• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karya-karya

Dalam dokumen AYAT LAKNAT DALAM AL- (Halaman 56-65)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Ibnu Katsir

2. Karya-karya

Ibnu Katsir sukses melahirkan banyak karya berkat kegigihannya dalam bidang keilmuan. Oleh karena itu ia menjadi mufassir ternama, ahli hadis, seorang faqih, dan sejarawan yang terkenal pada abad ke 8 H.

Berikut adalah sebagian dari karya- karya beliau:65 a. Bidang Tafsir

Karya beliau yang paling fenomenal ialah kitab Tafsir al- Qur‟an al- „ Aẓim yang menjadi kitab terbesar dan menjadi banyak rujukan maupun perbandingan dalam khazanah penafsiran saat ini.

Disamping itu, beliau juga menulis buku Fad}ha>il al-Qur‟an

65 Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufassir al-Quran, (Yogyakarta: Pustaka Insani Madani, 2007), 245.

(Keutamaan al-Qur‟an), yang berisi ringkasan sejarah al- Qur‟an.

b. Bidang Hadits

Dalam bidang ini beliau juga melahirkan beberapa karya sebagai berikut:

1) Kitab Jami‟ al-Masānid wa al-Sunan berisi tentang para sahabat yang meriwayatkan hadis dan hadis-hadis yang dikumpulkan dari Kutubus- Sittah, Musnad Ahmad, al-Bazzar dan Abu Ya„la serta Mu„jam al-Kabir.

2) al-Kutûb al-Sittah

3) Al-Takmīlah fī Ma‟rifat al-Siqāt wa al-Du‟afā wa al-Mujāha Merupakan perpaduan dari kitab Tahzib al-Kamal karya al-Mizzi dan Mizan al-I„tidal karya az-Zahabi (w. 748 M.) berisi riwayat- riwayat perawi- perawi hadis.

4) Al-Mukhtasar sebagai ringkasan kitab Muqaddimah lil „Ulum al- Hadis karya Ibn Șalah

5) „Adillah at-Tanbih li al-„Ulûm al-Hadīs.66.

6) Syarh Șahîh al-Bukhari yang merupakan kitab tafsiran (penjelas) dari hadis-hadis Bukhari. Kitab ini tidak selesai penulisannya, tetapi dilanjutkan oleh Ibnu Hajar al-„Asqalani (952 H. atau 1449 M.)

c. Bidang Sejarah

Dalam bidang ini Ibnu Katsir menulis beberapa kitab antara

66 Dedi Nurhaedi dkk, Studi Kitab Tafsir, 134.

lain:

1) Al-Bidāyah wa an-Nihāyah (yang terdiri dari 14 jilid) 2) Al-Fușul fî Sirah al-Rasūl

3) Ţabaqāt as-Syafi‟iyyah 4) Qasās al-Anbiyā‟

5) Manāqib al-Imām as-Syafi‟i.67

Diantara beberapa kitab sejarah tersebut, kitab al-Bidāyah wa an-Nihāyah merupakan kitab paling monumental dalam bidangnya.

Sampai saat ini kitab tersebut menjadi rujukan dan perbandingan dalam kajian sejarah.

d. Bidang Fiqih

1) Kitab al-Ijtihad fi Ţalāb al-Jihād Ditulis pada tahun 1368-1369 M.

Kitab ini ditulis untuk menggerakan semangat juang dalam mempertahankan partai Libanon-Syiria dari serbuan raja F r a n k s di Cyprus. Karya ini banyak memperoleh inspirasi dari kitab Ibn Taimiyyah, as-Siyāsah as-Syar‟iyyah.

2) Kitab Ahkām

3) Al-Ahkām „Alā Abwāb at-Tanbih sebuah karya kitab yang merupakan komentar atau pemaparan dari kitab at-Tanbih karya asy-Syairazi.

Dari banyaknya karya tersebut maka tidak heran jika para ulama memberikan banyak gelar yang disematkan pada Ibnu Katsir.

