• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Era Globalisasi

BAB III PENYEBAB TIMBULNYA

J. Fenomena Era Globalisasi

bangsa merupakan formula yang baik guna mengendalikan benang kusut kondisi politik dalam negeri pascatransformasi Ekonomi bangsa Indonesia saat ini dan di masa mendatang.

1. Efek Globalisasi bagi Identitas Nasional

Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu negara dengan negara lain menjadi semakin tinggi. Dengan demikian, kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional semakin sering terjadi.

Kejahatan-kejahatan tersebut, antara lain terkait dengan masalah narkotika, money laundering, keimigrasian, human trafficking, penebangan hutan secara ilegal, pencurian laut, pengakuan hak cipta, dan terorisme. Masalah-masalah tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa yang selama ini dijunjung tinggi.

Efek lainnya adalah globalisasi dapat memberikan efek negatif bagi budaya-budaya leluhur di Indonesia. Dengan adanya globalisasi waktu, jarak, wilayah bukan lagi menjadi halangan, khususnya pada dunia hiburan. Pada dunia hiburan, efek globalisasi sangat jelas dapat dirasakan, sebagai contoh: lunturnya musik-musik tradisional, lunturnya budaya Indonesia dalam film-film lokal, minimnya pentas seni lokal jika dibandingkan dengan pentas seni kontemporer moderen. Hal tersebut mencerminkan bahwa, globalisasi dapat dengan mudah mengubah nilai-nilai budaya yang sudah ada sebelumnya.

Pada masyarakat, hal ini tentu sangat membahayakan.

Hal tersebut didasarkan pada mulai mutimbulnya sifat individualistis di masyarakat, minimnya tenggang rasa dan semangat gotong royong. Yang sudah jelas banyak negara lain mengenal budaya masyarakat Indonesia sangat ramah tamah sebelumnya. Belum lagi aksi teror, yang baru-baru ini marak terjadi. Ada sebagian kelompok masyarakat bangsa ini yang menganut pandangan ekstim dan radikal, yang menolak landasan bangsa ini yaitu Pancasila sebagai pedoman hidupnya, yang tentu sangat berbahaya bagi integritas bangsa

ini kedepan. Hal-hal ini tentunya dapat mengubah identitas bangsa ini, yang sebelumnya populer dengan bangsa yang menjunjung tinggi nilai multikultur yang Bhenika Tunggal Ika yang memiliki kesatuan sangat erat serta masyarakatnya yang sangat berjiwa ketimuran.

2. Dampak Globalisasi terhadap Kaum Muda

Arus globalisasi begitu cepat merasuk ke dalam masyarakat terutama di kalangan muda. Pengaruh globalisasi terhadap anak muda juga begitu kuat. Pengaruh globalisasi tersebut telah membuat banyak anak muda kita kehilangan kepribadian diri sebagai bangsa Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan gejala- gejala yang muncul dalam kehidupan sehari- hari anak muda sekarang. Dari cara berpakaian banyak remaja- remaja kita yang berdandan seperti selebritis yang cenderung ke budaya Barat. Mereka menggunakan pakaian yang minim bahan yang memperlihatkan bagian tubuh yang seharusnya tidak kelihatan. Pada hal cara berpakaian tersebut jelas- jelas tidak sesuai dengan kebudayaan kita.

Tak ketinggalan gaya rambut mereka dicat beraneka warna.

Pendek kata orang lebih suka jika menjadi orang lain dengan cara menutupi identitasnya. Tidak banyak remaja yang mau melestarikan budaya bangsa dengan mengenakan pakaian yang sopan sesuai dengan kepribadian bangsa. Teknologi internet merupakan teknologi yang memberikan informasi tanpa batas dan dapat diakses oleh siapa saja. Apa lagi bagi anak muda internet sudah menjadi santapan mereka sehari- hari. Jika digunakan secara semestinya tentu kita memperoleh manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Dan sekarang ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan tidak semestinya.

