• Tidak ada hasil yang ditemukan

Quraish Shihab

Dalam dokumen AYAT LAKNAT DALAM AL- (Halaman 65-81)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

B. Quraish Shihab

Nama lengkapnya ialah Muhammad Quraish Shihab. Lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada tanggal 16 Februari 1944.81 Ayahnya merupakan keluarga keturunan Arab yang terpelajar bernama Prof. KH.

Abdurrahman Shihab. Ayahnya adalah seorang alumni Jam‟iyyat al-Khair Jakarta, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia yang mengedepankan gagasan Islam Modern. Abdurrahman Shihab adalah

79 Al-Imam al-Hafiz Imaad ad-Din Abu al-Fida Ismail Ibn Umar Ibn Katsir ad-Dimasyqiy, Tafsir Al-Qur‟an Al-Azim, ( Cet. 1 Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997 ), Juz 1, 219.

80 Ibid, 120.

81 Muhammad Quraish Shihab, Membumikan al-Qur'an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 1999), 6.

seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir dang dipandang terhormat sebagai salah seorang tokoh pendidik yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Abdurrahman Shihab merupakan salah seorang pendiri Universitas Muslim Indonesia (UMI) di Ujung Pandang dan staf pengajar dengan jabatan Guru Besar (Professor) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Alauddin Ujung Pandang. Sang ayah juga pernah menjabat Rektor IAIN Alauddin Ujung Pandang.82

Sedari dini, Quraish Shihab sangat dekat dengan al-Qur‟an.

Ayahnya senantiasa mengajaknya dalam kajian al-Qur‟an yang diselenggarakannya. Mulai usia 6-7 tahun, ayahnya kerap menceritakan kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur‟an.83 Pada usia tersebut, ia memfokuskan diri mengkaji al-Qur‟an bersama sang ayah. Sejak usia 9 tahun, sudah menjadi kebiasaannya untuk mengiikuti sang ayah mengajar.

Selain sang ayah, ibunya juga mendorong Quraish Shihab untuk belajar ilmu-ilmu keislaman. Pengaruh orang terdekat dan lingkungan itulah yang membuat Quraish Shihab sangat berminat pada al-Qur‟an dan keagungan yang dikandungnya.84

Pendidikan formalnya dimulai dari sekolah dasar di daerah kelahirannya sendiri, Ujungpandang. Kemudian beliau melanjutkan

82 Edi Bahtiar, "Mencari Format Baru Penafsiran di Indonesia: Telaah Terhadap Pemikiran M. Quraish Shihab", Tesis Master IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1999), 17.

83 Muhammad Alwi, Muhammad Arsyad, dan Muhammad Akmal, “Gerakan Membumikan Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia: Studi M. Quraish Shihab atas Tafsir Al-Misbah,” Jurnal At- Tibyan: Jurnal Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Vol. 5, No. 1 (Juni 2020), 94.

https://doi.org/10.32505/at-tibyan.v5i1.1320

84 Lufaefi, “Tafsir Al-Mishbah: Tekstualitas, Rasionalitas dan Lokalitas Tafsir Nusantara,”, 30.

pendidikan menengahnya di Malang, sambil nyantri di Pondok Pesantren Dar al-Hadis al-Faqihiyyah di kota yang sama.85 Pada tahun 1958, tepat di usianya yang ke 14 tahun setelah beliau menempuh pendidikan menengah, beliau berangkat ke Kairo, Mesir dan diterima di kelas II Tsanawiyyah al-Azhar. Keinginan untuk menimba ilmu di Kairo ini terlaksana atas bantuan beasiswa dari Pemerintah Sulawesi.

Dalam lingkungan al-Azhar ini sebagian besar karir intelekatual Quraish Shihab dimatangkan selama kurang lebih 11 tahun. Al-Azhar menjadi tempat yang sangat tepat untuk studi al-Qur‟an, selain sebagai pusat gerakan pembaharuan Islam. Banyak tokoh-tokoh besar Islam ternama yang dibesarkan di Mesir, seperti Muhammad „Abduh, Rasyid Rida, dll. Maka tak heran jika banyak peminat yang ingin mempelajari studi keislaman di Mesir saat itu.