67 Ibid, 134.

Hal ini merupakan hasil dari kegigihannya dalam menimba ilmu.

3.

Metode, Sumber, dan Corak Tafsir Ibn Katsir

Tafsir Ibn Katsīr terdiri dari 8 jilid (dalam cetakan/terbitan lain disebutkan hanya empat jilid), jilid 1 berisi tafsir surah al-Fātihah (1) dan al-Baqarah (2), jilid ke-2 berisi tafsir surah ali Imrān (3) dan al-Nisa‟ (4), jilid ke-3 berisi tafsir surah al- Māidah (5) sampai al-A‟raf (7), jilid ke-4 berisi tafsir surah al-Anfāl (8) sampai surah al-Nahl (16), jilid ke-5 berisi penjelasan surah al-Isra‟ (17) sampai al- Mu‟minūn (23), jilid ke 6 berisi tafsir surah al-Nur (24) sampai surah Yasin (36), jilid ke-7 berisi tafsir surah al-Shaffāt (37) sampai surah al-Wāqi‟ah (56), kemudian jilid ke-8 berisi tafsir surah al-Hadīd (57) sampai surah al-Nās (114).68

a. Metode

Metode tafsir dalam khazanah penafsiran berkaitan dengan model penyajian. Dalam hal ini Nasaruddin Baidan membagi kepada 4 (empat) bagian yaitu metode global (ijmali), metode analitis (tahlili), metode tematik (maudhu‟i), dan metode komparatif (muqarran).

Dalam menyajikan hasil penafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, Ibnu Katsir menggunakan metode analitis (tahlili), yaitu metode yang menjelaskan kandungan al-Qur‟an secara menyeluruh (komprehensif). Dalam metode ini, mufassir mengikuti susunan ayat sesuai dengan tartib mushafi, dengan mengemukakan kosa kata, penjelasan arti global ayat, mengemukakan munasabah, dan menbahas asbab al-nuzul,

68 Abu al-Fida‟ Isma‟il Ibn Umar Ibn Katsir al-Quraisy al Dimasyqy, Tafsīr al-Qur‟ān al- Adzīm, (Dar al- Tayyibah: tt)

disertai dengan sunnah rasul SAW, pendapat sahabat, tabi‟in dan pendapat mufassir itu sendiri.69

Ibnu Katsir menyajikannya secara runtut mulai dari surat al- Fatihah, al- Baqarah, begitu seterusnya sama surat an-Nas, tentunya sesuai dengan Mushaf Utsmani. Asbabun nuzul dan munasabah ayat ataupun ketersinambungan ayat antar ayat tentu tidak lupun dalam penyajian tafsir Ibnu Katsir. Namun meskipun demikian, dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an, Ibnu katsir juga mengelompokkan ayat-ayat yang masih dalam satu konteks pembahasan yang kemudian Ibnu Katsir menampilkan ayat lain sebagai penjelasannya. Maka dari itu penafsiran Ibnu Katsir juga bisa dikatakan menggunakan metode semi tematik (maudhu‟i).70

b. Sumber

Sumber tafsir yang sesuai dengan pembagian Nasharuddin Baidan terbagi menjadi dua, yakni tafsir bil ma‟tsur (berdasarkan riwayat) dan tafsir bil ra‟yi (berdasarkan akal). Sumber tafsir bil ma‟tsur bisa dikatakan sebagai sumber tafsir pertama yang lahir dalam khazanah penafsiran al-Qur‟an.71 Hal ini dikarenakan masa penafsiran yang tidak terlalu jauh dengan masa Nabi sehingga dalam praktek penafsirannya lebih cenderung melihat hadis-hadis Nabi (selaku penafsir pertama al-Qur‟an) dan pendapat-pendapat para sahabat dan

