2.3. Jagung (Zea mays L.)
2.3.2. Deskripsi
nitrat lebih cepat diserap.Penghambatan serapan nitrat pada pada pH tinggi diasumsikan karena pengaruh kompetisi dari ion OH- (Mengel dan Kirkby, 1982).
Unsur nitrat (NO3-
) yang terikat sebagai ligan (substituen senyawa organik) pada senyawa kompleks, yang merupakan garam dari asam nitrat HNO3 yang dipakai dalam campuran pupuk (Manan, 2006).Pada kompos yang stabil, mengandung N dalam bentuk Nitrat (NO3-
) dan tidak ada N dalam bentuk (NH4+
) (Haug, 1980), kandungan nitrat pada kompos dapat menentukan kematangan suatu kompos (Yang, 1997).
2.3. Jagung (Zea maysL.)
Biji jagung berkeping tunggal, berderet rapi pada tongkolnya. Setiap tanaman jagung memiliki satu atau dua tongkol dengan 10-14 deret biji jagung sejumlah 200- 400 butir biji jagung (Suprapto, 2005). Biji jagung memiliki warna yang bervariasi, tergantung jenisnya.
2.3.3. Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi 800-1200m dpl, dengan kisaran suhu udara 20-38˚C.Tanaman jagung membutuhkan sinar matahari penuh karena penyinaran matahari adalah unsur iklim penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksinya, maka tempat penanamannya harus terbuka (Harahap, 2007).Di tempat yang ternaungi, pertumbuhan batang tanaman jagung menjadi terhambat dan tongkol ringan sehingga produksi cenderung menurun (Rukmana, 1997).
Selama pertumbuhan, tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara 23-27˚C.Suhu panas dan kelembaban tinggi sangat baik bagi pertumbuhan tanaman jagung mulai periode tanaman sampai fase reproduktif, terutama pada saat akhir pembuahan.Suhu yang terlalu panas dan kelembaban udara rendah berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan dan produksi jagung karena menyebabkan rusaknya daun dan terganggunya persarian bunga (Rukmana, 1997).
Jagung tumbuh baik pada curah hujan 250-5.000 mm. Pada masa pertumbuhannya, kebutuhan air tidak begitu tinggi dibanding dengan waktu berbunga yang membutuhkan air banyak.Pada masa berbunga ini waktu-waktu hujan yang pendek diselingi dengan matahari, jauh lebih baik dari pada hujan terus menerus (Suprapto, 2001).
Menurut Rukmana (1997), keadaan tanah yang cocok untuk tanaman jagung adalah tanah berdebu yang kaya hara dan humus. Di samping itu, tanaman jagung toleran terhadap berbagai jenis tanah, misalnya tanah andosol dan latosol, asalkan memiliki keasaman tanah (pH) yang memadai untuk tanaman tersebut. Tanaman jagung toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran pH 5,5-6,5 (Harahap, 2007). Tanaman dapat tumbuh baik pada tanah asam asalkan keasaman tanah di perbaiki dengan pemberian kapur (Rukmana, 1997).
Tanah yang baik bagi pertumbuhan jagung adalah tanah yang bertekstur lempung, lempung berdebu atau lempung berpasir, dengan tekstur tanah remah, aerasi dan drainasenya baik, serta cukup air. Keadaan tanah demikian dapat memacu pertumbuhan dan produksi jagung bila tanah tersebut gembur, subur dan kaya akan bahan organik. Tanah yang kekurangan air mengakibatkan penurunan produksi jagung hingga 15% (Rukmana, 1997).
Secara umum jagung mempunyai pola pertumbuhan yang sama, namun interval waktu antara tahap pertumbuhan dan jumlah daun yang berkembang dapat berbeda. Pertumbuhan jagung dapat dikelompokkan ke dalam tiga tahap yaitu (1) fase perkecambahan, saat proses imbibisi air yang ditandai dengan pembengkakan biji sampai dengan sebelum munculnya daun pertama; (2) fase pertumbuhan vegetatif, yaitu fase mulai munculnya daun pertama yang terbuka sempurna sampai tasseling dan sebelum keluarnya bunga betina (silking), fase ini diidentifiksi dengan jumlah daun yangterbentuk; dan (3) fase reproduktif, yaitu fase pertumbuhan setelah silking sampai masak fisiologis. Perkecambahan benih jagung terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji. Benih jagung akan berkecambah jika kadar air benih pada saat
di dalam tanah meningkat >30% (McWilliams et al., 1999). Proses perkecambahan benih jagung, mula-mula benih menyerap air melalui proses imbibisi dan benih membengkak yang diikuti oleh kenaikan aktivitas enzim dan respirasi yang tinggi.