Misal untuk membuka situs-situs porno. Bukan hanya internet saja, ada lagi pegangan wajib mereka yaitu handphone. Rasa sosial terhadap masyarakat menjadi tidak ada karena mereka lebih memilih sibuk dengan menggunakan handphone. Dilihat dari sikap, banyak anak muda yang tingkah lakunya tidak kenal sopan santun dan cenderung cuek tidak ada rasa peduli terhadap lingkungan. Karena globalisasi menganut kebebasan dan keterbukaan sehingga mereka bertindak sesuka hati mereka. Contoh riilnya adanya geng motor anak muda yang melakukan tindakan kekerasan yang menganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat.

Jika pengaruh-pengaruh di atas dibiarkan, mau apa jadinya genersi muda tersebut? Moral generasi bangsa menjadi rusak, timbul tindakan anarkis antara golongan muda.

Hubungannya dengan nilai nasionalisme akan berkurang karena tidak ada rasa cinta terhadap budaya bangsa sendiri dan rasa peduli terhadap masyarakat. Dalam era globalisasi yang merupakan produk kemajuan sain dan teknologi, maka peningkatan kualitas SDM untuk memacu kemajuan sains dan teknologi harus mendapatkan prioritas.139

Padahal generasi muda adalah penerus masa depan bangsa. Apa akibatnya jika penerus bangsa tidak memiliki rasa nasionalisme? Berdasarkan analisa dan uraian di atas pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme. Antisipasi Pengaruh Negatif Globalisasi Terhadap Nilai Nasionalisme

139Qodri Azizy, Melawan Globalisasi..,120.

Langkah-langkah untuk mengantisipasi dampak negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme antara lain yaitu:

a. Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk dalam negeri.

b. Menanamkan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.

c. Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik-baiknya.

d. Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-benarnya dan seadil-adilnya.

e. Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya bangsa.

Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa.

Sehingga kita tidak akan kehilangan kepribadian bangsa.140 3. Gaya Hidup Hedonisme di Kalangan Selebritis

Indonesia

Gaya hidup kaum selebritis mengarah pada berjuta kemungkinan. Dalam dunia kaum selebriti Indonesia yang hidup glamourisme ibu kota, paling tidak ada dua tipologi.

Pertama, artis-selebritis yang hidup dalam jemaat dugem.

Selebritis merayakan seks bebas (sex for fun), kawin-cerai, cekcok rumah tangga, pecandu narkoba, pesta gaya hidup dan perayaan eksistensi diri semata. Di antara artis yang hidup dengan tipologi ini adalah Luna Maya, Ayu Azhari, Zarah Azhari, Shopia Latjuba, dan lainnya.

140http://chayu-21.blogspot.com/2012/06/lunturnya-ideologi-pancasila- dalam-era.html, diakses pada 14 Juli 2015

Kedua, artis-selebritis yang menggembirakan bagi kemanusiaan. Tipologi humanisasi insan selebritis ini merupakan sebuah interaksi para penghibur dengan para aktivis kemanusiaan. Hal ini mampu melahirkan gejala solidaritas kaum selebritis. Para artis yang hidup dengan tipologi ini diantaranya Rieke Diah Pitaloka, Wanda Hamidah, Nurul Arifin dan lainnya.

Dua tipologi ini terekam dalam buku “Membongkar Aib Seks Bebas dan Hedonisme Kaum Selebriti” garapan mantan artis Nurani Sayomukti ini. Dengan sedikit pengalaman pribadi yang dituangkan, Nurani mampu menghadirkan kajian penting tentang lika-liku hedonisme kaum selebriti tanah air. Nurani membagi dua tipologi selebriti Indonesia pada dua jalan. Tipologi pertama adalah Meluna dengan makna tersirat akan gaya hedonisme seorang Luna Maya dan tipologi kedua adalah Merieke dengan gaya hidup humanisme selebriti laiknya seorang Rieke Diah Pitaloka. Buku ini lebih banyak menguak akan tipologi artis yang Meluna.

