BAB 6 OPERAN SIF ATAU TIMBANG TERIMA
M. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pasien
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Iannuzzi et al. (2015), faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien terjadi dari dua sisi. Pertama ber- dasarkan karakteristik yang berhubungan dengan pasien.
1. Faktor Usia
Usia mempunyai pengaruh terhadap kepuasan pasien. Usia secara kon- sisten mempengaruhi kepuasan pasien sebagai variabel yang menentu- kan kepuasan pasien. Berdasarkan kajian literatur yang dilakukan oleh (Enkhjargal Batbaatar, Dorjdagva, Luvsannyam, Savino, & Amenta, 2016) kepuasan pasien secara umum pasien lebih tingi diantara usia tua dari pada usia muda pada kelompok Asia dan African American.
2. Faktor Jenis Kelamin
Menurut (Enkhjargal Batbaatar et al., 2016) jenis kelamin berhubungan dengan kepuasan pasien. Dari 15 literatur yang dikaji tentang bukti jenis kelamin, 7 literatur menyebutkan wanita cenderung lebih puas terhadap layanan kesehatan dari pada laki-laki. Sebaliknya 6 literatur menyebutkan
laki-laki lebih cenderung memiliki nilai kepuasan lebih tinggi dari perem- puan terhadap pelayanan keperawatan, kenyamanan dan kebersihan.
3. Status Kesehatan
Status kesehatan yang dirasakan pasien adalah salah satu dari prediktor terkuat kepuasan pasien (Mikael Rahmqvist & Bara, 2010). Kondisi ke- sehatan pasien yang buruk menyebabkan kepuasan pasien secara keselu- ruhan lebih rendah dari pada pasien yang dengan kondisi kesehatannya yang lebih baik. Seperti pasien yang selalu mengalami nyeri dan gejala yang lebih parah melaporkan kepuasannya lebih rendah. Selanjutnya pasien yang memiliki penyakit kronis dan mengidap lebih dari satu pe- nyakit memiliki nilai kepuasan yang rendah (Enkhjargal Batbaatar et al., 2016).
5. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan berbanding terbalik dengan tingkat kepuasan pasien terhadap asuhan asuhan keperawatan. Terlebih lagi, orang yang ter- edukasi lebih rendah tingkat kepuasannya terhadap layanan kesehatan dibandingkan dengan orang yang kurang teredukasi. Fakta ini tidak kon- sisten dengan hasil beberapa penelitian yang menyatakan bahwa mereka yang kurang tereduaksi cenderung kurang puas. Suatu studi kuasi ekspe- rimental mempelajari bahwa kepuasan pasien tidak meningkat meskipun pendidikan meningkat.
Faktor kedua yang mempengaruhi kepuasan pasien berdasarkan sisi penye- dia layanan kesehatan adalah persepsi interaksi pasien dengan tim kesehat- an, kecepatan perawat dalam berespon, lingkungan rumah sakit dan kontrol nyeri. Sopan santun perawat, rasa hormat, mendengar dengan baik dan kemudahan dalam mengakses pelayanan menjadi faktor yang mempenga- ruhi nilai kepuasan pasien lainnya (Al-Abri & Al-Balushi, 2014). Komunikasi dari pemberi layanan kesehatan menjadi prediktor utama dalam kepuasan pasien (Kahn, Iannuzzi, Stassen, Bankey & Gestring, 2015).
Berdasarkan kajian sistematika yang dilakukan oleh Enkhjargal Batbaatar, Dorjdagva, Luvsannyam, Savino, & Amenta, (2016) tentang faktor-faktor penentu kepuasan pasien antara lain adalah:
TID AK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANY A UNTUK KEPENTINGAN DIN AS
1. Technical Care
Teknik perawatan mengindikasikan profesionalisme, kompetensi, ke- mampuan, pengalaman, etika secara profesi termasuk menjaga keraha- siaan. Teknis perawatan juga mengarah pada mematuhi standart dan norma diagnosa klinis dan pengobatan termasuk pengelolaan nyeri yang baik. Dukungan terhadap pengelolaan penyakit pasien seperti memberi- kan pendidikan tentang pengelolaan diit, cara memonitor penyakit, dan aktifitas atau latihan apa yang dapat dilakukan pasien harus diajarkan oleh pemberi layanan kesehatan.
2. Interpersonal Care
Interpersonal care merujuk pada seberapa banyak perawat/dokter peduli kepada pasien melalui perhatian, partisipasi, berbagi, aktif mendengar, menemani, memuji, memberi kenyamanan, memberi harapan, memaaf- kan dan menerima mereka. Interpersonal Care adalah prediktor kedua dari penilaian kepuasan pasien. Studi lain menunjukkan, interaksi saat menerima telepon juga sebagai salah satu penentu kepuasan pasien.
