• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Kajian Teori

1. Konseling behavioral

a. Pengertian konseling behavioral

Kata konseling secara umum diartikan sebagai hubungan tatap muka antara seorang ahli (konselor) dengan kliennya (konseli) yang bersifat rahasia, penuh dengan penerimaan, serta pemberian kesempatan kepala klien atau konseli. Pada proses konseling seorang konselor menggunakan kemampuan dan keterampilannya untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dialami konseli.18 Pemahaman diatas

18Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya, 2014),8.

merujuk pada arti kata konseling itu sendiri yang diambil dari bahasa Inggris yakni Counsel yang berarti nasihat, anjuran dan pembicaraan.19

Behavioral merupakan salah satu teori dalam konseling dan psikologi yang diusung oleh B.F Skinner. Secara bahasa kata behavior berarti kelakuan, perilaku, tabiat atau tingkah laku.20 Sedangkan behavior menurut istilah adalah penerapan beberapa teknik dan prosedur yang berakar pada teori tentang belajar dengan menyertakan penerapan sistematis prinsip-prinsip belajar pada perubahan perilaku kearah yang lebih adaptif. Teori behavior ini mengandung tiga asumsi dasar yakni tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu, tingkah laku dapat diprediksi dan tingkah laku dapat dikontrol.21

Teori behavior menyatakan bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum yang mengendalikan tingkah laku. Pada teori ini manusia dipandang mempunyai kecenderungan positif dan negatif yang sama dan teori ini berpandangan bahwa manusia pada dasarnya ditentukan dan dibentuk oleh pengaruh lingkungan sosialnya.22

Menurut pandangan behavior, perilaku manusia hakikatnya adalah kepribadian itu sendiri yang mana perilaku manusia terbentuk melalui hasil dari berbagai pengalaman yang telah ia lalui. Pengalaman tersebut

19 W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2006), 25

20 Pius A Partanto dan Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 69

21 Alwisol. Psikologi Kepribadian. (Malang: UMM Press,2009) 320.

22 Gerald Corey, teori dan praktek konseling & psikoterapi. (Bandung: Refika Aditama,2005).

195.

merupakan interaksinya dengan lingkungan sekitar. Menurut behavior kepribadian seseorang bisa dilihat dan nampak dari perilakunya, sehingga konsep dasar dalam konseling behavior adalah belajar, perubahan perilaku melalui situasi atau stimulus yang diterima dan perubahan perilaku tersebut bukan disebabkan kematangan individu.23

Pada konseling behavioral terdapat tahap analisis fungsi mengenai modifikasi perilaku. Tahap ini bertujuan menganalisis perilaku individiu berdasarkan isyarat, tingkah laku serta konsekuensi atau ganjaran. Berikut adalah contoh perilaku beserta tabel dari analisis fungsi. Pada waktu shubuh dan adzan berkumandang, para santri sudah bangun tidur. Linda berangkat ke masjid untuk melaksanakan sholat shubuh berjamaah.

a) “Linda pergi ke masjid dan melaksanakan sholat shubuh berjamaah” adalah bentuk behaviornya.

b) Model analisis fungsinya dalam tabel sebagai berikut Tabel 2.2

Analisis fungsi modifikasi perilaku

Anteseden (isyarat) Behavior (tingkah laku) 1. Waktu shubuh telah tiba

2. Adzan shubuh

berkumandang

3. Musyrifah sudah membangunkan santri dan mempersiapkan shof jamaah di masjid.

Linda berangkat ke masjid dan melaksanakan sholat shubuh berjamaah.

23 Mohamad Surya, Teori-Teori Konseling ( Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), 22

Peristiwa diatas menjelaskan bahwa Linda telah mendapat anteseden atau isyarat untuk melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu yang lain. Analisis fungsi yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 2.3

Analisis fungsi modifikasi perilaku 2 Anteseden

(isyarat)

Behavior (tingkah laku)

Consequence (ganjaran) 1. Waktu shubuh

telah tiba 2. Adzan shubuh

berkumandang 3. Musyrifah

sudah

membangunkan santri dan mempersiapkan shof jamaah di masjid.