Tak usah heran dengan tayangan skandal video mesum mirip Cut Tari, Luna Maya dan Ariel Peterpan. Liberalisme seksual di kalangan artis-selebriti adalah sesuatu yang terjadi berulang. Kasus yang sama pernah menimpa Sarah Azhari, Ayu Azhari, Sophia Latjuba dan lain-lain yang telah dianggap produksi yang sah dan inovatif. Budaya adiluhung bergeser dari high culture menjadi mass culture.

Selebritis adalah kelas sosial istimewa, baik secara ekonomi maupun kultural. Memiliki kedekatan dengan penguasa, bahkan dengan pengendali negara. Karena kedekatan inilah, mereka kian mendapat akses untuk tampil di panggung hiburan, mendapatkan publikasi keberadaannya.

Namun dibalik itu—menurut Nurani—para artis-selebritis

Indonesia sangatlah bodoh. Hidup mereka tidak mempunyai prinsip, mudah terombang-ambing. Apalagi kalau cantik laiknya Luna Maya. Sudah bisa dipastikan banyak yang mendekati, menggoda, menawari dengan konsesi-konsesi, harta dan kesenangan. Dari banyaknya yang menggoda, menjadikan hidup mereka tidak stabil. Ketidakstabilan inilah pada akhirnya memuncak pada free-will yang mengarah pada jiwa chaos, liberalisme tingkah laku. Moral hanya menjadi bahan ketawaan. Hubungan tanpa komitmen, nafsu, glamour dan have fun.141

Kelas selebritis tidak berdiri sendiri dalam relasi kelas fundamental (kapitalis-buruh). Posisi dan perannya sebagai kelas fundamental—entah disebut borjuis kecil atau lumpen borjuis—tetap menjalankan kapitalisme penindasan kesetaraan manusia. Kapitalisme dewasa ini didukung oleh media mampu menstimulasi kebutuhan semu (false need) dan menutupi kebutuhan riil (real needs). Kebutuhan, tujuan, cita-rasa, ideologi massa masyarakat dibawah hegemoni kapitalisme sekan mampu menciptakan individu-individu—

yang disebut Herbert Marcuse—manusia satu dimensi (one dimensioanal man).

Maka tidak heran jika pelembagaan kultur liberal disandarkan pada liberalisasi seks. Dorongan seks dan kebutuhan instinktual disalurkan pada bentuk yang tak pernah terpuaskan. Ini diperkuat dengan refrensi budaya artis-selebritis Indonesia yang selalu meniru gaya hidup selebritis barat (Hollywood). Merekalah yang membawa budaya dan gaya hidup borjuis global ke Indonesia. Akhirnya,

141Nurani Soyomukti, Membongkar Aib Seks Bebas dan Hedonisme Kaum Selebriti, Pilihan jalan: Meluna atau Merieke (Bandung: Nuansa Cendikia, 2010), 39.

para artis menawarkan pada masyarakat suatu bentuk pelepasan dan ekspresi yang bisa diisi dan dikontrol dengan sistem kapitalisme.142

Di zaman kapitalisme dewasa ini, buku ini mampu membaca masyarakat Indonesia dengan suatu studi yang beranggapan bahwa masyarakat tengah mengalami estetisasi kehidupan akibat gaya hidup snobisme yang dipertontonkan para artis-selebritis, mode-mode yang meledak, selera eksklusif, menciptakan pilar masyarakat kapitalis-neoliberal, liberalisme dan invidualisme.

Semua itu adalah sumber utama eksploitatif yang dilakukan para artis-selebritis ditanah air. Mereka telah menjadi pembentuk ucapan, kosa-kata, tindakan, cara berfikir dan kegemaran. Segala refrensi kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi dalam ruang kapitalisme yang dibimbing oleh para selebritis.

Hal ini yang sangat mengkhawatirkan bagi generasi- generasi muda yang kepalang menjadikan para artis sosok nabi, guru dan idola. Alhasil, pada akhir buku ini, Nurani memberikan langkah preventif bahwa perjuangan keras harus datang dari diri kita, orangtua, tokoh masyarakat, pimpinan komunitas, aktivis sosial dan budaya untuk menyelamatkan kaum muda jatuh dalam kubangan budaya lumpur hedonisme kaum selebritis.143