• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembelajaran Kontekstual

Dalam dokumen MODEL PEMBELAJARAN - Repository UNP (Halaman 73-77)

BAB II TEORI PENDUKUNG MODEL

E. Teori yang Mendasari Model PVO

5. Pembelajaran Kontekstual

Menurut Amdor et al., (2006) bahwa model PVO merupakan pembelajaran kontekstual, yang bertujuan agar pelajar mudah dikondisikan untuk mendapatkan pengetahuan, mudah menerapkan sebuah penge-tahuan ke pengetahuan lainnya atau dari satu konteks ke konteks lainnya

60

Mengutip teori-teori tentang pembelajaran konstektual (Contextual Teaching and Learning/CTL), misalnya Johnson (2009) berpendapat bahwa pembelajaran kontekstual adalah berdasarkan pemikiran bahwa mahasiswa menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dari materi atau tugas-tugas yang diperolehnya. Menurut Johnson hal ini tbermakna saat mereka bisa menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya. Jadi pemikiran ini sebenarnya mirip dengan uraian-uraian sebelumnya tentang PbM dan PbP.

Menurut Johnson (2009) dalam pembelajaran kontekstual, ada delapan komponen yang harus ditempuh, yaitu; (1) membuat hubungan informasi yang bermakna, (2) selalu mengerjakan pekerjaan yang berarti, (3) pembelajaran yang direncanakan sendiri, (4) bekerja sama dan kolaborasi, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) embantu agar tumbuh dan berkembang secara mandiri, (7) mencapai dengan standar yang tinggi, dan (8) dalam penilaian, menggunakan penilaian autentik

Pendekatan pembelajaran secara kontekstual merupakan strategi belajar yang membantu dosen atau guru dalam mengaitkan antara materi pembelajaran yang diajarkan dengan situasi lingkungan dunia nyata mahasiswa. Pendekatan konstekstual selalu mendorong mahasiswa membuat hubungan antara pengetahuan yang telah dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari di tengah masyarakat. Mahasiswa harus mengerti makna dari belajar, mengapa mereka harus belajar, apa manfaatnya bagi dirinya, dalam status apa mereka, bagaimana cara untuk mencapainya. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan mahasiswa belajar sambil bekerja. Mahasiswa

61

akan mempelajari apa yang memberi manfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya (Azer, 2009).

Dalam pembelajaran CTL, staf pengajar lebih banyak menekankan dengan strategi pembelajaran dari pada memberi informasi. Tugas staf pengajar adalah mengelola kelas dan sebagai fasilitator sebuah team work yang baik, yang bekerjasama untuk menemukan suatu yang baru bagi mahasiswa. Hakikat pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen pokok untuk mencapai pembelajaran efektif yakni; konstruktivisme, bertanya, inquiri, komunitas belajar, pemodelan dalam pembelajaran, penilaian yang sebenarnya, melakukan refleksi. Cara belajar yang paling baik adalah mendorong mahasiswa mengkonstruksikan sendiri secara aktif pengetahuannya (Johnson, 2009).

F. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PbM)

Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PbM) secara teoritik historis sudah dikenal sejak era Plato dan Socrates, yang telah meminta mahasiswanya menilai, mencari informasi dan ide baru serta membahasnya sewaktu kegiatan pembelajaran (Bouhuijs et al., 1993:43 dan Mossuto, 2009). Barrow (1980) menyatakan ide PbM telah diperkenalkan oleh Socrates (469-399 SM) yang mana beliau percaya bahwa belajar melalui usaha sendiri adalah satu cara belajar yang benar.

Model PbM kemudian mempengaruhi mazhab pendidikan sekolah Kedokteran di Universitas McMaster di Ontario Kanada sekitar tahun 1960-an dan dikenalkan pada kurikulum kedokteran (Neville, 1999). Gagasan ini kemudian diikuti oleh Universitas Maastricht, Belanda pada tahun 1974 (Spencer & Jordan, 1999). Kemudian PbM telah berkembang ke seluruh Amerika Utara dan seluruh dunia (Albanase & Mitchell, 1993).

