• Tidak ada hasil yang ditemukan

FARMASI KLINIK DAN FARMAKOTERAPI

Dalam dokumen Untitled - Universitas Udayana (Halaman 100-144)

Empirical Bayes Meta-Analisis Penggunaan Hydroxyethyl Starch (HES) Sebagai Plasma Subtitutes Di Intensive Care Unit (ICU)

1,2 Catur Dian Setiawan, 1Kuntoro, 1Arief Wibowo, 2Junaidi Khotib

1Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia

2Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia Jl. Dharmawangsa Dalam Surabaya 60286 Indonesia

E-mail : catur_ffua@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian bidang kefarmasian mengenai keamanan dan efektifitas obat berkembang sangat pesat. Salah satunya adalah penelitian mengenai keamanan penggunaan Hydroxyethyl Starch (HES) sebagai plasma substitutes di Intensive Care Unit (ICU). Untuk menggabungkan hasil penelitian yang menghasilkan estimasi effect size yang lebih besar, dibutuhkan Metode Empirical Bayesian meta-analisis. Ada 9 artikel penelitian yang dikumpulkan dari Ebscohost, Proquest, Pubmed dan Springer yang digunakan dalam meta-analisis ini. Dari meta-analisis yang dilakukan, didapatkan bahwa penggunaan HES berpengaruh secara signifikan terhadap resiko terjadinya renal replacement therapy (p<0.05) dengan OR 1.256 (±0,146) dan resiko gagal ginjal akut (p<0.05) dengan OR 1.311 (±0.208).

Kata kunci: Hydroxyethyl Starch (HES), Meta-analisis, Empirical Bayes, Intensive Care

Unit (ICU)

Kode Abstrak: PFK-1

Analisis Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Wahyu Slamet Bitung

Gideon A. R. Tiwow,1* Olvie S. Datu,1 Frangky Sangande,1 Riventy M. Walean.1

1Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Kristen Indonesia Tomohon, Tomohon 95362, INDONESIA

*Email korespondensi: gideontiwow@yahoo.co.id

ABSTRAK

Latar Belakang: Diabetes Melitus adalah sekelompok gangguan metabolic ditandai oleh hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolism karbohidrat, lemak dan protein sehingga terjadi kelainan sekresi insulin, sensitifitas kerja insulin dan atau keduanya dan mengakibatkan komplikasi kronis termasuk makrovaskular, mikrovaskular dan neuropati. Penatalaksanaan Diabetes Melitus tipe 2 dengan terapi obat yang memerlukan jangka waktu yang lama, serta komplikasi-komplikasi penyakit yang terjadi berupa komplikasi akut dan kronis dapat menyebabkan terapi obat yang digunakan semakin banyak, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan juga dapat menyebabkan Drug Related Problems (DRPs) yang berakibat pada kegagalan terapi.

Tujuan: Penelitian ini berTujuan untuk mengetahui Drug Related Problems (DRPs) pada pasien Diabetes Melitus tipe 2 di Instalasi rawat inap Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Wahyu Slamet Bitung.

Metode: Penelitian ini bersifat non eksperimental dengan rancangan analisis deskriptif secara retrospektif pada data rekam medis pasien Diabetes Melitus tipe 2, Diabetes Melitus tipe 2 dengan komplikasi hipertensi, hiperlipidemik, dan CKD (Chronic Kidney Disease / Penyakit ginjal kronik) yang menjalani rawat inap periode Juli 2013 - Juni 2014 sebanyak 17 sampel.

Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa DRPs yang terjadi adalah kejadian terkait obat tidak tepat 19 kasus (38,78%), interaksi obat 18 kasus (36,73%), indikasi tanpa obat 8 kasus (16,33%), obat tanpa indikasi 2 kasus (4,08%), kelebihan dosis obat 2 kasus (4,08%), dan kekurangan dosis obat 0 kasus (0%).

Kesimpulan: Berdasarkan data DRPs yang diperoleh, perlu dilakukan pengkajian kembali untuk masing-masing pemberian obat dengan mempertimbangkan kondisi pasien.

Kata kunci: diabetes melitus, drug related problems, komplikasi, hipertensi, hiperlipidemik, chronic kidney disease.

