• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peningkatan pendidikan dan latihan kerja

Bagi mereka yang bekerja di sektor nonpertanian, baik di daerah pedesaan atau perkotaan, prioritasnya adalah Bagi mereka yang bekerja di sektor nonpertanian, baik di daerah pedesaan atau perkotaan, prioritasnya adalahBagi mereka yang bekerja di sektor nonpertanian, baik di daerah pedesaan atau perkotaan, prioritasnya adalah Bagi mereka yang bekerja di sektor nonpertanian, baik di daerah pedesaan atau perkotaan, prioritasnya adalahBagi mereka yang bekerja di sektor nonpertanian, baik di daerah pedesaan atau perkotaan, prioritasnya adalah memacu kemampuan mereka untuk dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik.

memacu kemampuan mereka untuk dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik.memacu kemampuan mereka untuk dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik.

memacu kemampuan mereka untuk dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik.memacu kemampuan mereka untuk dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Peningkatan kemampuan di bidang pertanian merupakan prioritas utama untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi bagi penduduk miskin di daerah pedesaan. Namun, bagi banyak orang lainnya, khususnya mereka yang tidak terlibat dalam kegiatan pertanian baik di daerah pedesaan maupun perkotaan, prioritasnya adalah meningkatkan kemampuan mereka agar dapat memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Seperti yang telah dibahas pada Bab 3, sektor informal sangat menjamur di Indonesia sehingga akses untuk bekerja bukanlah masalah yang besar. Jumlah pekerjaan juga tidak mesti menjadi hambatan utama bagi penduduk miskin. Banyak penduduk miskin yang bekerja dengan jam kerja yang panjang, walaupun intensitas dan produktivitas kerja boleh jadi rendah. Hambatan utama bagi penduduk miskin adalah kurangnya akses terhadap pekerjaan tetap yang memberikan penghasilan yang stabil dan mencukupi guna menopang kebutuhan dasar keluarga.

Ada dua alasan mengapa penduduk miskin gagal memperoleh pekerjaan yang lebih baik.

Ada dua alasan mengapa penduduk miskin gagal memperoleh pekerjaan yang lebih baik.Ada dua alasan mengapa penduduk miskin gagal memperoleh pekerjaan yang lebih baik.

Ada dua alasan mengapa penduduk miskin gagal memperoleh pekerjaan yang lebih baik.Ada dua alasan mengapa penduduk miskin gagal memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Pertama, perekonomian nasional belum mampu menciptakan peluang kerja yang cukup, terutama bagi pekerja yang tidak trampil. Kita akan membahas tentang bagaimana kebijakan mungkin dapat meningkatkan lapangan kerja bagi pekerja tidak trampil pada Bagian VI. Kedua, banyak orang miskin justru tidak memiliki ketrampilan yang dibutuhkan untuk memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Membangun kemampuan penududuk miskin untuk mengakses pekerjaan yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan seharusnya menjadi kebijakan utama bagi pemerintah.

Kotak 4.1 Rasionalisasi penggunaan ‘lahan hutan’ dapat membantu penduduk miskin Kotak 4.1 Rasionalisasi penggunaan ‘lahan hutan’ dapat membantu penduduk miskinKotak 4.1 Rasionalisasi penggunaan ‘lahan hutan’ dapat membantu penduduk miskin Kotak 4.1 Rasionalisasi penggunaan ‘lahan hutan’ dapat membantu penduduk miskin Kotak 4.1 Rasionalisasi penggunaan ‘lahan hutan’ dapat membantu penduduk miskin

Mengalokasikan kembali lahan hutan yang rusak dan gundul untuk penggunaan produktif oleh petani kecil dan penduduk miskin adalah salah satu cara untuk merasionalisasi penggunaan lahan dan mengurangi kemiskinan (ICRAF, 2005; CIFOR, 2004; DFID-MFP, 2006; World Bank, 2004).

