BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3. Tinggi, Berat Basah dan Berat Kering Jagung (Zea mays L.)
Kemampuan ikat air (WHC) tanah meningkat setelah ditambahkan kompos, karena kompos dapat mempengaruhi tekstur dan kadar liat tanah dalam mengikat air (Hadisuwito, 2007).Menurut Stevenson (1982), bahan organik memberikan pengaruh terhadap sifat fisika yaitu peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah namun terisi oleh udara dan air.Ilmuwan tanah Arkansas melaporkan bahwa untuk setiap 1% dari bahan organik, tanah dapat menyimpan 16.500 galon/acre air tersedia bagi tanaman (Scott, H.D, L.S. Wood, and W.M. Miley, 1986).Sementara penambahan mikroba WHC tanah tidak sebaik tanpa mikroba, karena mikroba membutuhkan air sebagai sumber oksigen untuk bahan organik sel pada respirasi.Selain itu air berfungsi sebagai pelarut dan alat pengangkut dalam metabolisme (Budiyanto, 2008).
Gambar 7. Grafik tinggi jagung (Zea mays L.)
Pada penelitian ini penambahan kompos dengan variasi dosis yang berbeda menghasilkan tinggi jagung yang meningkat namun pada dosis 24 ton/ha dan 48 ton/ha mengalami penurunan dan kenaikan kembali.Penambahan dosis kompos 12 ton/ha tanpa IMR memberikan hasil terbaik dalam peningkatan pertumbuhan tinggi jagung. Sementara untuk penambahan kompos yang disertai dengan IMR, hasil terbaik pada dosis kompos 12 ton/ha yaitu 165cm, bukan pada dosis 24 ton/ha yang menghasilkan tinggi 170cm. Karena pada dosis kompos 165cm standar deviasinya mencapai ±21,213, yang artinya tinggi maksimum dengan dosis 12 ton/ha dapat mencapai sekitar 186cm sementara dengan dosis kompos 48 ton/ha memiliki standar deviasi ±14,142cm yang artinya tinggi maksimum dengan dosis ini mencapai 184cm.
Hasil standar deviasi tersebut didapat dari hasil uji statistik, hasil uji statistik juga menunjukkan penambahan kompos dengan variasi dosis yang berbeda dan IMR tidak memberikan pengaruh nyata karena nilai signifikansinya mencapai 0,434 (P≥0,05) (Lampiran 8).
135 140 145 150 155 160 165 170 175 180
0 6 12 24 48
cm
Variasi dosis kompos (ton/ha)
Tanpa IMR Dengan IMR
Tidak berpengaruhnya penambahan dosis kompos 24 ton/ha dan 48 ton/ha bisa dikarenakan kompetisi dalam perebutan unsur hara khususnya N, yang kemungkinan besar tanaman kalah bersaing. Karena pada setiap lokasi tanah penanaman jagung, jumlah mikroba tanah berbeda-beda sehingga memungkinkan adanya kompetisi dalam mengkonsumsi unsur hara sehingga tanaman akan kekurangan unsur hara karena sebagian besar unsur hara digunakan oleh mikroba tanah untuk metabolisme tubuhnya (Sutanto, 2006).Selain itu kompetisi antar tanaman jagung juga dapat mempengaruhi perbedaan tinngi jagung.
Berat basah tanaman adalah berat tanaman pada saat tanaman masih segar dan ditimbang secara langsung setelah panen, sebelum tanaman menjadi layu akibat kehilangan air (Lakitan, 1996).Proses pembentukan dan perkembangan organ tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air dan kompos dalam tanah.
Pembentukan dan perkembangan organ tanaman (daun, akar, dan batang) berhubungan dengan proses sel tanaman untuk membesar. Sel tanaman akan membesar seiring dengan menebalnya dinding sel dan terbentuknya selulosa pada tanaman. Pengaruh lainnya terkait dengan ketersediaan air bagi tanaman, berupa transport hara dari tanah bagi tanaman. Hara yang berada dalam tanah diangkut melalui air yang terserap oleh tanaman melalui proses difusi osmosis yang terjadi.
Semakin baik hara yang terjerap oleh tanaman, maka ketersediaan bahan dasar bagi proses fotosintesis akan semakin baik pula. Proses fotosintesis yang berlangsung dengan baik, akan memacu penimbunan karbohidrat dan protein pada organ tubuh tanaman (Fatimah dan Handarto, 2008).
