• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Perempuan Karang Mluwo dalam Membina Nilai Karakter Religius Pada Anak di Tengah Aktivitas Ekonomi yang Mereka

Bagan 2.2 Kerangka Konseptual

A. Paparan Data Analisis

1. Peran Perempuan Karang Mluwo dalam Membina Nilai Karakter Religius Pada Anak di Tengah Aktivitas Ekonomi yang Mereka

Lakukan

Peran perempuan dalam ranah ekonomi diartikan sebagai perannya di luar pekerjaan rumah tangga yang menghasilkan upah atau uang.

Pekerjaan perempuan tidak hanya sebatas pada pekerjaan di sektor formal, tetapi juga sektor informal. Keterlibatan perempuan pada bidang ekonomi memiliki harapan besar agar ia mampu membantu keuangan keluarga.

Pada saat pandemi, banyak industri atau usaha menengah kecil mikro (UMKM) mengalami gulung tikar atau penurunan pendapatan. Kondisi ini berdampak pada pemberhentian sebagian pekerja, tidak terkecuali pekerja perempuan.

Akan tetapi, peneliti menemukan hal yang berbeda selama di lapangan. Perempuan di lingkungan Karang Mluwo lebih banyak bekerja pada sektor informal, sehingga ia tidak terkena PHK, melainkan hanya penurunan pendapatan. Padahal, kita ketahui bersama bahwa pandemi, menyebabkan adanya pembelajaran jarak jauh atau daring atau online.

Kondisi tersebut, tentu membuat para orang tua harus menambah budget untuk membeli kuota internet bagi anaknya. Selain itu, perempuan (baca ibu) juga memiliki tanggungjawab untuk mendampingi anaknya selama

(religius) yang mungkin bisa tumbuh dalam diri anak, khususnya nilai taat kepada Allah dan mandiri.

a. Pembinaan Nilai Taat kepada Allah

Selama pandemi, para pekerja baik laki-laki ataupun perempuan banyak yang dirumahkan. Namun hal yang berbeda dialami oleh Sulik. Ia bekerja sebagai buruh di home industry rengginang dan membuka usaha warung. Jarak antara tempatnya mencari uang tidak jauh dari rumahnya, hanya berjarak beberapa meter.

Pekerjaan informal yang dijalani oleh Sulik sudah ditekuni sejak tiga tahun yang lalu. Menurutnya, pekerjaan tersebut termasuk pekerjaan cukup mudah karena tidak membutuhkan banyak syarat, termasuk salah satunya ialah ijazah.137

Era pandemi tidak membuat waktu bekerja di home industrynya menjadi berkurang, termasuk dalam hal upah. Akan tetapi, hal ini berbanding terbalik dengan usaha warungnya.138 Ia menjelaskan bahwa pendapatannya berkurang karena situasi tersebut. Oleh sebab itu, kesibukannya berjualan di warungpun juga berkurang.139 Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh informan:

“Sehari-hari ya, selain menjadi ibu rumah tangga, jualan nduk jualan es itu sama rujak petis, terus kerja di pabrik rengginang juga kalau sore sampai malam. Ya bantu-bantu suami. Bukanya

137 Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 23 November 2020.

138 Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 23 November 2020.

139 Observasi, Rumah Sulik, 23 November 2020.

seperti biasa. Anak STAIN kan libur. Biasanya ramai, ya pas tidak ramai, cukup ya buat makan. Kadang 100 ribu sehari itu untung (laba kotor), tidak pasti nduk. Kalau dulu 400-500 bisa sehari. Bapaknya kerja bangunan. Cari penghasilan itu susah nduk. Cuman cukup buat makan sama bayar arisan. Kalau daring kayak sekarang ya uangnya kadang buat beli kuota anak juga, tapi ya kadang menumpang di rumah saudara nduk.