69 Samsul Bahri dkk, Metodologi Studi Tafsir, (Yogyakarta: Teras, 2010), 42.

70 Dedi Nurhaedi dkk, Studi Kitab Tafsir, 138.

71 Nasharuddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur‟an “Kajian Kritis terhadap Ayat-ayat yang Beredaksi Mirip”. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 57.

para tabi‟in (dalam ilmu hadis disebut sebagai hadis mauquf dan maqhtu‟). Walaupun kemudian masa pertengahan adalah masa pergeseran dari tafsir bil ma‟tsur ke tafsir bil ra‟yi.72

Tafsir Ibnu Katsir, walaupun sudah masuk kedalam era pertengahan, dimana era ini tafsir bil ra‟yi sudah sedikit mendominasi,73akan tetapi tafsir Ibnu Katsir kecenderungannya lebih menggunakan tafsir bil ma‟tsur, kemudian menurut Adz-Zahabi tafsir Ibnu Katsir menggunakan metode menafsirkan al- Qur‟an dengan al- Qur‟an, menafsirkan al-Qur‟an dengan Hadis, menafsirkan al- Qur‟an dengan melihat ijtihad-ijtihad para sahabat dan tabi‟in.74 Dalam muqaddimah tafsirnya, Ibnu Katsir menyebut bahwa metode bil ma‟tsur merupakan metode yang terbaik dalam penafsiran al-Qur‟an.75 Dalam penerapannya tidak menutup kemungkinan ada bentuk-bentuk penafsiran bil ra‟yi meskipun metode menafsirkan al-Qur‟an dengan al-Quran, kemudian al- Qur‟an dengan hadis dan begitupun seterusnya adalah prinsip-prinsip yang dipakai pada penafsiran bil ma‟tsur.

Sebagai contoh penakwilan Ibnu Katsir mengenai ayat antropomorphisme yang menunjukkan bahwa beliau juga menggunakan akal (bil ra‟yi) sebagai penafsirannya. Kendati demikian

72 Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah tafsir al-Qur‟an. (Yogyakarta: LKIS, 2012), 90.

73 Dominasi tafsir Tafsir Bil Ra‟yi pada era pertengahan lebih dikarenakan kondisi perpolitikan pada waktu itu, Khalifah al-Makmun pada masa itu menetapkan aliran Mu‟tazilah sebagai mazhab Negara. Tentunya dengan kepuitusan itu berimplikasi pada model-model penafsiran. Seperti yang telah diketahui bahwa Mu‟tazilah lebih mengedepankan akal dalam penafsirannya. Oleh Karena itu pada era ini lebih didominasi bentuk tasfsir bil ra‟yi. Lihat, Mustaqim, Dinamika Sejarah . 97.

74 Mani‟ Abd Halim Mahmud, Manhā j al-Mufassirīn terj. Syahdianor dan Faisal Saleh, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), 60.

75 Abu al-Fida‟, Tafsīr al-Qur‟ān al-Adzīm, xvi.

sumber tafsir bil ma‟tsur lebih mendominasi secara keseluruhan.

Banyaknya hadis- hadis yang digunakan menjadi bukti hal tersebut, disamping Ibnu Katsir merupakan seorang pakar di bidang Hadits.

c. Corak

Tafsir Ibnu Katsir memuat beberapa corak penafsiran. Hal tersebut disebabkan karena latar belakang Ibnu Katsir sendiri selain sebagai mufassir, juga sebagai muarrikh, hafidz dan faqih. Oleh karena itu berbagai latar belakang tersebut tentu berpengaruh dalam proses anallisis ayat yang sedang ditafsirkan. Berikut beberapa corak penafsiran Ibnu Katsir:76

1) Corak Fiqih

Dalam Tafsir Ibnu Katsir dapat ditemui beberapa penafsiran terhadap ayat- ayat hukum yang dijelaskan secara luas dan panjang lebar, dengan dilakukan istinbat (mengeluarkan hukum) dan tarjih terhadap pendapat- pendapat tertentu. Dalam tarjih ialah melakukan analisis terhadap dalil yang dipakai (istidlal), dengan bersikap secara netral.

