GLoBAL ECoNoMIC oVERVIEW
Global economic growth faced a slowdown in 2018. Based on World Bank report entitled “Global Economic Prospects:
Darkening Skies,” global economic growth in 2018 was recorded at 3.0%, weakened if compared to previous year at 3.1%.
The downward trend was also seen in the group of developed countries in 2018 which was recorded at 2.2%, decreased from 2.3% in 2017. The same thing was also indicated by developing countries which were projected to register economic growth of 4.2% in 2018, decreased compared to 2017 at 4.3%.
The weakening of global economic growth in 2018 was influenced by several factors, including trade wars between the United States and China and financial market pressures experienced by several large developing countries. In addition, the World Bank also noted the weakening of world trade and manufacturing activities.
Weakening economic growth can be seen clearly in China, which is the second largest economy in the world. The trade war with the United States and accompanied by the weakening of the internal economy in China has produced the lowest growth in the last 28 years at the level of 6.6%. As a solution, China’s stakeholders will accommodate business actors with stimulus programs, including the reduction of the reserve requirement ratio (RRR) and tax cuts.
Laporan Keuangan Audited Financial Statements Referensi Kriteria ARA 20182018 ARA Criteria References Tanggung Jawab Sosial PerusahaanCorporate Social Responsibility Tata Kelola PerusahaanGood Corporate Governance Analisis dan Pembahasan ManajemenManagement Discussion and Analysis Tinjauan Pendukung BisnisOverview on Business Supports Profil PerusahaanCompany Profile Laporan ManajemenManagement Report
Pertumbuhan Ekonomi China Tahun 2008 – 2018 / China’s Economic Growth in 2008 – 2018 Tahun / Year Pertumbuhan Ekonomi China / China’s
Economic Growth
2018 6,6%
2017 6,9%
2016 6,7%
2015 6,9%
2014 7,2%
2013 7,7%
2012 7,8%
2011 9,5%
2010 10,6%
2009 9,4%
2008 9,6%
(Sumber: Bank Dunia) / Source: World Bank
Komisi Eropa (Commission of the European Communities) juga turut mencatatkan pertumbuhan ekonomi zona euro sebesar 1,9% di tahun 2018 dan diperkirakan akan melambat menjadi 1,3% pada tahun 2019 sebelum dapat kembali tumbuh sebesar 1,6% di tahun 2020. Komisi Eropa menyebutkan bahwa ketegangan perdagangan global dan perlambatan pertumbuhan ekonomi China merupakan hambatan utama bagi ekonomi Uni Eropa.
Selain efek negatif dari perang dagang, utang global yang semakin meningkat juga menjadi salah satu faktor pelemahan pertumbuhan ekonomi global di tahun 2018. Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan bahwa utang global telah mencapai 225% dari produk domestik bruto (PDB) dunia.
Dalam laporannya yang bertajuk “Global Financial Stability Report: A Bumpy Road Ahead”, IMF melaporkan bahwa kontribusi utang China sejak tahun 2007 telah mencapai 43% atas utang global. Dari segi komposisi PDB, utang negara berkembang telah mencapai hampir dari 50% PDB negara-negara tersebut dan sudah berada pada tahap krisis.
Dana Moneter Internasional (IMF) menghimbau bahwa kegagalan penyelesaian perang dagang akan memperdalam tekanan pertumbuhan perekonomian global yang tengah melambat. Lembaga internasional tersebut juga melaporkan bahwa beban utang swasta yang tinggi dan mismatch mata uang dan masa jatuh tempo di beberapa negara sangat memerlukan kerangka kerja makroprudensial yang harus diperkuat.
The European Commission (Commission of the European Communities) also recorded a euro zone economic growth of 1.9% in 2018 and is expected to slow down to 1.3% in 2019 before it can bounce back by 1.6% in 2020. The European Commission said that global trade tensions and China’s slowing economic growth were the main obstacles to the EU economy.
In addition to the negative effects of the trade war, increasing global debt is also one of the factors weakening global economic growth in 2018. The International Monetary Fund (IMF) reports that global debt has reached 225% of the world’s gross domestic product (GDP). In a report entitled
“Global Financial Stability Report: A Bumpy Road Ahead”, the IMF reported that China’s debt contribution since 2007 had reached 43% of global debt. In terms of the composition of GDP, developing country debt has reached almost 50% of the GDP of these countries and is already in the crisis phase.
The International Monetary Fund (IMF) urges that the failure to settle a trade war will deepen the pressure of global economic growth which is slowing down. The international institution also reports that high private debt burden and currency mismatch and maturity in some countries really need a macroprudential framework that must be strengthened.