Sama seperti pertumbuhan tinggi jagung, berat basah jagung tidak mengalami peningkatan seiring peningkatan dosis kompos.Pada dosis kompos 6 ton/ha tanpa IMR, berat basah jagung mengalami peningkatan dari dosis sebelumnya namun pada dosis berikutnya yaitu 24 ton/ha mengalami penurunan.Begitupun dengan variasi penambahan dosis kompos yang disertai penambahan IMR, pada dosis 12 ton/ha mengalami peningkatan dan penurunan setelahnya.
Gambar 8. Grafik berat basah jagung (Zea mays L.)
Gambar 8 menunjukkan pemberian kompos pada jagung yang tidak ditambahkan IMR memberikan hasil yang lebih baik daripada jagung yang ditambahkan IMR.Karena pada jagung yang ditambahkan IMR memiliki rentang nilai yang cukup lebar seperti pada penambahan kompos 12 ton/ha memiliki standar deviasi mencapai 120,208 sehingga dapat menghasilkan berat basah jagung yang tidak konstan seperti jagung yang hanya diberikan kompos.Tidak konstannya nilai berat basah jagung diakibatkan karena nutrisi yang dibutuhkan jagung tidak terserap secara maksimal, hal ini dikarenakan karena adanya kompetisi dengan mikroba
200 250 300 350 400 450
0 6 12 24 48
gram
Variasi dosis kompos (ton/ha)
Tanpa IMR Dengan IMR
tanah(Sutanto, 2006).Berdasarkan uji statisik pemberian kompos dengan variasi yang berbeda dan penambahan IMR tidak berpengaruh nyata karena nilai signifikansinya mencapai 0,256 (P≥0,05) (Lampiran 9).
Berat kering tanaman merupakan hasil dari tiga proses yaitu penumpukan asimilat melalui fotosintesa, penurunan asimilat akibat respirasi dan akumulasi ke bagian cadangan makanan (Parman. 2007). Gardner et al (1991) menyatakan bahwa berat kering tumbuhan adalah keseimbangan antara pengambilan CO2 (fotosintesis) dan pengeluaran CO2 (respirasi). Apabila respirasi lebih besar dibanding fotosintesis tumbuhan itu akan berkurang berat keringnya.
Gambar 9. Grafik berat kering jagung (Zea mays L.)
Gambar 9 menunjukkan dengan menambahkan kompos dosis 12 ton/ha dapat menghasilkan berat kering seperti penambahan kompos dosis 48 ton/ha.Pada penambahan kompos 24 ton/ha terjadi penurunan, hal ini menunjukkan bahwa penambahan kompos 12 ton/ha merupakan titik optimum dosis kompos yang dapat diberikan untuk jagung.Begitupun dengan penambahan dosis kompos yang
80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
0 6 12 24 48
gram
Variasi dosis kompos (ton/ha)
Tanpa IMR Dengan IMR
ditambahkan IMR, 12 ton/ha merupakan dosis optimum karena hanya dengan kompos 12 ton/ha dapat menghasilkan berat kering yang sama seperti penambahan dosis kompos 24 ton/ha dan 48 ton/ha. Berdasarkan uji statistik, pemberian kompos dengan variasi dosis yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering jagung, karena nilai signifikansinya mencapai 0,253 (P≥0,05) (Lampiran 10).
Perbedaan pertumbuhan tanaman jagung dimana pada penambahan kompos 24 ton/ha mengalami penurunan dapat diakibatkan oleh pencucian kompos dan mikroba serta kompetisi dalam perebutan unsur hara. Selain itu penanaman jagung dilakukan pada saat musim hujan, sehingga air melimpah dan mengakibatkan porositas tanah mengecil. Mengecilnya porositas tanah menyebabkan sistem aerasi pada tanah terganggu sehingga udara yang masuk lebih sedikit karena banyaknya air yang diikat oleh tanah. Banyaknya air yang terkandung dalam tanah membuat pertumbuhan jagung terhambat, karena syarat pertumbuhan jagung adalah lahan yang tidak terlalu basah dengan curah hujan yang sedikit (Suprapto, 2001).