PENERAPAN KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK OPERANT CONDITIONING DALAM MENINGKATKAN RELIGIUSITAS SANTRI ASRAMA
TAHFIDZ MAN 2 JEMBER
SKRIPSI
Oleh : Siti Masruroh NIM : D20183058
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS DAKWAH
JULI 2022
PENERAPAN KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK OPERANT CONDITIONING DALAM MENINGKATKAN RELIGIUSITAS SANTRI ASRAMA
TAHFIDZ MAN 2 JEMBER SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri
Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Fakultas Dakwah Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam
Oleh : Siti Masruroh NIM : D20183058
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER
FAKULTAS DAKWAH
JULI 2022
PENERAPAN KONSELING BEHAVIORAL DENGAN TEKNIK OPERANT CONDITIONING DALAM MENINGKATKAN RELIGIUSITAS SANTRI ASRAMA
TAHFIDZ MAN 2 JEMBER SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Fakultas Dakwah Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam
Oleh : Siti Masruroh NIM : D20183058
Disetujui Pembimbing
Dr. H. Rosyadi Br., M.Pd.I NIP. 196012061993031001
SKRIPSI
Telah diujikan dan diterirla untuk h{emenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Saqiana Sosial {S.Sos}
Fakutrtas Dakwah Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam
l{ari:
$enin 'Ianggril I 0,1Juli ?022Tim Penguji
Ketua Sekretaris
Suryadi, trIA,
NIP. 19920712201903100?
l]-
t{IP. 1 97612222fit}6041003
Anggota:
L
Prof" Dr. Ahidul Asror, M.Ag.2.
Dr. H. Rosyadi BR., M"Ag.(
r
ui
003
)
MOTTO
ْمُى َلََو ْمِهْيَلَع ٌفْوَخ َلََف اوُماَقَ تْسا َُّثُ َُّللَّا اَنُّ بَر اوُلاَق َنيِذَّلا َّن
إَنوُنَزَْيَ
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita.”. (QS. Al- Ahqaf/46 : 13).1
1 Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Makna Ke Dalam Bahasa Indonesia Mushaf Ayat Kudus.
Kudus : Menara Kudus. 2006. 503.
PERSEMBAHAN
Puji syukur alhamdulillah selalu dihaturkan kepada Allah SWT yang mana atas ridho dan kehendak-Nya tugas akhir skripsi ini bisa terselesaikan. Sholawat dan salam atas Nabi agung Muhammad SAW. pembawa risalah kebenaran serta para keluarga juga para pengikutnya, semoga kelak dipertemukan bersama mereka di kehidupan yang mulia.
Karya ini saya persembahkan kepada seluruh pihak dan sosok-sosok yang telah menopang juga menemani sejak awal hingga akhir perjalanan. Orang tua saya bapak Abu Tholib dan ibu Suhertini, semoga selalu dilimpahi rohmat oleh Allah SWT. terima kasih saya seumur hidup tidak mampu mengganti seujung-pun dari perjuangan mereka mendidik saya hingga sampai pada titik ini. Terima kasih kepada ibu Harbaiyah, ibu kedua saya yang sangat saya sayangi dan sosok penopang saya dalam belajar. Kedua adik saya yang menggemaskan beserta nenek saya yang juga menggemaskan, tidak lupa seluruh keluarga saya yang selalu saya panjatkan keberkahan dan kebahagiaan hidupnya.
Saudari-saudari sepenangguhan saya, Diana Fitri Utami yang saling dorong sampai dititik akhir tugas akhir ini. Robiatul Islamiah seorang ibu rumah tangga yang cerdas dan rendah hati, pelajaran hidup banyak saya ambil darinya.
Melyniatul Khasanah yang selalu santai menghadapi apapun. Sahabat-sahabat saya lainnya, pasukan “kost hunter” yang menjadi penyemangat serta tempat tumpah ruah isi fikiran saya. Saudari Trianti Nur Afifah dan Ainy Nur Kholida
tersayang. Semoga selalu diberi lapang dalam berjuang. Tidak ada ganti yang bisa saya beri dan tidak ada pula bentuk sayang paling indah kecuali doa.
KATA PENGANTAR
Haturan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabatnya serta para pengikutnya.
Penulisan skripsi ini tidak mungkin dapat diselesaikan tanpa bantuan banyak pihak, oleh sebab itu ucapan terimakasih yang tak terhingga dihaturkan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, S.E., M.M. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
2. Bapak Prof. Dr. Ahidul Asror, M.Ag. Selaku Dekan Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
3. Bapak Muhammad Ardiyansyah, M.Ag. Selaku ketua prodi Bimbingan Konseling Islam Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember.
4. Bapak Dr. H. Rosyadi BR., M.Pd.I Selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.
5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah banyak memberikan ilmu, mendidik dan membimbing selama penulis menempuh pendidikan di kampus tercinta.
6. Bapak Drs. Riduwan Selaku kepala Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember
7. Ibu Dra. Hj. Kodariyah Mardiana Selaku ketua pengurus Asrama Tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember
8. Seluruh Karyawan dan Karyawati Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember 9. Para musyrifah asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember yang
telah segan membantu serta berkontribusi dalam proses penelitian ini.
10. Santri Asrama Tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember yang telah bersedia membantu memenuhi data dalam menyelesaikan penelitian ini Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan karya ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih membutuhkan saran dan kritik membangun untuk kekurangan-kekurangan didalamnya. Kami berharap skripsi ini menjadi ladang manfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.
Akhirnya, semoga segala kebaikan dan sumbangsih seluruh pihak yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang baik dan lebih dari Allah SWT. Jazakumullahu Ahsanal Jaza‟.
Jember, 04 Juli 2022
Penulis
ABSTRAK
Siti Masruroh, 2022: Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Operant Conditioning Dalam Meningkatkan Religiusitas Santri Asrama Tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember
Kata kunci: Behavioral, Operant Conditioning, Religiusitas.
Konseling behavioral merupakan aliran konseling berisi sudut pandang ilmiah mengenai perilaku manusia . Konseling behavioral memiliki banyak teknik dan salah satunya adalah operant conditioning. Operant conditioning merupakan suatu prosedur yang digunakan pada individu agar dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian ganjaran atau hukuman yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif bebas.
Fokus masalah yang diteliti dalam skripsi ini meliputi: 1) Bagaimana proses penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember, 2) Apa saja hambatan yang dialami selama proses penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember.
Tujuan dari penelitian ini juga meliputi: 1) Mendeskripsikan proses penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember, 2) Menyebutkan dan mendeskripsikan hambatan yang dialami selama proses penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif dalam mengidentifikasi permasalahan di lapangan. Objek penelitian dilakukan secara purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan analisis non-statistik. keabsahan datanya menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik.
Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa: 1) Proses penerapan penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember melalui langkah-langkah serta teknik-teknik di dalamnya yakni, Tahap assessment, Tahap goal setting, Tahap implementasi teknik, Tahap evaluasi dan mengakhiri konseling dan teknik operant conditioning yang berupa perkuatan positif, Percontohan, Token economy, Penghapusan, Perkuatan intermiten 2) Hambatan penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri meliputi beberapa faktor yakni faktor dari segi santri (konseli) seperti usia, gender, pendidikan, motivasi diri, harapan dan kepribadian. Faktor dari segi gangguan atau masalah yaitu Jenis masalah atau gangguan dan bobot masalah atau gangguan. Faktor dari segi musyrifah (konselor) yakni Kemampuan musyrifah dan hubungan yang harmonis antara musyrifah dengan para santri.