TINJAUAN EKoNoMI NASIoNAL
Di tengah perkembangan ekonomi global yang kurang kondusif pada tahun 2018, Indonesia berhasil mencatatkan prestasi yang gemilang. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pada periode 2018 secara keseluruhan ekonomi Indonesia telah tumbuh 5,17%. Pencapaian tersebut melebihi realisasi pertumbuhan tahun 2017 sebesar 5,07% dan merupakan angka yang tertinggi sejak tahun 2014.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2014 - 2018 / Indonesian Economic Growth in 2014 – 2018 Tahun / Year Pertumbuhan Ekonomi / Economic Growth
2018 5,17%
2017 5,07%
2016 5,02%
2015 4,79%
2014 5,02%
(Sumber: Badan Pusat Statistik / Source: Statistics Indonesia)
Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2018 mencapai Rp14.837,4 triliun, meningkat bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2017 sebesar Rp13.587,2 triliun.
Sedangkan PDB per kapita tercatat mencapai Rp56,0 juta atau USD3.927.
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi sepanjang 2018 dicapai oleh lapangan usaha jasa lainnya sebesar 8,99%.
Sedangkan dari sisi nominal, kontribusi PDB terbesar berasal dari lapangan usaha industri pengolahan yang mencapai Rp2.947,3 triliun. Selanjutnya, lapangan usaha perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor juga tercatat signifikan sebesar Rp1.931,9 triliun di tahun 2018.
Pertanian, kehutanan dan perikanan, serta konstruksi juga turut memberikan kontribusi yang besar, masing-masing tercatat sebesar Rp1.900,4 triliun dan Rp.1.562,3 triliun.
Selain itu, lapangan usaha pertambangan dan penggalian memberikan kontribusi sebesar Rp1.199 triliun pada PDB tahun 2018.
Dari segi spasial, struktur perekonomian Indonesia di tahun 2018 didominasi oleh Pulau Jawa dan Pulau Sumatera dengan kontribusi terhadap PDB nasional masing-masing sebesar 58,48% dan 21,58%. Disamping itu, Pulau Kalimantan memberikan kontribusi sebesar 8,2% dan diikuti oleh Pulau Sulawesi 6,22%, Bali dan Nusa Tenggara 3,02%, serta Maluku dan Papua sebesar 2,4%.
NATIoNAL ECoNoMIC oVERVIEW
In the midst of unfavorable global economic developments in 2018, Indonesia managed to record a glorious achievement.
Statistics Indonesia reported that in the 2018 period the overall Indonesian economy had grown by 5.17%. This achievement exceeded the realization of 2017 growth of 5.07% and was the highest figure since 2014.
The Gross Domestic Product (GDP) in 2018 reached Rp14,837.4 trillion, an increase compared to the achievement in 2017 of Rp13,587.2 trillion. While the GDP per capita was recorded at Rp56.0 million or USD3,927.
In terms of production, the highest growth in 2018 was achieved by other service businesses at 8.99%. While in terms of nominal value, the largest contribution of GDP originated from the manufacturing industry which reached Rp2,947.3 trillion. Furthermore, the business of large and retail trade, car and motorcycle repair was also recorded as significant at Rp1,931.9 trillion in 2018. Agriculture, forestry and fisheries, as well as construction also contributed greatly, each recorded at Rp1,900.4 trillion and Rp1,562.3 trillion. In addition, the mining and quarrying business sector contributed Rp1,199 trillion in GDP in 2018.
In spatial terms, the structure of the Indonesian economy in 2018 is dominated by Java and Sumatra, with contributions to the national GDP of 58.48% and 21.58% respectively. In addition Borneo Island contributed 8.2% and was followed by Sulawesi Island by 6.22%, Bali and Nusa Tenggara by 3.02%, and Maluku and Papua by 2.4%.
Laporan Keuangan Audited Financial Statements Referensi Kriteria ARA 20182018 ARA Criteria References Tanggung Jawab Sosial PerusahaanCorporate Social Responsibility Tata Kelola PerusahaanGood Corporate Governance Analisis dan Pembahasan ManajemenManagement Discussion and Analysis Tinjauan Pendukung BisnisOverview on Business Supports Profil PerusahaanCompany Profile Laporan ManajemenManagement Report
Pertumbuhan dan Kontribusi PdRB Menurut Wilayah Tahun 2018 / GRdP Growth and Contribution by Region in 2018
Wilayah / Region Pertumbuhan / Growth Kontribusi / Contribution
Jawa / Java 5,72% 58,48%
Sumatera 4,54% 21,58%
Kalimantan 3,91% 8,20%
Sulawesi 6,65% 6,22%
Bali & Nusa Tenggara 2,68% 3,05%
Maluku & Papua 6,99% 2,47%
(Sumber: Badan Pusat Statistik / Source: Statistics Indonesia) Walaupun pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2018 merupakan yang tertinggi sejak tahun 2014, namun angka tersebut belum mampu mencapai target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar 5,4%.
