BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN
B. Kajian Teori
Kyai merupakan elemen paling esensial dari suatu pesantren. Ia seringkali bahkan merupakan pendirinya. Sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung pada kemampuan pribadi kyainya.
Menurut asal-usulnya, perkataan Kyai di pakai untuk ketiga jenis gelar yang saling berbeda: Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang di anggap keramat, gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya, gelar yang di berikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama islam yang memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajarkan kitab-kitab islam klasik kepada para santrinya.16 Dulu orang menyandang gelar Kyai hanya patut di berikan kepada orang yang
16 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia (Jakarta: LP3ES, 2011), 93.
mengasuh dan memimpin pesantren, tetapi sekarang gelar kyai juga di berikan kepada beberapa orang yang memiliki keunggulan dalam menguasai ajaran-ajaran agama islamserta mampu memberikan pengaruh yang besar kepada masyarakat.
Dalam masyarakat tradisional seseorang dapat menjadi kyai atau berhak di sebut kyai, jika ia di terima masyarakat sebagai kyai, karena banyak orang yang minta nasehat kepadanya, atau mengirimkan anaknya untuk belajar kepadanya. Memang untuk menjadi kyai tidak ada kriteria formal, seperti persyaratan studi, ijazah dan lain sebagainya. Namun ada beberapa persyaratan non formal yang harus di penuhi oleh seorang kyai, sebagaimana juga terdapat syarat non formal yang menentukan seseorang menjadi kyai besar atau kecil.
Kedudukan seorang Kyai sebagai pemimpin sentral yang berkuasa pernah di dalam pesantren. Di dalam buku “ pesantren dalam perubahan sosial” bahwa dalam pesantren kyai memiliki otoritas, wewenang yang menentukan semua aspek kegiatan pendidikan dan kehidupan agama atas tanggung jawabnya sendiri.
Menurut Abu Bakar Aceh sebagaimana di kutip oleh Karel A.
Steenbrink dalam bukunya Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern, ada empat faktor yang menyebabkan seseorang menjadi kyai besar yaitu: 1) pengetahuannya, 2) kesalehannya, 3) keturunannya, dan 4) jumlah murid atau santrinya.
Faktor keturunan ini tidak selalu merupakan faktor yang harus dimiliki oleh seorang kyai. Sehingga bisa saja seorang kyai yang tidak mempunyai jalur langsung dari keturunan kyai, dan sebaliknya banyak keturunan kyai yang tidak sempat menyandang predikat kyai.
Ketika berbicara mengenai kyai maka tidak akan lepas dari pembahasan tentang pesantren sebab kyai adalah salah satu elemen dari pesantren yang tidak dapat di pisahkan. Sistem pendidikan pesantren telah lama ada sebelum datangnya Islam ke indonesia, kemudian pada saat Islam tersebar di indonesia pesantren mengalami perubahan dari awal bentuk isinya yakni dari Hindu ke Islam. Sebagai pengajar di pesantren kyai memiliki pengaruh yang kuat bagi keseluruhan elemen pesantren. Bahkan profesinya sebagai pengajar dan penganjur islam berbuah pengaruh yang melampaui batas-batas pesantren itu berada.17 Selain profesinya sebagai pengajar ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh pada masyarakat secara umum yakni sifat wibawa, kesalehan, serta ketinggian ilmu yang membawa daya tarik tersendiri bagi masyarakat.
Peran kyai sebagai guru dalam pendidikan pesantren adalah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi yang sifatnya absolut, sehingga dalam seluruh kegiatan yang ada di pesantren haruslah atas persetujuan kyai. Bahkan dalam pentransformasian ilmu pun yang berhak menentukan adalah kyai. Ini terlihat dalam penentuan buku yang di
17 Khozin, Jejak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia ( Malang: UMM Press, 2001) 88.
pelajari, materi yang di bahas, dan lama waktu yang dibutuhkan dalam mempelajari sebuah buku, kurikulum yang di gunakan, penentuan evaluasi, dan tata tertib yang secara keseluruhan dirancang oleh kyai.
