• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ciri-Ciri dan Komponen Metakognisi

Dalam dokumen MODEL PEMBELAJARAN - Repository UNP (Halaman 123-128)

BAB II TEORI PENDUKUNG MODEL

H. Metakognisi

2. Ciri-Ciri dan Komponen Metakognisi

Metakognisi adalah satu konstruk yang mula-mula diperkenalkan oleh Flavell (1976). Oleh karena beliau mula-mula menggunakan istilah ini, maka beliau dianggap sebagai bapak metakognisi. Flavell mendefinisikan metakognisi sebagai “berpikir mengenai pemikiran” dan sementara itu Brown (1987) mendefinisikan metakognisi sebagai “mengetahui apa yang diketahui dan mengetahui apa yang tidak diketahui”. Selain daripada itu terdapat banyak lagi

110

definisi dan uraian yang diberikan secara luas oleh beberapa orang peneliti dalam bidang pendidikan dan psikologi. Walau bagaimanapun, dalam aspek ini uraian dan penjelasan yang digunakan oleh Flavell dijadikan sebagai panduan.

Mengikut Flavell (1976, 1979, 1984) metakognisi terdiri dari atas dua komponen yaitu pengetahuan metakognisi dan pengalaman metakognisi.

Pengetahuan metakognisi mengacu kepada pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang terhadap proses-proses kognitif yaitu pengetahuan yang bisa digunakan untuk mengawasi proses-prosesnya.

Flavell juga memilah pengetahuan metakognisi kepada tiga kategori yaitu (1) pengetahuan mengenai diri atau individu, (2) pengetahuan mengenai tugas atau kegiatan dan (3) akhirnya pengetahuan mengenai strategi pembelajaran.

Pengalaman metakognisi terdiri dari deteksi, kesadaran, perancangan, pengawasan dan penilaian (Artz & Armour 1992; Baker 1989). Ahli lain seperti Wilson dan Wang Jan (1997), justru menyatakan metakognisi sebagai pengetahuan yang dimiliki oleh individu tentang proses dan strategi pemikiran mereka sendiri, serta usaha mereka mengawasi segala proses ini. Dengan demikian mahasiswa membutuhkan untuk menganalisis, memikirkan dan mengawasi pembelajarannya.

Metakognisi yaitu pengetahuan, kesadaran dan control kognitif ialah hasil dari pada refleksi yang dilakukan secara sadar.

a. Metakognisi dan Penyelesaian Masalah Berbagai pengertian dan tafsiran digunakan untuk menerangkan maksud sebenar perkataan

111

masalah. Baird (1992), menguraikan sesuatu masalah sebagai satu soalan atau tugas yang susah.

Sebaliknya, penyelesaian masalah diuraikan sebagai keputusan yang diambil oleh seorang individu yaitu apa yang perlu dilakukan pada masa kini menghadapi situasi-situasi yang sulit. Ini berarti apabila seorang individu mengalami sesuatu masalah atau tugas dia perlu berpikir, mempertimbangkan fakta-fakta atau situasi-situasi yang ada dan mencoba mengambil keputusan untuk mencari jalan supaya dapat menemui jalan penyelesaiannya.

Mengikuti pikiran Mayer (1992), yang menafsirkan bahwa penyelesaian masalah mengacu kepada satu kegiatan yang melibatkan proses-proses kognitif untuk mencapai sesuatu tujuan apabila seseorang pelajar itu tidak tahu cara bagaimana untuk menyelesaikan.

Penyelesaian masalah mempunyai unsur-unsur kognitif. Penyelesaian masalah sebagai satu proses yang melibatkan pemanipulasian pengetahuan dan mempunyai arah tujuan yang tertentu. Penyelesaian masalah mempunyai ciri- ciri tersendiri dimana pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang itu akan menentukan kesukaran sesuatu masalah itu.

Gama (2000), menyatakan bahwa pengetahuan metakognisi diambil dari variabel-variabel yang berinteraksi dengan berbagai cara ke atas kegiatan kognisi. Dengan cara itu, metakognisi akan menjadi penyumbang utama ke atas kegiatan kognitif dalam pemahaman, pembacaan, penyelesaian masalah, tumpuan, ingatan, kognitif sosial di samping berbagai kontrol diri dan pembelajaran sendiri.

112

Penggunaan strategi-strategi metakognisi akan memungkinkan pelajar-pelajar untuk memilih, menilai, mengulang kaji dan menyelesaikan berbagai kegiatan kognisi. Hal ini tersedia dalam beberapa domain pembelajaran kompleks pelajar- pelajar perlu menggunakan keterampilan analisis secara mendalam untuk menyelesaikan berbagai masalah.

