• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan pemerintah Orde Baru membangun dan mempercepat proses transformasi struktural.

Kebijakan pemerintah Orde Baru membangun dan mempercepat proses transformasi struktural.

Kebijakan pemerintah Orde Baru membangun dan mempercepat proses transformasi struktural.

Kebijakan pemerintah Orde Baru membangun dan mempercepat proses transformasi struktural.

Kebijakan pemerintah Orde Baru membangun dan mempercepat proses transformasi struktural. Stabilitas ekonomi makro, penanaman modal pada aset sumber daya manusia dan fisik, serta penurunan biaya transaksi selama periode ini telah mengubah mata pencarian rakyat Indonesia dari sektor pertanian bernilai rendah ke sektor pertanian bernilai lebih tinggi, dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian, dan dari kegiatan berbasis pedesaan menuju kegiatan berbasis perkotaan. Transformasi ini sangat memengaruhi pola pekerjaan dan mengubah angkatan kerja Indonesia selama dua dasawarsa sejak awal 1980-an hingga tahun-tahun awal milenium baru ini. Pada tahun 1982 sebagian besar tenaga kerja di sektor pertanian dan daerah pedesaan semakin banyak yang meninggalkan sektor tersebut dan berpindah ke daerah perkotaan: pada tahun 1982, 54,2 persen tenaga kerja bekerja di bidang pertanian dan 45,7 persen di bidang non- pertanian. Hingga menjelang tahun 1993, perbandingan tenaga kerja di kedua bidang tersebut masih berkisar 50:50, dan memasuki tahun 2002 turun menjadi 45 persen di bidang pertanian dan 55 persen di bidang non-pertanian. Bidang jasa pun turut mendorong peningkatan jumlah angkatan kerja di bidang non-pertanian, yang bergerak dari 30 persen di tahun 1980 menjadi 34 persen pada 1990, dan menjadi 43 persen pada 1995 (Gambar 2.2).22 Bahkan, yang lebih penting lagi adalah terjadinya transformasi dari pedesaan ke perkotaan, dengan jumlah tenaga kerja bidang non-pertanian di daerah perkotaan yang meningkat lebih dari dua kali lipat selama periode 20 tahun ini (lihat Tabel 2.3 dan Lampiran II.3).

21 Meskipun jumlah pegawai negeri tidak berbeda dibandingkan dengan di India atau China pada masa puncaknya pada 1993 dan seterusnya, belum banyak yang dilakukan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan birokrasi pada masa rezim Soekarno,seperti dilaporkan sekitar 20 tahun sebelumnya (Bank Dunia, 2003).

22 Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), 1980, 1990 dan 1995.

T

TTTTransformasi pertanian—peralihan dari pertanian dengan tingkat produktivitas rendah ke pertanian dengan tingkatransformasi pertanian—peralihan dari pertanian dengan tingkat produktivitas rendah ke pertanian dengan tingkatransformasi pertanian—peralihan dari pertanian dengan tingkat produktivitas rendah ke pertanian dengan tingkatransformasi pertanian—peralihan dari pertanian dengan tingkat produktivitas rendah ke pertanian dengan tingkatransformasi pertanian—peralihan dari pertanian dengan tingkat produktivitas rendah ke pertanian dengan tingkat produktivitas tinggi—merupakan faktor pendorong utama pengurangan kemiskinan di Indonesia.

produktivitas tinggi—merupakan faktor pendorong utama pengurangan kemiskinan di Indonesia. produktivitas tinggi—merupakan faktor pendorong utama pengurangan kemiskinan di Indonesia.