Keabsolutan ini juga di pengaruhi oleh tingginya penguasaan kyai terhadap sebuah di siplin ilmu. Oleh karena itu kecakapan, kemampuan, kecondongan kyai terhadap sebuah di siplin ilmu tertentu akan mempengaruhi sistem pendidikan yang digunakan dalam sebuah pesantren. Sehingga ada beberapa kyai yang mengharamkan pelajaran umum diajarkan di pesantren karena adanya pengaruh yang kuat terhadap cara berfikir dan pandangan hidup kyai.
Selain kekharismannya seorang kyai juga memiliki tingkat keshalehan yang lebih tinggi di bandingkan dengan masyarakat pada umumnya. Salah satunya terlihat dari keikhlasannya dalam mentransformasikan suatu disiplin ilmu kepada santrinya, sehingga ia tidak menuntut upah dari usahanya dalam memberikan ilmu. Ini dapat di lakukan karena orientasinya adalah pengabdian secara menyeluruh dalam mengemban tugasnya sebagai pengajar atau pendidik pendidikan islam dan sebagai pemuka agama. Karena inilah kyai dijadikan sebagai teladan bagi seluruh orang yang ada disekitarnya.
Penguasaan kyai terhadap suatu disiplin ilmu di dapatkan dari pengembaraanya selama ia menjadi santri. Penguasaan disiplin ilmu tersebut sudah sangat memadai untuk dijadikan sebagai bahan ajar bahkan terkadang tingkat intelektualnya lebih tinggi dibandingkan
dengan guru agama yang memiliki banyak gelar akademik. Karena itu sebutan kiai tidak saja diberikan bagi orang yang berpengaruh dalam masyarakat tetapi juga menuntutnya untuk memiliki kedalaman penguasaan terhadap sebuah di siplin ilmu. Namun saat ini penguasaan terhadap suatu disiplin ilmu saja tidak cukup sebab dibutuhkan juga adanya kemampuan memberikan pengajaran dengan metode dan inovasi- inovasi pendidikan yang memadai.
Hubungan antara kiai dengan murid sangatlah erat dan cenderung saling bergantung, karena pengaruh yang diberikan oleh kiai kepada santriya. Hal ini menyebabkan santri menyerahkan dan mengabdikan dirinya untuk kiai sebagai bentuk kesetiaan santri kepada sang kiai dan karena menganggap hal itu sakral.18 Meski sikap ketergantungan ini di nilai baik tetapi menyebabkan pola pikir santri menjadi tidak berkembang. Namun saat ini kesetiaan pada kyai sudah tidak banyak berpengaruh karena pola pikir para santri dalam menghadapi kehidupannya sudah mulai berkembang.
Rumusan profil tenaga pengajar ternyata bervariasi, tergantung kepada cara mempersepsikanya dan memandang apa yang menjadi peran dan tugas pokoknya, antara lain: a) Kyai sebagai Pendidik, b) Kyai sebagai Pembimbing, c) Kyai sebagai Motivator.
18 Abdurrahman Wahid, Pesantren dan Pembaharuan ( Pesantren Sebagai Subkultur) (Jakarta:LP3ES,2010), 49.
a. Kyai Sebagai Pendidik
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam dengan seorang atau beberapa santri belajar pada pemimpin pesantren (Kyai), dibantu oleh beberapa guru (ulama atau ustadz).19 Di lingkungan pesantren, seorang Kyai adalah pemimpin sekaligus guru dalam proses pendidikan. Seorang Kyai memiliki peran sebagai Mudarris, yaitu sebagai guru yang menyampaikan materi ajar kepada para santri, kemudian juga seorang Muallim yang tidak hanya mengajarkan materi saja tapi juga memiliki tanggung jawab akan pemahaman keislamaan santri. Kemudian juga seorang Murabbi yang artinya adalah pengasuh, kemudian sebagai Mursyid pengerah dan pemberi petunjuk mana yang baik dan mana yang buruk, dan terakhir adalah seorang Muaddib, yang artinya adalah pembentuk kepribadian santri.20
Peran pendidik adalah tanggung jawab para ustadz ataupun Kyai. Melalui pendidikan, maka pihak pesantren (ustadz) dapat menanamkan nilai-nilai moral terhadap muridnya (santri). Misal:
nilai keikhlasan, kemandirian, kepedulian terhadap sesama. Melalui pendidik dan pendidikan tersebut, maka pondok pesantren akan
19 Agus Mursidi, “Dominasi Kiai dalam Pendidikan di Pondok Pesantren Ihya’ Ulumiddin”
Jurnal Historia, 2 (2016), 95.
