• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apakah Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum itu?

Dalam dokumen Rangkuman Karya Tulis Ilmiah di Bidang Hukum (Halaman 95-110)

bagaimanakah pendokumentasian peraturan perundang-undangan kita.

Apakah pendokumentasian peraturan perundang-undangan sudah memadai, dalam arti bagaimanakah kondisi pendokumentasian peraturan perundang-undangan sejak negara Republik Indonesia berdiri hingga kini, apakah sudah tertata dengan baik. Padahal peraturan perundang- undangan juga merupakan suatu dokumen yang sangat penting bagi seseorang, bagi masyarakat dan bagi suatu negara. Bagaimana kita bisa menyimak bagaimana kasus Sipadan dan Ligitan yang melibatkan sengketa dua negara itu yang dimenangkan oleh Kerajaan Malaysia itu dalam persidangannya di Mahkamah Internasional memerlukan pembuktian dokumen, baik yang bersifat yuridis dan non yuridis. Sehingga dapat kita lihat bahwa pendokumentasian apakah itu dokumen peraturan perundang-undangan dan non peraturan perundang-undangan itu tidak saja diperlukan oleh seseorang, masyarakat, juga oleh suatu negara. Oleh karena itu pendokumentasian peraturan perundang-undangan sangat diperlukan, tidak saja sejak Republik Indonesia tercinta merdeka, juga sejak masa kolonial Belanda, Jepang dan masa pra kolonial. Tulisan singkat ini akan mencoba membahas bagaimana kondisi pendokumen­

tasian peraturan perundang-undangan dalam hubungannya sebagai alat penyebaran informasi hukum bagi masyarakat.

disebutkan bahwa, Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum adalah suatu sistem pendayagunaan bersama peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi hukum lainnya secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara mudah, cepat dan akurat.

Dari rumusan pasal 1 tersebut terlihat bahwa pengertian Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum yang selanjutnya disebut JDI Hukum meliputi empat unsur utama, yaitu:

a. bahwa JDI Hukum itu merupakan suatu sistem. Apabila kita melihat KUBI istilah sistem diartikan sebagai susunan kesatuan-kesatuan yang masing-masing tidak berdiri sendiri-sendiri, tetapi berfungsi membentuk suatu kesatuan secara utuh. Dari pengertian sistem menurut KUBI tersebut dapatlah disimpulkan bahwa karena JDI Hukum itu adalah juga suatu sistem, sedangkan sistem menurut KUBI merupakan susunan kesatuan-kesatuan, maka JDI Hukum itu haruslah terdiri dari kesatuan-kesatuan/unit-unit/anggota-anggota dari Jaringan itu. Anggota-anggota jaringan itu merupakan tiang utamanya/

penyangganya, tanpa anggota, maka JDI Hukum tidak akan efektif berfungsi secara maksimal.

b. bahwa JDI Hukum itu merupakan sistem pendayagunaan bersama.

Hal ini menunjukkan bahwa dalam melaksanakan kegiatannya JDI Hukum memerlukan pendayagunaan koleksinya secara bersama- sama. Artinya koleksi yang dimiliki digunakan bersama-sama untuk masyarakat luas, saling merujuk, saling berbagi informasi dan saling mengirimkan koleksinya baik itu dalam bentuk fisik dokumen ataukah dalam bentuk daftar koleksi yang dimilikinya. Dengan masing-masing anggota tahu kekayaan koleksi yang dimiliki akan memudahkan penelusuran informasi hukum.

c. bahwa pendayagunaan bersama itu dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan bahan dokumentasi hukum lainnya. Hal ini memberikan makna bahwa JDI Hukum adalah suatu jaringan yang bergerak di bidang hukum dalam hal ini dalam bentuk peraturan

perundang-undangan baik itu peraturan pusat dan daerah (bagi anggota jaringan di daerah) juga bahan dokumentasi hukum lainnya, yaitu dalam bentuk buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel koran dalam bidang hukum dan dokumentasi lainnya yang menyangkut hukum dan kegiatan yang berhubungan dengan hukum dan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya gambar, foto, kaset, CD, VCD.

d. bahwa pengembangan JDI Hukum dilakukan secara tertib, terpadu dan berkesinambungan. Tertib dimaksudkan dalam pengelolaan JDI Hukum dilakukan menurut teknis dokumentasi dan metoda yang telah disepakati bersama. Terpadu antara Pusat Jaringan dan Anggota Jaringan dan berkesinambungan, yaitu dilakukan secara terus menerus, dan berkelanjutan.

Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum merupakan suatu kesatuan dari institusi yang mengelola dokumentasi dan informasi hukum dalam upaya peningkatan, pengembangan dan pembangunan di bidang hukum dan memberikan kemudahan daiam memperoleh informasi hukum bagi masyarakat yang memerlukannya.

C. JDI Hukum dalam hubungannya dengan Penyebaran Informasi Hukum

Secara yuridis formal keberadaan JDI Hukum berdasarkan kepada Keputusan Presiden Repubiik Indonesia Nomor 91 tahun 1999. Dalam pasal 3 disebutkan bahwa JDI Hukum terdiri dari Pusat Jaringan dan Anggota Jaringan. Lebih lanjut disebutkan dalam pasal 3 ayat (2) bahwa Pusal Jaringan adalah Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang saat ini menjadi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan Pasal 3 ayat (3) menyebutkan bahwa yang bertindak sebagai Anggota Jaringan adalah:

88

a. Biro Hukum dan atau Perundang-undangan atau unit kerja yang melaksanakan tugas dalam bidang atau bagian hukum dan peraturan perundang-undangan:

1. Kantor Menteri Koordinator;

2. Kantor Menteri Negara;

3. Departemen;

4. Sekretariat Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;

5. Lembaga Pemerintah Non Departemen atau Badan Negara;

6. Pemerintah Daerah Provinsi;

7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

b. Pengadilan Tinggi Banding;

c. Pengadilan Tingkat Pertama;

d. Pusat Dokumentasi Hukum pada Perguruan Tinggi di Indonesia;

e. Lembaga-lembaga lain yang bergerak di bidang pengembangan dokumentasi dan informasi hukum yang ditetapkan oleh Menteri Kehakiman (sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia).

Menurut Keppres tersebut Badan Pembinaan Hukum Nasional merupakan Pusat Jaringan secara nasional. Namun di daerah yang menjadi Pusat Jaringan sebagaimana disebutkan dalam pasal 4 adalah Pemerintah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) huruf a angka 6 bertindak sebagai Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di wilayahnya.

Adapun mengenai tugas Pusat Jaringan secara nasional dalam hal ini Badan Pembinaan Hukum Nasional menurut pasal 6 ayat (1) adalah melakukan: a. Pembinaan; b. Pengembangan; c. Pemantauan; d.

Pelayanan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional.

Disebutkan lebih lanjut dalam pasal 6 ayat (2) Badan Pembinaan Hukum Nasional sebagai Pusat Jaringan Nasional menyelenggarakan fungsi:

1. perumusan kebijaksanaan pengembangan dan pelayanan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional;

2. bertindak sebagai pusat rujukan informasi dan dokumentasi hukum nasional;

3. pengumpulan dan penyebarluasan bahan dokumentasi dan informasi hukum kepada para anggota Jaringan, baik dalam bentuk salinan, abstraksi, panduan penemuan kembali, maupun dalam bentuk lainnya.

4. pembinaan tenaga pengelola dokumentasi dan informasi hukum;

5. pembinaan kerjasama di antara Anggota Jaringan;

6. evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum;

7. pelayanan informasi dan dokumentasi hukum nasional kepada masyarakat.

Sedangkan Anggota Jaringan menurut pasal 5 menyelenggarakan:

a. penyimpanan dan pengolahan dokumentasi peraturan perundang- undangan dan dokumentasi hukum lainnya yang ditetapkan atau dimiliki instansi sebagai Anggota Jaringan, atau diterima dari Pusat Jaringan;

b. penyampaian salinan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan dan atau disahkan oleh Presiden, Menteri, Gubernur, Bupati, Waiikota atau Pimpinan instansi/Lembaga Pemerintah lainnya kepada Pusat Jaringan, dalam bentuk dan jumlah yang disepakati bersama;

c. penyediaan dan penyebarluasan informasi segala peraturan perundang-undangan yang tersedia dan dokumentasi hukum lainnya di lingkungan instansinya;

d. pengembangan tenaga pengelola dan sarana dokumentasi dan informasi hukum di lingkungan instansinya;

e. evaluasi secara berkala terhadap pengelolaan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum di lingkungannya dan menyampaikan hasil- hasilnya kepada Pusat Jaringan

Dari rumusan di atas terlihat jelas apakah itu JDI Hukum, dan bagaimana tugas, fungsi Pusat Jaringan dan Anggota Jaringan. Dengan 90

melihat hal ini maka fungsi suatu Jaringan akan maksimal apabila Pusat Jaringan dan Anggota Jaringan dapat melaksanakan fungsinya sebagaimana diamanatkan oleh Keppres Nomor 91 Tahun 1999.