Linda berangkat ke

masjid dan

melaksanakan sholat shubuh berjamaah.

1. Semua santri segera ke masjid dan melaksanakan sholat shubuh berjamaah 2. Musyrifah

memberi pujian verbal

3. Tidak ada santri yang telat berjamaah (masbuq)

Berikut contoh tingkah laku maladaptif yang memungkinkan Linda menunda tugasnya.

Tabel 2.4

Prediksi tingkah laku maladaptif

Anteseden (isyarat) Behavior (tingkah laku) 1. Waktu shubuh telah tiba

2. Para santri masih tidur meski adzan shubuh telah berkumandang 3. Musyrifah tidak

membangunkan para santri

Linda telat berangkat ke masjid dan tidak mengikuti jamaah sholat shubuh.

Melalui tabel diatas dapat dipahami bahwa setiap perilaku yang muncul pasti karena terdapat anteseden atau isyarat yang kemudian diteruskan adanya ganjaran (konsekuensi yang menyertai) beberapa kali timbul dengan berbagai bentuk dan memungkinkan perilaku tersebut timbul kembali.

b. Tujuan konseling behavioral

Terdapat beberapa pandangan mengenai tujuan dari konseling behavioral. Salah satunya mengatakan bahwa tujuan konseling behavior adalah mencapai kehidupan tanpa perilaku simptomatik, yakni kehidupan tanpa mengalami kesusahan maupun hambatan perilaku dan dapat membantu ketidakpuasan ataupun mengalami konflik dengan kehidupan sosial.24

Sedangkan menurut pendapat lainnya, tujuan dari konseling behavior adalah menghilangkan perilaku yang tidak efektif dan belajar berperilaku lebih efektif dengan memusatkan pada faktor yang mempengaruhi perilaku dan memahami apa yang bisa dilakukan terhadap perilaku yang menjadi masalah.25 Hal ini mengacu pada pandangan teori ini yang memandang bahwa segenap tingkah laku itu dipelajari (learned), termasuk tingkah laku maladaptif. Begitu juga tingkah laku neurotik

24 Latipun, Psikologi Konseling (Malang : Universitas muhammadiyah Malang, 2005),137

25 Singgih D. Gunarsa, Konseling Dan Psikoterapi (Jakarta : BPK Gunung Musa, 2000), 205

learned yang bisa di unlearn (dihapus dari ingatan) dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.26

Mengacu pada beberapa pendapat mengenai tujuan konseling behavioral, maka bisa disebutkan beberapa tujuan yang lebih spesifik meliputi:

1. Menghapus atau menghilangkan tingkah laku maladaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan.

2. Konselor dan konseli bersama-sama (bekerja sama) menetapkan atau merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.

3. Tujuan umum yang perlu dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik, yakni diinginkan oleh konseli, konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut, konseli dapat mencapai tujuan tersebut dan dirumuskan secara spesifik.

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa konseling behavior bisa digunakan untuk menyembuhkan berbagai perilaku menyimpang, mulai dari hal sederhana sampai perilaku yang lebih kompleks, baik secara individu maupun kelompok dan konseling behavioral ini dapat dilakukan oleh guru, orang tua dan konselor pastinya selaku pihak yang kompeten dibidang konseling.27

26 Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Refika, 2003), 199

27 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling …. 63

c. Ciri-ciri konseling behavioral

Beberapa hal yang ditandai sebagai ciri-ciri dari konseling behavioral yang berbeda dengan pendekatan konseling lainnya:

1. Pemusatan perhatian pada perilaku yang nampak dan spesifik. Ciri ini menjelaskan bahwa pada konseling behavioral, seorang konselor harus dan mampu mengetahui dengan pasti bahwa konseli mempunyai masalah ataupun mengalami perilaku yang menyimpang.