Perubahan awal sebagian besar adalah katabolisme pati, lemak, dan protein yang tersimpan dihidrolisis menjadi zat-zat yang mobil, gula, asam-asam lemak, dan asam amino yang dapat diangkut ke bagian embrioyang tumbuh aktif.Pada awal perkecambahan, koleoriza memanjang menembus pericarp, kemudian radikel menembus koleoriza.Setelah radikel muncul, kemudian empat akar seminal lateral juga muncul. Pada waktu yang sama atau sesaat kemudian plumule tertutupi oleh koleoptil. Koleoptil terdorong ke atas oleh pemanjangan mesokotil, yang mendorong koleoptil ke permukaan tanah.Mesokotil berperan penting dalam pemunculan kecambah ke atas tanah.Ketika ujung koleoptil muncul ke luar permukaantanah, pemanjangan mesokotil terhenti dan plumul muncul dari koleoptildan menembus permukaan tanah.Benih jagung umumnya ditanam pada kedalaman 5-8cm. Bila kelembaban tepat, pemunculan kecambah seragam dalam 4-5 hari setelahtanam.Semakin dalam lubang tanam semakin lama pemunculan kecambah ke atas permukaan tanah. Pada kondisi lingkungan yang lembab, tahap pemunculan berlangsung 4-5 hari setelah tanam, namun pada kondisi yang dingin atau kering, pemunculan tanaman dapat berlangsung hingga dua minggu setelah tanam atau lebih.
Keseragaman perkecambahan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang tinggi.Perkecambahan tidak seragam jika daya tumbuh benih rendah. Tanaman yang terlambat tumbuh akan ternaungi dan gulma lebih bersaing dengan tanaman,
akibatnya tanaman yang terlambat tumbuh tidak normal dan tongkolnya relatif lebih kecil dibanding tanaman yang tumbuh lebih awal dan seragam.
Gambar 1. Perkecambahan benih jagung
Setelah perkecambahan, pertumbuhan jagung melewati beberapa faseberikut:
a. Fase V3-V5 (jumlah daun yang terbuka sempurna 3-5)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 10-18 hari setelahberkecambah.Pada fase ini akar seminal sudah mulai berhenti tumbuh,akar nodul sudah mulai aktif, dan titik tumbuh di bawah permukaan tanah.Suhu tanah sangat mempengaruhi titik tumbuh. Suhu rendah akanmemperlambat keluar daun, meningkatkan jumlah daun, dan menundaterbentuknya bunga jantan (McWilliams et al., 1999).
b. Fase V6-V10 (jumlah daun terbuka sempurna 6-10)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 18-35 hari setelahberkecambah.Titik tumbuh sudah di atas permukaan tanah, perkembanganakar dan penyebarannya di tanah sangat cepat, dan pemanjangan batangmeningkat dengan cepat.Pada fase ini bakal bunga jantan (tassel) danperkembangan tongkol dimulai (Lee, 2007).Tanaman mulai menyerap haradalam jumlah yang lebih banyak, karena
itu pemupukan pada fase inidiperlukan untuk mencukupi kebutuhan hara bagi tanaman (McWilliamset al., 1999).
c. Fase V11-Vn (jumlah daun terbuka sempurna 11 sampai daun terakhir15-18)
Fase ini berlangsung pada saat tanaman berumur antara 33-50 hari setelahberkecambah.Tanaman tumbuh dengan cepat dan akumulasi bahan keringmeningkat dengan cepat pula.Kebutuhan hara dan air relatif sangat tinggiuntuk mendukung laju pertumbuhan tanaman.Tanaman sangat sensitif terhadap cekaman kekeringan dan kekurangan hara. Pada fase ini,kekeringan dan kekurangan hara sangat berpengaruh terhadap pertumbuhandan perkembangan tongkol, dan bahkan akan menurunkanjumlah biji dalam satu tongkol karena mengecilnya tongkol, yang akibatnyamenurunkan hasil (McWilliams et al., 1999, Lee 2007). Kekeringan pada faseini juga akan memperlambat munculnya bunga betina (silking).