Menurut Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Syaiful Watni, S.H. dalam makalahnya tentang Kebijaksanaan Pembinaan dan Pengembangan Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional yang disampaikan dalam Sosialisasi JDI Hukum tanggal 28 September 2004 di Pemerintah Provinsi Banten disebutkan bahwa dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi JDI Hukum, maka Badan Pembinaan Hukum Nasional selaku Pusat Jaringan menyusun pola pengembangan JDI Hukum melalui lima aspek, yaitu:

1. Aspek Organisasi, yaitu bahwa berlandaskan Keppres Nomor 91 Tahun 1999 setiap anggota Jaringan hendaknya mengupayakan landasan hukum berupa keputusan pimpinan instansi yang bersangkutan. Dengan adanya landasan hukum akan diperoleh kejelasan status kelembagaan serta wewenang yang dimiliki dalam mengelola dan mengembangkan JDI Hukum di lingkungan kerjanya.

2. Aspek Personalia dan Diklat, dimaksudkan adalah tersedia sumber daya manusia yang memadai dan profesional di setiap anggota jaringan yang dibekali ilmu pengetahuan dan teknologi baik melalui pendidikan formal, non formal maupun melalui pelatihan/bimbingan teknis. Sejalan dengan pembinaan SDM ini Badan Pembinaan Hukum Nasional secara rutin setiap tahunnya menyelenggarakan dua kali Bimbingan Teknis Pengelolaan JDI Hukum Tingkat Dasar dan Lanjutan.

3. Aspek Koleksi, dimaksudkan agar pada setiap satuan kerja unit dokumentasi selalu melakukan penambahan koleksi dokumentasi hukumnya.

4. Teknis, Sarana dan Prasarana, dimaksudkan agar Anggota Jaringan secara serius menggunakan pedoman pengolahan dokumentasi hukum yang dikeluarkan oleh Pusat Jaringan dalam pengolahan informasi hukum sehingga dapat membantu memudahkan penemuan

kembali bahan dokumentasi hukum yang dimilikinya. Penyediaan sarana dan Prasarana, yaitu peralatan, perlengkapan yang berhubungan dengan aktivitas pendokumentasi dan pelayanan hukum diutamakan yang dapat menunjang kinerja setiap anggota jaringan sehingga pelaksanaan JDI Hukum dapat berjalan dengan baik dan lancar.

5. Mekanisme dan Otomasi, yaitu bahwa teknologi informasi di bidang komputerisasi dan telekomunikasi merupakan hal yang pokok dalam rangka terlaksananya penyebarluasan informasi hukum ke seluruh pelosok tanah air dan bahkan ke berbagai belahan dunia dengan menggunakan sambungan internet. Sehubungan dengan tersebut guna mendukung kecepatan pelayanan informasi hukum, maka pada setiap anggota jaringan baik di pusat maupun di daerah perlu secara bertahap memanfaatkan teknologi informasi.

Pada bagian lain Kepala Pusat Dokumentasi dan informasi Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional menyebutkan bahwa Badan Pembinaan Hukum Nasional selaku Pusat Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional dalam upayanya sebagai suatu institusi penyebarluasan informasi hukum, melakukan upaya-upaya antara lain:

1. Pembelian buku-buku hukum;

2. Penerbitan hasil kegiatan Badan Pembinaan Hukum Nasional;

3. Pembuatan data base peraturan perundang-undangan versi CD-ROM;

4. Pembangunan Grand Design Badan Pembinaan Hukum Nasional, yang diawali dengan Local Area Network, yang selanjutnya melakukan perluasan pengembangan infrastruktur jaringan komputer ke daerah- daerah, dan mengembangkan fasilitas pelayanan informasi hukum melalui internet yang dapat diakses oleh masyarakat luas.