Kode Abstrak: PFK-2

Evaluasi Kejadian Efek Samping Obat Antibiotika Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit “X” Jakarta, Indonesia

Jerry.1*

1Farmasi Klinis Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta 12310, INDONESIA

*Email korespondensi: jerry.indonesia@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Penggunaan antibiotika saat ini sangat luas, hampir semua pasien yang dirawat di rumah sakit selalu mendapatkan antibiotika. Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia, hasil studi di Indonesia menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien diresepkan antibiotika (Perception communities in physicians, 2011). Salah satu hal yang harus diwaspadai dari penggunaan antibiotika adalah kejadian efek samping pada pasien yang dapat meningkatkan lama rawat, dan biaya yang harus dikeluarkan pasien.

Tujuan: Penelitian ini berTujuan untuk mengevaluasi kejadian efek samping penggunaan antibiotika serta korelasinya terhadap jenis kelamin, umur, dan antibiotika yang digunakan.

Metode: Penelitian ini dilakukan secara prospektif dengan teknik purposive sampling di ruang rawat rumah sakit “X” Jakarta dari bulan Januari sampai Maret 2016, dan hasilnya dianalisa dengan uji spearman.

Hasil Penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 34 pasien mengalami kejadian efek samping obat, terdiri dari laki-laki 14 pasien (41.18 %) dan perempuan 20 pasien (58.82

%). Pasien yang mengalami efek samping obat paling banyak pada usia 21 - 40 tahun sebanyak 12 pasien (35,29%). Antibiotika yang paling banyak menyebabkan efek samping adalah Levofloxacin (26,47%) dan Ciprofloxacin (23,53%). Bentuk manifestasi efek samping obat yang paling banyak ditemukan adalah kulit kemerahan/ gatal/ bengkak (70,59%).

Kesudahan efek samping obat sembuh (88,24%), dan sembuh dengan gejala sisa (11,76%).

Dari hasil uji spearman, tidak ada korelasi yang signifikan antara kejadian efek samping obat dengan jenis kelamin (sig. 0.848), usia (sig. 0.614), dan golongan antibiotika (sig. 0.054).

Kesimpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotika dapat menyebabkan kejadian efek samping obat, yang tidak tergantung dari jenis kelamin, umur, ataupun jenis obat yang diberikan, sehingga Apoteker harus lebih peduli terhadap penggunaan antibiotika golongan quinolon.

Kata kunci: antibiotika, efek samping, obat, quinolon.

Tingkat Rasionalitas dan Kelengkapan Peresepan Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Islam Unisma Malang

Yudi Purnomo,1* Wara Rejeki,2

1Bagian Farmakologi dan Farmasi Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas Islam Malang, Malang 65144, INDONESIA

2 Instalasi Farmasi, Rumah Sakit Islam Unisma, Malang 65144 INDONESIA

*Email korespondensi: y_purnomo92@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Peresepan obat yang tidak rasional merupakan masalah yang cukup serius dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Peresepan yang tidak rasional menimbulkan dampak negatif terhadap mutu pengobatan dan pelayanan, biaya pelayanan pengobatan, peningkatan efek samping obat dan psikososial.

Tujuan: Penelitian ini berTujuan untuk menilai tingkat rasionalitas dan kelengkapan peresepan pasien rawat jalan di Rumah sakit Islam Unisma Malang.

Metode: Desain penelitian bersifat retrospektif menggunakan data resep selama 2 bulan dengan kriteria yang telah ditetapkan dan penilaian derajat rasionalitas resep meliputi kesesuaian obat, kesesuaian bentuk sediaan obat dengan rute pemberian, dosis, frekuensi dan durasi pemberian, waktu pemberian, duplikasi obat dan polifarmasi.

Hasil penelitian: Hasil analisa dari sampling 942 lembar resep pasien rawat jalan selama 2 bulan terdapat kesesuaian obat 99,78 %, kesesuaian bentuk sediaan obat dengan rute pemberian 99,78 %, kesesuaian dan kelengkapan dosis 86,7 %, kesesuaian frekuensi dan durasi pemberian obat 76,7 %, kesesuaian dan kelengkapan waktu pemberian obat 47,8 %, duplikasi obat 0,88 % dan polifarmasi 1,5 %.