Sebagian wilayah yang dsebut sebagai lahan hutan itu sebenarnya merupakan hutan pertanian yang dikelola oleh masyarakat, sedangkan sebagian lahan yang bukan hutan bukan sekadar lahan hutan yang gundul, melainkan merupakan lahan pertanian (ICRAF, 2005).

Rasionalisasi penggunaan dan manajemen lahan ini akan bermanfaat bagi perekonomian maupun penduduk miskin di daerah pedesaan, dengan memungkinkan lahan yang rusak berubah menjadi lahan yang lebih produktif, dan dengan menghilangkan berbagai ketidakpastian yang menghambat investasi di daerah pedesaan. Seperempat penduduk Indonesia akan mendapat manfaat dari kebijakan rasionalisasi penggunaan dan alokasi lahan hutan tersebut.

Tiga perempat lahan yang rusak di negeri ini (24,4 juta hektar) terdapat di wilayah Hutan Produksi dan Hutan Konversi, yang mewakili 60 persen dari seluruh ‘zona hutan’. Lahan ini sudah dialokasikan untuk penggunaan yang produktif. Penggolongan ulang lahan ini akan memungkinkan penggunaan lahan dan pola kepemilikan yang lebih produktif, dan dapat berakibat pada penghijauan lahan dan perlindungan tanah.80

Sudah diperkirakan bahwa dengan kebijakan pendorong yang berbeda-beda, misalnya meningkatkan ketersediaan lahan, menjamin akses dan kepemilikan lahan atau meningkatkan produktivitas (DFID-MFP, 2006), sedikit realokasi lahan atau peningkatan keamanan bagi investasi untuk meningkatkan produktivitas lahan dapat menghasilkan pendapatan tambahan yang tinggi, hingga mencapai 1,4 dolar AS per tahun, serta 1,6 juta peluang kerja tambahan. Dengan kata lain, diperkirakan bahwa inisiatif semacam ini dapat bermanfaat bagi 8 juta orang, atau 25 persen dari penduduk miskin Indonesia—sekitar 80 persen penduduk miskin yang tinggal di zona hutan. Manfaat-manfaat ini dapat terwujud dalam kurun waktu sepuluh tahun pada saat investasi lahan telah matang dan mulai menjangkau pasar.

Koefisien korelasi pendidikan dengan peningkatan pendapatan lebih tinggi dengan semakin tingginya jenjang Koefisien korelasi pendidikan dengan peningkatan pendapatan lebih tinggi dengan semakin tingginya jenjang Koefisien korelasi pendidikan dengan peningkatan pendapatan lebih tinggi dengan semakin tingginya jenjang Koefisien korelasi pendidikan dengan peningkatan pendapatan lebih tinggi dengan semakin tingginya jenjang Koefisien korelasi pendidikan dengan peningkatan pendapatan lebih tinggi dengan semakin tingginya jenjang pendidikan sekolah, sehingga memfokuskan investasi pendidikan hanya pada pendidikan dasar tidaklah memadai.

pendidikan sekolah, sehingga memfokuskan investasi pendidikan hanya pada pendidikan dasar tidaklah memadai.

pendidikan sekolah, sehingga memfokuskan investasi pendidikan hanya pada pendidikan dasar tidaklah memadai.

pendidikan sekolah, sehingga memfokuskan investasi pendidikan hanya pada pendidikan dasar tidaklah memadai.

pendidikan sekolah, sehingga memfokuskan investasi pendidikan hanya pada pendidikan dasar tidaklah memadai.

Manfaat dari keterbukaan, teknologi dan persaingan pasar bagi pertumbuhan ekonomi sangat tergantung pada tingkat pendidikan dan ketrampilan, sehingga tingkat pendidikan yang semakin tinggi menjadi lebih penting untuk mempertahankan manfaat pertumbuhan. Namun, di Indonesia penghasilan tambahan yang dapat diharapkan akibat bertambahnya tahun bersekolah (return to education) lebih tinggi bagi individu-individu yang sudah lebih berpendidikan (lihat Gambar 4.8).