5. Pembangunan database versi CD-ROM peraturan perundang- undangan bidang tertentu.

6. Kerjasama Pembangunan database versi CD-ROM peraturan perundang-undangan produk hukum daerah,

Dari uraian di atas dapatlah kita simak bagaimana langkah-langkah yang dilakukan dalam rangka pengembangan JDI Hukum dalam hubungannya sebagai suatu wadah yang bergerak dalam usaha penyebaran informasi hukum kepada masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, maka modernisasi dalam bidang dokumentasi agar selalu diupayakan. Modernisasi berjalan setring dengan kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi informasi tidak mungkin dihambat, yang perlu diupayakan bagi dokumentasi hukum, adalah bagaimanakah memanfaatkan kemajuan teknologi informasi itu sehingga pada akhirnya pencari informasi mendapatkan kemudahan, kelancaran, dan katepatan dalam mendapatkan informasi hukum.

Badan Pembinaan Hukum Nasional selaku Pusat Jaringan secara nasional juga mengembangkan pelayanan informasi melalui Perpustakaan Hukum khusus bidang hukum, yang koleksinya meliputi tidak saja peraturan perundang-undangan sejak Indonesia merdeka, akan tetapi memiliki koleksi buku langka, yaitu peraturan yang dikeluarkan pada masa kolonial Belanda, dan masa penjajahan Jepang, juga buku-buku dan terbitan lainnya yang dikeluarkan yang usianya sudah puluhan bahkan ratusan tahun.

Di samping perpustakaan hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional juga menerbitkan Majalah Hukum Nasional yang berisi tulisan para pakar di bidang hukum, juga menerbitkan Buletin JDI Hukum yang berisi informasi singkat mengenai kegiatan Pusat Jaringan.

Tugas, fungsi dan gerak langkah yang dilakukan Jaringan Dokumentasi dan informasi Hukum dalam upaya penyebarluasan informasi hukum, hal ini sejalan dengan tuntutan masyarakat, yaitu masyarakat yang menginginkan transparansi dalam mendapatkan informasi hukum suatu keinginan yang mencuat pasca reformasi.

D. Kesimpulan

1. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum keberadaanya berlandaskan kepada Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor

91 Tahun 1999 tentang Jaringan Dokumentasi dan informasi Hukum Nasional. Seiring dengan itu perlunya setiap Anggota Jaringan mengupayakan landasan hukum berupa keputusan pimpinan instansi yang bersangkutan. Dengan adanya landasan hukum tentunya akan melekat tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas;

2. JDI Hukum merupakan pendayagunan peraturan perundang- undangan dan bahan dokumentasi hukum lainnya secara tertib, terpadu, dan berkesinambungan antara Pusat Jaringan dan Anggota Jaringan serta merupakan sarana pemberian pelayanan informasi hukum secara mudah, cepat dan akurat.

3. Dalam rangka pengembangan JDI Hukum, maka dikembangkan melalui lima aspek pengembangan yaitu: Aspek Organisasi/Metoda;

Aspek Personalia dan Diklat; Aspek Koleksi; Aspek Teknis, Sarana dan Prasarana; Aspek Mekanisme dan Otomasi.

4. JDI Hukum merupakan suatu wadah yang mengembangkan penyebaran informasi hukum, hal ini terbukti dari upaya yang dilakukan dalam rangka pelayanan informasi hukum kepada masyarakat dalam bentuk: Pembelian buku-buku hukum; Penerbitan hasil kegiatan Badan Pembinaan Hukum Nasional yang antara lain dalam bidang Pengkajian Hukum, Penelitian Hukum, Pertemuan Ilmiah di bidang hukum, Abstrak Peraturan Perundang-undangan, Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan; Pembuatan Data base peraturan perundang-undangan versi CD-ROM; Pembangunan Local Area Network dan dikembangkan melalui internet; Pembangunan Data base versi CD-ROM peraturan perundang-undangan bidang tertentu;

Kerjasama Pembangunan Data base versi CD-ROM peraturan daerah.

5. Badan Pembinaan Hukum Nasional selaku Pusat Jaringan mengembangkan perpustakaan khusus bidang hukum dalam rangka penyebaran informasi hukum. Upaya lainnya menerbitkan Majalah Hukum Nasional dan Buletin JDI Hukum.

94

6. Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum selaku wadah yang bergerak dalam bidang dokumentasi dan informasi hukum merupakan salah satu institusi yang bergerak dalam upaya penyebarluasan informasi hukum kepada masyarakat luas dalam rangka transparansi informasi hukum kepada publik.