Penghasilan susah, ya enak sekolah biasa itu nduk.140

Tidak dapat dipungkiri, bahwa perempuan (ibu rumah tangga) yang bekerja masih menganggap dirinya sebagai pekerja kelas dua setelah suami. Padahal, tidak ada pembeda antara suami dan istri dalam masalah mencari nafkah. Selain itu, era yang baru memberikan dampak yang buruk terhadap perekonomian keluarga. Akan tetapi di sisi yang lain, kondisi ini memiliki dampak yang baik, yakni ibu bisa lebih intens untuk mendampingi anak dalam pembelajaran daring.

Namun hal yang berbeda peneliti temukan ketika melakukan obervasi.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, informan tidak mendampingi anaknya selama pembelajaran daring. Sebagian besar waktunya ia gunakan untuk berkumpul bersama saudara. Namun sesekali, ia mengingatkan anaknya ketika waktu sholat dan mengaji di masjid tiba.141 Untuk mengetahui lebih lanjut, peneliti mewawancarai informan:

“Kalau anak saya yang kecil itu (Sekolah Dasar), yang mendampingi belajar ya mbaknya itu. Lail sekarang kelas XII SMK. Saya kan sibuk nduk. Sibuk mengurus rumah, jualan,

140 Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 23 November 2020.

141 Observasi, Rumah Sulik, 23 November 2020.

mengaji juga. Mengajinya rajin, ya seperti biasanya itu sebelum online, tapi kalau belajar sama sholat tambah malas.”142

Gambar 4.1

Kegiatan Mengaji Anak-anak di Sore Hari

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa keterbatasan ibu dalam membaca dan menulis, membuat ia tidak bisa mendampingi anaknya selama pembelajaran online. Selain itu, hal ini juga diperparah karena banyaknya peran yang dijalani oleh istri serta tidak adanya keterlibatan suami dalam mendidik anak.143

“Kalau pagi sampai sore itukan saya bekerja di depan STAIN sini nduk, membangun kos-kosan. Paling pulang pas sholat Dzuhur jam 12.00 setelah itu balik lagi. Pulangnya tidak tentu.

Kadang jam 15.30 kadang lembur sampai jam 17.00. Sampai di rumah istirahat sudah, capek nduk.”144

142 Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 23 November 2020.

143 Observasi, Rumah Sulik, 23 November 2020.

144 Suami Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 24 November 2020.

“Sayakan sekolah mbak. Pulangnya siang jam 12.00. Tugas sekolahnya adik biasanya dikirim pagi lewat WA (WhatsApp) sama gurunya. Dikirimnya ke HP (handphone) saya. Sama gurunya diberi waktu untuk mengumpulkan tugas sampai malam hari. Ya setelah pulang sekolah atau sehabis adik pulang mengaji atau habis Magrib itu mengerjakan tugasnya.”145 Namun, berdasarkan hasil pengamatan, Gofur tidak mengerjakan tugas sekolah sepulang mengaji. Dia langsung bermain bersama teman-temannya dan terkadang mendatangi ibunya yang sedang bekerja di home industry. Sulik hanya menanyakan bagaimana dengan mengajinya lancar atau tidak, akan tetapi tidak menanyakan tentang sholat Asharnya. Selain itu, meskipun Sulik dan suami memiliki waktu untuk sholat di rumah, tetapi mereka hanya menyuruh anaknya untuk sholat, bukan mengajak untuk sholat berjamaah.146

Sebagaimana yang disampaikan oleh Sulik “siang Gofur itu kadang ya bermain nduk, kadang ya di rumah. Kalau Dzuhur di rumah, pas tidak sholat gitu, ya dimarahi sama saya, sama Bapaknya juga. Kan biasanya bapaknya pulang kalau itirahat (waktu Dzuhur).”147 Hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh suami Sulik:

“Kebetulan saya kerja bangunan di depan STAIN ini. Isteri bantu-bantu jualan sama kerja di rengginang. Kalau istirahat pulang kan dekat, kalau pulang Dzuhuran itu. Pas ada Gofur di rumah, suruh sholat sama saya. Kalau tidak mau saya

145 Anak Sulung Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 24 November 2020.

146 Observasi, Rumah Sulik, 23 November 2020.

147 Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 23 November 2020.

