BAB III METODE PENELITIAN
3.10 Etika Penelitian
Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan ijin dari RSUD Kabupaten Sidoarjo dan uji ethical clearance pada RSUD Kabupaten Sidoarjo. Penelitian dilakukan dengan memenuhi dari prinsip etik pada proses penelitian. Etika penelitian pada penelitian ini yakni sebagai berikut:
a. Prinsip autonomi
Pada prinsip ini masing-masing responden penelitian berhak untuk dapat menjadi responden penelitian dan ataupun menolak untuk menjadi responden penelitian. Responden penelitian sebelumnya akan diberikan penjelasan oleh peneliti tentang tujuan penelitian serta prosedur penelitian.
Setelah memperoleh informasi dari peneliti, responden diberikan informed consent sebagai pernyataan kesediaan bahwa bersedia menjadi responden pada penelitian. Apabila responden penelitian merasa tidak ataupun kurang nyaman tentang intervensi penelitian yang diberikan oleh peneliti maka responden berhak menghentikan atas partisipasinya pada proses penelitian.
Informed consent dilakukan dengan dibantu lembar informasi subjek peneltian yang berisi penjelasan mengenai jalannya penelitian.
Penjelasan dilakukan oleh peneliti, subjek atau partisipan diperkenankan bertanya jika terasa masih ada hal yang belum jelas. Pada saat informed consent responden akan diminta untuk mengisi identitas dan untuk setiap responden diberi identitas dengan penomoran dari peneliti, hal ini digunakan untuk menjaga kerahasiaan privasi pasien. Selain itu responden akan diminta persetujuan terkait waktu video observed treatment sesuai
kesepakatan antara peneliti dan responden. Setelah subjek/partisipan memahami jalannya penelitian dan setuju untuk terlibat, maka subjek penelitian diminta untuk menanda tangani lembar persetujuan dengan disaksikan oleh satu orang saksi.
b. Prinsip keadilan
Pada prinsip ini setiap responden penelitian berhak dalam memperoleh tindakan secara adil baik untuk kelompok perlakuan maupun kelompok kontrol. Pada responden kelompok kontrol akan dilakukan intervensi sesuai standar treatment pengobatan DOTS TB yang ada di rumah sakit.
c. Prinsip manfaat
Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk meningkatkan kepatuhan penderita pada pengobatan tuberkulosis. Jika hasil pada penelitian menunjukkan kesimpulan yang signifikan dan bermakna maka peneliti akan bersedia untuk dapat memberikan edukasi kepada perawat terkait intervensi kombinasi Telenursing Telegram Chatbot dan Video Oberseved Therapy (VOT) dengan Motivational Interviewing.
d. Prinsip confidentiality
Pada prinsip kerahasiaan bertujuan untuk dapat menjamin akan hak dari responden sebagai subjek penelitian. Pada saat proses penelitian setiap informasi terkait privasi dari responden penelitian yang tidak ingin untuk diketahui seperti informasi terkait identitas diri akan dilakukan penggantian
dengan berupa kode. Masing-masing responden penelitian juga berhak terjamin terkait kerahasiaan informasi yang telah diberikan oleh responden.
Seluruh data dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya dipergunakan hanya untuk kepentingan penelitian semata. Hanya peneliti dan pembimbing atau tim peneliti yang dapat mengakses data pasien. Langkah proteksi kerahasiaan responden pada saat proses penelitian terkait video observed therapy maka untuk tampilan nama profil pasien untuk diubah menjadi kode sesuai kode penomoran responden dari peneliti, hal ini disampaikan oleh peneliti pada saat informed consent. peneliti memberikan penjelasan terkait hal tersebut kepada responden.
e. Prinsip non maleficence
Penelitian dilakukan dengan meminimalkan dan tanpa adanya penderitaaan pada responden penelitian serta hal-hal yang menimbulkan kerugian pada responden penelitian.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan jumlah sampel sebanyak 34 responden yang terbagi menjadi 2 kelompok. Pada kelompok intervensi 17 responden dan pada kelompok kontrol 17 responden. Penelitian ini dilaksanakan pada 24 Februari hingga 26 Maret 2022 di Ruang Poli Paru RSUD Kabupaten Sidoarjo. Penilaian instrument kepatuhan dilakukan secara langsung pada hasil MMAS-8. Data berikut merupakan hasil penelitian ini.