DAFTAR ISI
COVER ... i
HALAMANPERSETUJUAN... ii
HALAMANPENGESAHAN ... iii
MOTTO ... iv
PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGANTAR ... vi
ABSTRAK ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Konteks Penelitian ... 1
B. Fokus Penelitian ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Istilah ... 9
F. Sistematika Pembahasan ... 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 14
A. Penelitian Terdahulu ... 14
B. Kajian Teori ... 18
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
A. Pendekatan Dan Jenis Penelitian ... 39
B. Lokasi Penelitian ... 40
C. Subyek Penelitian ... 40
D. Teknik Pengumpulan Data ... 41
E. Analisis Data ... 42
F. Keabsahan Data ... 43
G. Tahap Penelitian ... 44
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 49
A. Gambaran Objek Penelitian ... 49
B. Penyajian Data Dan Analisis ... 59
C. Pembahasan Temuan ... 92
BAB V PENUTUP ... 110
A. Kesimpulan ... 110
B. Saran-saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 115
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Orisinalitas Penelitian ... 17
Tabel 2.2 Analisis Fungsi Modifikasi Perilaku... 20
Tabel 2.3 Analisis Fungsi Modifikasi Perilaku 2... 21
Tabel 2.4 Prediksi tingkah laku maladaptif... 24
Tabel 4.1 Data santri asrama tahfidz MAN 2 Jember... ... 53
Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Asrama Tahfidz MAN 2 Jember.. ... 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Analisis Triangulasi Sumber ... 44 Gambar 4.1 Struktur kepengurusan asrama ... 56
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian
Konseling merupakan suatu layanan yang diberikan oleh konselor kepada konseli guna menangani masalah ataupun gangguan yang dialami konseli.
Konseling sendiri sebagai suatu layanan bertujuan memberikan bantuan kepada konseli baik individual maupun kelompok melalui beberapa teknik yang disesuaikan dengan masalah yang dialami. Secara umum layanan konseling memiliki tujuan yakni membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangan diri baik secara spiritual, individual maupun sosial secara optimal. Konseling sendiri dalam penerapannya memiliki banyak aliran dan banyak teknik, salah satunya adalah konseling dengan aliran behavioral. Konseling behavioral ini merupakan suatu metode konseling yang mempelajari perilaku tidak adaptif melalui proses belajar yang normal yang mana perilaku tersebut terdiri dari emosi, motorik, respon dan kognitif. Singkatnya, konseling behavioral merupakan aliran konseling berisi sudut pandang ilmiah mengenai perilaku manusia.2
Konseling behavioral sendiri memiliki beberapa teknik di dalamnya, salah satunya adalah teknik operant conditioning. Teknik operant conditioning adalah teknik konseling behavioral yang berfokus pada pemberian ganjaran atau hukuman yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif bebas sebagai upaya mengontrol tingkah laku individu. Teknik operant conditioning dalam pelaksanaannya dinilai lebih fleksibel dibanding beberapa teknik lain. Inilah yang
2 Santrock Jhon W. Psikologi Pendidikan. 2007. Jakarta: kencana. 266
menjadi alasan teknik konseling behavioral dengan teknik operant conditioning ini diterapkan oleh musyrifah asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember.
Musyrifah selaku pembimbing para santri di asrama dan konselor sebagai pemberi layanan konseling ini bertugas membentuk karakter santri asrama sesuai dengan norma dan syariat islam, menjadikan santri sebagai individu yang berkarakter baik serta muslim yang taat.
Hal diatas selaras dengan kandungan dari UU no. 20/2003 tentang sistem pendidikan nasional mengenai konselor yang menyatakan bahwa kualifikasi seorang konselor lebih pada kinerjanya dan konteks tugas yang berorientasi pada bentuk layanan dan berbeda dengan ekspektasi kinerja tenaga pendidik seperti guru maupun dosen. Pada peraturan menteri pendidikan nasional no. 22/2006 juga diperjelas bahwa ekspektasi kinerja konselor dengan kinerja guru berbeda dan harus dijelaskan agar tidak berdampak dan mengaburkan konteks tugas seorang konselor. Tugas seorang konselor lebih pada pengembangan diri individu diluar kelompok mata pelajaran dalam kelas. Pada pasal 5 ayat (1) PP No. 19/2005 juga mempertegas bahwa konselor mempunyai tanggungjawab tugas memandirikan individu dalam penyelenggaraan layanan bimbingan konseling dan seorang konselor bertugas menyelenggarakan layanan yang hampir meliputi seluruh misi dari satuan pendidikan.3
Berdasarkan informasi dari hasil wawancara pendahuluan kepada salah satu musyrifah menyatakan bahwa penerapan konseling dengan teknik operant
3 Akhmad Sugianto,S.Pd Study Center: UNDANG-UNDANG TENTANG KONSELOR (akhmad-
sugianto.blogspot.com).
conditioning ini dipilih melalui analisis keadaan serta masalah perilaku yang terjadi di asrama tahfidz MAN 2 Jember. Teknik operant conditioning ini dipandang cocok dan sesuai dengan masalah rendahnya karakter maupun moral peserta didik sebagai dampak dari pembelajaran jarak jauh. Tidak adanya kontrol secara langsung membuat batasan tersendiri bagi pembimbing dalam memberi teladan maupun arahan, begitu juga yang dialami musyrifah. Sama halnya dengan para santri yang kurang lebih selama dua tahun masa pandemi harus melaksanakan kegiatan asrama via daring yang mengakibatkan religiusitas mereka harus dipupuk ulang setelah asrama mulai aktif lagi secara offline.4
Upaya-upaya yang ada dalam teknik operant conditioning ini sejalan dengan prinsip islam mengenai keistiqomahan serta pemberian teladan dan aspek religisusitas yang ingin ditingkatkan ini berlandaskan pada Al qur’an surat Az- zariyat ayat 56 yang berbunyi
ِنوُدُبْعَ يِل َّلَِإ َسنِْلْٱَو َّنِْلْٱ ُتْقَلَخ اَمَو
Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku” (QS. Az-Zariyat : 56)5
Sebagai pembimbing, musyrifah melalui teknik operant conditioning berupaya menanamkan karakter religius kepada para santri asrama karena sebagai seorang pemeluk agama islam harus menyadari bahwa manusia dan jin tidak lain diciptakan sebagai hamba untuk senantiasa beribadah dan menyembah Allah
4 Wawancara dengan ustadzah Putri Kusuma selaku ketua musyrifah pada 19 maret 2022, 20.00
WIB
5 Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Makna Ke Dalam Bahasa Indonesia Mushaf Ayat Kudus.
Kudus : Menara Kudus. 2006. 523.
SWT. melalui ritual ibadah yang telah diatur oleh Allah SWT baik dalam Al qur’an maupun melalui sunnah-sunnah nabi Muhammad SAW. Konseling behavioral dengan teknik operant conditioning ini diterapkan kepada santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember.
Santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember ini juga merupakan siswi dari Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember yang mana rata-rata umur mereka masih belasan tahun atau biasa disebut remaja. Remaja yang merupakan aset dan harapan bangsa di masa mendatang, dimana remaja dan anak muda masa kini adalah bakal pemimpin di masa mendatang. Remaja harus dibekali dengan ilmu serta pribadi yang baik dan tekun demi kemajuan bangsa kelak. Oleh sebab itu, pendidikan karakter perlu diterapkan kepada para santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember terutama karakter religiusitas mereka yang belakangan ini lepas kontrol selama pandemi. Karakter religiusitas ini menjadi karakter dasar spiritual yang sangat urgent bagi setiap muslim, dimana ketika individu telah berpegang teguh pada landasan dasar agama yang baik maka akan melahirkan perilaku-perilaku baik lainnya di segala lini kehidupan. Sebab, sejatinya dalam agama hanya hal-hal baik yang diajarkan.
Penerapan konseling behavioral dengan beberapa teknik operant conditioning ini diharap mampu menjadikan para santri sebagai individu yang baik dalam segi spiritual, emosional maupun intelektual. Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan kepada wali asrama di peroleh informasi bahwa memang terdapat beberapa perubahan karakter baik dari siswi sekolah maupun santri yang di asrama. Pandemi yang berjalan kurang lebih dua tahun ini sudah merubah
banyak sektor kehidupan terutama sektor pendidikan. Nampak sekali terjadi kesenjangan setelah pandemi termasuk salah satunya adalah karakter religius para santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember. Selain itu, pandemi yang memaksa hampir semua sektor kehidupan beralih ke mode jaringan internet juga berpengaruh kepada para santri. Mereka menjadi individu yang sangat bergantung pada android ataupun alat elektronik lain. Berbeda dengan santri di era sebelum pandemi yang memilliki religiusitas relatif tinggi, dimana kesehariannya dilakukan tanpa gadget dan lain sebagainya.6
Fenomena diatas menjadi landasan hal tersebut menarik untuk diteliti.
Selain itu, karakter religius yang diupayakan meningkat melalui teori konseling behavioral dengan teknik operant conditioning juga menjadi hal yang menarik untuk diteliti bagi pihak yang yang berkecimpung dalam bimbingan konseling islam. Pengaplikasian teori-teori konseling pada aspek spiritualitas muslim dengan dikolaborasikan dalil-dalil agama menjadikan penerapan dari bimbingan konseling islam lebih konkrit serta menambah wawasan dalam praktek bimbingan konseling islam itu sendiri. Selain itu, perubahan-perubahan yang diakibatkan dari dampak pandemi memang menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti karena permasalahan-permasalahan yang muncul merupakan permasalahan-permasalahan baru yang belum pernah dialami sebelum pandemi melanda. Perubahan karakter santri asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember termasuk religiusitasnya merupakan salah satu dampak dari pandemi, semua yang berbasis daring dan internet mulai memforsir diri mereka, baik waktu maupun karakter.
6 Wawancara dengan Ibu Lina Pahalawati selaku wali asrama pada 14 April 2022, 15.00 WIB
Berdasarkan paparan konteks penelitian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Operant Conditioning Dalam Meningkatkan Religiusitas Santri Asrama Tahfidz MAN 2 Jember”.
B. Fokus Penelitian
Perumusan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan istilah fokus penelitian. Bagian ini mencantumkan semua rumusan masalah yang kemudian terjawab melalui hasil dari proses penelitian. Perumusan masalah ini disusun secara singkat, jelas, tegas, spesifik dan operasional yang dituangkan dalam bentuk kalimat tanya.7 Peneliti mengambil beberapa fokus penelitian yang berbasis pertanyaan-pertanyan sesuai data dan informasi yang ingin diperoleh, antara lain :
1. Bagaimana penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember?
2. Apa saja hambatan penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri di asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember?
7 Zainal Abidin Dkk, PedoManPenulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jembeer,2020), 90.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang dituju dalam melakukan penelitian.8 Berdasarkan fokus penenilitian atau rumusan masalah yang telah disebutkan, maka tujuan yang sesuai dengan fokus masalah diatas meliputi:
1. Mendeskripsikan proses penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember.
2. Mendeskripsikan hambatan penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri di asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian merupakan bagian yang berisi mengenai kontribusi yang diberikan setelah terlaksananya sebuah penelitian. Manfaat penelitian terdiri atas manfaat teoritis dan praktis, seperti manfaat bagi peneliti, instansi dan masyarakat secara keseluruhan.9 Manfaat penelitian harus realistis.
Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua aspek, yakni manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut :
1. Manfaat teoritis
a. Manfaat teoritis Memberikan pemahaman dan wawasan mengenai penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning
8 Zainal Abidin Dkk, 90.
9 Zainal Abidin Dkk, 91
yang dilaksanakan di asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember dalam meningkatkan religiusitas santri.
b. Sebagai sumber referensi dan informasi terhadap pembaca mengenai proses penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning yang dilaksanakan di asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember dalam meningkatkan religiusitas santri.
2. Manfaat praktis a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharap dapat menjadi ladang kebaikan sebab tambahan pengetahuan yang semoga bermanfaat bagi orang lain terutama pihak yang berkompeten dibidang bimbingan konseling islam. Penelitian ini diharap pula dapat menambah wawasan keilmuan sebagai bekal penulisan karya ilmiah selanjutnya terutama terkait dengan konseling behavioral dalam meningkatkan religiusitas.
b. Bagi Kampus Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember
Penelitian ini diharap bisa memberi sumbangsih kepada kampus Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember berupa tambahan referensi maupun khazanah keilmuan khususnya bagi fakultas dakwah terkait penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember.
c. Bagi Program Studi Bimbingan Dan Konseling Islam
Memberi pandangan baru mengenai penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning pada ranah religiusitas santri di asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember.
d. Bagi Lembaga Asrama Tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember Mengeksplorasi fenomena penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember dengan harapan penerapan konseling yang ada disana tetap terus dilaksanakan bahkan terus diperbaharui sesuai kebutuhan yang ada.
E. Definisi Istilah 1. Konseling behavioral
Konseling secara bahasa berarti nasehat, anjuran, pembicaraan yang berasal dari bahasa inggris “counsel”.10 Pada pemahaman yang lebih mendasar konseling diartikan sebagai hubungan tatap muka, bersifat rahasia, penuh dengan sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari seorang ahli yang disebut konselor kepada klien yang disebut konseli untuk membantu mengatasi masalah.11 Sedangkan behavioral merupakan salah satu teknik atau teori yang ada dalam konseling yang sering disebut dengan teori belajar modifikasi perilaku atau terapi perilaku. Teori behavioral sendiri berakar pada
10 W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti. Bimbingan dan Konseling di Institusi pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2006), 25.
11Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan. Landasan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2014),8.
teori tentang belajar dengan menyertakan penerapan sistematis prinsip-prinsip belajar pada perubahan tingkah laku ke arah yang lebih adaptif dan positif.12
Sedangkan operant conditioning atau pengondisian operan merupakan salah satu dari beberapa teknik yang ada dalam pendekatan behavioral.
operant conditioning menurut B.F Skinner adalah suatu prosedur yang digunakan pada individu agar dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian ganjaran atau hukuman yang bijaksana dalam lingkungan yang relatif bebas.13
2. Religiusitas
Secara bahasa kata religiusitas asal katanya adalah religi yang diambil dari bahasa Belanda religie atau bahasa Inggris religion yang bermakna berhati-hati dan berpegang pada norma-norma atau aturan secara ketat dalam artian bahwa religius merupakan suatu sifat keyakinan, nilai-nilai dan norma hidup yang harus dipegang dan dijaga dengan penuh perhatian agar tidak menyimpang bahkan terlepas.14 Menurut Glock & Stark dalam religiusitas terdapat beberapa dimensi yang mana salah satunya merupakan dimensi peribadatan atau praktek agama (ritualistik).15 Dimensi religius riatualisik ini merupakan dimensi yang paling menonjol dan bisa diamati karena menjadi ciri paling nampak bagi seorang muslim adalah perilaku ibadahnya kepada
12 Geral Corey. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. (Bandung: Refika, 2003), 196.
13 Alek sobur. Psikologi Umum. (Bandung : CV. Pustaka Setia,2003) ,229.
14 Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir. Kawasan dan Wawasan Studi Islam (Jakarta:
Kencana, 2005).34.