2. Penguraian dan kecermatan dalam tujuan treatment yang mana seorang konselor mengetahui dan paham terkait treatment dan tujuan dari penggunaan treatment tersebut pada diri konseli yang maladaptif.

3. Perumusan prosedur treatment yang jelas sehingga sesuai dengan masalah yang dialami konseli dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi konseli.

4. Penafsiran yang objektif, maksudnya adalah konseli dapat merasakan dan menjelaskan perubahan apa yang dirasakan atas pemberian treatment oleh konselor sebagai hasil dari penerapan konseling behavior yang dilakukan.28

d. Teknik-teknik konseling behavioral 1. Desensitisasi Sistematis

Desensitisasi sistematis merupakan salah satu teknik dalam konseling behavioral yang sering digunakan untuk menghapus tingkah laku yang berlawanan dengan tingkah laku yang ingin

28 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling…. 196-197

dihapuskan. Teknik ini sangat cocok digunakan dalam menangani fobia-fobia, namun juga sering digunakan dan masih efektif untuk menangani konseli secara interpersonal, ketakutan yang digeneralisasikan, kecemasan neorotoik, impotensi ataupun frigiditas. Teknik desensitisasi ini melibatkan teknik relaksasi yang mana konseli dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan tersebut dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan.

2. Terapi implosif

Menurut Stampfl teknik implosif atau disebut juga pembanjiran berbeda dengan terapi konvensional karena dalam terapi implosif ini menggunakan teknik yang langsung menantang konseli “untuk menatap mimpi-mimpi buruknya”.

3. Latihan asertif

Teknik latihan asertif ini merupakan latihan yang cocok diterapkan pada situasi-situasi interpersonal individu yang mengalami kesulitan dalam menerima kenyataan bahwa menegaskan atau menyatakan diri merupakan tindakan yang wajar dan benar.

Teknik ini biasanya diberlakukan pada individu yang mengalami kesusahan dalam mengungkapkan amarah atau perasaan tersinggung, individu yang terlalu mendahulukan orang lain dan menunjukkan sikap sopan berlebihan, individu yang kesusahan mengatakan “tidak” kepada orang lain dan individu yang merasa

tidak punya hak untuk perasaan dan pikirannya sendiri. Teknik ini sering digunakan dalam konseling kelompok yang bertujuan agar membantu para konseli mengembangkan cara berhubungan yang lebih baik dan langsung dalam situasi interpersonal.

4. Terapi aversi

Teknik aversi ini dalam pelaksanaannya melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan stimulus yang menyakitkan hingga tingkah laku yang tidak dikehendaki terhambat kemunculannya. Stimulus yang digunakan dalam terapi aversi biasanya berupa hukuman-hukuman, seperti kejut listrik atau pemberian ramuan yang bisa membuat mual pada konseli pecandu minuman keras. Teknik terapi aversi ini dipandang sebagai salah satu teknik paling kontroversial dalam konseling behavioral. Menurut Skinner sendiri pemberian hukuman pada terapi aversi ini dinilai kurang baik dibandingkan teknik perkuatan positif. Menurut Skinner dalam penerapan terapi aversi ini akan muncul efek samping emosional tambahan seperti, tingkah laku yang tidak diinginkan akan ditekan oleh konseli hanya bila ada konselor atau penghukumnya saja, atau bisa jadi konseli akan menggeneralisasikan pengaruh dari hukuman yang diberi kepada seluruh tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum. Misalnya, seorang anak yang dihukum akibat

kegagalannya dalam sekolah bisa jadi dirinya akan membenci para guru, semua mata pelajaran bahkan tidak ingin belajar lagi.