Gambar 2.Fase pertumbuhan tanaman jagung.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium lingkungan Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Atom Nasional (PATIR – BATAN) di Jln. Raya Pasar Jumat, Cinere, Jakarta Selatan, Jakarta.Pelaksanaan penelitian berlangsung dari bulan Juni sampai November 2011.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pH Meter Digital merk Adwa AD1000, Tanur, Oven, Shaker Mekanik merk Edmund Buhler SM 25, dan beberapa peralatan gelas lainnya.
3.2.2. Bahan
Bahan yang digunakan adalah kompos yang terbuat dari rumput, kotoran ternak dan dedak padi, aktivator Compostar BATAN, bibit jagung Pioneer P21, larutan buffer standar pH 4, 7, dan 10, aquadest, dan beberapa larutan lainnya.
3.3. Cara Kerja
3.3.1. Pembuatan Kompos
Dicampur rumput, kotoran ternak,dedak padi, dengan perbandingan berat basah 5:3:1 kemudian ditambahkan air sebanyak 4,3L yang telah dicampur dengan
0,2L Compostar yang telah diradiasi, lalu dimasukkan ke dalam wadah tertutup sampai proses pematangan selama 45 hari sehingga warna kompos menjadi gelap.
3.3.2. Analisis Kualitas Kompos
Untuk menentukan kualitas kompos yang telah dibuat dilakukan beberapa analisa yaitu berupa pH, kadar air, kemampuan ikat air, kandungan bahan organik, N-total, C-total dan nisbah C/N.
3.3.3. Media Tanam
Penanaman bibit jagung dilakukan saat musim hujan dan pada media plot.
Pada setiap plot ditanam 10 bibit jagung dengan 5 perlakuan berbeda, 2 kali pengulangan, dan 1 dari 2 pengulangan ditambahkan Inokulan Mikroba Rhizosfer (IMR) yang diberikan pada minggu ke-2 dan 3 dengan dosis 10 ml/tanaman. Berikut adalah variasi media plot yang digunakan:
1. Tanah merah tanpa kompos (kontrol)
2. Tanah merah + NPK 50% + kompos dosis 6 ton/hektar 3. Tanah merah + NPK 50% + kompos dosis 12 ton/hektar 4. Tanah merah + NPK 50% + kompos dosis 24 ton/hektar 5. Tanah merah + NPK 50% + kompos dosis 48 ton/hektar 6. Tanah merah tanpa kompos (kontrol) + mikroba fungsional 7. Tanah merah + NPK 50% + kompos dosis 6 ton/hektar + IMR 8. Tanah merah + NPK 50% + kompos dosis 12 ton/hektar + IMR 9. Tanah merah + NPK 50% + kompos dosis 24 ton/hektar + IMR 10. Tanah merah + NPK 50% + kompos dosis 48 ton/hektar + IMR 3.3.4. Analisis pada Tanah
Tanah yang belum ditambahkan kompos diukur pH, kemampuan ikat air, dan kadar bahan organik. Setelah ditambahkan kompos, tanah disimpan dalam poly bag dan ditambah air sampai terbentuk pasta kemudian diukur pHnya. Tanah dijadikan media tanam tanaman uji, lalu dianalisis lagi setelah masa penanaman selama 35 hari. Setelah 35 hari tanah dipisahkan dari tanaman uji, lalu dikeringkan sampai kandungan air sangat sedikit dengan cara dijemur. Setelah kering diukur pH, kemampuan ikat air, dan kadar bahan organik.
3.3.5. Analisis pada Tanaman Uji
Setelah kompos matang kemudian diaplikasikan pada tanaman uji yaitu jagung (Zea maysL.).Dalam hal ini dilakukan evaluasi pada pertumbuhan tanaman uji tersebut sampai pada masa vegetatif (35 hari) sebagai acuan parameter serapan unsur hara Karbon dan Nitrogen yang telah diserap oleh tanaman uji.