Misalnya tentang kasus bilangan talak menurut syara‟.

Dalam surat al-Baqarah ayat 230, Ibnu Katsir mengupas dan menjelaskan tentang bekas suami yang tidak dapat kembali kepada bekas istrinya, sebelum bekas istri itu kawin lagi dengan orang lain hinga bersetubuh, kemudian diceraikan oleh suaminya yang baru

76 Ali Hasan Ridha, Sejarah dan Metodologi Tafsir (terj), Ahmad Akrom, (Jakarta:Rajawali Press, 1994), 59.

itu. Sementara orang yang berkilah dengan meminta kepada orang lain untuk menjadi muhallil (penghalal). Ibnu Katsir menegaskan bahwa pekerjaan itu dilaknat Allah Swt dan Rasul-Nya yang berarti perkawinan itu batal. Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dari segi bagaimana status perceraian satu atau dua kali bila bekas istri kemudian kawin lagi dengan orang lain, setelah masa iddahnya habis. Ibnu Katsir menyebutkan dua pendapat. Pertama, pendapat mazhab Maliki, as-Syafi„i dan Ibn Hambal, bahwasanya perceraian itu tetap dihitung, dan bila ia kembali nikah dengan istrinya, maka perceraian yang pernah terjadi itu harus dihitung pertama. Kedua, menurut mazhab Abu Hanifah, bahwasanya perceraian yang pernah terjadi itu tidak dihitung lagi dalam perkawinan tersebut.77 2) Corak Qiraat

Keberadaan Ibnu Katsir sebagai ahli qiraat, ikut memperkaya corak tafsirnya. Yaitu menerangkan riwayat-riwayat al-Qur‟an dan qiraat-qiraat yang diterima dari ahli-ahli qiraat terpercaya. Dalam penyampaiannya, Ibnu Katsir selalu bertolak pada qira‟ah sab„ah dan jumhur ulama, baru kemudian qiraah- qiraah yang berkembang dan dipegangi sebagian ulama dan qiraah syazzah.

Sebagai contoh, Ibnu Katsir menafsirkan dalam Surat Al- Fatihah ayat 5. Terhadap yang membaca (iyyaka), tanpa tasydid

77 Al-Imam al-Hafiz Imaad ad-Din Abu al-Fida Ismail Ibn Umar Ibn Katsir ad-Dimasyqiy,

Tafsir Al-Qur‟an Al-Azim, Juz II, 51.

pada huruf ya‟-nya, yaitu yang dibaca „Amr ibn Fayyad, Ibnu Katsir berkomentar bahwa bacaan ini adalah syaz dan tertolah, karena (iya) artinya sendiri sinar matahari.78

3) Corak Kisah

Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir menerangkan ayat-ayat yang bertutur mengenai kisah. Selain itu juga ada yang bersumber dari Ahli Kitab, yaitu Israiliyyat dan Nasraniyyat. Menurut Ibnu Katsir, beliau mengklasifikasikan Israiliyat ke dalam tiga jenis. Pertama, riwayat yang shahih dan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh syariat, kemudian kita harus meyakininya. Kedua, riwayat yang bersebrangan dengan Islam, berarti kewajiban untuk ditolak, karena riwayat ini adalah riwayat dusta. Ketiga, riwayat yang tawaquf ditangguhkan.

Berikut contoh penafsiran Ibnu Katsir dalam kitabnya yang memuat corak kisah, salah satunya dalam QS. Al-Baqarah ayat 30.