4.1 Identifikasi karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kontrol
Data karakteristik responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan responden. Data tentang karakteristik responden ditampilkan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Data Karakteristik Responden di Poli Paru RSUD Kabupaten Sidoarjo
Karakteristik Kelompok P
Intervensi n (%) (n=17)
Kontrol n (%) (n=17) Usia
18-44 45-65
6 (35,3) 11 (64,7)
8 (47,1) 9 (52,9)
0,727
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan
6 (35.3) 11 (64.7)
10 (58.8) 7 (41.2)
0.303
Pendidikan SMP atau dibawahnya SMA atau lebih
tinggi
1 (5.9) 16 (94,1)
3 (17.6) 14 (82,4)
0,601
72
Pekerjaan Bekerja Tidak Bekerja
14 (82,4) 3 (17,6)
14 (82,4) 3 (17.6)
1,00
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol terbanyak terdapat pada rentang usia 45-65 tahun yaitu kelompok intervensi sebanyak 11 responden (64,7 %) dan kelompok kontrol sebanyak 9 responden (52,9 %). Hasil uji χ2 menunjukkan pengelompokan usia pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p= 0,727). Distribusi data jenis kelamin pada kelompok intervensi lebih banyak responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu 11 (64.7%) dan laki-laki yaitu 6 (35.3%) sedangkan kelompok kontrol responden laki-laki lebih banyak yaitu 10 (58.8%) dan perempuan 7 (41.2%). Hasil uji χ2 menunjukkan pengelompokan jenis kelamin pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p= 0,303).
Responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol terbanyak pada tingkat pendidikan SMA atau lebih tinggi (Perguruan Tinggi) yaitu kelompok intervensi sebanyak 16 (94,1%) sedangkan pada kelompok kontrol yaitu 14 (82,4%). Hasil uji χ2 menunjukkan pengelompokan tingkat pendidikan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p= 0,601). Responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebagian besar memiliki pekerjaan (swasta, wiraswasta dan PNS) yaitu kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebanyak 14 (82,4 %). Hasil uji
χ2 menunjukkan pengelompokan pekerjaan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p= 1,00).
4.2 Identifikasi distribusi kepatuhan sebelum dan setelah intervensi telegram chatbot dan vot dengan pendekatan motivational interviewing pada
kelompok intervensi dan kontrol
Data tingkat kepatuhan treatment tuberkulosis pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol ditampilkan pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Nilai Tingkat Kepatuhan Sebelum dan Setelah Pemberian Intervensi telegram chatbot dan VOT dengan pendekatan motivational interviewing pada Kelompok
Intervensi dan kelompok kontrol
Kelompok Minimum (n) Maksimum (n)
Intervensi Pre Test 1,5-3,5 (11) 3,75-4,75 (6)
Post Test 6-7 (9) 8 (8)
Kontrol Pre Test 1,25-3,5 (10) 3,75-5,50 (7)
Post Test 3,75-5,5 (14) 6 (3)
Tabel 4.2 menunjukkan bahwa nilai minimum pre test kepatuhan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing yaitu sebesar 1,25- 3,5 (kepatuhan rendah) sebanyak 11 responden pada kelompok intervensi dan 1,5-3,5 (kepatuhan rendah) sebanyak 10 responden pada kelompok kontrol, sedangkan nilai maksimum pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing-masing yaitu 3,75-4,75 (kepatuhan rendah) sebanyak 6 responden pada kelompok intervensi dan 3,75-5,5 (kepatuhan rendah) sebanyak 7 responden pada kelompok kontrol. Nilai minimum dan nilai maksimum post test kepatuhan pada kelompok intervensi yaitu nilai minimum 6-7 (kepatuhan sedang) sebanyak
9 responden dan nilai maksimum 8 (kepatuhan tinggi) sebanyak 8 responden, sedangkan pada kelompok kontrol yaitu nilai minimum 3,75-5,5 (kepatuhan rendah) sebanyak 14 responden dan nilai maksimum 6 (kepatuhan sedang) sebanyak 3 responden.
4.3 Analisis efek program telenursing kombinasi telegram chatbot dan vot dengan pendekatan motivational interviewing terhadap kepatuhan treatment penderita tuberculosis pada kelompok intervensi dan kontrol Analisis data tingkat kepatuhan treatment tuberkulosis pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol ditampilkan pada tabel 4.3.
