• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Kebijakan dan prosedur evakuasi, mencakup jalur evakuasi, tim evakuasi (floor warden) di setiap lantai, denah evakuasi atau sarana evakuasi lainnya.

3. Skema atau daftar nomor telepon penting yang harus dihubungi saat keadaan darurat

4. Prosedur tindakan darurat mulai dari pra kejadian, saat terjadi keadaan darurat, dan pasca kejadian. Prosedur juga mencakup pembahasan tentang peralatan darurat, peralatan pemadam kebakaran, alarm, peralatan P3K, hingga prosedur emergency shutdown. Sistem emergency shutdown adalah suatu sistem yang digunakan dalam industri perminyakan sebagai sistem pelindung (safety) dari bahaya-bahaya seperti kebakaran, dan tekanan berlebih yang dapat menyebabkan ledakan. Biasanya sistem ini beroperasi apabila keadaan darurat dengan mematikan sistem proses.

5. Susunan tim tanggap darurat mencakup koordinator, tim evakuasi, petugas P3k, dan petugas lain yang diperlukan.

Penentuan lokasi tempat berkumpul (assembly point) dan prosedur pelaporan yang menyatakan bahwa semua pekerja sudah dievakuasi juga perlu dipertimbangkan.

Perencanaan tanggap darurat yang dibuat harus mencakup cara memperingatkan atau memberitahu seluruh pekerja, tamu dan pihak yang berada di dalam gedung tentang terjadinya keadaan darurat. Langkah-langkah yang sebaiknya dilakukan antara lain:

1. Memasang alarm sebagai tanda terjadinya keadaan darurat dan pastikan seluruh pekerja mengetahui sinyal alarm keadaan darurat

2. Merancang sistem komunikasi darurat untuk menyampaikan informasi keadaan darurat dan menghindari kesimpangsiuran informasi

3. Memastikan bahwa alarm dapat didengar dan kotak alarm dalam keadaan baik dan lokasinya bebas hambatan. Pastikan pekerja yang menemukan keadaan darurat harus membunyikan alarm.

Menyiapkan perencanaan tanggap darurat harus disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan yang ada di tempat kerja. Secara umum, langkah-langkah menyiapkan rencana tanggap darurat terbagi menjadi lima, diantaranya:

1. Identifikasi bahaya yang berpotensi menimbulkan keadaan darurat

Harus dilakukan identifikasi secara spesifik akan potensi bahaya berdasarkan tipe kegiatannya. Sebagai contoh, jika bekerja di perkantoran, maka kebakaran merupakan potensi risiko yang bisa terjadi.

2. Langkah-langkah pencegahan

Tindakan pencegahan harus dirancang secara detail dan jelas untuk setiap jenis potensi bahaya. Misalnya membuat langkah pencegahan kebakaran, ledakan, atau tumpahan bahan kimia.

3. Perencanaan tanggap darurat

Perusahaan harus menentukan satu atau lebih perencanaan darurat yang didasarkan pada kompleksitas serta kebutuhan. Pastikan semua pekerja mengetahui perencanaan tanggap darurat ini. Penting bagi mereka untuk mengetahui tindakan pencegahan dan apa yang harus dilakukan saat keadaan darurat terjadi.

4. Pelatihan dan uji coba

Perusahaan harus melatih para pekerjanya tentang langkah-langkah pencegahan dan perencanaan tanggap darurat. Pelatihan secara berkala harus dilakukan untuk memastikan pekerja melakukan tindakan sesuai dengan perencanaan darurat yang ditetapkan.

5. Evaluasi dan perbaikan

Harus diperhitungkan kesenjangan antara perencanaan tanggap darurat dan hasil uji coba yang telah dilakukan.

Bila dalam perencanaan tanggap darurat masih terdapat kekurangan atau tidak sesuai yang diharapkan, maka perbaikan dalam perencanaan tanggap darurat perlu dilakukan.

Sebuah prosedur evakuasi yang tidak jelas dapat menimbulkan kebingungan, cedera, dan kerusakan aset perusahaan. Itulah sebabnya ketika mengembangkan

perencanaan tanggap darurat, penting bagi Anda untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:

1. Menentukan kondisi apa saja yang memerlukan evakuasi.

2. Menentukan tim evakuasi/floor warden (kapten lantai) untuk membantu proses evakuasi berjalan lancar dan aman.

3. Prosedur evakuasi yang jelas dan rinci, termasuk penentuan jalur dan jalan keluar menuju tempat berkumpul. Jalur evakuasi harus mudah dipahami, tidak rumit, dan mudah diakses. Jalur evakuasi yang digunakan harus memuat tanda petunjuk arah keluar dan dilengkapi sarana pendukung lainnya.