Prediktor lain yang mempengaruhi nilai kepuasan pasien adalah perilaku afektif perawat dan dokter seperti sikap ramah, tulus, peduli, perhatian, simpati, empati, bersikap baik, bertata krama kepada paien dan keluar- ganya, menghormati privasi pasien serta menghargai keinginan pasien juga menjadi prediktor kepuasan pasien (Akyuz & Ayyildiz, 2012).
Keadekuatan informasi tentang penjelasan penyakit, pengobatan, pemeriksaan dan kemungkinan komplikasi saat pasien pulang. Bukti lain menunjukkan bahwa melibatkan pasien dalam menentukan keputusan klinis juga meningkatkan nilai kepuasan pasien (M. Rahmqvist & Bara, 2010).
3. Physical Environment
Berdasarkan analisa Parasuraman SERVQUAL, physical environment disebut dengan istilah tangibles untuk aspek fisik. Faktor yang berhubu- ngan dengan lingkunagan diantaranya adalah atmosfir, ruangan yang nyaman, tempat tidur pasien termasuk tempat tidur penunggu pasien, kebersihan tingkat kebisingan, kenyamanan suhu ruangan, pencahayaan, pengaturan perabot, fasilitas dan tempat parkir. Kualitas makanan dan juga suhu penyajian makanan menjadi penentu nilai kepuasan pasien.
4. Akses
Akses terhadap layanan kesehatan adalah penentu multi dimensi.
Mengukur bagaimana organisasi bisa dijangkau, ketersediaan sumber layanan dan penghambat pribadi (kemampuan mendapatkan) layanan yang menyebabkan masyarakat sulit mengakses fasilitas kesehatan.
a. Accessibility: dijelaskan dengan kenyamanan atau kemudahan dalam mengakses lokasi pelayanan, waktu tunggu yang tidak lama, pendaf- taran dan discharge yang cepat dan mudah. Lebih jauh lagi termasuk kemudahan dalam membuat appointment (Bjertnaes et al., 2012; M.
Rahmqvist & Bara, 2010), waktu tunggu yang lama diruang ambu- latory tanpa pemberitahuan juga mempengaruhi tingkat kepuasan pasien. Prediktor lainnya adalah kebebasan memilih dokter yang merawat juga termasuk prediktor dimensi accessibility dalam kepua- san pasien.
b. Availibility: merujuk pada ketersediaan jumlah dari dokter, perawat, fasilitas dan peralatan.
c. Affordabiliy: dijelaskan mengenai keterjangkauan layanan, fleksibili- tas metode pembayaran dan status penjaminan.
5. Organisational Characteristic
Karakteristik organisasi dikaitkan dengan reputasi dan image dari fasilitas layanan. Jenis atau latar belakang institusi seperti Rumah Sakit pendidi- kan. Pasien yang dirawat melalui perjanjian atau masuk melalui emer- gency mempengaruhi kepuasan pasien. Penjelasan lain, apakah dok- ternya fulltimer dan partimer juga mempengaruhi nilai kepuasan pasien.
Dokter dan perawat yang menunjukkan perasaan yang bermakna dalam merawat pasien menunjukkan perbedaan nilai kepuasan pasien.
6. Continuity
Hubungan antara kepuasan pasien dengan kesinambungan pelayanan dijelaskan dengan kondisi tidak terputusnya proses pelayanan kesehatan dari fasilitas yang sama, lokasi dan pemberi layanan. Pemberi layanan seperti dokter dan pasien secara kooperatif terlibat dalam pengelolaan pasien dengan tujuan bersama untuk mencapai kualitas dan cost efective pelayanan.
TID AK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANY A UNTUK KEPENTINGAN DIN AS
7. Efficacy/Outcome of care
Hasil atau dampak dari perawatan menentukan nilai kepuasan pasien.
Seberapa membantu perawatan tersebut miningkatkan derajat kesehatan pasien menjadi penentu kepuasan pasien juga. Pasien yang merasakan ada peningkatan kesehatannya saat dirawat menunjukkan tingkat kepua- san yang bermakna dibandingkan dengan pasien yang mengalami kom- plikasi (Schoenfelder, Klewer & Kugler, 2011).