Untuk unsur hara Nitrogen dapat dilihat dari kondisi fisik tanaman uji seperti warna, panjang dan lebar daun, namun untuk mendapatkan hasil yang sebenarnya dilakukan analisis laboratorium yaitu dengan Uji Kjeldahl. Selain total Nitrogen, diukur juga berat basah, berat kering,kadar air, kadar bahan organik dan kadar C- organik.
3.3.6. Analisis Laboratorium a. Analisis pH (Islam, 2008)
Tanah ditimbang sebanyak 5g dilarutkan dengan aquadest sebanyak 10ml.
Kemudian dikocok dengan shaker selama 30 menit.Setelah homogen diukur pH tanah.Sebelum pengukuran pH, elektroda pada pH meter dikalibrasi dengan larutan
buffer standar pH 4, pH 7, dan pH 10 sampai nilai pH stabil, setelah itu sampel diukur dan ditentukan pHnya.
b. Analisis Kadar Air (metode oven, SNI 01-3555-1998)
Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 1 jam pada temperatur 105oC lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga mendapatkan bobot tetap (A). Ditimbang berat sampel sebanyak 2g (B), dimasukkan kedalam cawan porselen dan dipijarkan + 1 jam dalam oven. Kemudian cawan didinginkan dalam desikator dan ditimbang lagi hingga mendapatkan bobot yang tetap (C).Pemanasan diulang sampai diperoleh berat konstan. Sisa sampel dihitung sebagai total padatan dan pengurangan berat menunjukkan banyaknya air dalam bahan.
Kadar air = B−A − C−A (B−A)
c. Pengukuran Kemampuan Ikat Air(Ahn etal., 2009)
Sampel basah yang sudah diketahui terlebih dulu kadar airnya dianggap sebagai berat awal (W0) dan kemudian ditempatkan dalam beker. Kemudian sampel direndam dengan aquadest selama 1hari dan disaring menggunakan kertas whatman, sampel jenuh dianggap sebagai berat jenuh (Ws), kadar air sebagai MC, jumlah air yang tertahan oleh sampel dihitung sebagai WHC menurut persamaan:
%𝑊𝐻𝐶 = { 𝑊𝑠 − 𝑊0 + (𝑀𝑐 × 𝑊𝑜)}
{(1 − 𝑀𝑐) × 𝑊0} × 100%
d. Kadar Bahan Organik (Buttler, 2001)
Kadar bahan organikditentukan sebagai berat yang hilang pada pemanasan di dalam tanur pada suhu 550°C selama 6 jam (berat abu), setelah sampel terlebih dahulu dipanaskan di dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam (Wu,
2001).jumlah bahan organik kering dikurangi bahan organik yang hilang lalu dibagi dengan berat kering. Dihitung kadar bahan organik dengan persamaan:
%Kadar Bahan Organik =berat kering − berat abu
berat kering × 100%
e. Kadar C-organik
Kadar C-organikadalah kadar bahan organik ditentukan sebagai berat yang hilang pada pemanasan di dalam tanur pada suhu 550°C selama 6 jam dikurang total nitrogen (TN) dibagi dengan nilai konstanta 1,82. (Nelson, 1982).
%TOC =KBO − TN 1,82 Keterangan:
TOC = Total Organic Carbon KBO = Kadar Bahan Organik TN = Total Nitrogen
f. Kandungan Nitrogen (SNI. 02-4958-1999)
Sampel jagung yang telah dihaluskan ditimbang 0,25g yang sebelumnya telah dihaluskan ke dalam labu Kjeldahl/tabung digestor. Lalu ditambahkan 0,25-0,50g selenium mixture dan 3ml H2SO4 pa, kocok hingga campuran merata dan biarkan 2-3 jam. Setelah itu didestruksi sampai sempurna dengan suhu bertahap dari 150oC hingga akhirnya suhu maks 350oC dan diperoleh cairan jernih (3–3,5 jam). Setelah dingin diencerkan dengan sedikit aquades agar tidak mengkristal. Lalu dipindahkan larutan secara kuantitatif ke dalam labu didih destilator volume 250ml, tambahkan air bebas ion hingga setengah volume labu didih dan sedikit batu didih. Disiapkan penampung destilat yaitu 10ml asam borat 1 % dalam erlenmeyer volume 100ml yang dibubuhi 3 tetes indikator conway. Dilakukan destilasi dengan menambahkan 20ml NaOH 40 %. Destilasi selesai bila volume cairan dalam erlenmeyer sudah
mencapai sekitar 75ml. Destilat dititrasi dengan H2SO4 0,05N, hingga titik akhir (warna larutan berubah dari hijau menjadi merah jambu muda) = A ml, penetapan blanko dikerjakan = A1 ml.