4. Prosedur evakuasi harus membantu penyandang disabilitas.

5. Mempertimbangkan kebutuhan transportasi untuk evakuasi banyak pekerja.

Ketika menyusun perencanaan tanggap darurat, dipilih individu yang bertanggungjawab untuk memimpin dan mengkoordinasikan rencana tanggap darurat dan evakuasi.

Sangat penting bagi pekerja untuk mengetahui siapa yang menjadi koordinator dan memahami bahwa petugas tersebut memiliki wewenang untuk membuat keputusan selama keadaan darurat. Koodinator rencana tanggap darurat bertanggungjawab untuk:

1. Menilai situasi untuk menentukan apakah keadaan darurat membutuhkan aktivasi prosedur darurat.

2. Mengawasi semua upaya penanggulangan keadaan darurat di seluruh area, termasuk kegiatan evakuasi.

3. Mengkoordinasikan layanan darurat dengan pihak luar, seperti bantuan medis dan departemen pemadam kebakaran setempat dan memastikan bahwa mereka tersedia dan diberitahu bila diperlukan.

4. Mengarahkan penutupan operasional pabrik apabila diperlukan.

Selain koordinator rencana tanggap darurat, juga perlu menentukan tim evakuasi atau floor warden untuk membantu evakuasi para pekerja, tamu dan pihak lain yang ada di lingkungan perusahaan ke tempat yang lebih aman (assembly

point). Umumnya, setiap satu floor warden (kapten lantai) disediakan untuk mengevakuasi 20 orang dan mereka harus selalu siap setiap saat selama jam kerja. Pastikan kapten lantai memahami tugas dan tanggungjawabnya dalam proses evakuasi.

Tanggap Darurat Kebakaran

Kebakaran dan bencana alam yang dapatterjadi setiap saat dapat menimbulkan terganggunya kelancaran produktivitas, kerusakan peralatan, lingkungan tempat kerja serta dampat negatif lainnya yang mungkin di derita oleh karyawan berupa cidera, cacat bahkan meninggal dunia. Semua ini baik secara langsung maupun tidak mengakibatkan kerugian baik kantor, karyawan beserta keluarganya.

Perkantoran merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat karyawan/pekerja melakukan kegiatan perkantoran baik di sebuah gedung bertingkat maupun tidak bertingkat.

Setiap pekerja yang melakukan aktivitas kerjanya wajib mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja, salah satunya adalah karyawan/pekerja di perkantoran, termasuk juga pengunjung yang mendapatkan pelayanan dari setiap jenis perkantoran. beberapa alasan, mengapa K3 Perkantoran menjadi salah satu yang urgent untuk diterapkan: (1) Kantor adalah tempat kerja yang mempunyai potensi bahaya dan risiko; (2) Rata-rata lama terpapar per hari pekerja kantor adalah selama 8 jam; (3) Prevalensi cedera karena kelalaian karyawan cukup besar, yaitu 94,6%. Hazard potensial yang memapar karyawan/pekerja kantor salah satunya adalah hazard keselamatan yang dapat menimbulkan risiko berupa kecelakaan kerja (terpeleset, terbentur, terjatuh, elektrik shock) serta risiko kebakaran. Risiko yang menyebabkan kerugian paling besar baik dari sisi internal kantor (karyawan, bangunan, sarana prasarana, peralatan kerja, dan lain lain) maupun dari sisi eksternal (pengunjung/konsumen yang menerima pelayanan publik) adalah risiko kebakaran, apalagi jika kejadian tersebut terjadi di gedung bertingkat.

Permenkes RI Nomor 48 Tahun 2016 tentang Standar K3 Perkantoran, pasal 12 menyebutkan bahwa salah satu standar keselamatan kerja adalah “kewaspadaan bencana perkantoran” yang diperjelas melalui pasal 14, bahwa

kewaspadaan bencana perkantoran meliputi: (1) Manajemen tanggap darurat gedung; (2) Manajemen keselamatan dan kebakaran gedung; (3) Persyaratan dan tata cara evakuasi; (4) Penggunaan mekanik dan elektrik; dan (5) P3K. Setiap perkantoran, terutama perkantoran dengan tipe gedung bertingkat harus memiliki program manajemen pencegahan dan penanggulangan kebakaran. Selain upaya tersebut, manajemen aksesibilitas evakuasi juga menjadi hal penting untuk mempercepat proses evakuasi sehingga dapat meminimalisir jumlah korban.

