerti atau kesulitan dalam mengunakan sistem pembayaran non-tunai. Sehinnga hal tersebut menjadi alasan para pedagang di Pasar Grosir Cipulir enggan menggunakan sistem pembayaran non-tunai.
5. Penelitian ini memiliki keterbatasan, terutama dari sisi metodologis.
Berdasarkan data terakhir, jumlah penyewa adalah 3327 (https://jakarta.go.id, 2016) sedangkan subjek dalam penelitian ini hanya 3 orang pedagang, yang memang belum mewakili persepsi pedagang Pasar Cipulir secara keseluruhan. Untuk itu, pada penelitian selanjutnya, kajian tentang hal ini
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
119
disarankan menggunakan teknik kuantitatif. Selain itu, persepsi pedagang yang ditemukan dalam riset ini bisa jadi karena di sekitar Pasar Grosir Cipulir tersebut terdapat banyak banyak kantor cabang sejumlah bank terkemuka. Hal ini dapat membuat calon pembeli merasa semakin aman untuk tidak menggunakan transaksi elektronik karena adanya kemudahan menarik uang secara langsung di bank terdekat. Dengan demikian, penelitian selanjutnya yang menggunakan metode kuantitatif dapat menggunakan model Planned Behavior dari Acjen
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
120
DAFTAR PUSTAKA
Chuttur, M. (2009, September 27).
https://www.researchgate.net/publication/277766395_Overview_of_the_T echnology_Acceptance_Model_Origins_Developments_and_Future_Direc
tions. Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/277766395_Overview_of_the_T echnology_Acceptance_Model_Origins_Developments_and_Future_Direc tions
Davis, F. B. (1989). User Acceptance of Computer Technology. Management Science, Vol.35 No 8 , 985-986.
Davis, F. D. (1985, Desember 20). www.academia.edu. Retrieved from https://www.academia.edu/30166996/A_TECHNOLOGY_ACCEPTANC E_MODEL_FROM_FRED_DAVIS
Dwivedi, Y. K., Rana, N. P., Slade, E. L., Shareef, M. A., Clement, M., Simintiras, A. C., & Lal, B. (2018). Emerging Markets from a Multidisciplinary Perspective, Challenges, Opportunities, and Reasearch Agenda. Cham: Springer International Publishing AG.
Firmiana, M. E., Rahmawati, S., & Imawati, R. (Vol 2 no 4 tahun 2014). “Mewah menuju Rahmatullah” : Pengaruh Status Sosial Ekonomi terhadap Persepsi Masyarakat Mengenai Trend Pemakaman Mewah Masyarakat Muslim. Al Azhar Seri Humaniora, 282-296.
https://jakarta.go.id. (2016, Februari 16). Retrieved from https://jakarta.go.id/dokumen/934/data-pedagang-dan-tempat-usaha-di- unit-pasar-besar-cipulir
Indonesia, D. K. (2014, 08 14). https://www.bi.go.id/id/ruang-media/siaran-pers/.
Retrieved from https://www.bi.go.id: https://www.bi.go.id/id/ruang- media/siaran-pers/pages/sp_165814.aspx
Irdana, N., Rahayuningsih, H., & R.V, M. C. (2018). Akseptasi Pedagang Tradisional Terhadap Penggunaan Mesin EDC Perbankan di Pasar Tradisional Ikon Wisata Belanja di Surakarta. Jurnal Pariwisata Terapan, 134.
King, L. Psikologi Umum, Sebuah Pandangan Apresiatif (terj). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, 2007.
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
121
Li, C. (2013). The Revised Technology Acceptance Model and the Impact of Individual Differences in Assessing Internet Banking Use in Taiwan.
International Journal of Business and Information, Vol. 8 No.1, , hal 96- 101.
Mandle, J. R. Globalization and the Poor. New York: Cambridge University Press, 2003.
Moleong, L. J. Metode Penelitian Kualitatif. cetakan ke-35. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2015.
Munir, A. R. (2013). http://repository.unhas.ac.id. Retrieved from http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/23285/Disertasi
%20Abdul%20Razak%20Munir%20P0500309010.pdf?sequence=1 Rakhmat, J. Psikologi Komunikasi. . Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001.
Solso, R., & Maclin, O. &. Psikologi Kognitif edisi ke delapan. . Jakarta:
Erlangga, 2008.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2014.
Venkatesh, V., & Morris, M. (2000). Why Don't Men Ever Stop to Ask for Directions? Gender, Social Influence, and Their Role in Technology Acceptance and Usage Behavior. MIS Quarterly, 115-139.
Walgito, B. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Penerbit Andi, 2004.
www.bi.go.id. (2011, Maret 14). retrieved from https://www.bi.go.id/id/sistem- pembayaran/di indonesia/Contents/Default.aspx.
www.bi.go.id. (2014, Agustus 14). retrieved from https://www.bi.go.id/id/ruang- media/siaran-pers/pages/sp_165814.aspx
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
122
ISBN Number: 978-623-90930-6-8
123