Berdasarkan konseptual model penelitian yang berjudul making tran- sition to nursing bedside shift reports yang mendorong pasien puas dalam penelitian yang dilakukan oleh Wakefield, Ragan, Brandt &
Tregnago tahun 2012 di Columbia, Amerika menyebutkan:
a. Caring/compassion dari perawat yang dirasakan pasien
Keperawatan adalah satu kesatuan bagian yang utuh dari ke- tersinambungan perwatan pasien. Caring dalam keperawatan ditun- jukkan dalam hubungan perawat dengan pasien. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan perawat untuk berdedikasi bagi orang lain, peduli, menunjukkan perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan ke- hendak keperawatan. Compassion adalah kepekaan terhadap kesu- litan dan kepedihan orang lain dapat berupa membantu seseorang untuk tetap bertahan, memberikan kesempatan untuk berbagi, dan memberi ruang bagi orang lain untuk berbagi perasaan, serta mem- berikan dukungan secara penuh (Granados GÁmez, 2009).
b. Komunikasi antar perawat dan perawat dan pasien yang dira- sakan pasien selama perawatan
Survei kepada pasien dalam penelitian (Radtke, 2013) tentang Improving Patient Satisfaction With Nursing Communication Using Bedside Shift Report yang dilakukan di Wisconsin, Amerika, setelah pasien keluar dari rumah sakit menunjukkan bahwa komuni- kasi antar perawat dan antar perawat kepada pasien selama mereka pasien dirawat mempengaruhi kepuasan pasien. Standarisasi pelapo- ran di samping tempat tidur adalah satu langkah menuju perbaikan ko- munikasi antara perawat, pasien, dan keluarganya. Komunikasi ditun- jukkan juga dengan hubungan antar perawat dan pasien. Komunikasi
aktif dalam perawat melalui adanya pertukaran informasi, mendengar aktif dan melibatkan pasien.
c. Ketanggapan perawat yang dirasakan pasien
Ketanggapan perawat ditunjukkan dengan kesediaan untuk mem- bantu pasien, berespon dan memberikan pelayanan yang cepat yang meliputi kecepatan perawat dalam menangani keluhan pasien serta kesigapan perawat dalam melayani pasien.
d. Kualitas perawat yang dirasakan pasien
Kualitas perawat keperawatan adalah pengetahuan yang dimiliki dalam melakukan praktik keperawatan yang memberi arti dari kuali- tas asuhan keperawatan yang diberikan. Kualitas mendorong dan memfasilitasi perubahan praktik, mendorong perbaikan dalam kuali- tas asuhan keperawatan. Menurut pendapat dari sisi perawat dalam praktik keperawatan, kualitas perawat adalah kemampuan perawat memberikan pelayanan sesuai kebutuhan pasien. Apabila pelayanan yang diberikan memenuhi kebutuhan pasien, maka pasien akan puas.
Kebutuhan tersebut dipenuhi melalui kepedulian, empati, interaksi, rasa hormat dimana tanggung jawabnya sebagai perawat, keinginan- nya dan advokasnyai merupakan hal yang esensial dan mendasar.
dasar. Kualitas keperawatan juga sebagai pengalaman yang hidup dalam interaksi perawat pasien yang secara konsisten dapat dirasakan oleh pasien dan perawat (Burhans & Alligood, 2010).
e. Kualitas teknik pelayanan yang dirasakan pasien
Kerangka analitik untuk menilai kualitas kerja pelayanan yang diajukan oleh Institute of Medicine (IOM) mencakup enam tujuan berikut:
1) Aman: pasien terhindar dari bahaya selama perawatan.
2) Efektif: Memberikan layanan berdasarkan pengetahuan ilmiah kepada semua orang yang dapat menguntungkan semua pihak (menghindari penggunaan yang tidak tepat dan penyalahgunaan).
3) Berpusat pada pasien: Memberikan perawatan yang menghormati dan menghargai keinginan pasien. Responsif terhadap preferensi, kebutuhan, dan nilai pasien secara individual dan memastikan bah- wa nilai pasien memandu semua keputusan klinis.
TID AK UNTUK DI PUBLIKASIKAN, HANY A UNTUK KEPENTINGAN DIN AS
4) Tepat waktu: Mengurangi waktu tunggu, penundaan tindakan yang merugikan pasien yang menerima dan yang memberikan pelayanan.
5) Efisien: Menghindari pemborosan, termasuk pemborosan pera- latan, persediaan, waktu dan energi.
6) Equitable/Pemerataan: Memberikan perawatan yang tidak mem- beda-bedakan kualitasnya karena sifat personal seperti jenis kela- min, etnisitas, lokasi geografis, dan status sosial ekonomi. Kegiatan ini dapat dilakukan dalam bentuk misalnya, ketika pasien diberi penjelasan singkat tentang penjelasan tentang perawatannya.