62

Dalam ungkapan sederhana, Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PbM) adalah model pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa atau siswa, menggunakan masalah dan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari (real-life) untuk mendorong mahasiswa belajar (Bouhuijs, 1993).

Sejalan dengan hal itu, Chen (2008) menyatakan bahwa Pembelajaran Berdasarkan Masalah (PbM) memenuhi tuntutan kerangka berpikir baru dunia pendidikan yang muncul pada era ekonomi yang berasaskan pengetahuan dengan ledakan informasi dan globalisasi. PbM yang pada mulanya diperkenalkan untuk program kedokteran di University McMaster, Kanada terus diperbaiki dan dimantapkan untuk dilaksanakan di enam puluh sekolah kedokteran yang lain (Savery & Duffy, 1995) dan disebar di bidang-bidang lain seperti bidang perdagangan, pendidikan, arsitek, fakultas hukum, teknik, dan kerja sosial (Massuto, 2009). Ia juga diterapkan dalam lingkungan pembelajaran yang lain seperti pendidikan jarak jauh, pembelajaran secara on-line, program diploma, sekolah menengah dan sekolah dasar (Wee, 2004).

Sehingga kini, PbM terus diperkenalkan untuk bidang- bidang baru yang lebih spesifik seperti ilmu keolahragaan (Hui Shin et al., 2007), sekolah polisi (Werth, 2009), sekolah perwira angkatan udara (Wei & Jansen, 2007), biologi molekular (Nachamma et al., 2007), radiografi (Pope, 2007), dan Teknik Bangunan/Building Science yang diterapkan mulai 1989 di University of Technology Delft Netherlands (Bouhuijs, 1993:43).

Model PbM memungkinkan mahasiswa untuk mempelajari prinsip-prinsip dasar dari suatu subjek pelajaran atau kompetensi dalam konteks pentingnya, untuk menyelesaikan situasi dan masalah yang nyata (Hmelo-Silver, 2004; Barrows & Tomblyn, 1980).

Mahasiswa melakukan análisis terhadap masalah dan

63

menyelesaikan masalah tersebut secara efektif dan efisien. Semua itu dilaksanakan dengan mempraktekan, menggunakan, dan mengembangkan keterampilan penguasaan, keterampilan kerjasama kelompok, keterampilan berpikir kritis, dan keterampilan belajar sendiri yang nantinya mengacu pada pemecahan masalah. Suksesnya PbM tergantung pada mahasiswa untuk mengkombinasikan semua keterampilan tersebut di bawah fasilitasi oleh seorang fasilitator staf pengajar.

Level keterikatan mereka dengan pembelajaran mempunyai efek yang besar untuk hasil akhir untuk menampilkan dan memberikan solusi atau masalah apapun yang mereka hadapi dikehidupan nyata.

Jelas bahwa pembelajaran dengan model PbM dimulai oleh adanya masalah yang dapat dimunculkan oleh mahasiswa maupun staf pengajar. Kemudian mahasiswa membahasnya melalui pengetahuannya untuk memecahkan masalah tersebut. Karena itu, mahasiswa dan dosen dapat memilih masalah yang dianggap menarik untuk dipecahkan sehingga mereka terdorong berperanan aktif dalam belajar.

Kesimpulannya adalah bahwa dalam model pembelajaran PbM masalah dijadikan titik awal pembelajaran dan sebagai fokus pembelajaran. Masalah diselesaikan mahasiswa melalui kelompok, sehingga dapat memberi pengalaman-pengalaman belajar yang beragam pada mahasiswa seperti kerjasama dan interaksi dalam kelompok, di samping pengalaman belajar yang berhubungan dengan pemecahan masalah.

Dalam dokumen MODEL PEMBELAJARAN - Repository UNP (Halaman 73-77)