• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIRAC & JSA

5. Faktor Bahaya

Biomekanik

1) Gerakan berulang.

2) Postur/Posisi kerja.

3) Pengangkutan manual.

4) Desain tempat kerja/alat/mesin.

5. Faktor Bahaya Sosial- Psikologis

1) Stress.

2) Kekerasan.

3) Pelecehan.

4) Pengucilan.

5) Intimidasi.

6) Emosi negatif.

Sumber-Sumber Bahaya di Lingkungan Kerja

Pada semua tempat kerja tetap ada sumber bahaya yang bisa meneror keselamatan atau kesehatan tenaga kerja.

Menurut Syukri Sahab (1997), Sumber bahaya itu bisa datang dari:

1. Manusia

Termasuk juga pekerja serta manajemen. Kesalahan penting kebanyakan kecelakaan, kerugian, serta kerusakan terdapat pada karyawan yang kurang bergairah, kurang trampil, kurang pas, terganggu emosinya yang biasanya mengakibatkan kecelakaan serta kerugian. Disamping itu apa yang diterima atau gagal diterima lewat pendidikan, motivasi, dan pemakaian perlengkapan kerja berhubungan langsung dengan sikap pimpinan dalam tempat kerja.

2. Bangunan, instalasi, serta perlengkapan

Proses bahaya yang berasal dari bangunan, instalasi, serta perlengkapan yang diperlukan dapat berbentuk konstruksi bangunan yang kurang kuat serta tidak memenuhi syarat-syarat yang ada. Diluar itu design

ruangan serta tempat kerja dan ventilasi yang baik adalah beberapa hal yang perlu dilihat.

3. Bahan baku

Bahan baku yang dipakai pada proses produksi bisa mempunyai bahaya serta dampak yang sesuai karakter bahan baku, diantaranya:

 Gampang terbakar serta meledak

 Mengakibatkan alergi

 Bahan iritan

 Karsinogen

 Berbentuk racun

 Radioaktif

 Proses Kerja 4. Bahaya dari proses

Bahaya dari proses beragam, bergantung dari teknologi yang dipakai. Proses yang ada di industri ada yang simpel, tapi ada pula yang prosedurnya sulit. Ada proses yang berisiko serta ada pula proses yang kurang berisiko. Dalam proses kebanyakan dipakai suhu serta tekanan tinggi yang jadi besar dampak bahayanya.

Proses dari ini kadang muncul asap, debu, panas, gaduh, serta bahaya mekanis seperti terjepit, terpotong, atau tertimpa bahan. Ini bisa menyebabkan kecelakaan serta penyakit karena kerja.

5. Langkah Kerja

Bahaya dari langkah kerja yang dikerjakan oleh pekerja yang bisa membahayakan pekerja tersebut atau orang lain di sekelilingnya, yaitu:

a. Langkah mengangkut serta mengangkat, jika dikerjakan secara salah, itu bisa mengakibatkan cidera yang seringkali ialah cidera pada tulang punggung.

b. Langkah kerja yang menyebabkan hamburan debu serta serbuk logam, percikan api, dan tumpahan bahan berisiko.

c. Menggunakan alat pelindung diri yang tidak seharusnya/tidak cocok keperluan serta langkah menggunakan yang salah.

6. Lingkungan

Bahaya yang datang dari lingkungan kerja bisa dikelompokkan atas beberapa tipe bahaya yang bisa

menyebabkan beberapa masalah keselamatan serta kesehatan kerja, dan penurunan produktivitas kerja serta efisiensi kerja.

Cara Pengendalian Ancaman Bahaya Kesehatan Kerja 1. Pengendalian tehnik: ganti prosedur kerja, tutup

mengisolasi bahan berisiko, memakai otomatisasi pekerjaan, memakai cara kerja basah dan ventilasi perubahan hawa.

2. Pengendalian administrasi: kurangi waktu pajanan, membuat ketentuan keselamatan dan kesehatan, memakai alat pelindung contohnya sepatu safety terbaru, menempatkan sinyal tanda peringatan, bikin daftar data beberapa bahan yang aman, melakukan kursus system penangganan darurat.