Pada 2002, kenaikan upah pria di daerah perkotaan (pedesaan) yang diperoleh dari tambahan setahun bersekolah untuk seseorang yang sudah satu tahun bersekolah mencapai 8,3 persen (6 persen); setelah lima tahun sekolah, tingkat kenaikannya mencapai 10 persen (7,6 persen) dan setelah delapan tahun sekolah menjadi 11,1 persen (8,8 persen).

Meningkatnya koefisien korelasi bersekolah bagi peningkatan penghasilan dapat mengarah pada peningkatan ketimpangan, sebab penduduk kaya memiliki akses yang lebih besar untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Untuk menjamin agar penduduk miskin juga memperoleh manfaat dari tingginya koefisien korelasi pendidikan bagi peningkatan penghasilan, perhatian pada pendidikan menengah sangat diperlukan karena pendidikan dasar tidak lagi memadai.

Akan tetapi, kegagalan pasar menghambat penduduk miskin untuk dapat mengakses tingkat pendidikan yang Akan tetapi, kegagalan pasar menghambat penduduk miskin untuk dapat mengakses tingkat pendidikan yang Akan tetapi, kegagalan pasar menghambat penduduk miskin untuk dapat mengakses tingkat pendidikan yang Akan tetapi, kegagalan pasar menghambat penduduk miskin untuk dapat mengakses tingkat pendidikan yang Akan tetapi, kegagalan pasar menghambat penduduk miskin untuk dapat mengakses tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

lebih tinggi.

lebih tinggi.

lebih tinggi.

lebih tinggi. Meskipun pendidikan memiliki nilai keuntungan yang tinggi, kenyataan bahwa penduduk miskin tidak melanjutkan sekolah pada usia belia menandakan bahwa ada kegagalan pasar berkaitan dengan (i) kendala kredit sehingga penduduk miskin tidak mampu meminjam uang untuk membiayai sekolah, dan (ii) informasi yang kurang lengkap mengenai nilai keuntungan bersekolah. Bagi keluarga miskin, biaya pendaftaran juga menjadi kendala besar untuk menyekolahkan anak mereka ke sekolah menengah pertama (SMP): rata-rata biaya pendaftaran untuk tingkat SMP di Jakarta mencapai 30 persen dari pengeluaran rumah tangga miskin.81 Ada faktor-faktor eksternal yang sangat memengaruhi investasi pendidikan bagi masyarakat secara keseluruhan, dan ada pula implikasi-implikasi pemerataan dari penyediaan pendidikan bagi penduduk miskin dengan meningkatnya nilai keuntungan pendidikan, sehingga tindakan pemerintah untuk menjamin bahwa penduduk miskin juga memperoleh manfaat dari pendidikan menengah menjadi sangat penting. Yang juga membebani penduduk miskin adalah adanya bermacam-macam biaya, seperti biaya untuk mengikuti ujian, biaya untuk membeli buku yang terus berganti-ganti, serta biaya untuk berbagai pakaian seragam yang harus dibeli siswa.

Ada kesenjangan yang semakin lebar antara nilai keuntungan pendidikan di daerah pedesaan dan daerah perkotaan, Ada kesenjangan yang semakin lebar antara nilai keuntungan pendidikan di daerah pedesaan dan daerah perkotaan, Ada kesenjangan yang semakin lebar antara nilai keuntungan pendidikan di daerah pedesaan dan daerah perkotaan, Ada kesenjangan yang semakin lebar antara nilai keuntungan pendidikan di daerah pedesaan dan daerah perkotaan, Ada kesenjangan yang semakin lebar antara nilai keuntungan pendidikan di daerah pedesaan dan daerah perkotaan, sehingga kebijakan harus menjawab tantangan urbanisasi.

sehingga kebijakan harus menjawab tantangan urbanisasi.

sehingga kebijakan harus menjawab tantangan urbanisasi.

sehingga kebijakan harus menjawab tantangan urbanisasi.

