• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penguatan Nilai Iman dalam

BAB IV ANTISIPASI ANCAMAN DAN

G. Penguatan Nilai Iman dalam

meningkatkan kontak antaraneka ragam kebudayaan dengan konsekuensi terhadap pendidikan.234

G. Penguatan Nilai Iman dalam Menghadapi Arus Globalisasi

nilai dan budaya. Perkembangan ini sangat cepat terkesan oleh generasi muda yang cenderung cepat dipengaruhi oleh elemen-elemen baru yang merangsang. Suka atau tidak bila tidak disikapi dengan kearifan dan kesadaran pembentengan umat, pasti akan menampilkan benturan-benturan psikologis dan sosiologis. Sehubungan dengan itu, perlu dicari strategi yang efektif dalam memecahkan persoalan tersebut melalui berbagai cara dalam menghadapi Tantangan Globalisasi Dengan Sebuah Nilai Penanaman Iman.

1. Pengertian Iman

Iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut istilah, pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan tindakan (perbuatan). Jadi, seseorang dapat dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga unsur keimanan di atas. Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai mukmin yang sempurna. Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.236 2. Rukun Iman Dalam Agama Islam

a. Iman Kepada Allah

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang memberi Rizki, Yang Menghidupkan,

236Bhian Rangga J. R, Peranan Iman Dalam Menghadapi Arus Globalisasi dalam.wordpress.com/2011/01/04/peranan-iman-dalam-menghadapi-arus- globalisasi., diakses pada 10 Agustus 2015.

dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi.

Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.

b. Iman Kepada Para Malaikat-Nya

Allah memiliki malaikat-malaikat yang diciptakan dari cahaya. Iman kepada malaikat tersebut termasuk rukun iman yang kedua. Iman kepada malaikat berarti meyakini dan membenarkan dengan sepenuh hati bahwa Allah Swt telah menciptakan malaikat yang diutus untuk melaksanakan tugas-tugas tertentu dari Allah. Maka, sebagai seorang yang beriman harus mengimani secara terperinci.

Adapun 10 malaikat yang wajib kita imani antara lain: Malaikat Jibril tugasnya menyampaikan wahyu Allah, Malaikat Izrail tugasnya mencabut nyawa, Malaikat Izrofil, tugasnya meniup sangkakala, Malaikat Malik, tugasnya menjaga neraka. Malaikat Ridwan, tugasnya menjaga surga, Malaikat Mikail, tugasnya membagikan rezeki, Malaikat Munkar dan Nakir, tugasnya menanyai di alam kubur, Malaikat Rakib, tugasnya mencatat perbuatan baik, Malaikat Atid, tugasnya mencatat perbutan buruk.

c. Iman Kepada Kitab-Kitab

Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah Swt memiliki kitab-kitab yang diturunkan- Nya kepada para nabi dan Rasul-Nya, yang benar-benar merupakan kalam (firman, ucapan)-Nya. Maka orang yang beriman wajib baginya mengimaninya kitab – kitab Allah Swt yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah Swt,

wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah Swt dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah Swt yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

d. Iman Kepada Rasul-rasul

Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah Swt telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Adapun jumlah rasul dan nabi yang wajib diimani yaitu 25 orang diantara mereka yang disebutkan oleh Allah Swt dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Muhammad SAW adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.

e. Iman Kepada Hari Kiamat

Kita mengimani kebenaran hari akhirat, yaitu hari kiamat yang tiada kehidupan lain sesudah hari tersebut.

Untuk itu kita mengimani kebangkitan, yaitu dihidupannya semua mahkluk yang sesudah mati

f. Iman Kepada Takdir

Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh- sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah Swt. Allah Swt telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan

kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah Swt telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.237

3. Iman Sebagai Benteng Era Globalisasi

Saran normatif yang selalu kita dengar adalah dengan meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah Swt. Logikanya, dengan iman yang teguh, maka segala macam godaan untuk menyimpang dari hukum Allah akan dapat ditepis. Saran ini memang mudah diucapkan tetapi tidak mudah untuk dilaksanakan, mengingat kuatnya godaan dan gempuran globalisasi ini, terutama oleh ummat yang awam.