Tabel 4.3
Hasil uji Wilcoxon Sign Rank Test Kepatuhan Treatment Penderita Tuberkulosis pada kelompok kontrol
Komponen Variabel Analisis
Wilcoxon Sign Rank Test
Pre test- Post test TingkatKepatuhan Treatment TB
p value
Kelompok Kontrol 0,000
Kelompok Intervensi 0,000
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil uji wilcoxon Sign Rank Test pada kelompok kontrol didapatkan nilai p value (asymp.sig (2-tailed)) sebesar 0,000 < 0,05 dengan effect size -0,604 yang menandakan effect size besar.
Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil pre test dan post test tingkat kepatuhan treatment TB pada kelompok kontrol. Sedangkan hasil pada kelompok intervensi didapatkan nilai p value (asymp.sig (2-tailed))
sebesar 0,000 < 0,05 dengan effect size -0,622 yang menandakan effect size besar, Maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil pre test dan post test tingkat kepatuhan treatment TB pada kelompok intervensi.
4.4 Analisis Perbandingan Efek Program Telenursing Kombinasi Telegram Chatbot Dan VOT Dengan Pendekatan Motivational Interviewing Terhadap Kepatuhan Treatment Penderita Tuberculosis Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol.
Analisis perbandingan data tingkat kepatuhan treatment tuberkulosis pada responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol ditampilkan pada tabel 4.4.
Tabel 4.4
Hasil Uji Mann-Whitney Test Intervensi Program Telenursing Kombinasi Telegram Chatbot dan VOT dengan Pendekatan Motivational Interviewing
Terhadap Kepatuhan Treatment Penderita Tuberkulosis Pada Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Komponen Variabel Analisis
Mann-Whitney Test p value Pre test Tingkat Kepatuhan
Treatment TB
0,972 Post test Tingkat Kepatuhan
Treatment TB
0,000
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa hasil uji mann-whitney test pada hasil pre test tingkat kepatuhan treatment TB antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan nilai p value (asymp.sig (2-tailed)) sebesar 0,972 > 0,05 dengan effect size -0,006 yang menandakan effect size sangat kecil, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan hasil pre test tingkat kepatuhan treatment TB antara kelompok intervensi dan kelompok
kontrol. Sedangkan hasil post test tingkat kepatuhan treatment TB antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol didapatkan nilai p value (asymp.sig (2-tailed)) sebesar 0,000 < 0,05 dengan effect size -0,841 yang menandakan effect size besar, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil post test tingkat kepatuhan treatment TB antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa intervensi program telenursing kombinasi telegram chatbot dan VOT dengan pendekatan motivational interviewing dapat meningkatkan kepatuhan treatment pada penderita tuberkulosis.
BAB V PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan pembahasan yang terdiri dari interpretasi hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. Berikut ini merupakan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti sesuai tujuan umum penelitian yaitu mengetahui efek program telenursing kombinasi telegram chatbot dan VOT dengan pendekatan motivational interviewing terhadap kepatuhan treatment pada penderita tuberkulosis.
5.1 Identifikasi Karakteristik Responden Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
5.1.1 Usia
Distribusi data usia pada penelitian ini menunjukkan bahwa usia responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol terbanyak terdapat pada rentang usia 45-65 tahun. Distribusi data penelitian yang dilakukan peneliti sejalan dengan hasil penelitian oleh Hakim et al (2015) yang menunjukkan bahwa responden penderita tuberkulosis paru terbanyak pada kelompok usia 56-70 tahun yaitu sebesar 35,19%. kelompok usia tersebut merupakan faktor resiko paling tinggi terkena tuberkulosis paru.71 Selain itu hasil penelitian Gunawan et al (2017) juga menunjukkan bahwa usia terbanyak yang mengalami penyakit TB paru adalah usia >45 tahun (36%) atau pada usia pertengahan. Usia pertengahan merupakan usia yang aktif
78
beraktivitas diluar lingkungan rumah sehingga lebih beresiko mudah menularnya penyakit TB paru terutama di lingkungan padat penduduk.
World Health Organization (WHO) menyatakan usia mempengaruhi pertahanan tubuh seseorang, semakin tinggi usia maka semakin menurun pertahanan tubuh seseorang tersebut.70,42,72
Distribusi data penelitian yang dilakukan oleh peneliti berbeda dengan hasil penelitian oleh Juliati et al (2020) yang menunjukkan bahwa variabel usia tidak berhubungan dengan kepatuhan pengobatan tuberkulosis. Seluruh pasien TB maupun TB MDR disemua usia dapat memiliki perilaku yang sama untuk mencapai kesembuhan dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan juga mengkonsumsi obat TB.73,74
5.1.2 Jenis kelamin
Distribusi data jenis kelamin pada penelitian ini menunjukkan pada kelompok intervensi lebih banyak responden dengan jenis kelamin perempuan sedangkan pada kelompok kontrol lebih banyak responden laki- laki. Distribusi data penelitian yang dilakukan sesuai dengan penelitian Juliati et al (2020) menunjukkan bahwa jenis kelamin tidak berhubungan dengan kepatuhan pengobatan. Sebagian besar responden penelitian yaitu perempuan yang sehari-hari bekerja dirumah sebagai ibu rumah tangga.