HUKUM KONTRAK DAGANG INDONESIA DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI DAN

PEMBAHARUAN BERDASARKAN PRINSIP-PRINSIP UNIDROIT

Oleh : Evi Djuniarti

ABSTRAK

Sebagai konsekuensi dari perdagangan bebas, secara lambat laun akan terjadi kecenderungan ke arah penyeragaman prinsip-prinsip hukum kontrak, sebab Indonesia salah satu negara berkembang harus dapat mengantisipasi hal tersebut. Permasalahannya apakah hukum kontrak dagang Indonesia telah dapat mengantisipasinya? Dan apakah prinsip-prinsip UNIDROIT bisa diterapkan di Indonesia?

Dalam hal ini Pemerintah Indonesia telah berusaha untuk mengantisipasi keadaan ini melalui berbagai peraturan perundang-undangan. Dan prinsip- prinsip UNIDROIT dapat diterapkan di Indonesia, terutama untuk penafsiran dan penambahan instrumen-instrumen internasional dan akan mempermudah tugas penyelesaian masalah kontrak. Selain itu dapat dijadikan model bagi para legislator nasional dan internasional untuk mengantisipasi, oleh karena itu pemerintah perlu mengikuti prinsip-prinsip yang terdapat dalam hukum kontrak yang bersifat internasional tersebut sebagai bahan dalam penyusunan hukum kontrak baru.

I. PENDAHULUAN

Realita sosial yang terjadi pada saat ini menunjukkan bahwa relasi dan interaksi yang terjadi di dalam masyarakat tidak saja dilakukan oleh dan antara mereka yang sama kewarganegaraannya dan tunduk pada Hukum yang sama, tetapi oleh mereka yang berbeda kewarga­

negaraannya dan tunduk pada hukum yang berbeda. Hubungan hukum

yang terjadi di antara para pihak dengan pandangan, latar belakang dan wawasan yang berbeda ditimbang dengan kepentingan yang berbeda, namun dalam hal hubungan ekonomi, selalu tunduk kepada ketentuan yang berlaku di mana mereka berada dengan membuat perjanjian yang sering disebut istilah "Kontrak".

Sebagai sarana untuk mengalihkan hak atas suatu benda, kontrak sudah dikenal sejak zaman sebelum Masehi sampai sekarang. Dengan merentang waktu yang cukup panjang itu, nama eksistensi kebebasan berkontrak (freedom of contract) dalam berbagai masyarakat telah mengalami masa pasang surut. Adakalanya kebebasan berkontrak ini dipandang sebagai salah satu hak asasi manusia yang paling pokok, sehingga berlaku secara absolut (mutlak). Sebaliknya pada waktu yang lain, kebebasan berkontrak dipandang bersifat relatif, artinya diakui sejauh tidak melanggar ketertiban umum atau kepentingan masyarakat.

Menurut faham liberalisme yang berkembang pada abad pertengahan di negara-negara Barat, setiap individu mempunyai hak untuk mencapai kebahagiaan masing-masing. Untuk mencapai kebahagiaan tersebut, kepada individu harus diberikan kebebasan yang seluas-luasnya. Ajaran Ekonomi Klasik yang diajarkan oleh Adam Smith, yang mengajukan alasan bahwa dengan cara demikianlah masyarakat secara keseluruhan akan mencapai kesejahteraan yang optimal.

Karena faham liberalisme menganggap bahwa kebebasan individu merupakan hak asasi manusia yang paling utama, maka kebebasan berkontrak dan hak milik pribadi (property right) juga dipandang tidak dapat diganggu gugat. Di sini jelas ada hubungan yang erat antara liberalisme, teori ekonomi klasik, teori Hukum Alam, dan Hukum Kontrak utamanya kebebasan berkontrak. Kebebasan berkontrak dianggap mutlak, sebab setiap individu berhak menutup suatu kontrak yang lahir dari kemauan atau kehendaknya yang bebas.

Dengan adanya kebebasan berkehendak (free will), maka setiap orang bebas untuk memilih (free choice) tentang apa saja yang dianggap perlu dan baik bagi dirinya. Setiap individu dapat pula menentukan apa 98

yang merupakan hak dan kewajibannya terhadap orang lain. Hak dan kewajibannya ditentukan sendiri melalui kontrak-kontrak yang dibuat secara bebas. Oleh karena itu, kontrak merupakan suatu sumber hak dan kewajiban.