5. Pengkondisian operan

Pengkondisian operan dalam konseling behavioral memiliki beberapa teknik tersendiri, antara lain perkuatan positif, pembentukan respon, perkuatan intermiten, penghapusan dan percontohan.29

2. Operant conditioning

a. Pengertian Operant conditioning

Menurut pandangan B.F Skinner operant conditioning atau pengkodisian operan merupakan proses belajar mengendalikan semua respon yang muncul sesuai konsekuensi atau resiko dan individu akan cenderung untuk mengulangi respon yang diikuti oleh penguatan.30 Selain itu, Skinner juga mengemukakan bahwa perilaku bukan sekedar respon atas stimulus namun juga suatu tindakan yang disengaja atau operan. Operan ini merupakan perilaku-perilaku yang membawa efek sama terhadap lingkungan yang dekat dan operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya, sehingga dapat dikatakan bahwa operant conditioning ini merupakan teknik yang melibatkan pengendalian konsekuensi.31

29 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling…. 208-222

30 Oemar Hamalik. Managemen Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2007).49.

31 Muhibbin syah, Psikologi Belajar. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999),88

Mula-mula teori operant conditioning ini berdasarkan pada pandangan B.F. Skninner yang menyatakan bahwa classical conditioning dalam konseling behavioral terlalu sederhana untuk menjadi penjelasan lengkap perilaku manusia yang bersifat kompleks.

Menurutnya cara terbaik untuk memahami perilaku adalah dengan melihat penyebab dari tindakan serta konsekuensinya. B.F Skinner juga meyakini bahwa manusia memiliki sesuatu yang seperti pikiran namun lebih produktif untuk mempelajari perilaku yang dapat diamati daripada sesuatu mengenai mental internal. Operant conditioning ini merupakan bentuk pembelajaran yang mana konsekuensi dari suatu perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas bahwa perilaku akan terjadi.32

b. Prinsip-prinsip operant conditioning

B.F. Skinner menyebutkan bahwa operant conditioning memiliki dua konsep utama yakni penguatan dan hukuman.33 Konsep penguatan disini adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari perilaku dengan memberi ataupun menghilangkan rangsangan. Penguatan sendiri terbagi menjadi penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif atau disebut juga positive reinforcement merupakan rangsangan atau stimulus yang diberikan guna memperkuat kemungkinan munculnya perilaku baik yang

32 Santrock Jhon W. Psikologi Pendidikan. 2007. (Jakarta: kencana). 266

33 Mohammad asrori, psikologi pembelajaran (Bandung: wacana prima, 2007) 9.

diinginkan sehingga respon yang timbul juga meningkat sebab diikuti stimulus yang mendukung.

Sedangkan penguatan negatif atau disebut juga negative reinforcement merupakan peningkatan frekuensi suatu perilaku positif yang disebabkan hilangnya rangsangan yang merugikan atau tidak disukai. Perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif terletak pada penghilangan dan penambahan rangsangan atau stimulus, yang mana keduanya sama-sama digunakan untuk meningkatkan perilaku baik yang diinginkan. Hal ini bisa dideskripsikan sebagai berikut:

- Penguatan Positif (Positive Reinforcement) - Penguatan positif + stimulus => perilaku baik - Penguatan Negatif (Negative Reinforcement) - Penguatan negatif – stimulus => perilaku baik

Konsep kedua dari operant conditioning adalah atau hukuman.

Hukuman merupakan suatu resiko yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan munculnya sebuah perilaku maladaptif yang tidak diinginkan. Hukuman berbeda dengan penguatan negatif, hal ini terletak pada tujuan diberikannya treatment.

Pemberian penguatan tujuannya meningkatkan probabilitas perilaku.

Sedangkan hukuman diberikan untuk mengurangi bahkan menghilangkan probabilitas munculnya perilaku. Hukuman disini juga

terbagi menjadi dua yakni hukuman positif dan hukuman negatif.