15 Nashori, Fuad & Mucharam, R.D. Mengembangkan Kreatifitas Dalam Perspektif Psikologi Islami. (Yogyakarta: Menara Kudus,2002),78-82.
Allah SWT. Dimensi ini mencakup sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lain yang terlihat.
3. Santri asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember
Santri asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember merupakan peserta didik yang mendalami ilmu agama terutama terkait al-quran dan bermukim disana. Santri disana juga sekaligus murid di Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember. Asrama tahfidz Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember ini merupakan lembaga dibawah naungan Madrasah Aaliyah Negeri 2 Jember yang mana didirikan guna merealisasikan program sekolah, yakni program tahfidzul qur‟an. Selain program tahfidz di asrama juga dibekali dengan kajian-kajian keilmuan agama lain.
Definisi istilah diatas diharapkan bisa memberikan pandangan terkait pembahasan dari penelitian ini. Penelitian ini ingin mendeskripsikan bagaimana penerapan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning dalam meningkatkan religiusitas santri di asrama tahfidz Madrasah Aliyah Negeri 2 Jember yang terkhusus pada dimensi ritual atau peribadatan santri.
F. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan pedoman penulisan karya tulis ilmiah yang diiterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Mengacu pada buku pedoman kampus, skripsi dengan metode penelitian kualitatif terdiri dari beberapa bagian antaranya bagian awal berisi halaman judul, lembar
persetujuan pembimbing, lembar pengesahan, motto, persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel atau gambar apabila ada. Bagian inti berisi bab 1 pendahuluan yakni konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, definisi istilah, sistematika pembahasan. Bab 2 berisikan kajian pustaka yakni penelitian terdahulu dan kajian teori. Bab 3 berisi metode penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, subyek penelitian, teknik pengumpulan data,analisis data, keabsahan data dan tahap-tahap penelitian. Bab 4 berisi penyajian data dan analisis yang meliputi gambaran obyek penelitian, penyajian data dan analisis, dan pembahasan temuan. Bab 5 berisi penutup yakni simpulan dan saran-saran. Pada bagian akhir berisi daftar pustaka, pernyataan keaslian tulisan serta lampiran-lampiran terkait. 16
16 Zainal Abidin Dkk, PedoManPenulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jembeer,2020), 86-87.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu
Pada bagian ini peneliti memaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan guna melihat sejauh mana orisinalitas dan posisi penelitian yang hendak dilakukan. Bagian ini berisi ringkasan dari penelitian terdahulu baik yang sudah terpublikasikan maupun yang belum terpublikasikan (skripsi, tesis, disertasi, artikel yang dimuat pada jurnal ilmiah, dan sebagainya).17 Berikut beberapa penilitian terdahulu yang peneliti ambil :
1. Skripsi, Latifah Eka Putri dari Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Bimbingan dan Konseling tahun 2017 dengan judul “Efektifitas Konseling Behavioral Dengan Teknik Operant Conditioning Untuk Mengurangi Perilaku Mencontek Pada Siswa Kelas VII Di Mts Muhammadiyah Sukarame Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dan jenis penelitiannya menggunakan pretest dan post test control group design. Penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh dan penelitian ini menggunakan angket serta program SPSS 17.0 for windows dalam menganalisis datanya.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa layanan konseling behavioral dengan teknik operant conditioning terbukti efektif dalam mengurangi
17 Zainal Abidin Dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, (Jember: IAIN Jember,2020), 46.
perilaku mencontek pada siswa kelas VII di Mts Muhammadiyah Sukarame Bandar Lampung tahun pelajaran 2016/2017.
2. Skripsi, Nurul Mufidah dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah, Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah tahun 2017 dengan judul “Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Positive Reinforcement Untuk Mengendalikan Perilaku Bullying Siswa Kelas II MI Miftahul Ulum Plosorejo Kabupaten Blitar” . penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan metode penelitian action research. Teknik pengumpulan menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi yang kemudian dianalisis dengan cara reduksi data, memaparkan data dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk bullying yang terjadi di kelas II MI Miftahul Ulum Plosorejo adalah memukul, mempermainkan barang teman, mengancam, mengolok-olok, berkata jorok, merasa tidak nyaman, ketakutan. Faktor yang mengakibatkan adanya bullying adalah latar belakang keluarga yang broken home, kurang perhatian, kekerasan dalam keluarga, lingkungan dan teman sebaya. Teknik positive reincefement ini dilaksanakan selama 12 hari. Berdasarkan pelaksanaan teknik positive reinforcement selama 12 hari di MI Miftahul Ulum Plosorejo dapat disimpulkan bahwa teknik positive reinforcement dapat mengurangi perilaku bullying pada siswa kelas II MI Miftahul Ulum Plosorejo.
3. Skripsi, Ocha Septianti dari Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Fakultas Dakwah Dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam tahun 2020 dengan judul “Strategi Dakwah Rohis Dalam Meningkatkan Religiusitas Remaja Di SMK Yapena Bandar Lampung” . Metode penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan dan bersifat deskriptif. Metode pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Subyek penelitiannya dipilih secara purposive sampling dengan menentukan informan yang dapat memberi informasi secara optimal. Hasil penelitian ini memaparkan bahwa dalam meningkatkan religiusitas remaja di SMK Yapena Bandar Lampung terdapat faktor eksternal dan internal yang menjadi pendorong maupun penghambat.
4. Skripsi, Siti Umi Taslima dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, Program Studi Bimbingan Dan Konseling Islam tahun 2016 dengan judul “Peningkatan Religiusitas Pada Lanjut Usia (Studi Pada Lansia Di Komplek Eks.
Kowilhan II Kelurahan Baciro Kecamatan Gondokusuman Yogyakarta)”.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan analisis datanya dilakukan secara induktif. Teknik pengumpulan datanya menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini menggambarkan bahwa lansia melakukan upaya dalam meningkatan sikap religius dengan bertambahnya ketaatan dan keimanan kepada Allah SWT.
aktif mengikuti pengajian, rajin sholat berjamaah, tadarus al-quran dan
berdzikir, membangun hubungan baik dengan orang lain, serta merasakan pengalaman religius di kehidupannya. Sebagai suatu upaya dalam meningkatkakn sikap religiusitas pada lansia ini didapatkan hasil bahwa adanya peningkatan dalam hal melakukan kegiatan ibadah dan amalan yang baik bagi kehidupan masa lanjutnya.
Tabel 2.1 Orisinalitas Penelitian
NO. PENELITI JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN Orisinalitas Penelitian
1 Latifah Eka Putri
Efektifitas Konseling Behavioral Dengan Teknik Operant Conditioning Untuk
Mengurangi Perilaku
Mencontek Pada Siswa Kelas VII Di Mts
Muhammadiyah Sukarame Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017
Penelitian menggunakan teknik operant conditioning
Penelitian menggunakan metode
kuantitatif dan jenis
penelitiannya menggunakan pretest dan post test control group design. Fokus penelitian ini penanggulangan perilaku
mencontek siswa.