produktivitas tinggi—merupakan faktor pendorong utama pengurangan kemiskinan di Indonesia. produktivitas tinggi—merupakan faktor pendorong utama pengurangan kemiskinan di Indonesia. Meskipun pentingnya peranan bidang pertanian mengalami penurunan sejak tahun 1993 hingga tahun 2002, pendapatan dari bidang pertanian masih memberikan kontribusi lebih dari 37 persen sumber pendapatan penduduk miskin. Sementara itu, menjelang tahun 2002 kuintil (kelompok perlima) golongan penduduk terkaya memperoleh pendapatan kurang dari 5 persen dari sektor pertanian. Karena rata-rata kepemilikan lahan menciut sebesar 20 persen selama kurun waktu 20 tahun (Lihat Gambar 2.2), terutama di pulau Jawa,23 rumah tangga dan perusahaan menanggapinya dengan meningkatkan produksi komoditas pokok, yakni beras, serta dengan mengembangkan tanaman pangan bernilai rendah menjadi tanaman pangan yang lebih bernilai jual. Hal tersebut dicapai oleh petani dengan melakukan transformasi pada lahan mereka sendiri maupun oleh buruh tani dengan beralih ke usaha pertanian yang lebih produktif. Antara 1982 dan 1992, meskipun jumlah buruh tani meningkat dari 31,8 juta menjadi 41,7 juta orang, produktivitas tenaga kerja meningkat sebanyak 26 persen karena hasil pertanian tumbuh jauh lebih cepat (5,1 persen per tahun). Proses tersebut mengalami percepatan antara tahun 1992 dan 1996 dengan terjadinya penurunan jumlah angkatan kerja di sektor pertanian, sementara hasil produksi terus meningkat, yang mengakibatkan peningkatan produktivitas tenaga kerja sebesar 33 persen. Peningkatan produktivitas tenaga kerja tersebut memainkan peranan penting dalam kesinambungan upaya pengurangan kemiskinan selama periode ini (lihat Lampiran II.3 Data empiris tentang transformasi struktural di Indonesia).

Pertama, peningkatan produktivitas penanaman padi merupakan hal terpenting dalam transformasi di bidang Pertama, peningkatan produktivitas penanaman padi merupakan hal terpenting dalam transformasi di bidangPertama, peningkatan produktivitas penanaman padi merupakan hal terpenting dalam transformasi di bidang Pertama, peningkatan produktivitas penanaman padi merupakan hal terpenting dalam transformasi di bidangPertama, peningkatan produktivitas penanaman padi merupakan hal terpenting dalam transformasi di bidang pertanian.

pertanian.pertanian.

pertanian.pertanian. Meskipun terjadi diversifikasi, tanaman padi masih mendominasi bidang pertanian dan tercatat adanya peningkatan produktivitas (Gambar 2.2). Peningkatan pesat luas lahan panen, dari sekitar 9 juta hektar di tahun1980 menjadi hampir 12 juta hektar tahun 2004, menggambarkan peningkatan penanaman modal di bidang infrastruktur pedesaan dan, lebih umum lagi, kecenderungan kuat ke arah kebijakan peningkatan produksi padi. Pada akhir 1960-an, pemerintah menerapkan program pertanian yaitu ‘Bimas’ (Bimbingan Massal), yang menyebarluaskan manfaat teknologi pertanian modern kepada jutaan petani. Penggunaan varietas bibit unggul, terutama bibit padi, disertai dengan pemakaian sarana produksi pertanian modern, seperti pupuk dan pestisida, telah mengubah petani yang tadinya menanam padi hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup menjadi pemasok perdagangan yang produktif. Berbagai program baru diperkenalkan pada era 1980-an yang telah memperluas manfaat kepada bahan pangan serta hasil bumi bernilai jual tinggi lainnya. Pertumbuhan pesat di bidang pertanian berakibat pada penurunan angka kemiskinan yang cepat. Pada tahun 1984, FAO menganugerahkan medali emas kepada Presiden Soeharto atas prestasinya dalam mencapai swasembada beras di Indonesia.

23 Rata-rata luas areal yang dikuasai oleh rumah tangga pemilik lahan menurun dari hampir 1 hektar pada tahun 1983 menjadi 0,87 hektar pada tahun 1993 dan 0,81 hektar pada 2003 (lihat Gambar 2.2).

Tabel 2.3 Pergeseran tenaga kerja ke bidang non-pertanian dan daerah perkotaan 1982

19821982

19821982 19931993199319931993 20022002200220022002

(‘000) (%) (‘000) (%) (‘000) (%)

Pertanian 30.487 54,24 39.137 49,88 39.035 44,92

Non-Pertanian 25.724 45,76 39.329 50,12 47.874 55,08

Pedesaan 15.939 28,36 18.992 24,20 16.785 19,31

Perkotaan 9.785 17,41 20.337 25,92 31.088 35,77

Semua sektor 56.211 100 78.466 100 86.909

Sumber: Susenas, 1982, 1993, 2002. Data tidak meliputi Aceh, Maluku, Maluku Utara dan Papua.