sehingga kebijakan harus menjawab tantangan urbanisasi. Gambar 4.8 menunjukkan bahwa nilai keuntungan pendidikan di daerah pedesaan lebih rendah daripada di daerah perkotaan. Kesenjangan ini lebih besar pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi dan semakin lebar dari waktu ke waktu. Nilai keuntungan pendidikan di daerah pedesaan mungkin jauh lebih rendah daripada di daerah perkotaan akibat kelangkaan lapangan kerja: di antara para penganggur yang berpendidikan sekolah menengah pertama (atas) di daerah pedesaan, 13,4 persen (12,4 persen) mengatakan bahwa alasan mereka untuk tidak mencari pekerjaan adalah karena “mustahil mendapat pekerjaan”. Sementara itu, 6,4 persen (94,7 persen) lulusan SMP (SMA) di daerah perkotaan mengungkapkan rasa frustrasi semacam itu menyangkut ketersediaan lapangan kerja (lihat Gambar 4.9). Hal ini menunjukkan bahwa untuk daerah pedesaan prioritas seharusnya diberikan pada upaya penciptaan lapangan kerja melalui peningkatan iklim investasi di pedesaan.

Pemerintah perlu membekali penduduk miskin di daerah pedesaan dengan ketrampilan agar mereka dapat keluar Pemerintah perlu membekali penduduk miskin di daerah pedesaan dengan ketrampilan agar mereka dapat keluar Pemerintah perlu membekali penduduk miskin di daerah pedesaan dengan ketrampilan agar mereka dapat keluar Pemerintah perlu membekali penduduk miskin di daerah pedesaan dengan ketrampilan agar mereka dapat keluar Pemerintah perlu membekali penduduk miskin di daerah pedesaan dengan ketrampilan agar mereka dapat keluar dari kemiskinan.

dari kemiskinan.

dari kemiskinan.

dari kemiskinan.

dari kemiskinan. Sektor nonpertanian di pedesaan dan di sekitar perkotaan sangat berperan dalam upaya keluar dari kemiskinan. Ini menunjukkan bahwa pemerintah seharusnya mengutamakan penyediaan ketrampilan bagi penduduk miskin agar mereka dapat keluar dari kemiskinan di tengah perekonomian yang semakin mengalami urbanisasi. Transformasi struktural dan urbanisasi di Indonesia memerlukan strategi yang komprehensif untuk menyeimbangkan investasi di daerah pedesaan dengan penyediaan informasi tentang pekerjaan, pelatihan kembali penduduk migran, dan pelayanan pendidikan dasar untuk anak-anak mereka. Jika tidak, pertumbuhan penduduk daerah perkotaan akan menimbulkan bentuk kemiskinan

81 Dihitung dari Susenas 2003.

dan ketersingkiran lain pada masa mendatang. Dalam transformasi struktural ini, salah satu tantangan terbesar adalah pendayagunaan potensi produktif penduduk migran. Untuk mencapai hal ini, sangatlah penting disediakan pendidikan dan pelatihan yang cocok bagi masyarakat pedesaan, dan juga bagi penduduk miskin di daerah perkotaan. 82

82 Core Paper (2006). Asia 2015 Conference on Sustaining Development and Reducing Poverty in Asia, January 2006.

83 Dihitung dari Survei Tenaga Kerja (Sakernas) 2004.

84 Dihitung dari Susenas, 2004.

85 Dihitung dari Sakernas 2004 dan 1987.

Investasi pendidikan perlu mengutamakan ketrampilan dan kemampuan kerja generasi muda yang jumlahnya Investasi pendidikan perlu mengutamakan ketrampilan dan kemampuan kerja generasi muda yang jumlahnyaInvestasi pendidikan perlu mengutamakan ketrampilan dan kemampuan kerja generasi muda yang jumlahnya Investasi pendidikan perlu mengutamakan ketrampilan dan kemampuan kerja generasi muda yang jumlahnyaInvestasi pendidikan perlu mengutamakan ketrampilan dan kemampuan kerja generasi muda yang jumlahnya semakin bertambah di Indonesia.