2 Nurul Mufidah
Penerapan Konseling Behavioral Dengan Teknik Positive
Reinforcement Untuk
Mengendalikan Perilaku Bullying Siswa Kelas II MI Miftahul Ulum
Penelitian menggunakan metode kualitatif dan menggunakan penerapan
konseling behavioral
Fokus penelitian lebih pada mengendalikan perilaku bullying siswa
Plosorejo
Kabupaten Blitar
3 Ocha Septianti Strategi Dakwah Rohis Dalam Meningkatkan Religiusitas Remaja Di Smk Yapena Bandar Lampung
Penelitian menggunakan metode kualitatif dan ingin
mengetahui peningkatan religiusitas
Fokus penelitian lebih pada strategi dakwah rohis
4 Siti Umi Taslima
Peningkatan Religiusitas Pada Lanjut Usia (Studi Pada Lansia Di Komplek Eks.
Kowilhan II Kelurahan Baciro Kecamatan GondokusuMan Yogyakarta)
Penelitian menggunakan metode kualitatif dan ingin
mengetahui peningkatan religiusitas
Subyek
penelitian pada lansia dan lebih pada upaya yang dilakukan
B. Kajian Teori
1. Konseling behavioral
a. Pengertian konseling behavioral
Kata konseling secara umum diartikan sebagai hubungan tatap muka antara seorang ahli (konselor) dengan kliennya (konseli) yang bersifat rahasia, penuh dengan penerimaan, serta pemberian kesempatan kepala klien atau konseli. Pada proses konseling seorang konselor menggunakan kemampuan dan keterampilannya untuk membantu mengatasi masalah-masalah yang dialami konseli.18 Pemahaman diatas
18Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2014),8.
merujuk pada arti kata konseling itu sendiri yang diambil dari bahasa Inggris yakni Counsel yang berarti nasihat, anjuran dan pembicaraan.19
Behavioral merupakan salah satu teori dalam konseling dan psikologi yang diusung oleh B.F Skinner. Secara bahasa kata behavior berarti kelakuan, perilaku, tabiat atau tingkah laku.20 Sedangkan behavior menurut istilah adalah penerapan beberapa teknik dan prosedur yang berakar pada teori tentang belajar dengan menyertakan penerapan sistematis prinsip-prinsip belajar pada perubahan perilaku kearah yang lebih adaptif. Teori behavior ini mengandung tiga asumsi dasar yakni tingkah laku itu mengikuti hukum tertentu, tingkah laku dapat diprediksi dan tingkah laku dapat dikontrol.21
Teori behavior menyatakan bahwa tingkah laku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan menyingkapkan hukum yang mengendalikan tingkah laku. Pada teori ini manusia dipandang mempunyai kecenderungan positif dan negatif yang sama dan teori ini berpandangan bahwa manusia pada dasarnya ditentukan dan dibentuk oleh pengaruh lingkungan sosialnya.22
Menurut pandangan behavior, perilaku manusia hakikatnya adalah kepribadian itu sendiri yang mana perilaku manusia terbentuk melalui hasil dari berbagai pengalaman yang telah ia lalui. Pengalaman tersebut
19 W.S. Winkel dan M.M. Sri Hastuti, Bimbingan dan Konseling di Institusi pendidikan, (Yogyakarta: Media Abadi, 2006), 25
20 Pius A Partanto dan Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 69
21 Alwisol. Psikologi Kepribadian. (Malang: UMM Press,2009) 320.
22 Gerald Corey, teori dan praktek konseling & psikoterapi. (Bandung: Refika Aditama,2005).
195.
merupakan interaksinya dengan lingkungan sekitar. Menurut behavior kepribadian seseorang bisa dilihat dan nampak dari perilakunya, sehingga konsep dasar dalam konseling behavior adalah belajar, perubahan perilaku melalui situasi atau stimulus yang diterima dan perubahan perilaku tersebut bukan disebabkan kematangan individu.23
Pada konseling behavioral terdapat tahap analisis fungsi mengenai modifikasi perilaku. Tahap ini bertujuan menganalisis perilaku individiu berdasarkan isyarat, tingkah laku serta konsekuensi atau ganjaran. Berikut adalah contoh perilaku beserta tabel dari analisis fungsi. Pada waktu shubuh dan adzan berkumandang, para santri sudah bangun tidur. Linda berangkat ke masjid untuk melaksanakan sholat shubuh berjamaah.
a) “Linda pergi ke masjid dan melaksanakan sholat shubuh berjamaah” adalah bentuk behaviornya.
b) Model analisis fungsinya dalam tabel sebagai berikut Tabel 2.2
Analisis fungsi modifikasi perilaku
Anteseden (isyarat) Behavior (tingkah laku) 1. Waktu shubuh telah tiba
2. Adzan shubuh
berkumandang
3. Musyrifah sudah membangunkan santri dan mempersiapkan shof jamaah di masjid.
Linda berangkat ke masjid dan melaksanakan sholat shubuh berjamaah.
23 Mohamad Surya, Teori-Teori Konseling ( Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2003), 22
Peristiwa diatas menjelaskan bahwa Linda telah mendapat anteseden atau isyarat untuk melakukan sesuatu dan tidak melakukan sesuatu yang lain. Analisis fungsi yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2.3
Analisis fungsi modifikasi perilaku 2 Anteseden
(isyarat)
Behavior (tingkah laku)
Consequence (ganjaran) 1. Waktu shubuh
telah tiba 2. Adzan shubuh
berkumandang 3. Musyrifah
sudah
membangunkan santri dan mempersiapkan shof jamaah di masjid.
Linda berangkat ke
masjid dan
melaksanakan sholat shubuh berjamaah.
1. Semua santri segera ke masjid dan melaksanakan sholat shubuh berjamaah 2. Musyrifah
memberi pujian verbal
3. Tidak ada santri yang telat berjamaah (masbuq)
Berikut contoh tingkah laku maladaptif yang memungkinkan Linda menunda tugasnya.
Tabel 2.4
Prediksi tingkah laku maladaptif
Anteseden (isyarat) Behavior (tingkah laku) 1. Waktu shubuh telah tiba
2. Para santri masih tidur meski adzan shubuh telah berkumandang 3. Musyrifah tidak
membangunkan para santri
Linda telat berangkat ke masjid dan tidak mengikuti jamaah sholat shubuh.