Catatan: Pekerjaan diartikan kerja wirausaha tanpa bantuan, kerja wirausaha dengan bantuan anggota rumah tangga/pekerja sementara, kerja wirausaha dengan bantuan pekerja tetap, karyawan dan pekerja keluarga dengan umur 10 tahun ke atas (definisi hingga 1997). Definisi pekerjaan sejak 1998 sama dengan di atas, tetapi berlaku bagi penduduk berumur 15 tahun ke atas.

Namun, banyak petani yang meninggalkan tanaman padi dan beralih ke tanaman pangan yang bernilai jual tinggi.

Namun, banyak petani yang meninggalkan tanaman padi dan beralih ke tanaman pangan yang bernilai jual tinggi.

Namun, banyak petani yang meninggalkan tanaman padi dan beralih ke tanaman pangan yang bernilai jual tinggi.

Namun, banyak petani yang meninggalkan tanaman padi dan beralih ke tanaman pangan yang bernilai jual tinggi.

Namun, banyak petani yang meninggalkan tanaman padi dan beralih ke tanaman pangan yang bernilai jual tinggi.

Diversifikasi ke tanaman pangan yang bernilai lebih tinggi terjadi selama periode tahun 1980 hingga 2004. Pertumbuhan produksi 10 jenis hasil pertanian yang menempati peringkat teratas selama 20 tahun terakhir diilustrasikan oleh peningkatan 15 kali lipat produksi buah kelapa sawit, dari 0,2 juta hektar pada tahun 1980 menjadi lebih dari 3 juta hektar di tahun 2004. Meskipun memiliki luas lahan panen yang jauh lebih kecil, hasil pertanian bernilai jual tinggi lainnya, seperti buah segar, sayuran dan rempah-rempah mengalami peningkatan areal panen lebih dari dua kali lipat.

Kedua, berubahnya kesempatan dan tuntutan atas lahan dan rumah tangga yang terjadi akibat adanya pertumbuhan Kedua, berubahnya kesempatan dan tuntutan atas lahan dan rumah tangga yang terjadi akibat adanya pertumbuhan Kedua, berubahnya kesempatan dan tuntutan atas lahan dan rumah tangga yang terjadi akibat adanya pertumbuhan Kedua, berubahnya kesempatan dan tuntutan atas lahan dan rumah tangga yang terjadi akibat adanya pertumbuhan Kedua, berubahnya kesempatan dan tuntutan atas lahan dan rumah tangga yang terjadi akibat adanya pertumbuhan ekonomi yang kuat membuat banyak rumah tangga melakukan diversifikasi, baik seluruh atau sebagian, terhadap ekonomi yang kuat membuat banyak rumah tangga melakukan diversifikasi, baik seluruh atau sebagian, terhadap ekonomi yang kuat membuat banyak rumah tangga melakukan diversifikasi, baik seluruh atau sebagian, terhadap ekonomi yang kuat membuat banyak rumah tangga melakukan diversifikasi, baik seluruh atau sebagian, terhadap ekonomi yang kuat membuat banyak rumah tangga melakukan diversifikasi, baik seluruh atau sebagian, terhadap sumber

sumber sumber sumber

sumber-sumber pendapatan mereka ke arah kegiatan non-pertanian.-sumber pendapatan mereka ke arah kegiatan non-pertanian.-sumber pendapatan mereka ke arah kegiatan non-pertanian.-sumber pendapatan mereka ke arah kegiatan non-pertanian. Semakin bertambahnya penduduk dan-sumber pendapatan mereka ke arah kegiatan non-pertanian.

berkurangnya kepemilikan lahan selama periode ini, yang disertai dengan munculnya pilihan-pilihan di sektor non- pertanian dan lebarnya jurang antara produktivitas tenaga kerja di sektor pertanian dan sektor lainnya, mengakibatkan perubahan pada kontribusi pendapatan yang dicatat dari sumber-sumber yang berbeda. Pada tahun 1993, rata-rata kontribusi pendapatan per kapita dari pekerja mandiri/wirausaha di bidang pertanian, kehutanan atau perikanan adalah 25 persen; di tahun 2002, angka tersebut turun menjadi 22 persen, hal tersebut dipicu oleh penurunan tajam rata-rata kontribusi pendapatan dari hasil pangan, serta peningkatan kontribusi pendapatan di sektor non-pertanian. Pada tahun 2002, untuk pertama kalinya lebih dari setengah pendapatan per kapita berasal dari kelompok pekerja mandiri/wirausaha di luar bidang pertanian atau upah dari sektor non-pertanian (lihat Lampiran II.4).