Sedangkan hasil penelitian lainya oleh Gunawan et al (2017) menunjukkan bahwa pasien TB paru di lima puskesmas se-Kota Pekanbaru yaitu berjenis kelamin laki-laki (64%).72
Perempuan rentan terkena penyakit TB paru, karena beban kerja mereka yang berat dengan kurangnya sumber daya finansial. Perempuan juga lebih sering mengalami pemikiran akan dijauhi oleh keluarga dan lingkungan akibat penyakitnya karena kurangnya pemahaman tentang penyakit TB paru.7373 Tuberkulosis juga lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki lebih sering beraktivitas di luar rumah dan sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya infeksi TB.75 Distribusi berdasarakan jenis kelamin baik laki-laki dan perempuan memiliki peran yang penting dalam meningkatkan kesehatan diri dan mempertahankan perilaku kepatuhan dalam pengobatan TB.
5.1.3 Pendidikan
Distribusi data tingkat pendidikan pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden pada kelompok intervensi lebih banyak pada tingkat pendidikan SMA atau lebih tinggi sebanyak 16 (94,1%) dan tingkat pendidikan SMP atau dibawahnya sebanyak 1 (5,9%) sedangkan pada kelompok kontrol tingkat pendidikan SMA atau lebih tinggi sebanyak 14 (82,4%) dan tingkat pendidikan SMP atau dibawahnya sebanyak 3 (17,6%).
Distribusi data penelitian yang dilakukan sesuai hasil penelitian oleh S, Muljono et al (2018) menunjukkan tingkat pendidikan pasien tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap kepatuhan pengobatan, pada penelitian ini sebagian besar penderita TB pada tingkat SMP dan SMA.73 Hasil penelitian oleh Hakim et al (2015) juga menunjukkan bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pendidikan dengan kepatuhan minum obat pada penderita tuberkulosis paru.71
Pasien dengan pendidikan rendah dan pendidikan tinggi mempunyai kecenderungan yang sama dalam kepatuhan pengobatan. Hal ini terjadi karena pola pengobatan tuberkulosis yang memiliki aturan jenis obatnya yang lebih dari satu dan lama pengobatan minimal 6 bulan sehingga penderita merasa bosan atau terbebani serta ditengah pengobatan penderita merasa sudah membaik sehingga menghentikan pengobatan ditengah waktu (drop out).71 Faktor lain yang terkait dukungan, motivasi dari keluarga, dan lingkungan sosialnya.76
Distribusi data penelitian ini berbeda dari hasil penelitian Juliati et al (2020) yang menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan menengah yang terbagi atas SMP dan SMA yang secara garis besar adalah responden yang memiliki kemampuan pengetahuan yang baik.
Pengetahuan yang baik ditunjang oleh tingkat pendidikan yang tinggi sehingga pasien mengerti tentang bahaya penyakit TB Paru dan pada akhirnya akan cenderung berperilaku patuh. 77,75
5.1.4 Pekerjaan
Distribusi data pekerjaan pada penelitian ini menunjukkan bahwa responden kelompok intervensi dan kelompok kontrol sebagian besar memiliki pekerjaan (swasta, wiraswasta dan PNS). Distribusi data penelitian yang dilakukan sejalan dengan penelitian oleh Gunawan et al (2017) yang menunjukkan bahwa rata-rata pekerjaan pasien TB paru adalah sebagai
wiraswasta (30,7%) dan IRT (21,3%), pekerjaan mempengaruhi pasien TB paru dalam kepatuhan pengobatan TB paru. 72 Hal ini disebabkan perkerjaan yang berhubungan erat dengan kejadian TB adalah pegawai swasta dan wiraswasta seperti garmen, kuli pabrik dan pedagang.70
Penderita TB yang bekerja sebagai wiraswasta lebih sering berada di luar ruangan dengan kondisi lingkungan yang mudah terpapar polusi udara dan sebagian pasien tidak patuh dalam menggunakan masker, pola hidup tidak sehat dan waktu istirahat yang kurang sehingga mudah mengalami penyakit TB paru.77 Selain itu penderita yang memiliki pekerjaan dengan tingkat ekonomi yang rendah mengalami keterbatasan biaya untuk pengobatan TB. Akibatnya berdampak terhadap ketidakpatuhan penderita dalam berobat.73
5.2 Identifikasi Distribusi Kepatuhan Sebelum dan Setelah Intervensi Telegram Chatbot dan VOT dengan pendekatan Motivational Interviewing Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Distribusi tingkat kepatuhan pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai pretest kepatuhan pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol masing- masing pada tingkat kepatuhan rendah sedangkan nilai posttest kepatuhan pada kelompok intervensi yaitu pada tingkat kepatuhan tinggi sedangkan pada kelompok kontrol yaitu pada tingkat kepatuhan rendah dan sedang. Dimana tingkat kepatuhan pada kedua kelompok mengalami peningkatan.