Melalui tabel diatas dapat dipahami bahwa setiap perilaku yang muncul pasti karena terdapat anteseden atau isyarat yang kemudian diteruskan adanya ganjaran (konsekuensi yang menyertai) beberapa kali timbul dengan berbagai bentuk dan memungkinkan perilaku tersebut timbul kembali.
b. Tujuan konseling behavioral
Terdapat beberapa pandangan mengenai tujuan dari konseling behavioral. Salah satunya mengatakan bahwa tujuan konseling behavior adalah mencapai kehidupan tanpa perilaku simptomatik, yakni kehidupan tanpa mengalami kesusahan maupun hambatan perilaku dan dapat membantu ketidakpuasan ataupun mengalami konflik dengan kehidupan sosial.24
Sedangkan menurut pendapat lainnya, tujuan dari konseling behavior adalah menghilangkan perilaku yang tidak efektif dan belajar berperilaku lebih efektif dengan memusatkan pada faktor yang mempengaruhi perilaku dan memahami apa yang bisa dilakukan terhadap perilaku yang menjadi masalah.25 Hal ini mengacu pada pandangan teori ini yang memandang bahwa segenap tingkah laku itu dipelajari (learned), termasuk tingkah laku maladaptif. Begitu juga tingkah laku neurotik
24 Latipun, Psikologi Konseling (Malang : Universitas muhammadiyah Malang, 2005),137
25 Singgih D. Gunarsa, Konseling Dan Psikoterapi (Jakarta : BPK Gunung Musa, 2000), 205
learned yang bisa di unlearn (dihapus dari ingatan) dan tingkah laku yang lebih efektif bisa diperoleh.26
Mengacu pada beberapa pendapat mengenai tujuan konseling behavioral, maka bisa disebutkan beberapa tujuan yang lebih spesifik meliputi:
1. Menghapus atau menghilangkan tingkah laku maladaptif (masalah) untuk digantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan.
2. Konselor dan konseli bersama-sama (bekerja sama) menetapkan atau merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
3. Tujuan umum yang perlu dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik, yakni diinginkan oleh konseli, konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut, konseli dapat mencapai tujuan tersebut dan dirumuskan secara spesifik.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa konseling behavior bisa digunakan untuk menyembuhkan berbagai perilaku menyimpang, mulai dari hal sederhana sampai perilaku yang lebih kompleks, baik secara individu maupun kelompok dan konseling behavioral ini dapat dilakukan oleh guru, orang tua dan konselor pastinya selaku pihak yang kompeten dibidang konseling.27
26 Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Refika, 2003), 199
27 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling …. 63
c. Ciri-ciri konseling behavioral
Beberapa hal yang ditandai sebagai ciri-ciri dari konseling behavioral yang berbeda dengan pendekatan konseling lainnya:
1. Pemusatan perhatian pada perilaku yang nampak dan spesifik. Ciri ini menjelaskan bahwa pada konseling behavioral, seorang konselor harus dan mampu mengetahui dengan pasti bahwa konseli mempunyai masalah ataupun mengalami perilaku yang menyimpang.
2. Penguraian dan kecermatan dalam tujuan treatment yang mana seorang konselor mengetahui dan paham terkait treatment dan tujuan dari penggunaan treatment tersebut pada diri konseli yang maladaptif.
3. Perumusan prosedur treatment yang jelas sehingga sesuai dengan masalah yang dialami konseli dan mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi konseli.
4. Penafsiran yang objektif, maksudnya adalah konseli dapat merasakan dan menjelaskan perubahan apa yang dirasakan atas pemberian treatment oleh konselor sebagai hasil dari penerapan konseling behavior yang dilakukan.28
d. Teknik-teknik konseling behavioral 1. Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan salah satu teknik dalam konseling behavioral yang sering digunakan untuk menghapus tingkah laku yang berlawanan dengan tingkah laku yang ingin
28 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling…. 196-197
dihapuskan. Teknik ini sangat cocok digunakan dalam menangani fobia-fobia, namun juga sering digunakan dan masih efektif untuk menangani konseli secara interpersonal, ketakutan yang digeneralisasikan, kecemasan neorotoik, impotensi ataupun frigiditas. Teknik desensitisasi ini melibatkan teknik relaksasi yang mana konseli dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan tersebut dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan.
2. Terapi implosif
Menurut Stampfl teknik implosif atau disebut juga pembanjiran berbeda dengan terapi konvensional karena dalam terapi implosif ini menggunakan teknik yang langsung menantang konseli “untuk menatap mimpi-mimpi buruknya”.
3. Latihan asertif
Teknik latihan asertif ini merupakan latihan yang cocok diterapkan pada situasi-situasi interpersonal individu yang mengalami kesulitan dalam menerima kenyataan bahwa menegaskan atau menyatakan diri merupakan tindakan yang wajar dan benar.
Teknik ini biasanya diberlakukan pada individu yang mengalami kesusahan dalam mengungkapkan amarah atau perasaan tersinggung, individu yang terlalu mendahulukan orang lain dan menunjukkan sikap sopan berlebihan, individu yang kesusahan mengatakan “tidak” kepada orang lain dan individu yang merasa
tidak punya hak untuk perasaan dan pikirannya sendiri. Teknik ini sering digunakan dalam konseling kelompok yang bertujuan agar membantu para konseli mengembangkan cara berhubungan yang lebih baik dan langsung dalam situasi interpersonal.
4. Terapi aversi
Teknik aversi ini dalam pelaksanaannya melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan stimulus yang menyakitkan hingga tingkah laku yang tidak dikehendaki terhambat kemunculannya. Stimulus yang digunakan dalam terapi aversi biasanya berupa hukuman-hukuman, seperti kejut listrik atau pemberian ramuan yang bisa membuat mual pada konseli pecandu minuman keras. Teknik terapi aversi ini dipandang sebagai salah satu teknik paling kontroversial dalam konseling behavioral. Menurut Skinner sendiri pemberian hukuman pada terapi aversi ini dinilai kurang baik dibandingkan teknik perkuatan positif. Menurut Skinner dalam penerapan terapi aversi ini akan muncul efek samping emosional tambahan seperti, tingkah laku yang tidak diinginkan akan ditekan oleh konseli hanya bila ada konselor atau penghukumnya saja, atau bisa jadi konseli akan menggeneralisasikan pengaruh dari hukuman yang diberi kepada seluruh tingkah laku lain yang berkaitan dengan tingkah laku yang dihukum. Misalnya, seorang anak yang dihukum akibat
kegagalannya dalam sekolah bisa jadi dirinya akan membenci para guru, semua mata pelajaran bahkan tidak ingin belajar lagi.
5. Pengkondisian operan
Pengkondisian operan dalam konseling behavioral memiliki beberapa teknik tersendiri, antara lain perkuatan positif, pembentukan respon, perkuatan intermiten, penghapusan dan percontohan.29
2. Operant conditioning
a. Pengertian Operant conditioning
Menurut pandangan B.F Skinner operant conditioning atau pengkodisian operan merupakan proses belajar mengendalikan semua respon yang muncul sesuai konsekuensi atau resiko dan individu akan cenderung untuk mengulangi respon yang diikuti oleh penguatan.30 Selain itu, Skinner juga mengemukakan bahwa perilaku bukan sekedar respon atas stimulus namun juga suatu tindakan yang disengaja atau operan. Operan ini merupakan perilaku-perilaku yang membawa efek sama terhadap lingkungan yang dekat dan operant ini dipengaruhi oleh apa yang terjadi sesudahnya, sehingga dapat dikatakan bahwa operant conditioning ini merupakan teknik yang melibatkan pengendalian konsekuensi.31
29 Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling…. 208-222
30 Oemar Hamalik. Managemen Pengembangan Kurikulum. (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2007).49.
31 Muhibbin syah, Psikologi Belajar. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999),88
Mula-mula teori operant conditioning ini berdasarkan pada pandangan B.F. Skninner yang menyatakan bahwa classical conditioning dalam konseling behavioral terlalu sederhana untuk menjadi penjelasan lengkap perilaku manusia yang bersifat kompleks.