Selain itu, peneliti juga mewawancarai anak bungsu informan yang menyatakan bahwa dirinya jarang sholat. Ia hanya sholat Magrib di mushalla bersama teman-temannya. Sedangkan waktu Ahsar, terkadang sholat di tempat mengaji, tetapi terkadang tidak sholat.

Selain itu ia juga tidak hafal niat sholat dan hanya mengikuti saja.”149 Anak informan bukan hanya tidak hafal niat sholat, tetapi dia juga tidak hafal bacaan dalam sholat serta urutan sholat yang baik dan benar. Selain itu, ia juga tidak hafal jumlah rakaat setiap sholat lima waktu.150 Banyaknya kesempatan yang dimiliki oleh Sulik dalam menjalankan peran ekonominya dan pembelajaran daring tidak digunakan dengan baik dalam membina nilai taat kepada Allah.

Bahkan setelah pulang bekerja, ia hanya menanyakan tugas sekolah sudah dikerjakan atau belum, dan tidak mengulang kembali hasil mengaji anaknya tadi sore serta menanyakan tentang sholatnya.

Setelah itu, ia langsung berfokus untuk menjaga warungnya.151

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Supiyana, ibu rumah tangga berusia 40 tahun yang memiliki dua orang anak (kelas 6 SD dan berusia 22 tahun). Selain mengurus rumah tangga, ia dan suami bekerja di home industry kerupuk di dekat rumahnya. Selepas mengerjakan urusan domestik, ia lanjut berangkat bekerja sekitar jam

148 Suami Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 24 November 2020.

149 Anak Bungsu Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 23 November 2020.

150 Observasi, Rumah Sulik, 23 November 2020.

151 Observasi, Rumah Sulik, 24 November 2020

pendampingan belajar kepada anak pertamanya.

“Setiap hari berangkat jam 09.00, kadang pulangnya ya jam 16.00, kadang jam 17.00. Kadang kalau banyak ya habis Magrib itu baru pulang. Uangnya ya buat beli paketan anak juga buat belajar online. Tapi, sejak Covid ini paling pulangnya jam 16.00, agak sepi. Terus kalau online yang belajari ya kadang saya, kadang masnya yang belajari, tapi lebih sering sama masnya. Kalau Bapak tidak pernah mengajari. Kalau Dzuhur, ya sholat di sana (tempat kerja). Kalau Akbar kadang di rumah, kadang di masjid.”152

Akan tetapi, peneliti menemukan hasil yang berbeda denegan yang disampaikan oleh informan. Selama peneliti melakukan pengamatan, peneliti tidak menyaksikan anaknya (Akbar) sholat Dzuhur, melainkan bermain dengan teman-temannya. 153 Namun, kondisi ini berbanding terbalik dengan yang dilakukan oleh Indah. Ibu dua anak yang saat ini berusia 32 tahun mengatakan bahwa ia kerap membawa anak-anaknya ketika ia bekerja. Karena dengan demikian, ia bisa memantau dan mendampingi anaknya pada saat pembelajaran daring.

“Saya kerja buat bantu-bantu suami dan persiapan masa depannya keluarga juga mbak. Kalau yang mencari nafkah utama ya tetap suami. Kalau uang saya paling ya buat jajan anak-anak, belanja sehari-hari, sama beli paketan buat belajarnya anak-anak, kan kadang gurunya mengirim tugas lewat wa, kalau tidak bisa waktu pas ada tugas ya cari di internet. Pas pandemi seperti ini, ibunya yang ruwet mbak.