Ketika menafsirkan QS. al-Baqarah ayat 30 ini, Ibnu Katsir mengemukakan riwayat israiliyat. Di antaranya riwayat dari Ibn Abu Hatim yang mengatakan bahwa ada malaikat yang bernama As-Sijl yang setiap hari tiga kali melihat ummul kitab, tiba tiba ia melihat sesuatu yang tidak pernah dia lihat sebelumnya yaitu penciptaan Adam, kemudian malaikat ini memberitahukan kepada Harut dan Marut, sehingga ketika Allah menyampaikan saya ingin

78 Al-Imam al-Hafiz Imaad ad-Din Abu al-Fida Ismail Ibn Umar Ibn Katsir ad-Dimasyqiy,

Tafsir Al-Qur‟an Al-Azim, Juz II, 76.

menciptakan khalifah di bumi, maka mereka menjawab mengapa engkau ingin menciptakan di bumi orang yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah? keduanya mengatakan ini untuk melebihi malaikat malaikat yang lain.79

Setelah menyampaikan riwayat ini Ibnu Katsir memberikan penjelasan bahwa riwayat ini garib yang merupakan kisah israiliyat yang mungkar karena riwayat ini menyatakan bahwa yang menyanggah firman Allah “akan menciptakan khalifah di bumi”

hanya dua malaikat sementara dalam teks al-Qur‟an itu bentuk jamak. Ibnu Katsir juga menjelaskan riwayat yang disampaikan Ibnu Abi Khatim bahwa jumlah malaikat yang menyanggah firman Allah itu sepuluh ribu malaikat, dia mengatakan bahwa riwayat ini adalah riwayat israiliyat yang munkar.80

B. Quraish Shihab 1. Biografi

Nama lengkapnya ialah Muhammad Quraish Shihab. Lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari 1944.81 Ayahnya merupakan keluarga keturunan Arab yang terpelajar bernama Prof. KH.

Abdurrahman Shihab. Ayahnya adalah seorang alumni Jam‟iyyat al-Khair Jakarta, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang mengedepankan gagasan Islam Modern. Abdurrahman Shihab adalah

79 Al-Imam al-Hafiz Imaad ad-Din Abu al-Fida Ismail Ibn Umar Ibn Katsir ad-Dimasyqiy, Tafsir Al-Qur‟an Al-Azim, ( Cet. 1 Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997 ), Juz 1, 219.

80 Ibid, 120.

81 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1999), 6.

seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir dang dipandang terhormat sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Abdurrahman Shihab merupakan salah seorang pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Ujung Pandang dan staf pengajar dengan jabatan Guru Besar (Professor) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang. Sang ayah juga pernah menjabat Rektor IAIN Alauddin Ujung Pandang.82

Sedari dini, Quraish Shihab sangat dekat dengan al-Qur‟an.

Ayahnya senantiasa mengajaknya dalam kajian al-Qur‟an yang diselenggarakannya. Mulai usia 6-7 tahun, ayahnya kerap menceritakan kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an.83 Pada usia tersebut, ia memfokuskan diri mengkaji al-Qur‟an bersama sang ayah. Sejak usia 9 tahun, sudah menjadi kebiasaannya untuk mengiikuti sang ayah mengajar.

Selain sang ayah, ibunya juga mendorong Quraish Shihab untuk belajar ilmu-ilmu keislaman. Pengaruh orang terdekat dan lingkungan itulah yang membuat Quraish Shihab sangat berminat pada al-Qur‟an dan keagungan yang dikandungnya.84

Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di daerah kelahirannya sendiri, Ujungpandang. Kemudian beliau melanjutkan

82 Edi Bahtiar, "Mencari Format Baru Penafsiran di Indonesia: Telaah Terhadap Pemikiran M. Quraish Shihab", Tesis Master IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1999), 17.