IB +VUB

"SFBMQFS3VNBI5BOHHB1FNJMJL-BIBO IB

5PUBM-VBT"SFBM4BXBI IB +VNMBI3VNBI5BOHHB1FSUBOJBO -VBT"SFBM IB1FS3VNBI5BOHHB1FSUBOJBO

Z

5FCV ,FMBQB

TBXJU

,BSFU 1JTBOH ,FMBQB ,FUFMB 6CJ

1BEJ 4JOHLPOH #VBI TFHBS

+BHVOH

5PONFUSJL+VUB

1FOJOHLBUBOMBIBOQBOFOQFSQFSJPEFXBLUV QPJO

1 SPEV LT J E J U B I V O QPJ O Q F S V C B I B O M B I B O Q B O F O

5FOBHBLFSKBQFSTFLUPS

1FSUBOJBO +BTB .BOVGBLUVS

,FMBIJSBOQFS1FSFNQVBO

+VNMBI1FOEVEVL

5JOHLBU'FSUJMJUBTUPUBM LFMBIJSBOQFSQFSFNQVBO +VNMBIQFOEVEVLQFSLPUBBO EBSJUPUBM

Gambar 2.2 Indonesia mengalami transformasi struktural dengan pesat dalam beberapa dasawarsa terakhir

Luas kepemilikan lahan menurun dengan

meningkatnya jumlah rumah tangga pemilik lahan pertanian.

Pada periode yang sama, terdapat peningkatan signifikan dalam produktivitas pertanian.

Sumber: Sensus Pertanian 1983, 1993, 2003. Sumber: FAOSTAT data, 2004.

Catatan: Grafik di atas menggambarkan peningkatan produktivitas untuk 10 jenis hasil pertanian yang menempati peringkat teratas dari segi produksi pada 2004, Hasil = Produksi (ton) / Total areal lahan (ha).

Tenaga kerja beralih dari sektor pertanian ke sektor jasa, kecuali selama masa krisis

Urbanisasi meningkat disertai menurunnya angka kelahiran

Sumber: Indikator Pembangunan Dunia. Sumber: Indikator Pembangunan Dunia.

Komponen ketiga transformasi struktural adalah peralihan dari kegiatan berbasis pedesaan ke kegiatan berbasis Komponen ketiga transformasi struktural adalah peralihan dari kegiatan berbasis pedesaan ke kegiatan berbasisKomponen ketiga transformasi struktural adalah peralihan dari kegiatan berbasis pedesaan ke kegiatan berbasis Komponen ketiga transformasi struktural adalah peralihan dari kegiatan berbasis pedesaan ke kegiatan berbasisKomponen ketiga transformasi struktural adalah peralihan dari kegiatan berbasis pedesaan ke kegiatan berbasis perkotaan.

perkotaan. perkotaan.

perkotaan. perkotaan. Selama 25 tahun terakhir, jumlah penduduk kota-kota di Indonesia telah berkembang hampir tiga kali lipat.

Pertumbuhan pesat ini disebabkan oleh tiga hal: perluasan kota hingga ke pinggir desa (35-40 persen), pertumbuhan alami (35-40 persen) dan perpindahan dari desa ke kota (±25-30 persen). Angka pertumbuhan penduduk kota diperkirakan mencapai 4,6 persen per tahun selama periode 1980-2000 dan 3,6 persen selama lima tahun terakhir, yang mengakibatkan jumlah penduduk kota mencapai lebih dari 93 juta jiwa (BPS, 2004). Tanpa memperhitungkan aspek-aspek lain yang mungkin berpengaruh, ini berarti setiap tahun sekitar 8 sampai 9 juta orang lebih memilih mencari nafkah di kota daripada di desa. Antara tahun 1982 dan 1993, jumlah tenaga kerja di sektor non-pertanian meningkat sebanyak 10,5 juta orang (lebih banyak 6,7 juta dari yang diramalkan berdasarkan laju pertumbuhan lapangan kerja pada periode tersebut).