semakin bertambah di Indonesia.semakin bertambah di Indonesia.

semakin bertambah di Indonesia.semakin bertambah di Indonesia. Pengangguran pada kelompok penduduk usia muda adalah salah satu tantangan yang paling serius yang dihadapi oleh pemerintah. Pada tahun 2004, total jumlah penganggur usia muda di Indonesia mencapai 6,4 juta, yang mewakili 58,5 persen dari populasi penganggur.83 Kelompok penduduk usia muda yang mendominasi total penduduk Indonesia (29,6 persen di bawah 15 tahun dan 37,3 persen di bawah 19 tahun)84 memerlukan pendidikan, sedangkan kelompok penduduk usia kerja di Indonesia memerlukan kesempatan kerja untuk menghasilkan pendapatan yang layak bagi mereka dan orang-orang yang bergantung pada mereka. Rasio ketergantungan semakin menurun karena sudah ada lebih banyak anak muda usia kerja yang memasuki lapangan kerja (54,1 persen dari populasi angkatan kerja pada masa sekarang dibandingkan dengan 51,2 persen tahun 1987).85 Namun, hal ini mengimplikasikan bahwa perlu adanya peningkatan peluang kerja bagi para lulusan baru tersebut. Di samping menciptakan peluang kerja baru bagi para pemuda penganggur, agenda utama pemerintah seharusnya adalah program-program pendidikan hemat biaya yang mengutamakan peningkatan ketrampilan dan kemampuan kerja penduduk usia muda.

Kemampuan bekerja penduduk miskin adalah kuncinya.

Kemampuan bekerja penduduk miskin adalah kuncinya.Kemampuan bekerja penduduk miskin adalah kuncinya.

Kemampuan bekerja penduduk miskin adalah kuncinya.Kemampuan bekerja penduduk miskin adalah kuncinya. Peningkatan pendidikan formal merupakan bagian utama dalam membangun kemampuan penduduk miskin dan menjamin generasi yang akan datang dapat keluar dari kemiskinan.

Namun, yang tidak kalah penting adalah meningkatkan kemampuan kerja penduduk miskin. Pemerintah memiliki sejumlah instrumen untuk meningkatkan produktivitas dan kemampuan kerja penduduk miskin melalui pelatihan kerja.

The gap between returns to education in urban and rural areas has widened for higher levels of schooling in recent years...

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

1 3 5 7 9 11 13 15 17

Years of schooling

Cumulative increase in HH expenditures associated with extra years of schooling for household head

Urban 1999 Rural 1999

Urban 2002 Rural 2002

In c r e a s e d l e v e l s o f e d u c a t i o n i n u r b a n a r e a s i s a s s o c i a t e d wi t h l e s s d i f f i c u l t y i n f i n d i n g j o b s , wh i l e i n r u r a l a r e a s t h e e f f e c t o f e d u c a t i o n d o e s n o t k i c k i n t i l l

u n i v e r s i t y l e v e l..

0 5 10 15

Incomplet ed primary Primary Junior High School Senior High School Diploma I/ II/ III Bachelor/ Posgraduat e

Of t he unemployed, discour aged wor ker s wit h major r eson f or not looking f or wor k being t he unavailablilit y of jobs ( %)

Urban Rural

Gambar 4.8 Kesenjangan antara konsumsi rumah tangga yang terkait dengan kemampuan dasar pendidikan yang tinggi semakin melebar antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan untuk jenjang sekolah yang lebih tinggi (1999-2002).

Gambar 4.9 Di daerah pedesaan, kurangnya lapangan kerja menjadi masalah, bahkan bagi lulusan sekolah menengah

Sumber: Susenas, 1999 and 2002. Sumber: Susenas, 2004.

Catatan: perubahan konsumsi rumah tangga yang dihubungkan dengan capaian jenjang pendidikan kepala rumah tangga diambil dari fungsi pengeluaran yang tersedia pada Bab 3.