Biasanya anak-anak belajar sama gurunya di sekolah, sekarang sama ibunya. Apalagi saya jaga pom bensin, ya saya bawa

152 Supiyana, wawancara, Karang Mluwo, 1 Februari 2021.

153 Observasi, Rumah Supiyana, 2 Februari 2021.

21.00 atau jam 22.00 itu wes mbak. Terus Bapak itukan kerja Grab (ojek online) jam 14.00 sore pulangnya itu Subuh ya kadang jam 02.00, ndak ada temannya di rumah.”154

Selain itu, sepulang mengaji Indah mengulang kembali ilmu yang diperoleh anaknya. Ia melakukannya secara bergantian yang dimulai dari anak bungsunya, kemudian anak sulungnya. Setelah sang anak selesai mengaji, maka ia akan memberikan kesempatan kepada anaknya untuk bermain bersama temannya atau bermain gadget.155

Gambar 4.2

Menjalankan Aktivitas Ekonomi Sekaligus Mendampingi Anak Mengaji

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pada saat menjelang waktu Magrib, Indah menutup pom bensinnya dan bergegas pulang bersama anak-anaknya. Sesampainya di rumah, ternyata suaminya tidak sedang ada pelanggan (sepi order).

154 Indah Fajriana, wawancara, Karang Mluwo, 25 Januari 2021.

155 Observasi, Rumah Indah Fajriana, 26 Januari 2021.

Gambar 4.3

Bapak dan Anak Sholat Magrib Berjamaah

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Selepas sholat, peneliti tidak melihat adanya kegiatan mengaji bersama antara orang tua dan anak. Kemudian Indah dan suami bergegas untuk kembali mencari pundi-pundi rupiah kembali.156 Sebelum berangkat kerja, peneliti melakukan wawancara dengan suami Indah, sebagai berikut:

“Kalau jamaah sama istri dan anak-anak tidak muat tempatnya mbak, tempatnya sempit. Jadi ya saya sholat sama si kecil.

Cuman kalau ada waktu dan saya sama yang anak cowok tidak malas atau sibuk kerja. Kalau banyak orderan gitu ya sholat sendiri-sendiri. Tapi ya anak-anak jarang sekali sholat mbak, masih kecil. Paling ya mengaji di masjid sama ibunya.”157 Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut dapat diketahui bahwa adanya pembelajaran daring tidak merubah atau

156 Observasi, Rumah Indah Fajriana, 26 Januari 2021.

157 Suami Indah Fajriana, wawancara, Karang Mluwo, 26 Januari 2021.

bekerja sebagai guru RA (Raudhatul Athfal):

“Saya pagi mengajar offline mulai dari jam 07.00-10.30. Anak- anak di rumah sama suami. Kalau selama daring ini ya untuk sholat sama mengajinya tetap ya anak-anak tidak ada peningkatan seperti biasanya, sholat sunnah seperti Dhuha juga tidak. Cuman ya itu belajarnya. Anak-anak itu tambah malas.

Kalau sore itu anak-anak mengaji di masjid. Pas mau mengaji gitu ya, kan mengajinya setelah Ashar. Adzan Ashar anak-anak itu sudah ke masjid, sholat jamaah di sana. Saya sore ngelesi di sini (rumah) sampai jam lima, setelah Maghrib sampai jam delapanan ngelesi lagi. Kalau habis Dzuhur jam setengah satuan sampai setengah tiga saya les privat nduk. Habis Ashar, ngelesi di rumah. Pas pulang mengaji, saya tanyai anak-anak nduk. Bagaimana mengajinya sudah shalat Ashar atau belum?”158

Hal ini sejalan dengan yang temui peneliti ketika di lapangan.