Selanjutnya, antara 1993 dan 2002, sebanyak 10,7 juta orang memasuki lapangan kerja di sektor non-pertanian—lebih banyak 8,6 juta dari yang diramalkan berdasarkan laju pertumbuhan lapangan kerja (untuk analisis lebih terperinci, lihat Lampiran II.5).

Banyak di antara mereka yang ‘beralih’ dari pekerjaan di wilayah pedesaan ke pekerjaan di wilayah perkotaan Banyak di antara mereka yang ‘beralih’ dari pekerjaan di wilayah pedesaan ke pekerjaan di wilayah perkotaanBanyak di antara mereka yang ‘beralih’ dari pekerjaan di wilayah pedesaan ke pekerjaan di wilayah perkotaan Banyak di antara mereka yang ‘beralih’ dari pekerjaan di wilayah pedesaan ke pekerjaan di wilayah perkotaanBanyak di antara mereka yang ‘beralih’ dari pekerjaan di wilayah pedesaan ke pekerjaan di wilayah perkotaan sesungguhnya tidak benar

sesungguhnya tidak benarsesungguhnya tidak benar

sesungguhnya tidak benarsesungguhnya tidak benar-benar berpindah.-benar berpindah.-benar berpindah.-benar berpindah.-benar berpindah. Sebaliknya, pertumbuhan penduduk, peralihan struktural dari sektor pertanian, dan pembangunan berbagai fasilitas modern di wilayah-wilayah pedesaan menyebabkan desa-desa tersebut dapat digolongkan ulang sebagai wilayah perkotaan. Oleh sebab itu, ‘pertumbuhan’ wilayah perkotaan banyak yang disebabkan oleh penggolongan ulang wilayah pedesaan (lihat Bab 4 untuk penjelasan lebih lanjut). Namun demikian, yang terpenting bukanlah penggolongan lokasi itu sendiri, melainkan perubahan sumber pendapatan dari kegiatan pedesaan ke kegiatan perkotaan. Memang, sejauh ini perubahan mencolok yang terjadi adalah peningkatan lapangan kerja sektor non-pertanian di wilayah perkotaan. Dalam periode yang sama, jumlah pekerja nonpenduduk miskin yang bekerja di

sektor tersebut bertambah sebesar 10,5 juta, sehingga meningkatkan kontribusi sektor tersebut bagi total lapangan kerja dari 22 persen pada tahun 1993 menjadi hampir 32 persen di tahun 2002 (McCulloch, Timmer, dan Weisbrod, 2006).

Bukti jangka panjang ini menunjukkan bahwa proses urbanisasi (termasuk penggolongan ulang wilayah) dan perpindahan ke daerah-daerah perkotaan di Indonesia mungkin sama pentingnya dengan peralihan dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian di wilayah pedesaan bagi upaya pengurangan kemiskinan.

W W W W

Walaupun gambaran pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan secara keseluruhan baik dan meningkat, namunalaupun gambaran pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan secara keseluruhan baik dan meningkat, namunalaupun gambaran pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan secara keseluruhan baik dan meningkat, namunalaupun gambaran pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan secara keseluruhan baik dan meningkat, namunalaupun gambaran pertumbuhan dan pengurangan kemiskinan secara keseluruhan baik dan meningkat, namun di tingkat daerah gambarannya lebih beragam, bahkan di kawasan yang paling tertinggal, gambaran yang ada di tingkat daerah gambarannya lebih beragam, bahkan di kawasan yang paling tertinggal, gambaran yang ada di tingkat daerah gambarannya lebih beragam, bahkan di kawasan yang paling tertinggal, gambaran yang ada di tingkat daerah gambarannya lebih beragam, bahkan di kawasan yang paling tertinggal, gambaran yang ada di tingkat daerah gambarannya lebih beragam, bahkan di kawasan yang paling tertinggal, gambaran yang ada masih agak mencemaskan.

masih agak mencemaskan.

masih agak mencemaskan.

masih agak mencemaskan.

masih agak mencemaskan. Wajah ganda kemiskinan di Indonesia bersumber dari keberhasilan pertumbuhan ekonomi di pulau Jawa dibandingkan dengan pertumbuhan yang lamban di kawasan timur Indonesia. Pada dasawarsa 1960-an dan 1970-an, kemiskinan berpusat di pulau Jawa baik berdasarkan perhitungan absolut maupun tingkat insiden. Pada pertengahan 1960-an, beberapa kabupaten di Jawa Tengah hampir termasuk daerah paling miskin di seluruh dunia (Timmer, 1975). Namun, dewasa ini kawasan tersebut mengekspor perabotan rumah hasil kerajinan tangan untuk memenuhi permintaan pasar di negara-negara Barat, dan pada 2004 tingkat kemiskinan turun menjadi 21 persen (Susenas, 2004).