Menurutnya cara terbaik untuk memahami perilaku adalah dengan melihat penyebab dari tindakan serta konsekuensinya. B.F Skinner juga meyakini bahwa manusia memiliki sesuatu yang seperti pikiran namun lebih produktif untuk mempelajari perilaku yang dapat diamati daripada sesuatu mengenai mental internal. Operant conditioning ini merupakan bentuk pembelajaran yang mana konsekuensi dari suatu perilaku menghasilkan perubahan dalam probabilitas bahwa perilaku akan terjadi.32
b. Prinsip-prinsip operant conditioning
B.F. Skinner menyebutkan bahwa operant conditioning memiliki dua konsep utama yakni penguatan dan hukuman.33 Konsep penguatan disini adalah proses belajar untuk meningkatkan kemungkinan dari perilaku dengan memberi ataupun menghilangkan rangsangan. Penguatan sendiri terbagi menjadi penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif atau disebut juga positive reinforcement merupakan rangsangan atau stimulus yang diberikan guna memperkuat kemungkinan munculnya perilaku baik yang
32 Santrock Jhon W. Psikologi Pendidikan. 2007. (Jakarta: kencana). 266
33 Mohammad asrori, psikologi pembelajaran (Bandung: wacana prima, 2007) 9.
diinginkan sehingga respon yang timbul juga meningkat sebab diikuti stimulus yang mendukung.
Sedangkan penguatan negatif atau disebut juga negative reinforcement merupakan peningkatan frekuensi suatu perilaku positif yang disebabkan hilangnya rangsangan yang merugikan atau tidak disukai. Perbedaan antara penguatan positif dan penguatan negatif terletak pada penghilangan dan penambahan rangsangan atau stimulus, yang mana keduanya sama-sama digunakan untuk meningkatkan perilaku baik yang diinginkan. Hal ini bisa dideskripsikan sebagai berikut:
- Penguatan Positif (Positive Reinforcement) - Penguatan positif + stimulus => perilaku baik - Penguatan Negatif (Negative Reinforcement) - Penguatan negatif – stimulus => perilaku baik
Konsep kedua dari operant conditioning adalah atau hukuman.
Hukuman merupakan suatu resiko yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan munculnya sebuah perilaku maladaptif yang tidak diinginkan. Hukuman berbeda dengan penguatan negatif, hal ini terletak pada tujuan diberikannya treatment.
Pemberian penguatan tujuannya meningkatkan probabilitas perilaku.
Sedangkan hukuman diberikan untuk mengurangi bahkan menghilangkan probabilitas munculnya perilaku. Hukuman disini juga
terbagi menjadi dua yakni hukuman positif dan hukuman negatif.
Hukuman negatif yakni pemberian hukuman berupa ganjaran yang tidak disenangi, sedangkan hukuman positif berupa hukuman dengan mengambil atau membatasi hal-hal yang disenangi sebab munculnya perilaku maladaptif yang tidak diinginkan.
c. Metode-metode operan conditioning
Operant conditioning memeliki beberapa teknik atau metode dalam penerapannya. Metode tersebut meliputi :34
1. Perkuatan positif
Metode ini berupa pemberian ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang inginkan muncul. Perkuatan disini bisa berupa perkuatan primer dan perkuatan sekunder yang mana perkuatan primer lebih nampak daripada perkuatan sekunder. Contoh perkuatan primer seperti pemberian makanan atau istirahat lebih setelah suatu perilaku yang diiginkan muncul, sedangkan perkuatan sekunder contohnya senyuman, pujian, hadiah, tanda penghargaan dan hal-hal lain yang memuaskan kebutuhan psikologis atau sosial.
Metode ini membutuhkan spesifikasi tingkah laku apa yang diharapkan muncul, kemudian apa saja sesuatu yang menjadi perkuatan bagi individu yang kemudian pada penerapannya
34 Geral Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Refika, 2003), 219
menggunakan perkuatan posistif secara sistematis guna memunculkan perilaku yang diinginkan.
2. Pembentukan respon
Metode pembentukan respon ini dilakukan dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan dengan merubah secara bertahap perilaku saat ini.
Metode ini dilakukan secara berturut-turut hingga mendekati perilaku akhir. Metode pembentukan respon ini dilakukan pada tingkah laku yang belum ada dalam perbendaharaan tingkah laku individu dengan mengembangkan suatu respon. Pembentukan respon ini berhubungan erat dengan metode perkuatan. Contoh kasus, ketika seorang konselor menginginkan konselinya berperilaku empati sebagai ganti dari perilaku acuh tak acuh maka konselor dapat memberikan persetujuan ataupun pujian sebagai perkuatan bagi perilaku yang diiharapkan.
3. Perkuatan intermiten
Metode perkuatan intermiten dalam operant conditioning ini selain digunakan untuk membentuk perkuatan perilaku juga dapat digunakan untuk memelihara tingkah laku baik yang telah terbentuk. Jadwal-jadwal perkuatan merupakan hal yang penting dalam proses operant conditioning untuk memaksimalkan nilai- nilai pemerkuat itu sendiri. Perkuatan intermiten ini diberikan dengan cara terus menerus mengganjar tingkah laku yang
diinginkan setiap kali muncul. Perkuatan intermiten diberikan secara bervariasi terhadap tingkah laku yang spesifik yang mana konselor harus mengganjar setiap kali perilaku yang diinginkan muncul, sehingga individu atau konseli belajar tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Ketika perkuatan intermiten ini sudah hampir mencapai tingkah laku akhir yang diinginkan, frekuensi pemberian perkuatan yang diberikan bisa dikurangi sedikit demi sedikit. Hal ini dilakukan guna mengurangi dampak negatif dari pemberian perkuatan intermiten itu sendiri, contoh kasus yang bisa diambil adalah ketika seseorang selalu mendapatkan pujian atas perolehan dan pencapaiannya akan lebih mudah berputus asa ketika dirinya gagal dan kehilangan perkuatan berupa pujian tersebut dibanding seseorang yang sesekali saja mendapat pujian atas prestasi dan pencapainnya.
4. Penghapusan
Metode ini berangkat dari lawan metode perkuatan yang mana dalam metode perkuatan, tingkah laku yang diinginkan muncul sebagai respon karena adanya suatu perkuatan yang diberikan baik primer maupun sekunder. Sedangkan penghapusan merupakan metode keterbalikan dari perkuatan yang mana pemberhentian atau penghilangan stimulus yang memicu munculnya perilaku maladaptif yang tidak diinginkan membuat tingkah laku maladaptif akan hilang seiring berhentinya pemerkuat
dari tingkah laku maladaptif tersebut setelah satu periode. Metode ini memang terbilang berlangsung lebih lambat karena tingkah laku maladaptif yang hendak dihilangkan sudah terpelihara dalam kurun waktu yang cukup lama sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama pula dalam penghapusannya.
5. Percontohan
Pada metode ini, individu dalam merubah tingkah laku maladaptif akan mengamati seorang model yang kemudian diperkuat dengan mencontoh perilaku yang diinginkan dari percontohan yang diberikan sang model. Penerapan metode percontohan ini juga mempertimbangkan status juga kehormatan dari model yang menjadi percontohan bagi individu dalam memunculkan perilaku yang diinginkan. Selain pembentukan perilaku yang diinginkan, melalui metode percontohan ini juga bisa digunakan dalam pengendalian diri individu yang mengalami gangguan reaksi emosional dengan mengamati model atau individu lain yang mendekati objek ataupun situasi yang ditakutinya. Individu akan mengamati bahwa model yang mendekati situasi yang ia takuti tidak mengalami akibat-akibat yang ia bayangkan atau takutkan.