3. Pemantauan kesehatan: melakukan kontrol kesehatan.

Risk (Risiko)

Risk (risiko) merupakan hasil dari kemungkinan sebuah bahaya menjadi kecelakaan dikombinasikan dengan tingkat keparahan cidera/sakit pada sebuah kecelakaan yang terjadi. Risiko tidak bisa dihilangkan, tetapi bisa ditekan menjadi seminimal mungkin. Secara umum risiko dikategorikan menjadi tiga, yaitu: (1) risiko rendah, (2) risiko sedang, dan (3) risiko tinggi. Pekerjaan bisa dilakukan bila mempunyai risiko rendah. Bila dari hasil penilaian diketahui bahwa risiko sebuah pekerjaan adalah “sedang” atau “tinggi”, maka pekerjaan tidak boleh dilaksanakan. Harus diambil tindakan pengendalaian agar risiko sedang atau tinggi tersebut turun menjadi risiko rendah, barulah pekerjaan bisa dilaksanakan. Untuk dapat menghitung nilai risiko, perlu mengetahui dua komponen utama yaitu Likelihood (kemungkinan) dan Severity (tingkat keparahan) yang masing- masing mempunyai nilai cakupan poin satu sampai lima. Risiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan suatu fungsi. Penilaian risiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu risiko.

Untuk menentukan kategori suatu risiko apakah itu rendah, sedang, tinggi ataupun ekstrim dapat menggunakan metode matriks risiko seperti pada tabel matriks risiko berikut ini:

Tabel 6.1 Matriks Risiko

Tabel 6.2 Contoh Parameter Keseringan Dari Tabel Matriks Risiko

Kategori

Keseringan Contoh Parameter I Contoh Parameter II Sangat Jarang Terjadi 1X dalam

masa lebih dari 1 tahun

Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja orang lebih Jarang Bisa terjadi 1X dalam

setahun Probabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja orang

Sedang Bisa terjadi 1X dalam

sebulan Probabilitas 1 dari 100.000 jam kerja orang Sering Bisa terjadi 1X dalam

seminggu Probabilitas 1 dari 1000 jam kerja orang Sangat Sering Terjadi hampir setiap

hari Probabilitas 1 dari 100

jam kerja orang

Tabel 6.3 Contoh Parameter Keparahan Berdasarkan Matriks Risiko

Kategori

Keparahan Contoh Parameter I Contoh Parameter II Sangat Ringan

Tidak terdapat

cedera/penyakit, tenaga kerja dapat langsung bekerja kembali

Total kerugian kecelakaan kerja kurang dari Rp.1.000.000,- Ringan Cedera ringan, tenaga

kerja dapat langsung bekerja kembali

Total kerugian kecelakaan kerja antara Rp.1.000.000,- –s/d Rp.1.500.000,- Sedang

Mendapat P3K atau tindakan medis, tidak ada hilang jam kerja lebih dari 1X24 jam

Total kerugian kecelakaan kerja antara Rp.1.500.000,- s/d Rp.5.000.000,- Parah

Memerlukan tindakan medis lanjut/rujukan, cacat sementara, terdapat jam kerja hilang 1X24 jam

Total kerugian kecelakaan kerja antara Rp.5.000.000,- s/d Rp.10.000.000,- Sangat Parah

Cacat permanen, kematian, terdapat jam kerja hilang lebih dari 1X24 jam

Total kerugian kecelakaan kerja lebih dari Rp.10.000.000,-

Tabel 6.4 Representasi Kategori Risiko Yang Dihasilkan Dari Penilaian Matriks risiko

Kategori Risiko Tindakan

Rendah Perlu aturan/prosedur/rambu Sedang Perlu tindakan langsung

Tinggi Perlu perencanaan pengendalian Ekstrim Perlu perhatian manajemen atas

Berdasarkan pada representasi di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian risiko yang paling tepat berdasarkan 5 (lima) hierarki pengendalian risiko/bahaya K3. Secara umum hierarki pengendalian risiko tergambar sebagai berikut:

Gambar 6.1

Hierarki Pengendalian Risiko/Bahaya K3

Risiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat risiko/bahaya-nya menuju ke titik yang aman. Pengendalian risiko/bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun. Pengendalian risiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat risiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang terdapat pada tabel di bawah:

Tabel 6.5 Hierarki Pengendalian Risiko K3

Hierarki Pengendalian Risiko K3 Eliminasi Eliminasi sumber bahaya Tempat

kerja/pekerjaan aman

Mengurangi bahaya Substitusi Substitusi

alat/mesin/bahan Perancangan Modifikasi/perancangan

alat/mesin/tempat kerja yang lebih aman

Administrasi Prosedur, aturan, pelatihan, durasi kerja, tanda bahaya, rambu,

Tenaga kerja aman

Hierarki Pengendalian Risiko K3

poster, label Mengurangi

paparan APD Alat Perlindungan Diri

tenaga kerja

Control (Pengendalian)

Control (pengendalian) adalah upaya pengendalian untuk menekan risiko menjadi serendah mungkin.

Pengendalian dilakukan secara sistematis mengikuti hirarki pengendalian yaitu: eliminasi, substitusi, rekayasa engineering, administrasi, dan APD. Setelah seluruh bahaya K3 di tempat kerja telah diidentifikasi dan dipahami, Perusahaan atau institusi menerapkan pengendalian operasi yang diperlukan untuk mengelola risiko-risiko terkait bahaya-bahaya K3 di tempat kerja serta untuk memenuhi peraturan perundang- undangan dan persyaratan lainnya terkait dengan penerapan K3 di tempat kerja.

Keseluruhan pengendalian operasi bertujuan untuk mengelola risiko-risiko K3 untuk memenuhi kebijakan K3 Perusahaan. Prioritas pengendalian operasi ditujukan pada pilihan pengendalian yang memiliki tingkat kehandalan tinggi selaras dengan hierarki pengendalian risiko/bahaya K3 di tempat kerja. Pengendalian operasi akan diterapkan dan dievaluasi secara bersamaan untuk mengetahui tingkat keefektivan dari pengendalian operasi serta terintegrasi (tergabung) dengan keseluruhan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) perusahaan.

Beberapa pengendalian operasi K3 perusahaan mencakup antara lain:

1. Umum:

o Perawatan dan perbaikan fasilitas/mesin/alat reguler.

o Kebersihan dan perawatan tempat kerja.

o Pengaturan lalu lintas manusia/barang, dan sebagainya.

o Pemasokan dan perawatan fasilitas kerja/fasilitas umum.

o Perawatan suhu lingkungan kerja.

o Perawatan sistem ventilasi dan sistem instalasi listrik.

o Perawatan sarana tanggap darurat.

o Kebijakan terkait dinas luar, intimidasi, pelecehan, penggunaan obat-obatan dan alkohol.

o Program-program kesehatan dan pengobatan umum.

o Program pelatihan dan pengembangan pengetahuan.

o Pengendalian akses tempat kerja.

2. Pekerjaan Bahaya Tinggi:

o Penggunaan prosedur, instruksi kerja dan cara kerja aman.

o Penggunaan peralatan/mesin yang tepat.

o Sertifikasi pelatihan tenaga kerja keahlian khusus.

o Penggunaan izin kerja.

o Prosedur pengendalian akses keluar masuk tenaga kerja di tempat kerja bahaya tinggi.

o Pengendalian untuk pencegahan penyakit akibat kerja.

3. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3):

o Pembatasan area-area penggunaan bahan berbahaya dan beracun (B3) di tempat kerja.

o Pengamanan pemasokan dan pengendalian akses keluar masuk penyimpanan bahan berbahaya dan beracun (B3).

o Barikade sumber radiasi.

o Isolasi pencemaran biologis.

o Pengetahuan penggunaan dan ketersediaan perlengkapan darurat.