Pada saat melakukan observasi di tempat mengaji yang berlokasi tidak jauh dari rumah informan, peneliti melihat adanya kegiatan sholat berjamaah di masjid yang diikuti oleh sebagian kecil anak laki-laki yang mengaji di tempat tersebut, tidak terkecuali anak dari Ana.159 Setelah sholat berjamaah, kemudian dilanjutkan dengan mengaji dengan Ustadz/ah yang berada di TPQ (Taman Pendidikan al-Qur’an) Darul Muttaqin sampai jam 17.00. Setibanya di rumah, Ana menanyakan tentang hasil mengaji dan perihal sholat Ashar kepada anak-anaknya.160

158 Ana, wawancara, Karang Mluwo, 11 Jnuari 2021.

159 Observasi, Masjid Darul Muttaqin Karang Mluwo, 12 Januari 2021.

160 Observasi, Rumah Ana, 12 Januari 2021.

pembinaan nilai taat kepada Allah terhadap anak, tidak mampu dijalankan dengan baik. Hal ini disebabkan karena pembelajaran daring membuat anak-anak menjadi malas untuk beribadah dan lebih mendahulukan bermain serta kurangnya keterlibatan suami dalam membina karakter pada anak. Selain itu, ibu juga merasa kesulitan dalam membagi waktu antara peran ekonomi dan mendidik anaknya.

b. Pembinaan Nilai Mandiri

Selain pembinaan nilai taat kepada Allah, ibu rumah tangga yang memiliki peran ekonomi juga dituntut untuk mampu membina nilai mandiri selama pembelajaran daring. Akan tetapi, kondisi tersebut ternyata tidak mampu membuat anak-anak untuk belajar secara mandiri, dan menambah beban orang tua terutama ibu, sebagaimana yang disampaikan oleh Indah:

“Ya ada, susahnya juga ya mbak. Susahnya itukan anak-anak kalau sama saya itu ngalem mbak, kalau sama guru nurut, apalagi ada teman-temannya (senang). Mengerjakan bersamakan semangat, kalau sama saya masih harus dipaksa.

Apalagi anak kecil masih (SD dan TK) belum bisa belajar mandiri, karena masih terlalu dini butuh bimbingan juga. Ya kasihan mbak. Mengerjakannya biasanya di sini sudah mbak (pom bensin). Kerja sambil mendampingi anak belajar.”161 Jawaban yang diberikan oleh Indah sejalan dengan yang peneliti temui di lapangan. Pada saat melakukan observasi, peneliti menyaksikan informan mendampingi anaknya ketika belajar dan ikut

161 Indah Fajriana, wawancara, Karang Mluwo, 25 Januari 2021.

mengerjakan tugas, maka tugasnya tidak akan cepat selesai dan akan mendapatkan nilai yang tidak memuaskan. Oleh sebab itu, terkadang ia menyelesaikan tugas anaknya, apabila si anak tidak mau atau malas untuk belajar. 162

Gambar 4.4

Ibu Ikut Serta Mengerjakan Tugas Sekolah Anak Ketika Bekerja

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Namun kondisi yang berbeda dialami oleh Sulik. Ia menyerahkan urusan pendampingan belajar putra bungsunya kepada putri sulungnya, baik ketika ia sibuk bekerja ataupun mengurus rumah tangga.

“Belajarnya itu yang susah, main tok, kadang lihat TV, main HP kalau tidak dibawa Bapaknya bekerja. Ya mbaknya itu yang biasa mengerjakan, belajari adiknya. Sayakan tidak bisa.

Bapaknya malas mau ngajari, ndak telaten. Biasanya guru memberi tugasnya itu pagikan nduk, tapi karena anaknya bermain, mbaknya sekolah ya kadang dikumpulkan malamnya,

162 Observasi, Tempat Kerja Indah Fajriana (Pom Bensin Mini Karang Mluwo), 26 Januari 2021.

Pada saat peneliti mengamati kegiatan di rumah informan, peneliti tidak melihat adanya kegiatan belajar mengajar, akan tetapi anak-anak sibuk bermain dengan gawainya pada saat ibu mereka bekerja di home industry rengginang hingga berjam-jam lamanya.164

Gambar 4.5

Anak-anak Bermain Gawai Pada Saat Ibu Bekerja

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Padahal hari itu adalah hari aktif sekolah, tetapi tidak ada pekerjan rumah. Walaupun demikian, situasi tersebut tidak digunakan untuk mengulang materi yang telah dipelajari sebelumnya atau yang akan dipelejari pada hari berikutnya, melainkan lebih asyik bermain gawai. Suami Sulik yang sedang berada di rumahpun, hanya

163 Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 24 November 2020.