Kesimpulan: Tingkat rasionalitas peresepan pasien rawat jalan di Rumah Sakit Islam Unisma pada umumnya sudah baik tetapi untuk kesesuaian dan kelengkapan waktu pemberian obat serta kesesuaian frekuensi dan durasi pemberian obat perlu ditingkatan.

Kata kunci: kelengkapan, peresepan, rasionalitas, pasien rawat jalan.

Kode Abstrak: PFK-4

Hubungan Usia dan Penyakit Penyerta terhadap Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Kotagede 1 Yogyakarta

Imaniar Noor Faridah1*, Venty Dewintasari1

1 Fakultas Farmasi, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

*Email korespondensi : imaniar_apt@yahoo.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang memerlukan terapi yang rutin dalam jangka panjang sehingga akan berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien.

Beberapa faktor dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien diantaranya adalah faktor usia dan adanya penyakit penyerta.

Tujuan : Untuk mengetahui hubungan antara usia dan penyakit penyerta terhadap kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di Puskesmas Kotagede 1 Yogyakarta.

Metode : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional deskriptif dan menggunakan pendekatan cross sectional di Puskesmas Kotagede 1 Kota Yogyakarta pada periode Februari-Maret 2016. Adapun kriteria inklusi penelitian ini yaitu pasien dengan usia lebih dari 18 tahun, terdiagnosa diabetes mellitus dan menjalani rawat jalan di Puskesmas Kotagede 1, bersedia mengikuti penelitian, tidak buta huruf dan tidak tuli. Alat pengukuran kualitas hidup menggunakan kuisioner Diabetes Quality Of Life Clinical Trial Questionnaire (DQLCTQ). Terdapat 52 pasien di Puskesmas Kotagede 1 yang memenuhi kriteria inklusi.

Hasil Penelitian : Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 52 pasien, tidak ada hubungan yang bermakna antara usia (< 60 tahun dan > 60 tahun) dengan kualitas hidup yang terlihat dari nilai signifikansi 0.096 (p>0.05). Hal yang sama juga terlihat pada analisis hubungan antara adanya penyakit penyerta dengan kualitas hidup, dimana tidak ada hubungan yang bermakna antara penyakit penyerta dengan kualitas hidup dengan nilai signifikansi 0.167 (p>0.05).

Kesimpulan : Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara usia dan penyakit penyerta dengan kualitas hidup pada pasien diabetes mellitus di Puskesmas Kotagede 1 Yogyakarta.

Kata kunci : Diabetes Mellitus, Kepatuhan, DQLCTQ

Potensi Interaksi Obat-Obat di Poliklinik Kesehatan Jantung di Suatu Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat II: Suatu Studi Pendahuluan

Zulfan Zazuli,1* Ira Herawati,2 Maida Safitri.2

1 Kelompok Keilmuan Farmakologi-Farmasi Klinik, Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung 40132, INDONESIA

2 Program Studi Farmasi, Politeknik Kesehatan TNI AU, Bandung 40142, INDONESIA

*Email korespondensi: zulfan@fa.itb.ac.id

ABSTRAK

Latar Belakang: Multifarmasi yang diterima oleh pasien rawat jalan di poliklinik kesehatan jantung meningkatkan potensi terjadinya interaksi obat-obat. Pemahaman akan potensi interaksi antarobat dapat membantu untuk menjamin efektivitas terapi pasien sekaligus mengantisipasi kemungkinan efek tidak diinginkan yang dapat muncul akibat interaksi tersebut.

Tujuan: Penelitian pendahuluan ini berTujuan untuk mengidentifikasi interaksi obat-obat yang berpotensi terjadi dan mengelompokkan interaksi tersebut berdasarkan signifikansi interaksi dan kategori penanganannya secara umum.