4. Pembelian Barang, Peralatan dan Jasa:

o Menyusun persyaratan pembelian barang, peralatan dan jasa.

o Komunikasi persyaratan pembelian barang kepada pemasok.

o Persyaratan transportasi/pengiriman bahan berbahaya dan beracun (B3).

o Seleksi dan penilaian pemasok.

o Pemeriksaan penerimaan barang/peralatan/jasa.

5. Kontraktor:

o Kriteria pemilihan kontraktor.

o Komunikasi persyaratan kepada kontraktor.

o Evaluasi dan penilaian kinerja K3 berkala.

6. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar:

o Pengendalian akses masuk.

o Pengetahuan dan kemampuan mengenai izin penggunaan

peralatan/perlengkapan/mesin/material di tempat kerja.

o Penyediaan pelatihan/induksi yang diperlukan.

o Pengendalian administratif rambu dan tanda bahaya di tempat kerja.

o Cara pemantauan perilaku dan pengawasan aktivitas di tempat kerja.

Penetapan kriteria operasi K3 Perusahaan mencakup beberapa hal sebagai berikut:

1. Pekerjaan Bahaya Tinggi:

o Penggunaan peralatan/perlengkapan yang telah ditentukan beserta prosedur/instuksi kerja penggunaannya.

o Persyaratan kompetensi keahlian.

o Petunjuk individu mengenai penilaian risiko terhadap kejadian yang muncul tiba-tiba dalam pekerjaan.

2. Penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) : o Daftar bahan berbahaya dan beracun (B3) yang

disetujui.

o Penentuan Nilai Ambang Batas (NAB).

o Penentuan Nilai Ambang Kuantitas (NAK).

o Penentuan lokasi dan kondisi penyimpanan.

3. Area Kerja Bahaya Tinggi:

o Penentuan APD (Alat Pelindung Diri).

o Penentuan persyaratan masuk.

o Penentuan persyaratan kondisi kesehatan/kebugaran.

4. Kontraktor:

o Persyaratan kriteria kinerja K3.

o Persyaratan pelatihan maupun kompetensi keahlian terhadap personel di bawah kendali kontraktor.

o Persyaratan pemeriksaan

peralatan/perlengkapan/bahan/material kontraktor.

5. Tamu, Pengunjung dan Pihak Luar:

o Pengendalian dan pembatasan akses masuk dan akses keluar tempat kerja.

o Persyaratan APD (Alat Pelindung Diri).

o Induksi K3.

o Persyaratan tanggap darurat.

Job Safety Analysis (JSA)

Administrasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan JSA sebagai sarana untuk para pekerja agar berhati-hati dalam mempelajari dan merekam setiap langkah dari pekerjaan, mengidentifikasi bahaya pekerjaan yang ada atau yang berpotensi (baik keselamatan dan kesehatan), dan menentukan cara terbaik untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya. Job Safety Analysis (JSA) atau dikenal juga dengan Job Hazard Analysis merupakan upaya untuk mempelajari/menganalisa dan serta pencatatan tiap-tiap urutan langkah kerja suatu pekerjaan, dilanjutkan dengan identifikasi potensi-potensi bahaya di dalamnya kemudian diselesaikan dengan menentukan upaya terbaik untuk mengurangi ataupun menghilangkan/mengendalikan bahaya- bahaya pada pekerjaan yang dianalisa tersebut. JSA adalah serangkaian proses untuk mengidentifikasi bahaya dari setiap tahapan-tahapan suatu pekerjaan, lalu dinilai bahayanya dan dibuatkan program pengendaliannya dengan tujuan untuk mencegah kecelakaan dalam melakukan pekerjaan tersebut.

JSA merupakan alat yang digunakan untuk meningkatkan keselamatan kerja dengan cara mengidentifikasi bahaya atau potensi bahaya yang berhubungan dengan setiap langkah dari pekerjaan dan Menemukan langkah-langkah pengendalian yang efektif untuk mencegah atau menghilangkan paparan yang berpotensi menimbulkan bahaya.

Tahapan Job Safety Analysis (JSA)

Terdapat lima tahapan utama dalam pelaksanaan job safety analysis (JSA), yaitu (CCOHS, 2001):