6. Token economy
Metode token economy termasuk dalam metode perkuatan namun dengan aksebilitas yang lebih nyata bagi individu atau
konseli. Pada metode ini konseli bisa meraba langsung perkuatan yang diberikan atas perilaku yang diinginkan. Token economy ini bisa berupa kupon, kepingan logam atau hologram lain yang kemudian nantinya bisa ia tukarkan apabila telah mencapai jumlah yang disepakati. Token economy ini merupakan salah satu contoh dari perkuatan yang ekstrinsik, yang menjadikan individu melakukan sesuatu untuk meraih “pemikat diujung tongkat”.
Token economy bertujuan mengubah motivasi idividu yang semula ekstrinsik menjadi intrinsik. Tingkah laku yang mulanya dibentuk melalui token economy dan tatkala perilaku tersebut sudah diperoleh maka diharapkan token economy tersebut dapat memelihara dan cukup mengganjar untuk mempertahankan perilaku yang baru.35
3. Kajian Tentang Religiusitas
Religius merupakan suatu sifat keyakinan, nilai-nilai dan norma hidup yang harus dipegang dan dijaga dengan penuh perhatian agar tidak menyimpang bahkan terlepas.36 Sedangkan arti dari religiusitas menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pengabdian terhadap agama.
Relisiusitas sendiri memiliki beberapa dimensi didalamnya, yang meliputi
35 Geral Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi (Bandung: Refika, 2003), 219-222
36 Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Kawasan dan Wawasan Studi Islam (Jakarta:
Kencana, 2005).34.
dimensi keyakinan, dimesni pengalaman, dimensi penghayatan, dimensi pengetahuan, dimensi pengamalan dan dimensi peribadatan atau ritualistik.37 Pada penelitian ini peneliti fokus terhadap peningkatan religiusitas dalam dimensi ritualistik. Sebab, dimensi ritualistik ini merupakan dimensi religius yang paling nampak dan dapat diamati secara langsung penurunan atau peningkatannya. Dimensi ritualistik ini dapat diketahui dari sejauh mana seorang individu patuh dalam mengerjakan kegiatan ibadah sesuai dengan tuntunan syariat. Dimensi ritualistik ini berkaitan langsung dengan frekuensi, intensitas dan juga pelaksanaan ibadah seseorang yang menjadi cerminan komitmennya terhadap agama yang dianut. Bentuk dari dimensi ritualistik ini antara lain ibadah sholat, puasa, haji, i‟tikaf, qurban, zakat, membaca al- qur’an, berdzikir dan ritual ibadah lain yang dalam pelaksanaanya dapat diamati dan tidak bersifat rahasia seperti ibadah-ibadah yang berhubungan dengan hati atau fikiran.
Beberapa bentuk ibadah yang menjadi bagian dimensi religiusiitas beserta dasar pelaksaannya :
1. Mendirikan sholat fardlu berjamaah
Sesuai dengan perintah nabi dalam hadist yang berbunyi :
َق َر َلا ُس َع الله ىّلص الله ُلو َسو وي َل
ُلَضْفَا ةَعاَمَْلْا ةَلََص : مّل َنْيِرْشِعَو ٍعْبَسِب ِّدَفلا ِةَلََص َنِم
ةَجَرَد - ويلع قفتم
37 Nashori, Fuad & Mucharam, R.D. Mengembangkan reativitas Dalam Perspektif Psikologi Islam, (Yogyakarta: Menara Kudus,2002),78-82
Yang artinya : Nabi SAW bersabda “Sholat berjamaah itu lebih utama dari sholat sendiri dengan dilipatkan sampai 27 derajat”
(H.R. mutafaqun alaih).38
Sesuai juga dengan perintah Allah SWT. yang termaktub dalam suat An- nisa’ ayat 102.
اوُذُخْأَيْلَو َكَعَم ْمُهْ نِم ٌةَفِئاَط ْمُقَ تْلَ ف َة َلََّصلا ُمَُلَ َتْمَقَأَف ْمِهيِف َتْنُك اَذِإَو َْلَ ٰىَرْخُأ ٌةَفِئاَط ِتْأَتْلَو ْمُكِئاَرَو ْنِم اوُنوُكَيْلَ ف اوُدَجَس اَذِإَف ْمُهَ تَحِلْسَأ ۗ ْمُهَ تَحِلْسَأَو ْمُىَرْذ ِح اوُذُخْأَيْلَو َكَعَم اوُّلَصُيْلَ ف اوُّلَصُي
Artinya : “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama- sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum bersembahyang, lalu bersembahyanglah mereka denganmu], dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata”.(Q.S. An-nisa‟ :102)39 2. Membaca Al qur’an dengan tartil
اًلَْيِتْرَ ت َنٰاْرُقْلا ِلِّتَرَو ِوْيَلَع ْدِز ْوَا
38 Zainal Arifin Abu bakar, “Perintah dan Manfaat Sholat Berjamaah” 11 maret 2009, https://islam.nu.or.id/khutbah/perintah-dan-manfaat-solat-berjamaah-2tYBH
39 Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah Makna Ke Dalam Bahasa Indonesia Mushaf Ayat Kudus.
(Kudus : Menara Kudus. 2006).95.
Artinya: “Atau lebih dari (seperdua itu) dan bacalah al-qur‟an dengan perlahan-lahan(tartil)”.(Q.S. Al-muzammil 73:4)40
Berikut hadits nabi yang menganjurkan membaca al-qu’an dengan pelan- pelan.
ُمِصاَع ِنَِثَّدَح َناَيْفُس ْنَع َيََْيَ اَنَ ثَّدَح ٌدَّدَسُم اَنَ ثَّدَح ِنْب َِّللَّا ِدْبَع ْنَع ٍّرِز ْنَع َةَلَدْهَ ب ُنْب
ْلِّتَرَو ِقَتْراَو ْأَرْ قا ِنآْرُقْلا ِبِحاَصِل ُلاَقُ ي َمَّلَسَو ِوْيَلَع َُّللَّا ىَّلَص َِّللَّا ُلوُسَر َلاَق َلاَق وٍرْمَع اَمَك
ٍةَيآ ِرِخآ َدْنِع َكَلِزْنَم َّنِإَف اَيْ نُّدلا ِفِ ُلِّتَرُ ت َتْنُك َهُؤَرْقَ ت
Artinya: “Telah menceritakan kepada Kami Musaddad, telah menceritakan kepada Kami Yahya dari Sufyan, telah menceritakan kepadaku 'Ashim bin Bahdalah dari Zirr dari Abdullah bin 'Amr, ia berkata : Rasulullah SAW. bersabda:
"Dikatakan kepada orang yang membaca Al Qur'an: "Bacalah, dan naiklah, serta bacalah dengan tartil (jangan terburu-buru), sebagaimana engkau membaca dengan tartil di dunia, sesungguhnya tempatmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca” (H.R. Dawud no.1252).41
3. Berdzikir
Berdzikir merupakan suatu ibadah yang bisa dilakukan kapanpun, bisa setelah sholat yang disebut wirid, juga bisa dilakukan diluar waktu sholat. Berikut tuntunan diperintahkannya berdzikir
َف َذإ َق ا ْ ي ُت ُم َض َلَصلا َف ة ُك ُر ْذا َالله او َيق ًما َو ا ُ ق ُع َو ا ًدو ُج ىل َع ُن ُكبو م
40 Al-Qur‟an Al-Karim dan Terjemah...574.
41 Hadits Dawu