N (%) = (A ml – A1 ml) x 0,05 x 14 x 100 mg contoh-1 x fk Keterangan:
A ml = ml titran untuk contoh (N-org + N-NH4) A1 ml = ml titran untuk blanko (N-org + N-NH4) 14 = bobot setara N
fk = faktor koreksi kadar air = 100/(100 – % kadar air).
3.3.7. Analisis Statisik
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah SPSS 13 dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap menggunakan 2 kali pengulangan.
Analisa dilanjutkan dengan Uji Duncan, yang bertujuan untuk mengetahui tingkat perbedaan (α < 0,05 berbeda nyata atau α > 0,05 tidak berbeda nyata) dari sampel yang digunakan maupun variasi percobaan.
SKEMA PENELITAN
Gambar 3. Skema Penelitian Tanah merah
Jagung ditanam Tanpa mikroba fungsional
Kompos
(dosis 6, 12, 24,48 ton/ha) pH
KBO WHC
Campuran media tanah dengan variasi kompos (dosis 0, 6, 12, 24,48 ton/ha)
+ NPK 50%
pH KBO WHC
Dengan mikroba fungsional ditambahkan pada minggu
ke-2 dan ke-3 Hari ke-35 jagung dipanen
Campuran media tanah setelah panen dengan variasi kompos
(dosis 0, 6, 12, 24,48 ton/ha)
pH KBO WHC
Jagung
(akar, batang dan daun)
Berat basah
Berat kering
Karbon (C)
Nitrogen (N)
Nisbah C/N Tinggi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kompos
Kompos dibuat dari campuran rumput, kotoran ternak, dedak padi, dengan perbandingan berat basah 5:3:1. Pengomposan dilakukan dengan metode windrow menggunakan Compostar sebagai bioaktivator untuk percepatan proses dekomposisi limbah bahan organik tersebut. Compostar adalah bioaktivator kompos yang mengandung konsorsia IMR pengurai bahan organik, pengendali hayati dan peningkat pertumbuhan tanaman.Compostar ini merupakan salah satu produk inokulan IMR bermanfaat yang dikembangkan oleh Kelompok Lingkungan, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Badan Tenaga Nuklir Nasional.
Setelah 45 hari pengomposan limbah organik padat dengan metode windrow, kemudian dilakukan pengukuran parameter kualitas kompos yang terdiri dari pH, kemampuan ikat air, kadar bahan organik, kadar C-organik, total N, dan nisbah C/N.
Kompos yang dibuat memiliki kualitas yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 dan persyaratan teknis minimal pupuk organik Peraturan Menteri Pertanian No.28/Permentan/SR.130/S/2009 seperti disajikan pada Tabel 1. Menurut Sutanto (2002), kompos yang baik adalah kompos yang memiliki pH mendekati netral, karena mikroba dapat tumbuh baik pada pH mendekati netral atau netral. Kompos yang baik juga memiliki kadar bahan organik antara 30-60% dan nisbah C/N antara 5-20.
Tabel 1.Perbandingan kualitas kompos dengan SNI kompos dan persyaratan teknis minimal pupuk organik.