Metode: Penelitian observasional retrospektif dengan desain potong lintang dilakukan terhadap resep pasien rawat jalan dari poliklinik jantung yang masuk ke Instalasi Farmasi suatu rumah sakit rujukan di Kota Cimahi pada rentang bulan Oktober hingga Desember 2014. Interaksi yang terjadi pada setiap resep diidentifikasi dan dikelompokkan berdasarkan signifikansi interaksi dan penanganannya secara umum dengan menggunakan perangkat lunak daring Lexicomp Interaction Analysis®.

Hasil penelitian: Dari 241 resep yang masuk, teridentifikasi sebanyak 413 interaksi obat-obat.

Interaksi dengan signifikansi major terjadi sebanyak 93 interaksi (22,52%) sedangkan kategori moderate dan minor masing-masing 312 (75,54%) dan 8 interaksi (1,94%). Interaksi yang harus dihindari terjadi sebanyak 1 kasus (0,24%) sedangkan yang perlu dipetimbangkan penggantian obat sebanyak 52 interaksi (12,59%). Mayoritas interaksi perlu dimonitor (n=320, 77,48%) sedangkan sisanya tidak perlu perhatian khusus (n=40, 9,68%). Jumlah interaksi yang berpotensi terjadi adalah 1 hingga 2 interaksi obat-obat per lembar resep.

Kesimpulan: Adanya potensi interaksi pada pasien poliklinik kesehatan jantung mengindikasikan perlunya deteksi dini potensi interaksi obt-obat oleh apoteker. Apoteker perlu mengidentifikasi dan mencari solusi atas masalah terapi yang mungkin terjadi, baik melalui komunikasi dengan dokter maupun dengan pasien melalui program edukasi seperti konseling obat.

Kata kunci: interaksi obat-obat, poliklinik jantung, rawat jalan, apoteker

Kode Abstrak: PFK-6

Implementasi Kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) sesuai PERMENKES RI Nomor 58 Tahun 2014 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta Amadeus Sanda Layuk, S.Farm, Apt., Puspita Fadma Sari, M.Farmklin, Apt., Dra. Eliza

Magdalena, Apt.

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pusat Pertamina. Jakarta 12120 e-mail: farmasi@rspp.co.id

ABSTRAK

Pendahuluan: Salah satu kegiatan Pelayanan Kefarmasian yang dilakukan Apoteker di Rumah Sakit sesuai PERMENKES RI Nomor 58 Tahun 2014 adalah Pelayanan Informasi Obat (PIO).

Tujuan: Penelitian ini berTujuan untuk mengetahui implementasi kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) sesuai PERMENKES RI Nomor 58 Tahun 2014 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta.

Metode: PIO Aktif adalah Apoteker memberikan dan menyebarkan informasi melalui berbagai kegiatan. PIO Pasif adalah Apoteker menerima pertanyaan mengenai perbekalan farmasi dengan berpedoman pada Standar Prosedur Operasional yang berlaku.

Hasil Penelitian: Kegiatan PIO Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta dibagi menjadi dua jenis yaitu PIO Aktif dan Pasif. PIO Aktif dengan melaksanakan Diklat Internal Farmasi, menerbitkan Leaflet dan Brosur, mengajar Mata Kuliah Farmakologi D3 Keperawatan.

Jumlah PIO Pasif pada tahun 2015 adalah 1087 pertanyaan. Persentase terbesar PIO Pasif berdasarkan Kategori adalah Dosis dan Aturan Pakai sebesar 30%. Persentase terbesar PIO Pasif berdasarkan Subjek berasal dari Tenaga Teknis Kefarmasian yaitu sebesar 63%.

Kesimpulan: Kegiatan PIO sesuai PERMENKES RI Nomor 58 Tahun 2014 di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta dibagi menjadi dua jenis yaitu PIO Aktif dan Pasif. Untuk meningkatkan efektifitas PIO dari Apoteker kepada Dokter, Perawat, Tenaga Teknis Kefarmasian, serta Pasien, masing-masing Apoteker diberikan target PIO yang harus dipenuhi setiap bulan.