Ratio of Wages for Vocational vs. Regular Senior Secondary School graduates (that do not go on to Tertiary Education)

1.23 1.42 1.11 0.98 1.34 1.27

-0.5 0 0.5 1 1.5

Male Female Male Female Male Female

1977 1990 2004

Ratio of wages for SMK vs SMU graduates

Additional wages for SMK graduates

0%

20%

40%

60%

80%

100%

1 (Poor) 2 3 4 5

Expenditure quintiles Gross enrollment rates at senior secondary school level

Private Vocational Senior High School (SMK) Public Vocational Senior High School (SMK) Private Senior High School (SMU) Public Senior High School (SMU)

Sumber: Sakernas berbagai tahun. Sumber: Susenas, 2004.

Catatan: Analisis ini hanya memperhitungkan para siswa yang tidak melanjutkan pendidikan mereka ke jenjang pendidikan universitas/akademi.

Gambar 4.10 Rasio pendapatan untuk lulusan SMK vs.

sekolah menengah umum telah kembali normal dalam tahun - tahun terakhir

Gambar 4.11 Angka partisipasi siswa di sekolah kejuruan cenderung menurun: 20 persen penduduk termiskin hanya memperoleh 12 persen dari manfaat SMK negeri

1.

1.1.

1.1. Sekolah menengah kejuruan dan skema magangSekolah menengah kejuruan dan skema magangSekolah menengah kejuruan dan skema magangSekolah menengah kejuruan dan skema magangSekolah menengah kejuruan dan skema magang

Masih tidak jelas berapa banyak sekolah kejuruan yang seharusnya didanai oleh pemerintah.

Masih tidak jelas berapa banyak sekolah kejuruan yang seharusnya didanai oleh pemerintah. Masih tidak jelas berapa banyak sekolah kejuruan yang seharusnya didanai oleh pemerintah.

Masih tidak jelas berapa banyak sekolah kejuruan yang seharusnya didanai oleh pemerintah. Masih tidak jelas berapa banyak sekolah kejuruan yang seharusnya didanai oleh pemerintah. Saat ini ada lebih dari 4.500 sekolah menengah kejuruan (SMK) di Indonesia. Sekolah yang setara dengan sekolah menengah atas ini memiliki jumlah siswa sebanyak 1.4 juta orang, sepertiga di antaranya adalah siswa di sekolah menengah kejuruan negeri (SMKN). Pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an, pemerintah menginvestasikan dana terutama untuk sekolah- sekolah kejuruan. Namun, seiring dengan berjalannya waktu pendanaan pelatihan kerja sedikit demi sedikit diserahkan ke sektor swasta. Pada awal 1990-an disadari bahwa pendapatan yang diperoleh lulusan sekolah kejuruan di pasar tenaga kerja hampir sama dengan pendapatan yang diperoleh lulusan sekolah menengah atas biasa, padahal biaya operasional SMK lebih besar. Akibatnya, terjadi perubahan ke arah menurunnya keterlibatan pemerintah dalam pembiayaan pendidikan kejuruan. Pada 2002, 83 persen SMK dikelola oleh pihak swasta, lebih dari setengahnya mengutamakan pelatihan bisnis dan manajemen, sedangkan sekitar sepertiganya menitikberatkan kurikulumnya pada pelatihan teknologi dan industri (Departemen Pendidikan, 2004). Namun demikian, dewasa ini situasinya telah berubah: dibandingkan lulusan SMA, penghasilan lulusan SMK lebih tinggi 23 persen (pria) dan 42 persen (wanita) (Gambar 4.10).