Akan tetapi, tidak seluruh disparitas antardaerah dapat dijelaskan dengan rendahnya pendapatan di daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Ada perbedaan besar dari segi distribusi pendapatan antardaerah dan antara wilayah pedesaan dan wilayah perkotaan (Friedman dan Levinsohn, 2002). Perbedaan ini tidak terlalu mengejutkan mengingat keragaman yang sangat besar yang terlihat dalam sistem-sistem perekonomian lokal di Indonesia—meskipun perbedaan tersebut jelas-jelas menunjukkan aliran distribusi pendapatan tidaklah selancar seperti yang mungkin diindikasikan oleh tiadanya hambatan-hambatan perdagangan formal dalam perekonomian. Yang lebih mengejutkan adalah hubungan nyata antara pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan tampaknya tidak terlalu berbeda antara satu provinsi dengan provinsi lainnya.24 (Untuk penjelasan lebih jauh mengenai disparitas antarwilayah elastisitas pengurangan kemiskinan terhadap pertumbuhan, lihat Bab 3 tentang Memahami Kemiskinan).

Korupsi terjadi pada seluruh transaksi di semua tingkat pemerintahan. Meskipun Indonesia sudah mengalami Korupsi terjadi pada seluruh transaksi di semua tingkat pemerintahan. Meskipun Indonesia sudah mengalami Korupsi terjadi pada seluruh transaksi di semua tingkat pemerintahan. Meskipun Indonesia sudah mengalami Korupsi terjadi pada seluruh transaksi di semua tingkat pemerintahan. Meskipun Indonesia sudah mengalami Korupsi terjadi pada seluruh transaksi di semua tingkat pemerintahan. Meskipun Indonesia sudah mengalami kemajuan yang luar biasa, kerugian akibat korupsi pada tingkat pucuk pemerintahan selama masa rezim Orde kemajuan yang luar biasa, kerugian akibat korupsi pada tingkat pucuk pemerintahan selama masa rezim Orde kemajuan yang luar biasa, kerugian akibat korupsi pada tingkat pucuk pemerintahan selama masa rezim Orde kemajuan yang luar biasa, kerugian akibat korupsi pada tingkat pucuk pemerintahan selama masa rezim Orde kemajuan yang luar biasa, kerugian akibat korupsi pada tingkat pucuk pemerintahan selama masa rezim Orde Baru belum pernah terjadi di mana pun di dunia

Baru belum pernah terjadi di mana pun di dunia Baru belum pernah terjadi di mana pun di dunia Baru belum pernah terjadi di mana pun di dunia

Baru belum pernah terjadi di mana pun di dunia. Harta pribadi Soeharto diperkirakan mencapai 15-35 miliar dolar AS,25 tetapi jangkauan praktik korupsi memengaruhi seluruh transaksi di semua lapisan pemerintahan. Semua pelayanan dasar yang dahulu, dan hingga kini, diandalkan oleh penduduk miskin—seperti kesehatan, pendidikan dan sarana air—

banyak diwarnai penyuapan, penggelapan, penipuan dan penyimpangan, kondisi tersebut sangat memengaruhi pelayanan yang pada akhirnya diterima oleh penduduk miskin.

24 Sebagai hasil analisis Friedman yang cermat terhadap data-data dari enam kali Susenas sejak 1984 hingga 1999, sekarang kita memiliki gambaran statistik yang jelas mengenai variasi geografis dalam hubungan antara tingkat kemiskinan, pendapatan dan ketimpangan. Gambaran statistik ini melengkapi pandangan yang merupakan hasil kajian lapangan yang dikembangkan di tahun 1991 dan 1992 oleh Tim Kemiskinan Harvard-Stanford yang memberi laporan kepada Bappenas pada September 1992 (Timmer dkk., 1992).

25 Transparency International mengklaim bahwa Soeharto telah menuai sekitar 15-35 miliar dolar AS selama periode 1967-1998. Global Corruption Report (2004).

Garis besar

Dokumen terkait