Terdapat 3 (tiga) persyaratan dasar kebakaran bisa terjadi dan akan semakin membesar, yaitu: (1) Adanya bahan bakar atau bahan yang mudah terbakar; (2) Adanya sumber pemantik api; dan (3) Adanya oksigen di udara yang berfungsi mendukung pembakaran. Kemampuan dalam mengelola dan mengurangi risiko terkait 3 hal tersebut di atas, akan menjadi langkah efektif dalam mengurangi kemungkinan terjadinya kebakaran yang lebih parah. Salah satu kemampuan tersebut adalah kemampuan mendeteksi adanya kebakaran dengan cepat dan kemampuan dalam mengendalikan kebakaran serta memadamkannya. Banyaknya korban yang meninggal dalam kejadian kebakaran, sebagian besar disebabkan oleh karena menghirup asap dan gas beracun, daripada akibat panasnya api. Penyebab utama kebakaran dapat berkembang menjadi bencana besar bagi manusia adalah karena ketidakmampuan orang-orang yang terjebak di dalam bangunan untuk keluar dari bangunan secara cepat dan aman.

International Labour Organization menyebutkan bahwa ketidakmampuan tersebut dipengaruhi oleh:

1. Rancangan bangunan yang kurang baik

Minimnya penyedian jalur atau rute penyelamatan diri dari kebakaran dalam rancangan bangunan. Jalur atau rute penyelamatan menjadi item yang penting dalam hal ini. Kebanyakan jalur penyelamatan hanya ada di lantai dasar, apabila kebakaran terjadi di lantai dasar, maka karyawan/pekerja dan juga pengunjung akan terjebak oleh api yang menyala. Banyaknya jalur penyelamatan yang tidak seimbang dengan jumlah karyawan/pekerja serta pengunjung juga menjadi penyebab tidak maksimalnya upaya penyelamatan diri.

2. Tidak adanya sistem peringatan dini jika terjadi kebakaran

Penggunaan detektor asap, detektor panas, atau detektor api yang terhubung dengan sistem alarm evakuasi independen yang bersuara cukup keras, sehingga semua pekerja/karyawan dan pengunjung dapat mendengar signal jika terjadi keadaan darurat.

3. Tidak adanya prosedur darurat

Ketidakberadaan prosedur darurat, tidak adanya pelatihan tentang prosedur darurat tersebut serta tidak adanya praktik rutin terhadap prosedur penanggulangan, dapat menjadi penyebab keterlambatan dalam evakuasi sebuah bangunan.

Penting kiranya awareness pimpinan di setiap tempat kerja untuk lebih fokus terhadap upaya-upaya penanggulangan kebakaran dengan senantiasa mendukung penerapan ”fire safety” di tempat kerja yang dipimpinnya. Pada konsep kewaspadaan bencana kebakaran di perkantoran dikenal istilah Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG), yaitu bagian dari manajemen gedung yang bertujuan mewujudkan keselamatan penghuni bangunan dari kebakaran dengan mengupayakan kesiapan instalasi proteksi kebakaran agar kinerjanya selalu baik dan siap pakai.

Peralatan sistem perlindungan/pengamanan bangunan gedung dari kebakaran antara lain: (1) Alat Pemadam Api Ringan (APAR), alat yang ringan dan dapat dengan mudah digunakan oleh satu orang dalam upaya memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran; (2) Alat Pemadam Api Berat (APAB) yang menggunakan roda; (3) Sistem alarm kebakaran, merupakan alat untuk memberitahukan kebakaran tingkat awal yang mencakup alarm kebakaran manual dan/atau alarm kebakaran otomatis; (4) Hydrant halaman, yaitu hydrant yang berada di luar bangunan gedung; (5) Sistem sprinkler otomatis, yaitu instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara permanen untuk melindungi bangunan dari bahaya kebakaran yang akan bekerja secara otomatis memancarkan air, apabila alat tersebut terkena panas pada temperature tertentu; (6) Sistem pengendali asap, yaitu system alami atau mekanis yang berfungsi untuk mengeluarkan asap dari bangunan gedung sampai batas aman pada saat terjadi kebakaran.

Tangga darurat dan pintu darurat sangat diperlukan dalam kondisi kebakaran. Terdapat beberapa ketentuan tentang tangga darurat, yaitu:

1. Setiap bangunan gedung yang bertingkat lebih dari 3 lantai, harus mempunyai tangga darurat/penyelamatan minimal 2 buah dengan jarak maksimum 45 meter (apabila dalam gedung terdapat sprinkler, maka jarak maksimal bisa 67,5 meter).