164 Observasi, Rumah Sulik, 24 November 2020.

penelitian, peneliti juga melakukan wawancara terhadap anak bungsu, informan yang saat ini sedang duduk di bangku kelas II SD yang mengatakan “iya mbak, enakan sekolah. Bermain sama teman-teman, kalau online tidak enak. Belajar tambah malas, belajarnya sama mbak Lail, kalau malas, mbak yang mengerjakan. Ibu tidak bisa, kerja mbak, Bapak tidak pernah ngajari.”165

Akan tetapi, hal yang berbeda terjadi dengan Ana. Ia dibantu oleh suaminya ketika ia mengajar di sekolah. Karena walaupun pembelajaran daring, ia tetap harus mengajar peserta didiknya dengan menggunakan sesi. Suami yang bekerja sebagai jurnalis, mampu meringankan bebannya untuk mendampingi anak-anak belajar ketika ia bekerja. Ini disebabkan karena pekerjaan suami yang fleksibel dan lebih banyak bekerja di malam hari, sehingga memiliki kesempatan untuk mendidik anak-anaknya.

“Jadi nduk, kalau saya pagi mengajar di sekolah, ada suami saya yang menemani anak-anak belajar di rumah. Suami saya pekerjaannyakan jurnalis, kerjanya sore sampai malam. Jadi, pagi itu mengurusi tugasnya anak-anak, sore atau malam saya gantian. Biasanya yang belajar sama ayahnya itu yang besar yang kelas VI SD, tapi kadang dia belajar sendiri sih soalnya sudah besar nduk, baru kalau tidak paham bertanya. Kalau yang nomor 2 (kelas 3 SD) dan nomor 3 (TK B) sama saya, bareng sama anak-anak les itu. Soalnyakan ada temannya jadi semangat buat belajarnya, kecuali kalau yang les banyak sekali lebih dari 8 itu, ya tidak saya perbolehkan untuk ikut. Baru nanti kalau sudah selesai ngelesi saya mendampingi anak-anak.

165 Anak Bungsu Sulik, wawancara, 24 November 2020.

sekarang banyak yang bekerja. Apalagi kebutuhan seperti sekarang nduk. Kalau kerja sendiri bisa buat menambah ekonomi keluarga, mau beli-beli itu enak, terus bisa membantu suami juga buat cari uang. Apalagi anak saya tiga, sekolah semua pastikan kebutuhannya banyak.166

Gambar 4.6

Kegiatan Pembelajaran Antara Ibu dan Anak Pada Saat Jam Bimbingan Belajar di Rumah

Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pada saat melakukan bimbingan belajar di rumahnya, Ana tidak hanya mendampingi anakanak didiknya untuk belajar, tetapi anaknya sendiri juga berpasrtisipasi di dalamnya. Secara bergantian, ia mengajari dan menjelaskan satu demi satu materi pelajaran kepada anak didiknya.167 Selain itu, pada saat hari yang berbeda peneliti melaukan observasi kembali untuk memperkuat jawaban informan.

166 Ana, wawancara, Karang Mluwo, 11 Jnuari 2021.

167 Observasi, Rumah Ana, 12 Januari 2021.

bersamaan, peneliti melihat sang suami sedang mendampingi anaknya yang sedang belajar online di ruang tamu. Suaminya mengajari sang anak dengan sabar. Ia menjelaskan materi demi materi yang tidak dipahami oleh anaknya tersebut. Baginya, urusan mendidik anak bukan hanya tugas ibu semata, tetapi juga bapak, terlebih jika kedua orang tuanya sama-sama bekerja.168

“Saya sama isterikan sama-sama bekerja. Isteri mengajar, saya wartawan. Lumayan buat mencukupi kebutuhan keluarga.