Kajian Flavell (1976, 1979, 1987), Schoenfield (1987), dan Derry (1992) berpendapat di antara kesemua pengetahuan yang digunakan dalam penyelesaian masalah, sebagai strategi penyelesaian masalah, pengetahuan metakognisi sebagai salah satu komponen yang penting.

Pengetahuan metakognisi dipedomani sebagai satu unsur kepintaran dalam sistem kognitif. Namun dianggap sebagai salah satu usaha yang penting dalam membuat kegiatan pengendaian dan manajemen untuk penyelesaian masalah. Dalam aspek ini Derry (1992) menamakan pengetahuan metakognisi sebagai kepintaran metakognisi.

b. Metakognisi dan hubungannya dengan PbM

Temuan kajian pustaka memperlihatkan bahwa metakognisi pada mahasiswa bisa ditingkatkan jika pengajar mengintegrasikan metakognisi dalam pengajaran (Palinscar &

Brown, 1984; Paris & Jacobs, 1984). Masalah ini dilakukan melalui pengajaran staf pengajar yang memberi ruang dan peluang kepada mahasiswa untuk merancang dan memantau pembelajaran di samping melakukan refleksi terhadap strategi- strategi pembelajaran yang digunakan masa

113

sekarang menyempurnakan tugas pembelajaran.

Tan (2004) mengemukakan bahwa PbM menyediakan banyak peluang untuk mahasiswa dalam mengembangkan dan mempraktikkan metakognisi. Sebagai contoh, apabila mahasiswa berhadapan dengan masalah, mahasiswa perlu merancang langkah penyelesaian yang bisa dilakukan, memantau pelaksanaan langkah penyelesaian berkenaan dan menilai kembali sintak pembelajaran penyelesaian yang dilakukan.

Pada saat yang sama, pelajar juga melakukan refleksi tentang struktur sintak penyelesaian masalah yang dilakukan bisa mirip, dan bisa di

”penyesuaian” jika pelajar bertemu dengan masalah yang hampir serupa pada masa akan datang (Costa & O’Leary 1992). Selain itu, struktur sintak model PBM yang menganjurkan mahasiswa untuk berpikir secara kuat, berbagi pandangan dan menyajikan masalah untuk klarifikasi dan verifikasi diharapkan untuk mengembangkan metakognisi mahasiswa (Davidson & Worsham, 1992;

Weissinger, 2003).

Oleh karena metakognisi secara umumnya terlihat sebagai kegiatan berpikir tentang pemikiran, maka metakognisi dianggap sebagai salah satu faktor penentu untuk berlangsungnya pemindahan pembelajaran (Pintrich, 2002).

Kemampuan seseorang untuk memindahkan pembelajaran dikaitkan dengan kemampuaa seseorang dalam menyelesaikan masalah (Pederson

& Liu, 2003). Hasil penelitian memperlihatkan pelajar yang berkemampuan tinggi dari segi akademik lebih cenderung untuk menggunakan keterampilan metakognitif masa kini dalam proses

114

penyelesaian masalah dibandingkan dengan pelajar yang berkemampuan rendah (Moor Shah et al.

2003). Sementara itu menurut Schoenfeld (1985), metakognisi adalah elemen yang penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan penyelesaian masalah. Bahkan, metakognisi menjadi bertambah signifikan peranannya apabila dikaitkan dengan proses penyelesaian masalah kurang berstruktur (Hong 1998). Selanjutnya, metakognisi mendatangkan pengaruh yang positif dalam peningkatan kualitas proses pembelajaran (Schraw 2001).

Borkowski et al. (1990) telah melakukan penelitian untuk meningkatkan metakognisi pelajar sebagai studi metakognitif deskriptif dan melakukan penelitian dalam kaitannya dengan variabel lain. Di antara tujuan penelitian tersebut adalah studi pengajaran eksplisit untuk pembangunan pengetahuan metakognitif.

Pengajaran eksplisit mencakup pemodelan, praktik berkelanjutan metakognisi, dan refleksi diri pada proses pembelajaran (Gourgey 2001; Pintrinch).

Pengajar juga bisa memodelkan metakognisi melalui melabelkan strategi kognitif saat pengajaran (Schraw 2001). Apabila pengajar dapat memodelkan strategi mereka. Mereka bisa mengkaitkan pengetahuan yang mereka miliki, menginformasikan pilihan mereka dan menggunakannya untuk kegiatan kognitif.

Dalam dokumen MODEL PEMBELAJARAN - Repository UNP (Halaman 123-128)