• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Definisi Istilah

2. Gender Equality dalam Islam

Sebenarnya, Islam sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. telah menaruh perhatian besar terhadap perempuan dan menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Islam tidak hanya menuntut kaum laki-laki saja yang melakukan perubahan dan tanggung jawab sosial, ekonomi, politik dan kenegaraan, kaum perempuan juga dituntut berpartisipasi. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. at-Taubah (9): 71 yang artinya:

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka

50 Alliyu dan Nurudeen, “Patriarchy, Women’s Triple Roles and Development in Southwest Nigeria“, International Journal of Arts and Humanities (IJAH), Vol. 5 No. 4 (September, 2016), 106.

51 Fabiola Lalopua et. al., “Peran Perempuan dalam Menungkatkan Kesejahteraan Rumah Tangga (Studi Kasus Kelompok Nunilai Negeri Hutumuri)”, Agrilan: Jurnal Agribisnis Kepulauan, Vol.

7 No. 1 (Februari, 2019), 50.

Al-Qur’an tidak memberikan beban gender secara mutlak dan kaku kepada seseorang, namun bagaimana agar adanya kewenangan manusia untuk menggunakan hak-hak kebebasannya dalam memilih pola pembagian peran keduanya yang saling menguntungkan agar beban gender tersebut dapat memudahkan manusia memperoleh tujuan hidup yang mulia di dunia dan akhirat.53

Bagi Engineer dalam Hidayatullah, al-Qur’an adalah kitab suci pertama yang telah menyatkan begitu banyak hak bagi perempuan, justru pada masa di mana perempuan sangat tertindas di dalam peradaban- peradaban besar, seperti Bizantium. Dalam pandangannya, ada beberapa alasan munculnya dorongan al-Qur’an ke arah kesetaraan perempuan dan laki-laki, di antaranya; 1) al-Qur’an memberikan tempat yang terhormat kepada seluruh manusia yang meliputi perempuan dan laki-laki, dan 2) secara norma-etis al-Qur’an membela prinsip-prinsip kesetaraan perempuan dan laki-laki. Perbedaan struktur biologis menurut al-Qur’an tidak berarti ketidaksetaraan dan status yang didasarkan pada jenis kelamin.54

Kesadaran akan kesetaraan kedudukan dan peran antara laki-laki dan perempuan melahirkan kesadaran akan keseimbangan tanggung jawab dalam berbagai tugas domestik dan publik keduanya yang pada tahap

52 al-Qur’an, 9: 71. Lihat Kementerian Agama RI, al- Qur’an, 278.

53 Hidayatullah, Gender dan Islam, 8.

54 Hidayatullah, Gender dan Islam, 23.

kultural termasuk gender. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Hartati yang menyatakan bahwasannya Islam tidak melarang perempuan bekerja di dalam atau di luar rumah secara mandiri atau bersama-sama dengan swasta atau pemerintah, siang atau malam, selama pekerjaan itu ia lakukan dalam suasana terhormat serta dapat menghindarkan dampak-dampak negatif dari pekerjaan yang ia lakukan itu terhadap diri, keluarga, dan lingkungannya.55

Meskipun nafkah rumah tangga adalah kewajiban suami, namun Islam tidak melarang kepada istri untuk membantu suami dalam mencari nafkah. Menurut Mansour Fakih, perempuan boleh memberi nafkah kepada suami, anak, dan rumah tangganya dari hasil usaha dan jerih payahnya. Kebolehan menafkahi suami ini dianalogikan kepada kebolehan memakan sebagian mahar atas kerelaan istri [Q.S. An-Nisa’ (4): 4].56

Kitab suci al-Qur’an memberikan keterangan yang sangat jelas bahwa perempuan mempunyai status individualnya sendiri dan tidak diperlakukan sebagai pelengkap bagi ayah, suami atau saudara. Al-Qur’an, menurut Afzalur Rahman secara eksplisit mengokohkan kesetaraan perempuan dan laki-laki, sebagaimana dalam konteks, di antaranya yaitu:

55Hartati, Ibu Teladan di Era Global dalam Perspektif Islam (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2006), 49.

56Mansour Fakih et. al., Membincang Feminisme Diskursus Gender Perspektif Islam (Surabaya:

Risalah Gusti, 2000),161.

seperti yang terdapat dalam Q.S. Al-Hujuraat (49): 13.

b. Atas dasar saling berpasangan (zaujain), al-Qur’an mendeklarasikan laki-laki dan perempuan merupakan pasangan yang diciptakan untuk yang lainnya, dan karena itu, mereka memiliki status yang sama dalam semua aspek, seperti dalam Q.S. Yaasin (36): 36.57

Sehubungan dengan atas dasar saling berpasangan yang disampaikan oleh Afzalur, Mufidah juga memamparkan bahwa relasi suami istri yang ideal adalah yang berdasarkan pada prinsip mu’asyarah bi al ma’ruf (pergaulan suami istri yang baik) sebagaimana yang terdapat dalam Q.S. An-Nisa’ (4): 19. 58 Kata mu’asyaroh memberi pengertian perserikatan atau persamaan. Jelaslah bahwa seorang suami istri bergaul secara makruf dan hendaklah keduanya berusaha untuk menyenangkan pihak lain dalam penghidupan dan pergaulan rumah tangga dengan menyampingkan kesalahan-kesalahan kecil dan memelihara kebajikan yang banyak.59

3. Gender Equality dalam Konteks Sosial Budaya

Sejak gerakan feminisme dan isu ketidakadilan gender pertama kali masuk ke Indonesia pada awal 1960-an hingga saat ini, di mana isu ini telah menjadi bagian dari fenomena dan dinamika sosial masyarakat Indonesia posisi perempuan semakin membaik. Namun hal ini tidak berarti