Meskipun pembelajaran daring seperti sekarang ini, isteri tetap pergi ke sekolah. Pembelajaran offline di sekolah. Biasanya berangkat jam 07.00 atau 07.30 pagi dan pulangnya kadang jam 10.00, kadang pas Dzuhur, soalnya masih rapat dengan guru yang lainnya di kantor, kadang hanya mengobrol santai.

Isteri biasanya mulai dari pagi sampai siang itu di sekolah, kalau saya kerjanya malam, pagi sampai sore (Ashar) di rumah.

Jadi ya, suami dan isteri harus sama-sama bertanggungjawab terhadap pendidikan anak, apalagi kalau sama-sama bekerja.

Kasihan anak-anak kalau dibiarkan, tidak didampingi.”169 Gambar 4.7

Suami mendampingi anak belajar ketika istri bekerja

168 Observasi, Rumah Ana, 13 Januari 2021.

169 Suami Ana, wawancara, 13 Januari 2021.

membina nilai kemandirian pada anak ternyata mempunyai dampak yang berbeda-beda. Ada di antara mereka yang merasa terbebani dengan kemunculan pembelajaran model tersebut, karena membuat beban pekerjaan semakin bertambah, ada yang merasa biasa saja karena tidak terlibat dalam pendampingan belajar, tetapi ada pula yang merasa terbantu karena adanya pembagian peran antara suami dan istri ketika istri bekerja. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa, pembelajaran daring membuat sebagian besar anak-anak semakin malas untuk belajar dan bergantung kepada orang lain.

Oleh sebab itu, berdasarkan hasil wawancara, observasi, dan diperkuat dengan adanya dokumentasi, maka pembelajaran online bagi ibu yang bekerja dalam membina nilai kemandirian pada anak memiliki dampak yang berbeda-beda, di antaranya; 1) ibu menjadi guru sekaligus turut serta dalam mengerjakan tugas sekolah anak, 2) ibu menyerahkan kegiatan pendampingan belajar secara online sepenuhnya kepada anak tertuanya, 3) ibu dibantu suami dalam proses pembelajaran online anak dari rumah. Walaupun demikian, efek yang ditimbulkan dari berbagai dampak tersebut relatif sama, yakni anak tidak memiliki peningkatan (cenderung menurun) dalam belajar dan ketergantungan terhadap orang di sekitarnya.

Lakukan

Kaum perempuan ditakdirkan untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui. Selain itu, dalam budaya masyarakat Indonesia, perempuan juga memiliki tanggungjawab untuk berperan aktif dalam mengurus kegiatan rumah tangga atau peran domestik. Perempuan setelah menikah, maka ia akan menjadi istri bagi suami dan ibu bagi anak-anaknya. Pada masa pandemi saat ini, peran perempuan bukan hanya sebagai istri dan ibu melainkan juga sebagai guru bagi anaknya ketika pembelajaran daring.

Situasi tersebut bisa ibu gunakan untuk membina karakter religius pada anak terutama nilai taat kepada Allah dan mandiri.

a. Pembinaan Nilai Taat kepada Allah

Beban ganda yang dialami oleh ibu-ibu selama pandemi ternyata tidak dirasakan oleh Sulik. Ia tetap menjalani peran domestik seperti biasanya. Karena urusan pendampingan belajar anak selama pembelajaran jarak jauh ia serahkan sepenuhnya kepada anak sulungnya. Walaupun demikian, ia tetap menyempatkan diri untuk mengingatkan anaknya agar lebih rajin sholat dan mengaji, karena waktu anak lebih banyak di rumah daripada di sekolah.170

Setiap pagi ia bangun sekitar jam empat atau jam setengah lima dan dilanjutkan dengan sholat serta melakukan aktivitas rumah tangga

170 Sulik, wawancara, Karang Mluwo, 24 November 2020.