Hukuman negatif yakni pemberian hukuman berupa ganjaran yang tidak disenangi, sedangkan hukuman positif berupa hukuman dengan mengambil atau membatasi hal-hal yang disenangi sebab munculnya perilaku maladaptif yang tidak diinginkan.

c. Metode-metode operan conditioning

Operant conditioning memeliki beberapa teknik atau metode dalam penerapannya. Metode tersebut meliputi :34

1. Perkuatan positif

Metode ini berupa pemberian ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang inginkan muncul. Perkuatan disini bisa berupa perkuatan primer dan perkuatan sekunder yang mana perkuatan primer lebih nampak daripada perkuatan sekunder. Contoh perkuatan primer seperti pemberian makanan atau istirahat lebih setelah suatu perilaku yang diiginkan muncul, sedangkan perkuatan sekunder contohnya senyuman, pujian, hadiah, tanda penghargaan dan hal-hal lain yang memuaskan kebutuhan psikologis atau sosial.

Metode ini membutuhkan spesifikasi tingkah laku apa yang diharapkan muncul, kemudian apa saja sesuatu yang menjadi perkuatan bagi individu yang kemudian pada penerapannya

34 Geral Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Refika, 2003), 219

menggunakan perkuatan posistif secara sistematis guna memunculkan perilaku yang diinginkan.

2. Pembentukan respon

Metode pembentukan respon ini dilakukan dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan dengan merubah secara bertahap perilaku saat ini.

Metode ini dilakukan secara berturut-turut hingga mendekati perilaku akhir. Metode pembentukan respon ini dilakukan pada tingkah laku yang belum ada dalam perbendaharaan tingkah laku individu dengan mengembangkan suatu respon. Pembentukan respon ini berhubungan erat dengan metode perkuatan. Contoh kasus, ketika seorang konselor menginginkan konselinya berperilaku empati sebagai ganti dari perilaku acuh tak acuh maka konselor dapat memberikan persetujuan ataupun pujian sebagai perkuatan bagi perilaku yang diiharapkan.

3. Perkuatan intermiten

Metode perkuatan intermiten dalam operant conditioning ini selain digunakan untuk membentuk perkuatan perilaku juga dapat digunakan untuk memelihara tingkah laku baik yang telah terbentuk. Jadwal-jadwal perkuatan merupakan hal yang penting dalam proses operant conditioning untuk memaksimalkan nilai- nilai pemerkuat itu sendiri. Perkuatan intermiten ini diberikan dengan cara terus menerus mengganjar tingkah laku yang

diinginkan setiap kali muncul. Perkuatan intermiten diberikan secara bervariasi terhadap tingkah laku yang spesifik yang mana konselor harus mengganjar setiap kali perilaku yang diinginkan muncul, sehingga individu atau konseli belajar tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Ketika perkuatan intermiten ini sudah hampir mencapai tingkah laku akhir yang diinginkan, frekuensi pemberian perkuatan yang diberikan bisa dikurangi sedikit demi sedikit. Hal ini dilakukan guna mengurangi dampak negatif dari pemberian perkuatan intermiten itu sendiri, contoh kasus yang bisa diambil adalah ketika seseorang selalu mendapatkan pujian atas perolehan dan pencapaiannya akan lebih mudah berputus asa ketika dirinya gagal dan kehilangan perkuatan berupa pujian tersebut dibanding seseorang yang sesekali saja mendapat pujian atas prestasi dan pencapainnya.

4. Penghapusan

Metode ini berangkat dari lawan metode perkuatan yang mana dalam metode perkuatan, tingkah laku yang diinginkan muncul sebagai respon karena adanya suatu perkuatan yang diberikan baik primer maupun sekunder. Sedangkan penghapusan merupakan metode keterbalikan dari perkuatan yang mana pemberhentian atau penghilangan stimulus yang memicu munculnya perilaku maladaptif yang tidak diinginkan membuat tingkah laku maladaptif akan hilang seiring berhentinya pemerkuat

dari tingkah laku maladaptif tersebut setelah satu periode. Metode ini memang terbilang berlangsung lebih lambat karena tingkah laku maladaptif yang hendak dihilangkan sudah terpelihara dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama pula dalam penghapusannya.