Di sisi lain, komponen-komponen APBN 2018 telah mampu direalisasikan dengan baik, khususnya penerimaan negara.
Realisasi penerimaan negara tercatat 102,5% atau setara Rp1.942,3 triliun melebihi target APBN 2018 sebesar Rp1.894,7 triliun. Realisasi penerimaan negara tersebut ditopang oleh penerimaan perpajakan yang mencapai Rp1.928,4 triliun atau 101,8% dari target sebesar Rp1.893,5 triliun. Selain itu, pendapatan negara bukan pajak (PNBP) juga berhasil direalisasikan sebesar Rp407,1 triliun atau setara dengan 147,8% dari APBN 2018 sebesar Rp275,4 triliun. Prestasi tersebut disusul oleh penerimaan dari hibah dengan realisasi sebesar Rp13,9 triliun atau tembus 161,4%
dari target Rp1,2 triliun.
Dari sisi inflasi, BPS mencatatkan laju pertumbuhan yang melambat di tahun 2018 dengan realisasi sebesar 3,04%.
Tingkat inflasi yang cukup terkendali tersebut telah sesuai dengan prediksi yang tertuang pada APBN 2018 sebesar 3,5%, sedangkan Bank Indonesia memproyeksikan tingkat inflasi untuk berada pada level 3,5% plus minus 1%.
Sepanjang tahun 2018, Bank Indonesia secara konsisten memonitor stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk memastikan bahwa inflasi akan berada pada posisi yang rendah dan stabil melalui beberapa inisiatif, antara lain menjaga inflasi volatile food maksimal di kisaran 4-5% dengan memastikan kecukupan pasokan pangan, mengatur besaran dan waktu kenaikan kebijakan administered price, memperkuat koordinasi pemerintah pusat, pemerintah daerah dan BI, serta memperkuat kualitas data untuk pengambilan kebijakan dan memperkuat bauran kebijakan BI untuk memastikan tetap terjaganya stabilitas makroekonomi.
Even though Indonesia’s economic growth in 2018 was the highest since 2014, this figure has not been able to reach the target of the 2018 State Budget (APBN) of 5.4%. On the other hand, the components of the 2018 State Budget have been well realized, especially state revenues.
Realization of state revenues was recorded at 102.5%, equivalent to Rp1,942.3 trillion, exceeding the 2018 State Budget target of Rp1,894.7 trillion. The realization of state revenues was supported by tax revenues which reached Rp1,928.4 trillion or 101.8% of the target of Rp1,893.5 trillion. In addition, non-tax state revenue (PNBP) was also successfully realized in the amount of Rp407.1 trillion or equivalent to 147.8% of the 2018 State Budget of Rp275.4 trillion. This achievement was followed by receipts from the grant with the realization of Rp13.9 trillion or through 161.4% of the target of Rp1.2 trillion.
In terms of inflation, BPS recorded a growth rate that slowed in 2018 with a realization of 3.04%. The fairly controlled inflation rate is in accordance with the predictions set out in the 2018 State Budget of 3.5%, while Bank Indonesia projects the inflation rate to be at the level of 3.5% plus minus 1%.
Throughout 2018, Bank Indonesia consistently monitored price stability and strengthened policy coordination with the Government to ensure that inflation will be in a low and stable position through several initiatives, including maintaining a maximum volatile food inflation in the range of 4-5% by ensuring adequate supply food, regulating the magnitude and timing of administered price increases, strengthening the coordination of the central government, regional governments and BI, and strengthening the quality of data for policy making and strengthening the BI policy mix to ensure macroeconomic stability is maintained.
Inflasi Tahun 2014 – 2018 / Inflation in 2014 – 2018
Tahun / Year Inflasi / Inflation (%)
2018 3,04
2017 3,61
2016 3,02
2015 3,35
2014 8,36
(Sumber: Badan Pusat Statistik / Source: Statistics Indonesia)
Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebanyak 6 kali atau sebanyak 175 basis poin (bps) sejak bulan Mei hingga November 2018. Sampai dengan akhir tahun 2018, suku bunga acuan BI 7DRRR tercatat berada pada level 6%
dengan deposit facility sebesar 5,25% dan lending facility 6,75%. Kenaikan suku bunga acuan yang terbilang agresif di tahun 2018 dilakukan untuk meningkatkan daya tarik pasar uang domestik, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta menurunkan defisit transaksi berjalan (CAD).
Di masa yang akan datang, pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi diharapkan akan dapat tercapai melalui reformasi kebijakan yang difokuskan pada peningkatan, yaitu daya saing perekonomian, terutama aspek sumber daya manusia yang dapat mendukung kenaikan produktivitas, kapasitas dan kapabilitas industri untuk meningkatkan ekspor dan pemanfaatan ekonomi digital untuk memberdayakan ekonomi secara luas.