mampu memberdayakan material yang ada untuk membangun ekonomi pondok pesantren, melalui nilai-nilai yang diberikan.21
Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang diasuh oleh Kyai tidak hanya mencetak calon Kyai saja, akan tetapi juga mencetak tenaga ahli dan intelektual santri. Dengan melihat kenyataan ini, maka dapatlah dikatakan bahwa sebenarnya pihak yang paling berhak untuk merealisasikan rencana tersebut adalah Kyai, yang sebagai pemilik, pengelola dan pengasuh pondok pesantren. Dengan peran Kyai, pesantren akan mampu berbicara banyak dalam hal pembangunan dan mampu bersaing dengan lembaga pendidikan modern.22
Oleh karena itu, Kyailah yang berperan sebagai pembina, mengelola, dan mengembangkan segala potensi yang ada dalam diri pesantren. Karena Kyailah pemimpin, pengajar, dan pendidik serta pemegang kebijaksanaan yang tertinggi dalam lingkungan pesantren.23dan ia harus menampilkan pribadi sebagai ilmuan dan sekaligus sebagai pendidik sebagai berikut:
1) Menguasai bidang disiplin ilmu yang di ajarkannya.
2) Menguasai cara mengajarkan dan mengadministrasikannya.
21 Siti Nur Azizah, “Pengelolaan Unit Usaha Pesantren Berbasis Ekoproteksi” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, 2 (Desember, 2014), 112.
22 Ahmad Faris, “Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Pendidikan Pesantren” ‘Anil Islam, 1 (Juni, 2015), 131.
23 Ahmad Faris, “Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Pendidikan Pesantren”., 132.
3) Memiliki wawasan dan pemahaman tentang seluk beluk kependidikan.
b. Kyai Sebagai Pembimbing
Kyai merupakan pengendali utama di lembaga pesantren.
Semua keputusan atau kebijakan mengenai pengelolaan pesantren di dasarkan otoritas Kyai. Dengan kata lain, model pengelolaan pesantren merupakan terjemahan gambaran dari produk pemikiran Kyai yang dalam istilah di pesantren adalah “pengasuh”, pembina, pembimbing, dan pengarah.24
Membimbing bukan hanya mentransfer pengetahuan kepada peserta didik, namun lebih dari itu. Pada dasarnya, membimbing adalah proses membantu menumbuh kembangkan kepribadian peserta didik.
Untuk memahami proses pembimbingan, diperlukan adanya refleksi pribadi yang menyangkut pengalaman bimbingan yang pernah dialami pendidik.25 Model bimbingan yang dilaksanakan di pondok pesantren yaitu termasuk bimbingan nonformal namun sesuai dengan tujuan agama Islam sekarang, model bimbingan yang dilaksanakan secara rutin tersebut menghasilkan pribadi-pribadi yang santun.
Walaupun dalam pondok pesantren terdapat ustadz/guru yang dapat juga melakukan fungsi konselor (pembimbing), namun para santri
24 Ahmad Faris, “Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Pendidikan Pesantren” ‘Anil Islam, 1 (Juni, 2015), 130.
25 Ahmad Syaiful Amal, “Pola Komunikasi Kyai dan Santri dalam Membentuk Sikap Tawadhu di
tetap merasa lebih senang dan bangga apabila memperoleh kesempatan untuk berkonsultasi pada kyai. Para santri memandang kyai sebagai figur sentral yang menjadi sumber pengetahuan keagamaan dan sumber nilai-nilai untuk di anut serta tempat utama berkonsultasi bagi setiap masalah kehidupan.26
c. Kyai Sebagai Motivator
Kyai merupakan Central Figure setiap Pondok Pesantren.