Kata kunci: Pelayanan Informasi Obat, Apoteker, Farmasi Rumah Sakit, PIO Aktif, PIO Pasif

Intervensi Apoteker dalam Peayanan Pasien Tuberkulosis di puskesmas Fivy Kurniawati1 *,Djoko Wahyono1, Woro Harjaningsih1, Fita Rahmawati1, Nanang Munif Yasin1

1Departemen Farmakologi dan Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara Yogyakarta, 55281 Indonesia

*Email korespondensi: fivy_kurniawati@yahoo.com

ABSTRAK

Tingginya prevalensi TB di Indonesia memerlukan keterlibatan apoteker dalam pelayanan pasien tuberkulosis (TB). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak intervensi Apoteker terhadap outcome pasien TB.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimental study dengan jenis one group pretest-posttest design. Instrumen yang digunakan adalah lembar monitoring dan buku panduan monitoring. Subyek penelitian yang digunakan meliputi apoteker dan pasien TB yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data analisis dengan uji t berpasangan dana analisis deskriptif.

Dari total 69 pasien, 38 (55,1%) pasien adalah laki-laki, 28 (40,6 %) berumur > 50 tahun, 45 (65,2%) bependidikan sekolah menengah, dan 51 (74,0%). Terkait faktor risiko TB, sebanyak 11 (15,9%) memiliki riwayat keluarga yang menderita TB, 15 (21,7 %) pasien adalah perokok, dan 8 (11,6%) pasien dengan penyakit penyerta diabetes mellitus. Hasil intervensi apoteker menunjukkan bahwa sebanyak 49 (71,0%) pasien bertambah berat badannya, 69 (100%) pasien dengan konversi BTA negatif, 49 (71,0%) pasien memiliki keluhan terkait dengan ADR obat antituberkulosis (OAT). ADR yang paling sering muncul adalah intoleransi gastrointestinal pada 36 (52,1%) pasien. Terdapat 5 (7,2%) kasus yang berpotensi terjadi interaksi obat dengan OAT yaitu glibenklamid (2), glimepirid (2) dan antasida (1).

Adanya intervensi apoteker outcome pasien TB berupa kepatuhan, outcome klinik, kejadian ADR, dan potensi terjadinya interaksi obat menjadi terdokumentasi.

Kata kunci : Tuberkulosis, pelatihan, intervensi, apoteker, puskesmas

Kode Abstrak: PFK-8

Analisis Hubungan Kelengkapan Administratif Resep Dan Polifarmasi Dengan Potensi Medication Error Di Rsud Ende Tahun 2014

Fatmawati Blegur1*, Lely A.V. Kapitan, Samuel D.I. Makoil, Matildis Trisnapari Labok 1. Jurusan Farmasi Poltekkes Kemenkes Kupang

*Alamat Responden : fatwati68@yahoo.com

Pendahuluan :Telah dilakukan penelitian dengan judul Analisis Hubungan Kelengkapan Administratif Resep dan Polifarmasi dengan Potensi Medication Error di RSUD Ende Tahun 2014 bahwa Medication Error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat, tindakan, dan perawatan selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Medication error dapat terjadi dimana saja dalam rantai pelayanan obat kepada pasien mulai dari peresepan, pembacaan resep, peracikan, penyerahan dan monitoring pasien.Kelengkapan resep merupakan aspek yang sangat penting dalam peresepan karena dapat membantu mengurangi terjadinya medication error. Faktor lain yang berpotensi cukup tinggi untuk terjadinya medication error dan sering dijumpai adalah penggunaan lima macam obat atau lebih. Pemberian obat secara polifarmasi sering menimbulkan interaksi obat, baik yang bersifat meningkatkan maupun yang meniadakan efek obat.

Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kelengkapan administratif resep dan polifarmasi dengan potensi medication error.

Metode : Metode penelitian ini adalah survey analitik dengan melakukan observasi langsung pada lembar resep BPJS pasien penyakit gastritis periode Januari sampai Juni 2014.

Hasil : Hasil penelitian resep BPJS yang dilayani di RSUD Ende 100% belum memenuhi kelengkapan administratif resep dengan urutan dari yang paling banyak adalah tidak menantumkan alamat dokter 100%, SIP 100%, Alamat Pasien 100%, Berat badan pasien 100%, umur 87.70 % dan dosis obat 24 %. Angka kejadian polifarmasi sebesar 32.60%.