Saat ini, SMK tidak terlalu efektif dalam menolong penduduk miskin.Saat ini, SMK tidak terlalu efektif dalam menolong penduduk miskin.Saat ini, SMK tidak terlalu efektif dalam menolong penduduk miskin.Saat ini, SMK tidak terlalu efektif dalam menolong penduduk miskin.Saat ini, SMK tidak terlalu efektif dalam menolong penduduk miskin. Meskipun bermanfaat, tidak banyak siswa miskin yang bersekolah di sekolah menengah kejuruan. Akibatnya, sebagian besar tambahan pengeluaran pada SMK tidak menjangkau penduduk miskin. 20 persen populasi termiskin hanya memperoleh sekitar 12 persen manfaat dari sekolah menengah kejuruan negeri (Gambar 4.11). Manfaat investasi pemerintah di sekolah kejuruan ini terkait dengan kualitas pengajaran, kemampuan sekolah untuk mengikuti teknologi baru dan permintaan pasar tenaga kerja. Studi-studi tentang keberhasilan pelatihan kerja perlu diperbarui dengan seksama, karena hasil riset terakhir yang tersedia berasal dari penelitian yang dilakukan pada awal 1990-an. Penghasilan yang diperoleh dari pendidikan tipe ini perlu dinilai dibandingkan dengan biaya untuk menyediakan bentuk pendidikan yang mahal tersebut dan juga fakta bahwa banyak orang dapat memperoleh pekerjaan meskipun tanpa mengikuti pelatihan yang dibiayai oleh pemerintah.

Memberikan kupon kepada penduduk miskin akan memberi mereka akses yang lebih baik ke SMK.

Memberikan kupon kepada penduduk miskin akan memberi mereka akses yang lebih baik ke SMK.Memberikan kupon kepada penduduk miskin akan memberi mereka akses yang lebih baik ke SMK.

Memberikan kupon kepada penduduk miskin akan memberi mereka akses yang lebih baik ke SMK.Memberikan kupon kepada penduduk miskin akan memberi mereka akses yang lebih baik ke SMK. Agar pengeluaran pemerintah untuk SMK dapat lebih berpihak pada penduduk miskin, pemerintah dapat memakai strategi untuk mengarahkan manfaat pada siswa-siswa miskin melalui program kupon atau beasiswa, serupa dengan program

yang disediakan bagi siswa-siswa SMA. Atau, pemerintah dapat memberikan program paket hibah kepada SMK sebagai imbalan pemberian pelayanan kepada masyarakat pada akhir pekan dan malam hari di luar jam sekolah, agar dapat menjangkau penduduk dewasa miskin yang menganggur atau para pemuda putus sekolah.

2.

2.2.

2.2. Balai latihan kerja umumBalai latihan kerja umumBalai latihan kerja umumBalai latihan kerja umumBalai latihan kerja umum

Pada masa lalu, Balai-balai Latihan Kerja Pada masa lalu, Balai-balai Latihan Kerja Pada masa lalu, Balai-balai Latihan Kerja Pada masa lalu, Balai-balai Latihan Kerja Pada masa lalu, Balai-balai Latihan Kerja pemerintah gagal menyediakan akses yang pemerintah gagal menyediakan akses yang pemerintah gagal menyediakan akses yang pemerintah gagal menyediakan akses yang pemerintah gagal menyediakan akses yang memadai bagi penduduk miskin.

memadai bagi penduduk miskin.

memadai bagi penduduk miskin.

memadai bagi penduduk miskin.

memadai bagi penduduk miskin. Balai Latihan Kerja (BLK) maupun Kursus Latihan Kerja (KLK) yang berada di bawah pengarahan Departemen Tenaga Kerja dimaksudkan menjadi balai pelatihan jangka pendek (sekitar tiga bulan) bagi industri manufaktur yang

sedang tumbuh di Indonesia pada era 1970-an dan 1980-an. Meskipun balai-balai ini menerima dana bantuan dalam jumlah besar pada awal pendiriannya, namun mereka tidak dapat terus bertahan tanpa suntikan dana pemerintah.