Central Figure Kyai bukan saja karena keilmuannya, melainkan juga karena Kyailah yang menjadi pendiri, pemilik, dan pewakaf pesantren itu sendiri. Perjuangannya tak terbatas pada ilmu, tenaga, waktu, tetapi juga tanah dan materi lainnya yang diberikan demi kemajuan syiar Islam. Kyai adalah tokoh kharismatik yang diyakini memiliki pengetahuan agama yang luas sebagai pemimpin sekaligus pemilik.27
Kualitas kepemimpinan Kyai berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja guru. Salah satu kedudukan Kyai sebagai pemimpin pesantren dilihat dan diukur melalui perilaku supportive, yaitu mendukung ide gagasan kreativitas guru dan memberikan penghargaan atas prestasi kerja guru. Dalam kajian motivasi kerja guru, dukungan, pengakuan, dan penghargaan merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan motivasi kerja guru. Dengan demikian, peran kepemimpinan Kyai di pesantren mampu menjadi pemicu yang dapat
26 Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islami “Kyai dan Pesantren” (Yogyakarta: Elsaq Press,2007),5.
27 Zaini Hafidh, “ Peran Kepemimpinan Kiai dalam Peningkatan Kualitas Pondok Pesantren di Kabupaten Ciamis” Jurnal Administrasi Pendidikan, 2 (Oktober, 2017), 115.
memberi inspirasi dan motivasi kepada guru, sehingga inspirasi dan kreativitas guru berkembang secara optimal untuk meningkatkan kinerjanya.28
Pada prinsipnya, kepemimpinan Kyai dalam hal ini lebih pada mengedepankan motivasi terhadap pihak-pihak yang menjadi bagian dari pengelola pesantren untuk berbuat atau bekerja lebih baik yang berpengaruh pada pengembangan pendidikan pesantren. Motivasi yang dimaksud adalah Kyai mendorong pengelola pesantren untuk mengedepankan semangat pengabdian dalam bekerja.29
Kyai sebagai pembangkit motivasi bukan hanya memberi gagasan, tetapi sekaligus memberi contoh berupa amal-amal nyata dan mencerminkan kesalehan beribadah. Keadaan inilah yang menjadikan para santrinya berketetapan hati untuk mematuhi dan mengamalkan setiap petunjuk, bimbingan, dan nasehat yang di berikan kyai. Tentu saja hal ini akan membuahkan hasil berupa pulihnya kembali rasa percaya diri mereka, dan pada giliranya terbentuk kesadaran akan hakikat jati diri sebagai pengemban misi khilafah yang harus menyelesaikan masalahnya.30
28 Suhendar dkk, “Analisis Pengaruh Kepemimpinan Kyai, Budaya Pesantren, dan Motivasi Kerja Guru Terhadap Mutu Pendidikan Pesantren di Provinsi Banten” Jurnal Penelitian Pendidikan, 2 (2017), 166.
29 Ahmad Faris, “Kepemimpinan Kiai dalam Mengembangkan Pendidikan Pesantren”,. 139.
2. Kemandirian Belajar Agama
a. Pengertian Kemandirian Belajar Agama
Pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik yang di dalam proses pembelajarannya, individu melakukan aktivitas mental maupun psikis yang berlangsung secara aktif dengan lingkungannya. Sehingga menghasilkan perubahan- perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan nilai sikap.
Kemandirian belajar agama adalah bentuk kreasi dalam berfikir supaya mampu menguasai diri agar memotivasi diri sendiri dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan yang memungkinkan menjadi pelajar yang mandiri, mengerti tujuan siswa, kegiatan evaluasi diri, dan lain-lain. Kemandirian harus diperkenalkan sejak kecil, kemandirian identik dengan kedewasaan dan dalam berbuat sesuatu tidak harus di tentukan sepenuhnya dengan orang lain.
Kemandirian anak sangat dibutuhkan dalam rangka membekali mereka untuk menjalani kehidupan yang akan datang.31
Kemandirian belajar siswa banyak mempunyai manfaat terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak dalam proses belajar siswa. Salah satunya adalah meningkatnya segala aspek baik aspek belajar maupun ingatan, memberikan kesempatan kepada siswa cepat atau lambat untuk menyelesaikan pelajaran sesuai dengan
31 Rafika, dkk, “Upaya Guru dalam Menumbuhkan Kemandirian Belajar Siswa di SD Negeri 22 Banda Aceh”, jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, (18 Februari 2019), 116.
tingkatannya masing-masing, memiliki rasa percaya diri, tanggung jawab yang baik pula.