Kesimpulan : Terdapat korelasi sempurna antara kelengkapan administratif resep dengan potensi medication error dan korelasi sedang antara polifarmasi dengan potensi medication error.

Kata kunci : Administratif Resep, Polifarmasi, Medication Error

Evaluasi Penggunaan Multivitamin pada Penanganan ISPA : Studi Kasus di Klinik Bumi Medika Ganesa ITB

Rita Purnamasari,1 Kusnandar Anggadiredja, Dr.,2 Inshe Melori, S.Si., Apt. 3*

1,2 Program Studi Farmasi Klinik dan Komunitas, Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Jawa Barat 40134, INDONESIA

3 Bidang Operasional dan Administrasi, UPT Layanan Kesehatan, Institut Teknologi Bandung, Bandung, Jawa Barat 40134, INDONESIA

*Email korespondensi: inshemelori@staff.itb.ac.id

ABSTRAK

Latar Belakang: Multivitamin di kalangan masyarakat semakin banyak digunakan secara bebas dan tingkat peresepan oleh dokter juga semakin banyak dijumpai untuk penanganan berbagai kasus penyakit, termasuk pada penanganan penyakit ISPA.

Tujuan: Penelitian ini berTujuan untuk menentukan pola peresepan multivitamin, pola penggunaan obat dan multivitamin oleh pasien, menentukan efektivitas penggunaan multivitamin dalam penanganan ISPA ditinjau dari penurunan tingkat keparahan dan durasi penyakit, menentukan hubungan modifikasi gaya hidup terhadap penurunan tingkat keparahan, serta menentukan pilihan terapi yang memberikan biaya paling rendah antara pasien dengan dan tanpa pemberian multivitamin.

Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan rancangan deskriptif evaluatif yang dilakukan secara retrospektif dan konkuren di Klinik Bumi Medika Ganesa ITB. Pada studi pendahuluan, multivitamin digunakan pada penanganan penyakit ISPA dengan presentase sebesar 64% dengan 6 merk multivitamin dan durasi penggunaan rata-rata selama 10 hari. Penelitian secara konkuren dilakukan dengan mewawancarai 77 pasien yang tidak mendapatkan multivitamin dan 56 pasien yang mendapatkan multivitamin.

Hasil penelitian: Dari pasien yang tidak mendapatkan multivitamin, 51 pasien (66%) diantaranya patuh menggunakan obat dan tidak menggunakan multivitamin di luar resep dokter. Dari wawancara terhadap pasien yang mendapatkan multivitamin, didapatkan hanya 39 pasien (69,6%) yang menggunakan semua obat dengan patuh dan benar. Penggunaan multivitamin pada kelompok pembanding dan uji menunjukkan penurunan tingkat keparahan dan durasi penyakit yang tidak signifikan (p>0,489). Belum dapat ditemukan hubungan yang signifikan antara modifikasi gaya hidup pasien dengan tingkat keparahan penyakit. Analisis biaya menggunakan CMA menunjukkan peningkatan biaya pasien yang menggunakan multivitamin namun peningkatan ini tidak berbeda signifikan.

Kesimpulan: Pemberian multivitamin dalam terapi ISPA tidak lebih dipilih daripada terapi tanpa multivitamin, hal ini karena manfaat yang didapat relatif sama sementara biaya yang dikeluarkan pasien jauh lebih tinggi walaupun belum menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Kata kunci: Bumi Medika Ganesa, ISPA, Multivitamin

Kode Abstrak: PFK-10

Evaluasi Pemberian Obat Antibiotika Pada Pasien Anak Diare Spesifik Di Instalasi Rawat Inap Rs Pku Muhammadiyah Yogyakarta

Andriana Sari 1*, Evi Rahmawati 1

1 Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, INDONESIA

*Email korespondensi: andriesari@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang: Diare termasuk dalam 3 besar penyakit yang menyebabkan rawat inap dalam kurun waktu 5 tahun terakhir (2011-2015) di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan total jumlah 2663 kasus. Secara umum penanganan diare untuk mencegah dehidrasi, mengobati penyakit diare spesifik, menanggulangi gangguan gizi dan penyakit penyerta.