No Parameter Kompos SNI Kompos Pupuk organik
1 pH (H2O) 7,23 6,80-7,49 -
2 Kemampuan Ikat Air, % 186 > 58 -
3 Kadar Bahan Organik, % 55,31 27-58 -
4 Kadar C-organik, % 29,10 9,8-32,0 ≥ 12
5 Total N, % 2,79 > 0,4 < 6
6 Nisbah C/N 12 10-20 15-25
Keterangan: SNI Kompos = SNI 19-7030-2004, Pupuk organik = persyaratan teknis
minimal pupuk organik Peraturan Menteri Pertanian
No.28/Permentan/SR.130/S/2009
Berdasarkan standar SNI dan Peraturan Menteri Pertanian, kompos yang dibuat untuk penelitian ini memenuhi standar kompos.
4.2. Sifat Kimia dan Fisika Tanah
Tanah merah yang digunakan dalam penelitian ini bersifat agak masam, yaitu memiliki pH sekitar 5,57. Hal ini diduga karena pada tanah banyak ditemukan ion Al3+ karena dengan ion tersebut dapat menghasilkan H+ apabila bereaksi dengan air.Dalam keadaan tertentu, yaitu apabila tercapai kejenuhan ion Al3+ tertentu, terdapat juga ion Al-hidroksida, dengan demikian dapat menimbulkan variasi kemasaman tanah (Yulianti, 2007). Berikut reaksi yang terjadi:
Al terjerap pada koloidal tanah dalam keseimbangan dengan Al dalam larutan.
Al → Al3+ + 3e- Al3++ 3H2O → Al(OH)3 + 3H+ Hidrogen terjerap koloidal tanah, sumber ion H+ kedua.
H ↔ H+ + 1e-
Pada tanah berkeasaman sedang Al3+ dalam bentuk ion hidroksida aluminium.
Al3+ + OH-→ Al(OH)2+
Al(OH)2+ + OH- → Al(OH)2+
Ion Al(OH)2+ dan Al(OH)2+ dpt terjerap oleh koloidal tanah dan dapat dipertukarkan. Dalam larutan tanah terhidrolisis :
Al(OH)2+ + H2O → Al(OH)2+ + H+ Al(OH)2+
+ H2O → Al(OH)3 + H+
Secara umum pH optimum tanah berkisar antara 6,5-7,5 yaitu bersifat netral (Aak, 1993). Sedangkan pada penelitian ini digunakan tanah yang bersifat agak masam atau pH sekitar sekitar 5,57, sehingga diperlukan penambahan kompos untuk meningkatkan nilai pH tanah.Bahan organik pada komposdapat mengikat ion-ion yang bersifat asam yang ada di dalam tanah sehingga bereaksi dan membentuk senyawa-senyawa baru yang dapat mengurangi keasaman tanah.
Pada penelitian ini diuji nilai pH tanah dengan menambahkan berbagai macam variasi dosis kompos, mulai dari 6 ton/ha, 12 ton/ha, 24 ton/ha, sampai 48 ton/ha dan juga penambahan IMR pada minggu ke-2 dan 3 setelah penanaman jagung.
Gambar 4. Grafik pH tanah
4,0 4,5 5,0 5,5 6,0 6,5 7,0 7,5 8,0
0 6 12 24 48
pH
Variasi dosis kompos (ton/ha)
pH Awal pH Akhir pH Akhir + IMR
Terlihat pada gambar 4, hasil ini menunjukkan bahwa semakin banyak kompos yang ditambahkan, pH tanah akan meningkat. Dengan penambahan dosis kompos 24 ton/ha dan 48 ton/ha dapat meningkatkan nilai pH tanah dari 5,56 menjadi 6,7 dan 7,5, sehingga mencapai nilai pH optimum tanah yang berkisar 6,5-7,5. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan kompos dengan dosis yang berbeda berpengaruh nyata terhadap peningkatan nilai pH tanah berdasarkan uji statistik Anova dengan nilai signifikansi 0,00 (P≥0,05) (Lampiran 4). Peningkatan pH tanah terkait pengikatan senyawa-senyawa yang bersifat asam yang ada di dalam tanah yang bereaksi dengan bahan organik dari kompos.