b. Aspek-Aspek Mandiri dalam Belajar
Dalam keseharian siswa sering dihadapkan pada permasalahan yang menuntut siswa untuk mandiri dan menghasilkan suatu keputusan yang baik. Maka dari itu, ada beberapa aspek mandiri dalam belajar sebagai berikut:
1) Tidak tergantung pada orang lain
Siswa atau santri yang tidak tergantung pada orang lain akan belajar dengan caranya sendiri dan menemukan cara penyelesaian soal dengan kreatif. Menurut M. Taufiq Amir bahwa proses itu menuntut siswa untuk lebih bebas dalam urusan belajar. Tidak hanya mencari sumber belajar, siswa harus mampu menghasilkan pengetahuan sendiri. Baik yang sudah ada maupun menciptakan pengetahuan yang belum ada.32 Dalam hal ini terdapat aspek-aspek yang tidak tergantung pada orang lain:
a) Membaca
Membaca adalah kegiatan yang paling banyak di lakukan selama belajar di sekolah atau perguruan tinggi maupun di pesantren. Membaca disini tidak mesti membaca buku belaka, majalah, koran, tabloid, jurnal, jurnal hasil penelitian,tapi dalam penelitian ini yang di maksud membaca adalah membaca al-
Qur’an, kitab kuning, dan lain-lain. Sebab hakikat membaca adalah memahami isi bacaan.33
Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan maka membaca adalah jalan menuju pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain yang harus di lakukan kecuali memperbanyak membaca.34
b) Menghafal
Menghafal adalah kegiatan belajar yang paling banyak di lakukan oleh pelajar ataupun santri. Kendati pun cara belajar demikian kurang memberikan hasil namun dianggap perlu, oleh karena itu dengan menghafal kita akan dapat mengingat banyak hal.35
Memang sangat sulit untuk menghafalkan pelajaran tanpa adanya konsentrasi penuh dan mau dengan sungguh- sungguh untuk berfikir. Seorang siswa tanpa mengerti dan memahami materi pelajaran yang akan dihafal, maka sulit seseorang akan menghafalnya.
Menurut Djamarah bahwa “dalam menghafal”, proses mengingat memegang peranan penting. Orang akan sukar
33 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar ( Jakarta: PT. Rineka Cipta,2003), 203.
34 Syaiful Bahri Djaramah & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), 41.
35 Oemar Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi ( Jakarta: Bumi Aksara,2003), 66.
menghafal bahan pelajaran bila daya ingatnya rendah.36 Dari pendapat di atas dapat diambil pengertian bahwa menghafal mempunyai peranan penting dalam rangka penguasaan materi pelajaran dan kita tahu bahwa ingatan seorang siswa antara yang satu dengan yang lainnya berbeda sesuai dengan daya ingat masing-masing. Pada penelitian ini peneliti mengambil proses menghafal karena di pondok pesantren Queen Assalam menerapkan pada santri untuk belajar mandiri dengan menghafal Al-Qur’an.
c) Diskusi
Diskusi adalah cara pendidikan orang dewasa yang sedikit lebih mendalam dan tegas. Diskusi ini dapat dilaksanakan oleh sekelompok individu yang berdekatan minat, kepentingan, dan kemampuan sehingga macam diskusi yang dapat dilakukan.37 Diskusi ini efektif dilakukan jika suatu problem tidak dapat di pecahkan sendiri.
Dalam Al-Qur’an Allah sangat menganjurkan untuk berdiskusi dan bermusyawarah secara baik dalam menghadapi sebagai masalah:
36 Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar ( Jakarta: PT. Rineka Cipta,
Artinya:”Maka disebabkan rahmat dari allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertakwalah kamu kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwalah kepada- Nya”.(QS. Ali Imran:159).38
Pada penelitian ini peneliti menjelaskan diskusi, yang di maksud diskusi di sini tidak terpangruh kepada orang lain maksud nya siswa/santri tidak terlalu berpegang kepada seorang guru tetapi siswa/santri berdiskusi sendiri dengan sesama siswa/santri.