5. Percontohan

Pada metode ini, individu dalam merubah tingkah laku maladaptif akan mengamati seorang model yang kemudian diperkuat dengan mencontoh perilaku yang diinginkan dari percontohan yang diberikan sang model. Penerapan metode percontohan ini juga mempertimbangkan status juga kehormatan dari model yang menjadi percontohan bagi individu dalam memunculkan perilaku yang diinginkan. Selain pembentukan perilaku yang diinginkan, melalui metode percontohan ini juga bisa digunakan dalam pengendalian diri individu yang mengalami gangguan reaksi emosional dengan mengamati model atau individu lain yang mendekati objek ataupun situasi yang ditakutinya. Individu akan mengamati bahwa model yang mendekati situasi yang ia takuti tidak mengalami akibat-akibat yang ia bayangkan atau takutkan.

6. Token economy

Metode token economy termasuk dalam metode perkuatan namun dengan aksebilitas yang lebih nyata bagi individu atau

konseli. Pada metode ini konseli bisa meraba langsung perkuatan yang diberikan atas perilaku yang diinginkan. Token economy ini bisa berupa kupon, kepingan logam atau hologram lain yang kemudian nantinya bisa ia tukarkan apabila telah mencapai jumlah yang disepakati. Token economy ini merupakan salah satu contoh dari perkuatan yang ekstrinsik, yang menjadikan individu melakukan sesuatu untuk meraih “pemikat diujung tongkat”.

Token economy bertujuan mengubah motivasi idividu yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik. Tingkah laku yang mulanya dibentuk melalui token economy dan tatkala perilaku tersebut sudah diperoleh maka diharapkan token economy tersebut dapat memelihara dan cukup mengganjar untuk mempertahankan perilaku yang baru.35

3. Kajian Tentang Religiusitas

Religius merupakan suatu sifat keyakinan, nilai-nilai dan norma hidup yang harus dipegang dan dijaga dengan penuh perhatian agar tidak menyimpang bahkan terlepas.36 Sedangkan arti dari religiusitas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pengabdian terhadap agama.

Relisiusitas sendiri memiliki beberapa dimensi didalamnya, yang meliputi

35 Geral Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Refika, 2003), 219-222

36 Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam (Jakarta:

Kencana, 2005).34.

dimensi keyakinan, dimesni pengalaman, dimensi penghayatan, dimensi pengetahuan, dimensi pengamalan dan dimensi peribadatan atau ritualistik.37 Pada penelitian ini peneliti fokus terhadap peningkatan religiusitas dalam dimensi ritualistik. Sebab, dimensi ritualistik ini merupakan dimensi religius yang paling nampak dan dapat diamati secara langsung penurunan atau peningkatannya. Dimensi ritualistik ini dapat diketahui dari sejauh mana seorang individu patuh dalam mengerjakan kegiatan ibadah sesuai dengan tuntunan syariat. Dimensi ritualistik ini berkaitan langsung dengan frekuensi, intensitas dan juga pelaksanaan ibadah seseorang yang menjadi cerminan komitmennya terhadap agama yang dianut. Bentuk dari dimensi ritualistik ini antara lain ibadah sholat, puasa, haji, i‟tikaf, qurban, zakat, membaca al- qur’an, berdzikir dan ritual ibadah lain yang dalam pelaksanaanya dapat diamati dan tidak bersifat rahasia seperti ibadah-ibadah yang berhubungan dengan hati atau fikiran.

Beberapa bentuk ibadah yang menjadi bagian dimensi religiusiitas beserta dasar pelaksaannya :

1. Mendirikan sholat fardlu berjamaah

Sesuai dengan perintah nabi dalam hadist yang berbunyi :

َق َر َلا ُس َع الله ىّلص الله ُلو َسو وي َل

ُلَضْفَا ةَعاَمَْلْا ةَلََص : مّل َنْيِرْشِعَو ٍعْبَسِب ِّدَفلا ِةَلََص َنِم

ةَجَرَد - ويلع قفتم

37 Nashori, Fuad & Mucharam, R.D. Mengembangkan reativitas Dalam Perspektif Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus,2002),78-82

Yang artinya : Nabi SAW bersabda “Sholat berjamaah itu lebih utama dari sholat sendiri dengan dilipatkan sampai 27 derajat”

(H.R. mutafaqun alaih).38

Sesuai juga dengan perintah Allah SWT. yang termaktub dalam suat An- nisa’ ayat 102.

