• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakter, Fungsi Dan Ciri-Ciri Asas Hukum

Dalam dokumen BUKU DASAR-DASAR ILMU HUKUM (Halaman 121-125)

ASAS HUKUM

B. Karakter, Fungsi Dan Ciri-Ciri Asas Hukum

Ketika berbicara mengenai kaidah hukum dalam Bab I di atas, telah disinggung postulat ubi societas ibi ius : di mana ada masyarakat di situ ada hukum. Postulat ini mengandung kedalaman arti bahwa hukum hidup dari, oleh dan untuk masyarakat. Hukum berasal dari nilai-nilai yang dipilih oleh masyarakat sebagai pedoman perilaku.

Nilai-nilai yang bersifat abstrak kemudian dikristalisasi menjadi asas- asas hukum yang kemudian diwujudkan dalam peraturan hukum konrit dan direalisasikan dalam putusan pengadilan serta tindakan-tindakan lainnya dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian karakteristik yang pertama dari asas hukum adalah berlandaskan pada kenyataan masyarakat dan nilai-nilai yang dipilih sebagai pedoman untuk kehidupan bersama.

Kedua, karakteristik asas hukum ada yang dituangkan dalam peraturan hukum konkrit dan ada yang tidak dituangkan dalam peraturan hukum konkrit. Asas hukum yang dituangkan dalam peraturan hukum konkrit seperti asas pacta sunt servanda : setiap perjanjian yang dibuat para pihak mengikat ibarat undang-udang (Pasal 1338 KUH Perdata). Asas legalitas : tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan perundang-undangan pidana yang sudah ada sebelum perbuatan tersebut dilakukan (Pasal 1 ayat (1) KUHP). Asas ne bis in idem : seseorang tidak dapat dituntut lebih dari satu kali di depan pengadilan dengan perkara yang sama (Pasal 76 KUHP).

Asas hukum yang tidak dituangkan dalam peraturan hukum konkrit seperti nemo ius ignorare consetur : setiap orang dianggap tau akan undang-undang. Asas in dubio pro reo : dalam keragu-raguan hakim harus memutuskan hal yang meringankan terdakwa. Asas cogitationis peonam nemo patitur : seseroang tidak dapat dihukum hanya berdasarkan apa yang ada dalam pikirannya. Asas justitia est ius suum cuique tribuere : keadilan diberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya152.

Karakteristik ketiga dari asas hukum adalah ada asas hukum yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Asas hukum yang bersifat umum artinya berlaku bagi semua bidang hukum. Contoh asas hukum yang bersifat umum seperti lex superior derogat legi inferior : aturan yang derajat lebih tinggi harus digunakan dari aturan yang derajatnya lebih rendah. Asas lex specialis derogat legi generali : aturan yang sifatnya khusus harus diutamakan dari pada aturan yang bersifat umum. Asas lex posteriori derogat legi priori : aturan yang lahir kemudian harus didahulukan dari pada aturan yang lahir sebelumnya.

Asas hukum yang bersifat khusus hanya digunakan dalam bidang hukum tertentu. Asas hukum yang bersifat khusus misalnya res inter alibs acta : perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya.

Asas ini merupakan asas khusus dalam hukum perdata. Asas incriminalibus, probationes bedent esse luce clariores : dalam perkara-perkara pidana, bukti-bukti yang ada harus lebih terang dari pada cahaya. Asas ini khusus dalam hukum pidana, bahkan lebih khusus lagi hanya diperuntukkan dalam hukum pembuktian pidana.

Lebih lanjut perihal asas-asas hukum akan dibahas pada subbab terakhir dalam bab ini.

Selain karakter asas hukum, Klanderman sebagaimana yang dikutip oleh Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa asas hukum

152 Peter Stein, 2007, Roman Law In European History, Cambridge University Press, hlm. 80.

mempunyai dua fungsi. Pertama, fungsi dalam hukum dan yang kedua, fungsi dalam ilmu hukum. Terhadap hukum itu sendiri, asas hukum berfungsi untuk mengesahkan. Artinya, memberi pengaruh kepada norma hukum dan mengikat para pihak. Selain itu, asas hukum juga berfungsi melengkapi sistem hukum. Sedangkan terhadap ilmu hukum, asas hukum berfungsi untuk mempermudah memberi ikhtisar dan bersifat mengatur serta menjelaskan153.