83 Muhammad Alwi, Muhammad Arsyad, dan Muhammad Akmal, “Gerakan Membumikan Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia: Studi M. Quraish Shihab atas Tafsir Al-Misbah,” Jurnal At- Tibyan: Jurnal Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol. 5, No. 1 (Juni 2020), 94.

https://doi.org/10.32505/at-tibyan.v5i1.1320

84 Lufaefi, “Tafsir Al-Mishbah: Tekstualitas, Rasionalitas dan Lokalitas Tafsir Nusantara,”, 30.

pendidikan menengahnya di Malang, sambil nyantri di Pondok Pesantren Dar al-Hadis al-Faqihiyyah di kota yang sama.85 Pada tahun 1958, tepat di usianya yang ke 14 tahun setelah beliau menempuh pendidikan menengah, beliau berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyyah al-Azhar. Keinginan untuk menimba ilmu di Kairo ini terlaksana atas bantuan beasiswa dari Pemerintah Sulawesi.

Dalam lingkungan al-Azhar ini sebagian besar karir intelekatual Quraish Shihab dimatangkan selama kurang lebih 11 tahun. Al-Azhar menjadi tempat yang sangat tepat untuk studi al-Qur‟an, selain sebagai pusat gerakan pembaharuan Islam. Banyak tokoh-tokoh besar Islam ternama yang dibesarkan di Mesir, seperti Muhammad „Abduh, Rasyid Rida, dll. Maka tak heran jika banyak peminat yang ingin mempelajari studi keislaman di Mesir saat itu.

Pada 1967, Quraish Shihab meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar. Selanjutnya dia meneruskan studinya di fakultas yang sama, Pada tahun 1969, Quraish Shihab berhasil meraih gelar M.A. (Master of Art) dalam spesialisasi bidang Tafsir al-Qur‟an, dengan tesis berjudul al-I'jaz at-Tasyri' li al- Qur‟an al-Karim. Pilihan untuk menulis tesis mukjizat ini didasarkan kepada hasil pengamatannya terhadap realitas masyarakat muslim.

Menurutnya, gagasan tentang kemu'jizatan al-Qur‟an di kalangan masyarakat muslim telah berkembang sedimikian rupa sehingga sudah

85 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, 6.

tidak jelas lagi, apa itu mukjizat dan apa itu keistimewaan al-Qur‟an.

Mukjizat dan keistimewaan al-Quran menurut Quraish merupakan dua hal yang berbeda, tetapi keduanya masih sering dicampuradukkan bahkan oleh kalangan ahli tafsir sekalipun.86

Setelah menyelesaikan studinya, Quraish Shihab kemudian kembali ke kampung halamannya yaitu di Uung Pandang. Tidak berselang lama kemudian Quraish Shihab diberi kepercayan untuk menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademis dan Kemahasiswaan di IAIN Alauddin Ujung Pandang. Selain itu beliau juga membantu sebagai tenaga pengajar dan juga mengisi jabatan-jabatan lain.

Meskipun karir Quraish Shihab sudah dianggap mumpuni karena pengabdiannya di IAIN Alauddin Ujung Pandang dan juga menduduki beberapa jabatan disana, semangat Quraish Shihab untuk tetap menimba ilmu tidap pernah surut. Hal tersebut dikarenakan ayahnya berpesan kepadanya agar ia berhasil mendapat gelar doktor. Oleh karena itu ketika ada kesempatan untuk melanjutkan studi, Quraish Shihab tidak menyiakannya begitu saja. Pada tahun 1980, Quraish kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya dahulu, yaitu Universitas al-Azhar. Tepat pada tahun 1982 Quraish berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-Qur‟an dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan Tingkat Pertama dengan disertasinya yang

86 Muhammad Quraish Shihab, Mu'jizat al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 2001), 2.

berjudul Nazm ad-Durar li al-Biqa‟i: Tahqiq wa ad-Dirasah.87 Pendidikan Tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, al- Azhar, Kairo sampai mendapatkan gelar M.A dan Ph.D-nya. Atas prestasinya, ia tercatat sebagai orang yang pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar tersebut.88