Stevenson (1994) menyatakan bahwa bahan organik yang telah terdekomposisi dapat meningkatkan aktivitas ion OH- yang bersumber dari gugus karboksil (- COOH) dan gugus hidroksil (OH-). Ion OH-akan menetralisir ion H+ yang berada dalam larutan tanah. Lebih lanjut Brady dan Weil (2002) menjelaskan bahwa naik turunnya pH tanah merupakan fungsi ion H+ dan OH-, jika konsentrasi ion H+ dalam larutan tanah meningkat, maka pH akan menjadiasam dan jika konsentrasi ion OH- meningkat maka pH akan menjadi netral atau mendekati basa.Menurut Buckman dan Brady (1982); Isrun (2006) bahwa pengaruh pemberian bahan organik mampu menurunkan kemasaman tanah sehingga dapat menaikan nilai pHnya.
Kandungan hara pada tanah semakin lama semakin berkurang karena sering digunakan oleh tanaman yang hidup diatas tanah tersebut, bila keadaan seperti ini terus dibiarkan maka tanaman akan kekurangan unsur hara sehingga pertumbuhan dan produksi menjadi terganggu. Kekurangan unsur hara yang diperlukan oleh
tanaman dapat diatasi dengan pemupukan (Sutoro dkk. 1988).Oleh karena itu, untuk meningkatkan bahan organik dalam tanah digunakanlah kompos.
Pada penelitian ini diuji nilai KBO tanah, dimana KBO tanah awal dilakukan sebelum penanaman jagung dan KBO akhir setelah panen jagung. Pengujian KBO dilakukan dengan metode pemanasan dengan suhu mencapai 550°C selama 12 jam (Buttler, 2001).Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan KBO tanah setelah ditambahkan kompos dengan dosis yang berbeda pada sebelum penanaman dan setelah panen jagung.
Gambar 5. Grafik KBO tanah
Gambar 5 menunjukkan peningkatan nilai KBO tanah setelah ditambahkan kompos baik pada sebelum penanaman dan setelah panen jagung.Semakin tinggi dosis kompos yang diberikan maka semakin tinggi nilai KBO tanah.Penambahan IMR juga berpengaruh pada peningkatan KBO tanah.Nilai tertinggi KBO tanah mencapai 20% yaitu dengan penambahan kompos dengan dosis 48 ton/ha dan penambahan IMR. Berdasarkan uji statistik Anova, pemberian kompos dengan dosis
10 12 14 16 18 20 22 24
0 6 12 24 48
%KBO
Variasi dosis kompos (ton/ha)
KBO awal KBO akhir KBO akhir + IMR
yang berbeda serta penambahan IMR memberikan pengaruh nyata dengan nilai signifikansi 0,00 (P≥0,05) (Lampiran 6).
Menurut Mubandono (2002), kompos dapat meningkatkan bahan organik dalam tanah, karena kompos berasal bahan organik yang didegradasikan secara organik. Sedangkan menurut Tisdale et al. (1985) dan Soepardi (1983), bahan organik sangat besar perananya dalam memperbaiki kesuburan tanah walaupun persentasenya hanya sebesar 5% dari total volume tanah. Selain itu dari hasil penelitian A.S. Gregory dan A.W. Vickers (2006), penambahan kompos dapat meningkatkan KBO tanah mencapai 2 kali lipat.
Peningkatan KBO tanah setelah panen (keadaan akhir) dapat dipengaruhi beberapa faktor, selain penambahan kompos pada awal sebelum penanaman, juga dapat dipengaruhi oleh penambahan IMR pada minggu ke-2 dan ke-3 karena mikroba tersebut dapat mengikat dan mendegradasi bahan-bahan organik seperti nitrogen dan fosfor, selain itu sisa-sisa tanaman pada saat setelah panen juga dapat mempengaruhi meningkatnya KBO tanah. Hal ini diperkuat oleh G. Convertini, D.
Ferri, F. Montemurro and M. Maiorana (2004), bahwa tanaman yang ditanam dapat meningkatkan KBO dan dapat menyuburkan tanah.
Tanah merah merupakan tanah yang dapat menyerap cukup banyak air.
Menurut Alison N. Anderson, David C. McKenzie, John J. Friend (1998), tanah merah terbentuk dari partikel-partikel yang sangat kecil yang memiliki pori-pori yang sangat kecil, sehingga dapat menampung air lebih banyak dibanding tanah pasir yang memiliki pori-pori lebih besar. Tanah yang dapat menyimpan air dalam jumlah