Adapun cici-ciri asas hukum adalah sebagai berikut : Pertama, bersifat abstrak. Hal ini karena asas hukum pada umumnya merupakan latar belakang dari peraturan hukum konkrit atau apa yang terkandung dalam peraturan hukum konkrit. Ciri asas hukum yang kedua adalah bersifat umum. Artinya, asas hukum ini tidak hanya diterapkan pada suatu peristiwa konkrit. Kendatipun demikian, asas hukum mengenal pengecualian. Sebagai contoh : asas par in parem non hebet imperium : seorang kepala negara tidak bisa dihukum dengan menggunakan hukum negara lain. Asas ini dikecualikan terhadap kejahatan-kejahatan serius terhadap masyarakat internasional seperti agresi, genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang. Pengecualian ini merujuk kepada asas impunitas semper ad deteriora invitat. Artinya, impunitas mengundang pelaku untuk melakukan kejahatan yang lebih besar. Asas ini pada dasarnya menolak impunitas dalam hukum pidana154.

Antara asas hukum yang satu dengan asas hukum yang lain terkadang ada pertentangan, akan tetapi antara asas hukum yang saling bertentangan, tidak dapat menegasikan antara satu dengan yang lain. Hal ini karena asas hukum tidak mengenal hirarki sebagai ciri ketiga. Ciri keempat dari asas hukum adalah bersifat dinamis.

Hal ini tidak terlepas dari adanya pertentangan antara asas hukum yang satu dengan asas hukum yang lain namun tidak dapat saling menegasikan sehingga asas hukum menjadi dinamis. Ciri dinamis dari

153 Sudikno Mertokusumo, Op.Cit, hlm. 8.

154 Eddy O.S Hiariej, Prinsip-Prinsip Hukum Pidana, Op.Cit., hlm. 303.

asas hukum ini juga memberi makna bahwa asas hukum tidak terlepas dari konteks kemasyarakatan pada saat asas hukum itu lahir, namun dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Sebagai misal, asas nullum crimen sine lege : tidak ada perbuatan pidana tanpa undang-undang. Asas ini lahir untuk melindungi kepentingan individu dari kesewenang-wenangan negara. Secara tegas seorang juris pidana terkenal dari Jerman, Franz von Liszt menulis, ”the nullum crimen sine lege, nulla poena sine lege principles are the bulwark of the citizen against the State’s omnipotence; they protect the individual against the brutal force of the majority, against the Leviathan155”. Bila merujuk kepada asas nullum crimen sine lege, pasca- perang dunia kedua, berbagai kejahatan serius terhadap masyarakat internasional tidak bisa diadili karena belum ada undang-undang yang mengatur sebelumnya, namun kejahatan-kejahatan tersebut tetap diadili berdasarkan hukum kebiasaan internasional. Dalam konteks ini, asas hukum bersifat dinamis mengikuti perkembangan zaman.

Asas nullum crimen sine lege berubah menjadi nullum crimen sine jure : tidak ada perbuatan pidana tanpa hukum. Hukum di sini diartikan tidak hanya undang-undang semata tetapi juga hukum tidak tertulis termasuk hukum kebiasaan.

Meskipun asas hukum bersifat dinamis, namun Mertokusumo yang mengutip pendapat Scholten menyatakan bahwa ada asas-asas hukum yang bersifat universal. Artinya, asas-asas hukum tersebut berlaku kapan saja dan di mana saja serta tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Asas-asas tersebut adalah asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan, asas pemisahan antara baik dan buruk, serta asas kewibawaan. Masih menurut Scholten, asas kepribadian, asas persekutuan, asas kesamaan dan asas kewibawaan terdapat dalam semua sistem hukum. Keempat asas tersebut berasal dari

155 Antonio Cassese, Op.Cit., hlm.141.

pemikiran untuk memisahkan antara baik dan buruk156.

Ciri terakhir atau ciri kelima dari asas hukum adalah bahwa asas hukum hanyalah berupa anggapan atau suatu cita-cita. Nieuwenhuis menyatakan bahwa asas hukum itu memberi dimensi etis pada hukum157. Asas hukum adalah sesuatu yang idiil terjadi. Beberapa asas hukum yang secara eksplisit sebagai suatu anggapan : ius curia novit : hakim dianggap tau akan hukumnya. Presumption of innocent : setiap orang dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan dia bersalah dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Res judicata pro veritate habetur : Setiap putusan pengadilan harus dianggap benar dan harus dihormati.

Dalam dokumen BUKU DASAR-DASAR ILMU HUKUM (Halaman 121-125)

Dokumen terkait