Responden pada penelitian ini dibagi secara acak menjadi kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Responden pada kelompok kontrol diberikan treatment sesuai DOTS standar pengobatan TB di rumah sakit. Sedangkan pada kelompok intervensi diberikan intervensi pesan pengingat minum obat melalui chatbot telegram yang dikirimkan pada pasien setiap hari dan intervensi VOT yang dilakukan setiap minggu untuk memantau pengobatan TB melalui video call pada media sosial telegram dengan memantau pada saat pasien mengkonsumsi obat, mendiskusikan keluhan atau efek samping pengobatan dan memberikan motivasi melalui motivational interviewing.
Pasien TB yang menjalani pengobatan di RSUD Kabupaten Sidoarjo mendapatkan terapi atau kesempatan kontrol dan mendapatkan resep obat di setiap 10 hari sekali sesuai standar pengobatan di rumah sakit. Sehingga peneliti juga melakukan pemantauan baik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol setiap 10 hari sekali untuk mengetahui dan melakukan pemantauan pada pasien melakukan kontrol ulang pengobatan TB di rumah sakit.
5.3 Analisis Efek Program Telenursing Kombinasi Telegram Chatbot Dan VOT Dengan Pendekatan Motivational Interviewing Terhadap Kepatuhan Treatment Penderita Tuberkulosis Pada Kelompok Intervensi dan Kontrol
Hasil penelitian yang dilakukan peneliti menunjukkan ada perbedaan hasil pre test dan post test tingkat kepatuhan treatment TB pada kelompok kontrol dengan nilai p value (asymp.sig (2-tailed)) sebesar 0,000 < 0,05. Hasil
penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Adiutama et al (2021) yang menunjukkan adanya peningkatan kepatuhan pada kelompok kontrol dengan kelompok intervensi pembanding yakni menggunakan intervensi edukasi dengan interactive nursing reminder yang secara intensif mengingatkan kepatuhan pengobatan melalui pesan teks.78
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Ngwatu et al (2018) mengenai pengingat minum obat dengan menggunakan pesan teks untuk meningkatkan angka kesembuhan tuberkulosis di Cameroon.
Pada kelompok kontrol dengan strategi DOTS standar menunjukkan peningkatan kepatuhan sebesar 65% dan pada kelompok intervensi sebesar 85%.27 Hal ini bisa disebabkan pada kelompok kontrol juga diinformasikan tentang kepatuhan dan pencegahan penularan melalui promosi kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan setempat. Keefektifan DOTS yang rendah dikarenakan implementasi dari program DOTS yang kurang baik.43 Program DOTS melibatkan petugas kesehatan yang melakukan kunjungan secara langsung ke rumah pasien untuk mengamati pasien pada saat mengkonsumsi obat, yang menjadi beban secara ekonomi dan waktu bagi petugas pada waktu tertentu seperti pada malam hari dan hari libur.61,43
Hasil penelitian yang telah peneliti lakukan menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil pre test dan post test tingkat kepatuhan treatment TB pada kelompok intervensi dengan nilai p value (asymp.sig (2-tailed)) sebesar 0,000
< 0,05. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Farooqi et al (2017) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kepatuhan obat pada pasien
TB pada kelompok intervensi dengan intervensi pesan teks sebagai pengingat pengobatan TB dan dapat meningkatkan angka kesembuhan dalam program TB nasional.10
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Ravenscroft et al (2020) menunjukkan bahwa pemberian VOT secara signifikan meningkatkan kepatuhan dengan nilai p value < 0,01 per dua minggu periode jika dibandingkan dengan DOT berbasis klinik.39 Sejalan dengan hasil penelitian oleh Story et al (2019) menunjukkan bahwa intervensi VOT meningkatkan kepatuhan sebesar 77% dibandingkan intervensi DOT sebesar 63% dengan p= 0.017. 40
Penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian oleh Zuliani (2019) yang menunjukkan bahwa intervensi dengan pendekatan motivational interviewing berpengaruh terhadap kepatuhan minum obat dan peningkatan motivasi (p=0,000).18 Pemberian motivational interviewing pada pengingat pengobatan membantu penderita tuberkulosis mengidentifikasi, mengevaluasi dan merespons perilaku untuk merubah keputusasaan, mengingkatkan motivasi dan kepatuhan minum obat pada pasien tuberkulosis, mampu menurunkan depressed mood pada pasien dengan konseling untuk meningkatkan rasa nyaman saat menceritakan perubahan suasana hatinya apabila ada stressor yang dialami sudah terbentuk koping yang lebih baik.18
Perkembangan dari teknologi digital diseluruh dunia memberikan peluang dengan penggunaan media video dan pesan teks dalam memonitor pengobatan TB daripada pengamatan langsung karena lebih efektif, murah dan dapat
diterima masyarakat. WHO juga membuat panduan untuk penggunaan teknologi digital sebagai sarana meningkatkan penyediaan perawatan yang berpusat pada pasien dan mendukung kepatuhan pengobatan TB.3,51 Pesan teks dan VOT dapat membantu menjembatani kesenjangan antara pasien dan petugas kesehatan untuk mempromosikan hubungan profesional yang mendukung kepatuhan pengobatan.10 Meningkatnya ketersediaan smarthphone dan internet membuat pesan teks berupa chatbot dan VOT praktis untuk diimplementasikan.27
5.4 Analisis Perbandingan Efek Program Telenursing Kombinasi Telegram Chatbot Dan Video Oberseved Therapy (VOT) Dengan Pendekatan Motivational Interviewing Terhadap Kepatuhan Treatment Pada Penderita Tuberkulosis Pada Kelompok Intervensi Dan Kontrol
Hasil perbandingan nilai pre test pada penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan hasil pre test tingkat kepatuhan treatment TB dengan nilai p value (asymp.sig (2-tailed)) sebesar 0,972 > 0,05. Pada penelitian ini hasil skor pretest tingkat kepatuhan tidak ada perbedaan yang artinya pada awal penelitian baik pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol pada tingkat kepatuhan rendah. Sedangkan hasil perbandingan nilai post test menunjukkan bahwa ada perbedaan hasil post test tingkat kepatuhan treatment TB antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan nilai p value (asymp.sig (2-tailed)) sebesar 0,000 < 0,05. Pada penelitian ini hasil skor post test setelah penelitian pada kelompok intervensi meningkat menjadi
tingkat kepatuhan tinggi, dan pada kelompok kontrol menjadi tingkat kepatuhan rendah dan tingkat kepatuhan sedang.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian oleh Gashu et al (2020) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan dalam tingkat keberhasilan pengobatan pada kelompok pesan teks dibandingkan dengan perawatan DOTS standar dengan nilai p value <0,0002 .32 Penelitian Guo et al (2020) juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat penyelesaian pengobatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 96,1% dengan intervensi video directly observed therapy (VDOT) dan sebesar 94,6% dengan intervensi DOT. Selain itu juga terdapat perbedaan waktu rata-rata pemantauan setiap dosis yaitu pada VDOT lebih singkat dengan p value <0,01, dan biaya yang dikeluarkan pada VDOT lebih rendah dibandingkan pada kelompok DOT dengan hasil p value <0,01.79
Program telenursing pengingat pengobatan TB seperti pesan teks berupa chatbot dan VOT menjadi pendekatan yang lebih efektif untuk pemantauan pengobatan TB daripada DOTS. VOT cenderung lebih disukai daripada DOTS oleh pasien karena memberikan pilihan yang lebih dapat diterima, efektif, dan efisien untuk pengawasan dosis harian daripada DOTS.
Selain itu, keuntungan yang didapat dalam penggunaan video dibandingkan dengan pengawasan langsung yaitu mampu mengurangi waktu tempuh tenaga kesehatan pada saat program DOTS.40,30
Manfaat VOT dan pesan teks yaitu dapat membantu lebih cepat untuk mengidentifikasi efek samping dengan memberikan kesempatan diskusi