Apalagi kalau diingat bahwa, agar berhasil secara nasional, peningkatan keimanan dan ketaqwaan ini bukan hanya individual, melainkan juga kolektif. Secara individual, kita mungkin bisa menyuruh diri kita sendiri, kalau kita mau, untuk melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah. Namun, untuk bisa meningkat secara kolektif, maka diperlukan usaha-usaha tambahan untuk mempengaruhi orang lain agar mau melakukan hal- hal yang dapat meningkatkan iman dan taqwa mereka.

Kita perlu ‘reach-out’. Dalam kalangan muslim, ini disebut dakwah. Dakwah dalam keluarga maupun dalam masyarakat yang menyangkut kehidupan sehari – hari.238 Era globalisasi, iman memiliki peran sentral dalam mengendalikan dan menfilter kecenderungan seseorang, antara lain:

237Bhian Rangga J. R, Peranan Iman Dalam Menghadapi Arus Globalisasi dalam http://bhianrangga.wordpress.com/2011/01/04/peranan-iman-dalam-menghadapi- arus-globalisasi., diakses 15 Agustus 2015.

238Bhian Rangga J. R, Peranan Iman Dalam Menghadapi Arus Globalisasi dalam http://bhianrangga.wordpress.com/2011/01/04/peranan-iman-dalam-menghadapi- arus-globalisasi., diakses 16 Agustus 2015.

a. Iman sebagai pertahanan & adaptasi arus budaya global yang dianggap kurang sesuai dengan budaya lokal &

ajaran Islam.

b. Iman sebagai alat untuk memilih & menggunakan tenologi bagi kepentingan kebaikan publik sekarang &

ke depan, sesuai ajaran Islam.

c. Iman sebagai filter & pegangan dalam bersosialisasi, sesuai ajaran Islam.

d. Iman sebagai alat untuk memilih & menyaring sistem

& implementasi perkonomian yang akan dijalani bagi kehidupan pribadi & lingkungan, sesuai ajaran Islam.

Globalisasi sudah menjadi realitas dalam kehidupan semua bangsa. Tak ada tempat untuk melarikan diri dari gelombang globalisasi. Bagi umat Islam, globalisasi merupakan bentuk tantangan yang harus dibentengi dengan penanaman iman seseorang. Jika seseorang memiliki iman yang tinggi maka globalisasi yang bersifat negatif akan segera terbendungi. Bagaimanapun globalisasi memang fakta dalam kehidupan global.

Globalisasi memiliki dua sisi positif dan negatif. Yang dituntut dari kita yaitu kearifan dalam menyikapinya.

Ini menuntut kita untuk sanggup memberikan contoh peradaban yang komprehensif, mengerahkan segenap usaha yang sungguh-sungguh dan penuh keikhlasan untuk merekonstruksi diri kita sekali lagi agar tidak terjebak dalam kekacauan sikap dan kepicikan pandangan. Mereka harus memberi sebagaimana mereka telah mengambil. Dan semua itu sangat mungkin. Berbagai peristiwa sejarah telah menunjukkan bahwa penduduk dunia menjadi saksi bagi kita ketika mengatakan sesuatu yang bermanfaat.

Bila kita beriman bahwa dunia ini ada yang punya yaitu Sang Pemilik tersebut Allah Yang Maha Bijaksana. Ada hari akhir untuk mengevaluasi segala tingkah laku kita.

Setiap pikiran, ucapan dan perbuatan kita telah disiapkan pahala atau siksa. Maka hidup dalam kondisi seperti ini menuntut perhitungan lain. Kita mestinya akan menghitung dan mengawasi perbuatan kita sendiri. Hawa nafsu yang senantiasa bergejolak akan lebih baik dikendalikan.

Perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan oleh Sang Pemilik dunia ini sebaiknya juga tidak kita lakukan. Karena kita tahu, seluruh perbuatan baik atau buruk, akan diperiksa oleh-Nya. Allah senantiasa bersama kita.