57 Hidayatullah, Gender dan Islam, 30.

58 Mufidah Ch, Psikologi Keluarga Islam (Malang: UIN Malang Press, 2008), 177.

59 Tengku Muhammad, Tafsir Al-Qur’an (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, tt), 786.

dan internal. Masalah eksternal, misalnya masih kuatnya untuk tidak mengatakan masih ada reaksi kontra yang berbasis pada budaya patriarki dari sebagian masyarakat dan masalah internal, misalnya adalah munculnya kegalauan dan kegamangan psikologis pada diri kaum perempuan ketika mereka mengaktualisasikan peran publiknya.60

Faktor biologis atau jenis kelamin berbeda dengan gender. Jenis kelamin (seks) is a biological categorization based primarily on reproductive potential, whereas gender is the social elaboration of biological sex.61 Sementara gender mengacu kepada seperangkat sifat, peran, tanggungjawab, fungsi, hak, dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan.62 Gender builds on biological sex, but it exaggerates biological difference, and it carries bilogical differnce into domains in which it is completely irrelevant.63 Gender dapat menentukan akses kita terhadap pendidikan, kerja, alat-alat, dan sumber daya yang diperlukan untuk industri dan keterampilan.64

60 Hidayatullah et. al., Gender dan Islam, 1.

61 Eckert et. al., “An Introduction to Gender” dalam Language and Gender (New York:

Cambridge University Press, tt), 2.

62 Siti Musdah Mulia, Islam dan Hak Asasi Manusia: Konsep dan Implementasi (Jakarta: Naufan Pustaka, 2010), 151. Lihat juga Mufidah Ch, Bingkai Sosial Gender: Islam, Strukturasi &

Konstruksi Sosial (Malang: UIN Maliki Press, 2010), 2-6.

63 Eckert et. al., “An Introduction to Gender”, 2

64 Mosse, Gender dan Pembangunan, 5.

pada suatu tingkat di luar tujuan-tujuan individu. Oleh sebab itu, manusia menjalani peran gender sebagai sesuatu yang benar, alami, dan baik. Peran gender yang dijalani dalam kehidupan sehari-hari merupakan bagian dari landasan budaya masyarakat serta tidak mudah diubah.65 Proses konstruksi nilai yang dilakukan oleh keluarga dan masyarakat, secara tidak langsung akan tertanam dalam diri seseorang, kemudian mengalir dan menjadi nilai yang sama ditanamkan kepada keturunannya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sahusilawane et. al., bahwa ketimpangan terjadi akibat adanya struktur budaya masyarakat yang merupakan konstruksi sosial yang telah ada sejak berabad tahun yang lalu, sehingga telah menjadi hukum yang tidak tertulis.66

Di banyak masyarakat terdapat perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kesempatan, tanggung jawab, hak dan manfaat/keuntungan yang diberikan serta kegiatan yang mereka lakukan.

Walaupun banyak variasi antar budaya dan menurut waktu, terdapat sebuah gambaran yang sama, yaitu relasi gender di seluruh dunia dicirikan oleh relasi-relasi yang tidak setara dan tidak seimbang antara kedua jenis kelamin. Terdapat perbedaan, misalnya akses ke pendidikan dan pelatihan antara anak laki-laki dan perempuan, serta beban kerja antara laki-laki dan

65 Mosse, Gender dan Pembangunan, 7.

66 Sahusilawane et. al., “Hapa Sinatu Kearifan Lokal Suku Meher dalam Mempertahankan Ketahanan Pangan”, Jurnal Kesejahteraan Sosial, Vol 14. No. 3 (2015), 236.

Kesetaraan gender berarti bahwa semua orang dari segala umur dan jenis kelamin harus memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil dalam hidup. Ini berarti bahwa semua manusia harus memiliki akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang setara, dengan kata lain secara adil, sehingga semua orang dapat mengambil manfaat dan berpartisipasi dalam pembangunan.68

Kesetaraan gender merupakan salah satu tujuan dari 16 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tujuan global dari kesetaraan gender adalah mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan. 69 Dari lensa gender, terdapat empat indikator (faktor) yang harus termuat dalam setiap perencanaan yang responsif gender guna terwujudnya tujuan tersebut, di antaranya:

a. Faktor akses. Apakah perencanaan pembangunan yang dikembangkan telah mempertimbangkan untuk memberi akses yang adil bagi

67 Nelien Hapels dan Buzakorn Suriyasarn, Meningkatkan Kesetaraan Gender dalam Aksi Penanggulangan Pekerja Anak serta Perdagangan Perempuan dan Anak: Panduan Praktis Bagi Organisasi (Jakarta: ILO Publications, 2005), 5.

68 Hapels dan Suriyasarn..., 5.

69Sekretariat Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, 29.

b. Faktor manfaat. Apakah perencanaan pembangunan yang dikembangkan ditujukan untuk memberi manfaat bagi perempuan dan laki-laki?

c. Faktor partisipasi. Apakah keikutsertaan/suara masyarakat, terutama kelompok perempuan atau suara perempuan (dalam hal aspirasi, pengalaman, kebutuhan) dipertimbangkan/ terakomodasi dalam proses perencanaan pembangunan? Pada umumnya perempuan/suara perempuan kurang/tidak terwakili karena kendala gendernya.

d. Faktor kontrol. Apakah perencanaan kebijakan program kegiatan pembangunan memberikan kontrol (penguasaan) yang setara terhadap sumber-sumber daya pembangunan (informasi, pengetahuan, kredit, dan sumber daya lainnya) bagi perempuan dan laki-laki?71