Setelah berhasil meraih gelar doktor di Universitas al-Azhar, Quraish Shihab kembali ke kampung halaman dan kembali mengajar di IAIN Alauddin Ujung Pandang. Pada tahun 1984 beliau hijrah ke Jakarta dan ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Progam Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain mengajar disana, Quraish juga mendapat kepercayaan untuk memgang berbagai jabatan, seperti Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (Sejak 1984), Anggota Badan Lajnah Pentashih al-Qur‟an Departemen Agama (Sejak 1989), Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional ( Sejak 1989), dan Ketua Lembaga Pengembangan. Di antara kesibukannya sebagai pengajar IAIN Syarif Hidayatullah maupun pemegang jabatan di luar kampus, Quraish juga sering mengikuti berbagai kegiatan diskusi dan seminar baik dari skala dalam negeri maupun luar negeri.89Kemudian pada tahun 1955, Quraish Shihab memegang jabatan yang strategis untuk merealisasikan gagasannya. Beliau menjabat sebagai Rektor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

87 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, 6.

88 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran; Tafsir Maud}u'i Atas Berbagai Persoalan Umat (Bandung: MIzan, 2000),

89 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, 6-7.

Setelah mengetahui latar belakang Quraish Shihab tersebut, maka semakin jelas bahwa beliau patut dijadikan seorang yang mempunyai kompetensi yang cukup mumpuni dalam bidang tafsir di Indonesia.

2. Karya-karya

Quraish Shihab merupakan penulis yang produktif. Tulisannya tidak hanya mengisi dalam bentuk buku-buku yang beredar, bahkan tersebar didalam berbagai jurnal ilmiah maupun di media massa.

Berikut karya-karya Quraish Shihab yang sudah diterbitkan dan beredar: Membumikan al-Qur‟an: Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2000) Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), Pesona al-Fatihah (Jakarta: Untagma, 1986), Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987), Tafsir al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya (IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1994), Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surat al-Fatihah (Jakarta: Untagma, 1988), Studi Kritis Tafsir al- Manar Karya Muhammad 'Abduh dan Muhammad Rasyid Rida (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), , Tafsir Surat al-Qur‟an al- Karim: Tafsir Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), Mukjizat al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib (Bandung:

Mizan, 1997), Sahur Bersama Quraish Shihab di RCTI (Bandung: Mizan, 1997), Menyingkap Tabir Ilahi: al-Asma al-Husna dalam Perspektif al- Qur‟an (Jakarta: Lentera, 1998), Haji Bersama M. Quraish Shihab:

Panduan Praktis Menuju Haji Mabrur (Bandung: Mizan, 1998), Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan dan Malaikat dalam al-Qur‟an dan as- Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini (Jakarta: Lentera Hati, 1999), Untaian Permata buat Anakku: Pesan al- Qur‟an untuk Mempelai (Bandung: al-Bayan, 1999), Sejarah dan 'Ulum al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdah (Bandung: Mizan, 1999), Fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Mu'amalah (Bandung: Mizan, 1999), Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama (Bandung: Mizan, 1999), Fatwa- fatwa Seputar al-Qur‟an dan Hadis (Bandung: Mizan, 1999), Fatwa-fatwa Seputar Tafsir al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 2001), Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an (Jakarta: Lentera Hati, 2000) dan Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 2001).

3. Metode, Sumber, dan Corak Tafsir Al-Misbah

Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab ditulis dalam bahasa Indonesia yang berisi 30 juz ayat-ayat al-Quran yang terbagi menjadi 15 jilid berukuran besar. Tafsir al-Misbah adalah karya tafsir yang terbagi menjadi 15 jilid yang berhasil menjelaskan isi al-Qur‟an secara menyeluruh lengkap 30 juz. Ketebalan tiap jilid tentu berbeda-beda, mulai dari 500-600 an halaman. Pada setiap jilidnya berisi satu, dua atau tiga juz.

Kitab ini dicetak pertama kali pada tahun 2001 untuk jilid satu sampai tiga belas. Sedangkan jilid empat belas sampai lima belas dicetak pada tahun

Dalam dokumen AYAT LAKNAT DALAM AL- (Halaman 56-65)

Dokumen terkait