2) Percaya diri
Percaya diri menurut Hamzah B. Uno adalah keyakinan tentang harga diri dan kemampuan diri. Orang yang mempunyai kepercayaan diri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Berani tampil dengan keyakinan diri
38 AL-Qur’an, 3:159.
b) Berani menyarakan pandangannya atau pendapatnya c) Tegas39
Percaya diri siswa dapat dilihat dari semangat saat mempresentasikan hasil pekerjaannya, kemantapan saat bertanya maupun menjawab, dan percaya pada kemampuannya sendiri.dan juga siswa/santri bisa menyampaikan pendapatnya kepada seorang guru atau kyai sehingga santri bisa percaya diri dan tidak akan malu-malu, dan pada penelitian ini peneliti mengambil percaya diri karena di pondok Queen Assalam ada sistem curhat bagi anak yang bermasalah gunanya anak tersebut supaya tidak menyendiri dan juga bisa menjadikan anak itu percaya diri.
3) Mengkontrol diri
Siswa yang mempunyai kemandirian belajar pasti dapat mengontrol atau mengendalikan diri. Hamzah B. Uno menyatakan bahwa mengontrol diri atau mengendalikan diri diartikan sebagai mengelola emosi dan keinginan negatif.
Golman menyampaikan dalam bukunya Hamzah B. Uno bahwa orang yang dapat mengontrol dan mengendalikan diri adalah orang yang dapat
a) Mengelola dengan baik perasaan dan emosi
b) Tetap teguh dan tidak goyah walaupun dalam situasi yang berat
c) Berfikir dengan jernih dan tetap fokus.40
Dengan demikian, siswa atau santri yang dapat mengontrol diri harus dapat mengontrol waktu belajarnya, memperhatikan perkembangan prestasi belajarnya, serta berusaha meningkatkan hasil belajarnya dan juga ketika mempunyai masalah siswa atau santri di harapkan bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, dan di pondok Queen Assalam menanamkan sifat mengkontrol diri dengan mengajarkan kitab akhlak kepada santri supaya santri bisa mengendalikan perasaan maupun emosinya.
4) Motivasi
Kata “motif” diartikan sebagai daya atau upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. Setelah mendefinisikan kata motif, Sudirman menyimpulkan bahwa motivasiadalah daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan.41 Motivasi diartikan sebagai dorongan yang timbul pada diri seseorang, baik secara sadar maupun tidak sadar untuk melakukan uatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga diartikan sebagai usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya.
40 Ibid,. 89.
41 Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2016), 73.
Di dalam bukunya, Sardiman menjelaskan ciri-ciri motivasi, antara lain:
a) Tekun menghadapi tugas b) Ulet menghadapi kesulitan c) Menunjukkan minat
d) Lebih senang bekerja mandiri
e) Cepat bosan dengan tugas-tugas rutin f) Dapat mempertahankan pendapatnya g) Tidak mudah melepas hal yang diyakini h) Senang memecahkan masalah
Sadirman menyebutkan tiga fungsi motivasi, yaitu sebagai berikut:
a) Mendorong manusia untuk bergerak
Motivasi dapat mendorong manusia untuk bergerak melakukan sesuatu.
b) Menentukan arah perbuatan
Motivasi memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.
c) Menyeleksi perbuatan
Dengan memotivasi, kita dapat menentukan perbuatan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan, serta kegiatan apa yang tidak bermanfaat untuk tujuan tersebut.42
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan untuk melakukan sesuatu. Siswa yang mempunyai motivasi akan berusaha menyelesaikan pekerjaannya, semangat dalam belajar, dan mempunyai antusiasme terhadap pembelajaran.
Dalam hal ini motivasi dari seorang kyai sangat di butuhkan oleh siswa/santri karena santri membutuhkan motivasi yang penuh supaya bisa memperbaiki dirinya menjadi yang lebih baik lagi.
5) Tanggung jawab
Tanggung jawab dalam KBBI diartikan sebagai keadaan sebagai keadaan dimana wajib menanggung segala sesuatunya.43 Siswa atau santri yang memiliki sikap tanggung jawab dapat diketahui dengan sikap siswa saat menerima saran dan kritik terhadap pekerjaannya, siswa mengumpulkan tugas tepat waktu, tidak menyontek saat ujian, dan memperhatikan pelajaran dengan sungguh-sungguh. Dan di pondok Queen Assalam sudah di tanamkan sifat tanggung jawab kepada diri santri supaya kelak ketika hidup bermasyarakat santri bisa menjadi orang yang terpercaya dan di segani dalam masyarakat.
43 Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) (19 Februari 2019)