Hal ini berbeda dengan masyarakat yang masih relatif sederhana, di mana hak-hak diperoleh berdasarkan status dan adat-istiadat secara turun-temurun. Status sangat ditentukan oleh kekuasaan dan hak-hak istimewa (privileges) dari suatu keluarga dan pengaturannya tidak termasuk dalam Hukum Kontrak. Akan tetapi dengan runtuhnya feodalisme, diikuti dengan bangkitnya sistem ekonomi kapitalis, maka eksistensi kontrak menjadi semakin penting.

Dalam Common Law di Inggris, ide-ide tentang kebebasan berkontrak semakin penting sejak abad 16 pararel dengan perkembangan individualisme, setelah terjadinya reformasi Inggris. Dalam hukum inggris, kontrak timbul dari adanya perbuatan melawan hukum (torts) yang menyangkut hak milik seseorang dan sebagai akibat dari pilihan bebas dari mereka yang menutup kontrak dengan pihak lain. Abad 18 dan 19 merupakan masa kejayaan bagi teori Hukum Alam yang sesuai pula dengan doktrin laissez faire dan free market dalam ekonomi. Hakim- hakim pun menganggap bahwa hukum harus seminimal mungkin mencampuri urusan-urusan masyarakat, Kondisi ini sangat mendukung suasana kebebasan kontrak di Inggris.

Ketika Inggris menjajah Amerika pada abad 17 dan 18, Inggris membawa serta hukumnya yang telah menjadi tradisi di Inggris. Hal ini sangat mendorong perkembangan di sana, utamanya karena banyak imigran yang datang dari Eropa yang sudah relatif lebih maju. Sedangkan dalam sistem hukum Amerika, sampai abad 19 hukum kontrak belum dianggap penting. Sebab, umumnya sampai dengan awal abad 19 transaksi ekonomi masih bersifat sederhana, berlangsung face-to*face, dengan posisi tawar menawar yang relatif sama dan jenis barang pun masih bersifat sederhana.

Kebebasan berkontrak dalam Hukum Amerika juga merupakan implementasi dari hak-hak asasi manusia yang bersifat mutlak. Ini tidak berbeda sama sekali dengan kebebasan berkontrak di inggris, sebab yang mendasarinya tetap liberalisme dan individualisme, yang memberikan kebebasan yang luas bagi setiap individu untuk menutup kontrak berdasarkan kehendak yang bebas.

Dalam Hukum Indonesia Kebebasan berkontrak berasal dari dua sistem hukum, yaitu Hukum Adat dan Hukum Belanda (Barat). Dalam Hukum Adat kebebasan berkontrak tercermin dari perlunya menyatakan kehendak secara bebas dalam menutup suatu kontrak. Kehendak yang bebas dalam proses perjanjian yang dikuasai oleh Hukum Adat ini sering dinyatakan secara verbal, yaitu ijab dan kabul. Kemudian diteruskan dengan suatu tindakan konkret, seperti memberikan panjar sebagai tanda pengikat. Jadi, kontrak dalam Hukum Adat merupakan suatu perbuatan hukum yang bersifat konkret dan tunai.

Dalam Hukum Perdata Belanda (Barat) yang berlaku Indonesia, kebebasan berkontrak tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata (Burgerlijk Wetboek), yaitu bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Kebebasan berkontrak ini bersumber dari kebebasan individu (individualisme), sehingga yang merupakan titik tolaknya adalah kepentingan individu pula. Dalam konteks inilah kita dapat memahami bahwa kebebasan individu identik dengan kebebasan berkontrak, yang keduanya adalah hak asasi manusia.

Pada umumnya diakui bahwa kebebasan berkontrak bersumber dari hukum kodrat yang diajarkan oleh Grotius yang juga dikenal dengan pacta sunt servanda (janji itu mengikat) dan promissorum implendorum obligatlo (kita harus memenuhi janji kita). Ajaran ini mempunyai pengaruh yang luas, sehingga berbagai sistem hukum di dunia menjadikannya sebagai rujukan, khususnya dalam lapangan Hukum Kontrak.

100

Melihat hal-hal tersebut diatas apakah Hukum Kontrak Dagang di Indonesia telah dapat mengantisipasi dalam menghadapi era Globalisasi dan Pembaharuan. Di samping itu apakah prinsip-prinsip Unidroid telah bisa diterapkan di Indonesia? Untuk ini kelompok Kami akan mencoba membahas tentang hal tersebut.

II. PEMBAHASAN

Dalam dokumen Rangkuman Karya Tulis Ilmiah di Bidang Hukum (Halaman 95-110)