2. Tangga darurat harus dilengkapi dengan pintu tahan api dengan arah pembukaan ke tangga dan dapat menutup secara otomatis. Pintu dilengkapi dengan lampu dan tanda penunjuk KELUAR atau EXIT yang menyala saat listrik/PLN mati.

3. Tangga darurat/penyelamatan yg berada di dalam bangunan harus dipisahkan dari ruang-ruang lain dengan pintu tahan api dan bebas asap, mudah diakses.

4. Lebar tangga darurat/penyelamatan minimal 1,20 meter, tidak boleh menyempit di bagian bawah, tidak berbentuk melingkar dan dilengkapi dengan pegangan (hand rail) yang kuat. Lebar injakan anak tangga minimal 28 cm dan tinggi maksimal anak tangga 20 cm.

5. Peletakan pintu keluar (exit) pada lantai dasar langsung kearah luar halaman.

6. Pintu darurat juga diperuntukkan bagi bangunan atau gedung bertingkat. Setiap bangunan bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat minimal 2 buah. Lebar pintu darurat minimal 100 cm, membuka kearah tangga penyelamatan.

7. Jarak maksimal pintu darurat dari setiap titik posisi orang dalam satu blok bangunan gedung adalah 25 meter.

8. Pintu harus tahan api minimal selama 2 jam, dicat warna merah.

Terkait dengan evakuasi, perlu diperhatikan beberapa persyaratan sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes No. 48 Tahun 2016: (1) Rute evakuasi harus bebas dari barang barang yang dapat mengganggu kelancaran evakuasi dan mudah dicapai; (2) Koridor, terowongan, tangga harus merupakan daerah yang aman sementara dari bahaya api, asap dan gas; (3) Koridor dan jalan keluar tidak boleh licin, bebas

hambatan dan mempunyai lebar koridor minimum 1,2 meter dan untuk jalan keluar 2 meter; (4) Rute evakuasi harus diberi penerangan yang cukup dan tidak tergantung dari sumber utama; (5) Arah menuju pintu keluar (EXIT) harus dipasang petunjuk yang jelas; (6) Pintu keluar darurat (emergency exit) harus diberi tanda tulisanyang cukup lebar sekitar 70 cm.

Pada prinsipnya rute penyelamatan/evakuasi dari kebakaran harus membawa ke arah keluar dari bangunan dan menuju ke tempat yang aman atau biasa disebut dengan titik berkumpul. Jarak minimum titik berkumpul dari banguan gedung adalah 20 meter untuk melindungi pengguna dan pangunjung bangunan gedung dari keruntuhan atau bahaya lainnya. Titik berkumpul dapat berupa jalan atau ruang terbuka dan tidak menghalangi akses mobil pemadam kebakaran dan kendaraan tim medis.

Semua pekerja harus diberi instruksi dan pelatihan tentang prosedur penyelamatan diri dari kebakaran, karena prosedur ini harus menjadi unsur utama K3 dalam induction training pekerja. Dan secara rutin pekerja harus mengikuti pelatihan penyelamatan diri dari kebakaran. Hal ini akan berjalan sinergis jika manajemen tempat kerja, dalam hal ini manajemen di perkantoran juga aware terhadap pentingnya pencegahan dan penanggulangan kebakaran di perkantoran.

Sasaran edukasi tentang prosedur penyelamatan ini juga termasuk tamu/pengunjung/konsumen yang datang ke gedung kantor tersebut. Mereka wajib diberikan instruksi dan informasi yang jelas terkait sistem peringatan alarm kebakaran, rute evakuasi dan titik berkumpul saat kebakaran terjadi.

Informasi ini sebaiknya diberikan di atas kartu untuk tamu/pengunjung/konsumen dan bisa juga dipaparkan melalui pemutaran video di ruang tunggu serta pemasangan rute penyelamatan dalam bentuk poster dan lain-lain. Sekecil apapun risiko kebakaran di gedung-gedung tempat kita bekerja maupun yang kita singgahi di Kota ini, tidak ada salahnya kita harus tetap aware terhadap sekecil apapun risiko tersebut.

Semakin kita memahami prosedur penyelamatan diri dan tentunya didukung dengan fasilitas keselamatan terhadap kebakaran, maka kesempatan untuk selamat akan menjadi lebih besar.