Pengobatan yang tidak rasional dapat menyebabkan pengobatan tidak maksimal, efek samping, kesehatan pasien tidak membaik bahkan menyebabkan kematian.

Tujuan: Penelitian ini berTujuan untuk mengetahui kesesuaian pemberian obat antibiotika pada diare spesifik pada pasien anak di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berdasarkan penatalaksanaan menurut standar WHO 2005.

Metode: Penelitian dilakukan secara non eksperimental, data diperoleh secara retrospektif berdasarkan rekam medis pasien anak rawat inap dengan diagnosa diare spesifik di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2011-2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

Data dianalisis secara deskritif, berdasarkan tepat indikasi, tepat obat, tepat pasien dan tepat dosis.

Hasil penelitian: Hasil penelitian diperoleh 38 pasien yang menerima terapi sesuai standar WHO 2005 adalah tepat indikasi 100%, tepat obat 84.21% tepat pasien 84.21% dan tepat dosis 64.94%. Obat yang tidak tepat pada pasien yang didiagnosis diare spesifik dengan hasil laboratorium amoeba positif namun tidak mendapatkan antibiotika yang sesuai. Dari sejumlah 84.21% pasien yang tepat obat diketahui telah tepat pasien. Tepat dosis diperoleh 64.94% berdasarkan atas analisa rerata ketepatan dari dosis 1x pemberian antibiotika (56,91%), frekuensi pemberian antibiotika (72,41%) dan lama pemberian antibiotika (65.52%).

Kesimpulan: Hasil penelitian disimpulkan bahwa pengobatan antibiotika pada diare spesifik dengan 4 kriteria berdasarkan standar WHO 2005 adalah tepat indikasi 100%, tepat obat 84.21% tepat pasien 84.21% dan tepat dosis 64.94%.

Kata kunci: Evaluasi Pemilihan obat dan dosis, Diare Spesifik, Antibiotika

Studi Perbandingan Efektivitas Antiemetik Granisetron Dan Deksametason Dengan Ondansetron Dan Deksametason Pada Fase Akut Pasien Kemoterapi

Ria Fitrah Arfiani1, Dwi Hari Susilo2 , Budi Suprapti1

1Departemen Farmasi Klinis, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga

2Divisi Bedah Kepala Leher, Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga/ RSUD Dr. Soetomo

ABSTRAK

Kondisi mual muntah dapat terjadi pada pasien yang mendapatkan kemoterapi yang disebut sebagai mual muntah akibat pemberian kemoterapi. Pemberian kombinasi deksametason dan ondansetron atau granisetron merupakan manajemen terapi mual muntah fase akut pada sitostatika dengan resiko mual muntah tinggi. Pada studi literatur, granisetron memiliki farmakokinetik dan farmakodinamik yang lebih baik dibandingkan dengan ondansetron, sehingga dimungkinkan memiliki efek menekan mual muntah yang lebih tinggi daripada ondansetron. Penelitian ini berTujuan membandingkan efektivitas antiemetik granisetron dan deksametason dengan ondansetron dengan deksametason pada fase akut pasien kemoterapi. Penelitian dilakukan pada pasien yang mendapatkan kombinasi cisplatin- paclitaxel dan cisplatin-fluorouracil, double- blind dengan sampel pasien onkologi bedah kepala leher baru. Pengukuran kondisi mual muntah pada fase akut kemoterapi dilakukan dengan menggunakan Metode Index of Nausea, Vomiting, and Retching (INVR). Pengamatan mual muntah dilakukan pada pasien selama 12 jam pertama setelah pemberian cisplatin dan dilakukan wawancara pada jam ke 12. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan efektivitas penenkanan mual muntah pada pemberian granisetron dan deksametason dibandingkan pemberian ondansetron dan deksametason pada fase akut pasien kemoterapi (p= 0,076).

Kata kunci: Granisetron, Ondansetron, Deksamethason, Fase akut, Cisplatin, Paclitaxel, Fluorouracil

Kode Abstrak: PFK-12

Dalam dokumen Untitled - Universitas Udayana (Halaman 100-144)

Dokumen terkait