Menjelang akhir 1980-an, mereka dihadapkan dengan masalah rendahnya anggaran dan kurangnya pemanfaatan akibat rendahnya permintaan. Balai-balai ini pada awalnya juga didirikan untuk menerima pendaftar dari kalangan miskin yang hanya lulus sekolah dasar atau yang tidak tamat SMP, dan karena itu mereka dibebaskan dari biaya pelatihan. Akan tetapi, pada awal 1990–an, balai-balai latihan kerja ini lebih banyak dimanfaatkan oleh para pendaftar dari kalangan yang lebih berpendidikan, karena siswa yang tidak tamat sekolah menengah atas (SMA) tidak dapat lulus ujian masuk, yang mensyaratkan mereka mampu menggunakan peralatan teknis.

Desentralisasi kini menawarkan peluang, dan juga risiko.

Desentralisasi kini menawarkan peluang, dan juga risiko.

Desentralisasi kini menawarkan peluang, dan juga risiko.

Desentralisasi kini menawarkan peluang, dan juga risiko.

Desentralisasi kini menawarkan peluang, dan juga risiko. Setelah proses desentralisasi dijalankan, balai-balai latihan kerja (BLK) kini berada di bawah kewewenangan pemerintah kabupaten/kota. Sebagian BLK mendapatkan dana yang lebih banyak, sedangkan sebagian lainnya mengalami ketertinggalan akibat kekurangan dana dan mesin- mesin modern. Desentralisasi sekolah-sekolah di bawah pengawasan pemerintah kabupaten/kota dapat berarti bahwa balai-balai latihan kerja tersebut dapat dengan lebih baik mengakomodasi kondisi setempat dan menyesuaikan struktur organisasinya. Namun, hal ini mungkin juga berarti bahwa pendanaan dan kualitas balai-balai ini dapat turun, sehingga efektivitasnya juga menurun.

BLK dapat mengambil peran baru untuk menargetkan seleksi yang berpihak pada siswa miskin.

BLK dapat mengambil peran baru untuk menargetkan seleksi yang berpihak pada siswa miskin.

BLK dapat mengambil peran baru untuk menargetkan seleksi yang berpihak pada siswa miskin.

BLK dapat mengambil peran baru untuk menargetkan seleksi yang berpihak pada siswa miskin.

BLK dapat mengambil peran baru untuk menargetkan seleksi yang berpihak pada siswa miskin. Banyak program yang ditawarkan oleh BLK telah terlebih dulu ditawarkan oleh balai-balai latihan swasta. BLK dapat perlahan-lahan mengurangi penyediaan pelatihan di bidang-bidang yang dilayani oleh sektor swasta. Namun, peran balai-balai latihan kerja negeri dalam menyeleksi dan menempatkan siswa dapat ditingkatkan agar program-program semacam itu menjadi lebih berpihak pada siswa-siswa miskin.

3.

3.3.

3.3. Skema program kembar dan magangSkema program kembar dan magangSkema program kembar dan magangSkema program kembar dan magangSkema program kembar dan magang

Magang berperan sebagai jembatan antara pelatihan dan pasar tenaga kerja.

Magang berperan sebagai jembatan antara pelatihan dan pasar tenaga kerja.

Magang berperan sebagai jembatan antara pelatihan dan pasar tenaga kerja.

Magang berperan sebagai jembatan antara pelatihan dan pasar tenaga kerja.

Magang berperan sebagai jembatan antara pelatihan dan pasar tenaga kerja. Program magang ini dipandang sebagai ‘pelatihan berbasis perusahaan’ untuk menghubungkan sekolah kejuruan (SMK) dan BLK/KLK dengan pasar tenaga kerja. Program magang ini diterapkan oleh Departemen Tenaga Kerja, sedangkan ‘skema program kembar’ dijalankan oleh Departemen Pendidikan. Di dalam program ini perusahaan memilih calon-calon yang akan dilatih dan kemudian mereka menandatangani kontrak magang. Perusahaan menugaskan satu penyelia produksi untuk memberikan pelatihan. Biaya program ini ditanggung bersama oleh pemerintah dan perusahaan.

Garis besar

Dokumen terkait