اوُذُخْأَيْلَو َكَعَم ْمُهْ نِم ٌةَفِئاَط ْمُقَ تْلَ ف َة َلََّصلا ُمَُلَ َتْمَقَأَف ْمِهيِف َتْنُك اَذِإَو َْلَ ٰىَرْخُأ ٌةَفِئاَط ِتْأَتْلَو ْمُكِئاَرَو ْنِم اوُنوُكَيْلَ ف اوُدَجَس اَذِإَف ْمُهَ تَحِلْسَأ ۗ ْمُهَ تَحِلْسَأَو ْمُىَرْذ ِح اوُذُخْأَيْلَو َكَعَم اوُّلَصُيْلَ ف اوُّلَصُي

Artinya : “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama- sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata”.(Q.S. An-nisa‟ :102)39 2. Membaca Al qur’an dengan tartil

اًلَْيِتْرَ ت َنٰاْرُقْلا ِلِّتَرَو ِوْيَلَع ْدِز ْوَا

38 Zainal Arifin Abu bakar, “Perintah dan Manfaat Sholat Berjamaah” 11 maret 2009, https://islam.nu.or.id/khutbah/perintah-dan-manfaat-solat-berjamaah-2tYBH

39 Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Makna Ke Dalam Bahasa Indonesia Mushaf Ayat Kudus.

(Kudus : Menara Kudus. 2006).95.

Artinya: “Atau lebih dari (seperdua itu) dan bacalah al-qur‟an dengan perlahan-lahan(tartil)”.(Q.S. Al-muzammil 73:4)40

Berikut hadits nabi yang menganjurkan membaca al-qu’an dengan pelan- pelan.

ُمِصاَع ِنَِثَّدَح َناَيْفُس ْنَع َيََْيَ اَنَ ثَّدَح ٌدَّدَسُم اَنَ ثَّدَح ِنْب َِّللَّا ِدْبَع ْنَع ٍّرِز ْنَع َةَلَدْهَ ب ُنْب

ْلِّتَرَو ِقَتْراَو ْأَرْ قا ِنآْرُقْلا ِبِحاَصِل ُلاَقُ ي َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق َلاَق وٍرْمَع اَمَك

ٍةَيآ ِرِخآ َدْنِع َكَلِزْنَم َّنِإَف اَيْ نُّدلا ِفِ ُلِّتَرُ ت َتْنُك َهُؤَرْقَ ت

Artinya: “Telah menceritakan kepada Kami Musaddad, telah menceritakan kepada Kami Yahya dari Sufyan, telah menceritakan kepadaku 'Ashim bin Bahdalah dari Zirr dari Abdullah bin 'Amr, ia berkata : Rasulullah SAW. bersabda:

"Dikatakan kepada orang yang membaca Al Qur'an: "Bacalah, dan naiklah, serta bacalah dengan tartil (jangan terburu-buru), sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia, sesungguhnya tempatmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca” (H.R. Dawud no.1252).41

3. Berdzikir

Berdzikir merupakan suatu ibadah yang bisa dilakukan kapanpun, bisa setelah sholat yang disebut wirid, juga bisa dilakukan diluar waktu sholat. Berikut tuntunan diperintahkannya berdzikir

َف َذإ َق ا ْ ي ُت ُم َض َلَصلا َف ة ُك ُر ْذا َالله او َيق ًما َو ا ُ ق ُع َو ا ًدو ُج ىل َع ُن ُكبو م

40 Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah...574.

41 Hadits Dawud No. 1252 | Disunahkan untuk membaca Al-Qur'an dengan tartil

Dokumen terkait