Pada 1967, Quraish Shihab meraih gelar Lc (S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar. Selanjutnya dia meneruskan studinya di fakultas yang sama, Pada tahun 1969, Quraish Shihab berhasil meraih gelar M.A. (Master of Art) dalam spesialisasi bidang Tafsir al-Qur‟an, dengan tesis berjudul al-I'jaz at-Tasyri' li al- Qur‟an al-Karim. Pilihan untuk menulis tesis mukjizat ini didasarkan kepada hasil pengamatannya terhadap realitas masyarakat muslim.

Menurutnya, gagasan tentang kemu'jizatan al-Qur‟an di kalangan masyarakat muslim telah berkembang sedimikian rupa sehingga sudah

85 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, 6.

tidak jelas lagi, apa itu mukjizat dan apa itu keistimewaan al-Qur‟an.

Mukjizat dan keistimewaan al-Quran menurut Quraish merupakan dua hal yang berbeda, tetapi keduanya masih sering dicampuradukkan bahkan oleh kalangan ahli tafsir sekalipun.86

Setelah menyelesaikan studinya, Quraish Shihab kemudian kembali ke kampung halamannya yaitu di Uung Pandang. Tidak berselang lama kemudian Quraish Shihab diberi kepercayan untuk menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademis dan Kemahasiswaan di IAIN Alauddin Ujung Pandang. Selain itu beliau juga membantu sebagai tenaga pengajar dan juga mengisi jabatan-jabatan lain.

Meskipun karir Quraish Shihab sudah dianggap mumpuni karena pengabdiannya di IAIN Alauddin Ujung Pandang dan juga menduduki beberapa jabatan disana, semangat Quraish Shihab untuk tetap menimba ilmu tidap pernah surut. Hal tersebut dikarenakan ayahnya berpesan kepadanya agar ia berhasil mendapat gelar doktor. Oleh karena itu ketika ada kesempatan untuk melanjutkan studi, Quraish Shihab tidak menyiakannya begitu saja. Pada tahun 1980, Quraish kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya dahulu, yaitu Universitas al-Azhar. Tepat pada tahun 1982 Quraish berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu al-Qur‟an dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan Tingkat Pertama dengan disertasinya yang

86 Muhammad Quraish Shihab, Mu'jizat al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Mizan, 2001), 2.

berjudul Nazm ad-Durar li al-Biqa‟i: Tahqiq wa ad-Dirasah.87 Pendidikan Tingginya yang kebanyakan ditempuh di Timur Tengah, al- Azhar, Kairo sampai mendapatkan gelar M.A dan Ph.D-nya. Atas prestasinya, ia tercatat sebagai orang yang pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar tersebut.88

Setelah berhasil meraih gelar doktor di Universitas al-Azhar, Quraish Shihab kembali ke kampung halaman dan kembali mengajar di IAIN Alauddin Ujung Pandang. Pada tahun 1984 beliau hijrah ke Jakarta dan ditugaskan di Fakultas Ushuluddin dan Progam Pasca Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain mengajar disana, Quraish juga mendapat kepercayaan untuk memgang berbagai jabatan, seperti Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (Sejak 1984), Anggota Badan Lajnah Pentashih al-Qur‟an Departemen Agama (Sejak 1989), Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional ( Sejak 1989), dan Ketua Lembaga Pengembangan. Di antara kesibukannya sebagai pengajar IAIN Syarif Hidayatullah maupun pemegang jabatan di luar kampus, Quraish juga sering mengikuti berbagai kegiatan diskusi dan seminar baik dari skala dalam negeri maupun luar negeri.89Kemudian pada tahun 1955, Quraish Shihab memegang jabatan yang strategis untuk merealisasikan gagasannya. Beliau menjabat sebagai Rektor di IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

87 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, 6.

88 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran; Tafsir Maud}u'i Atas Berbagai Persoalan Umat (Bandung: MIzan, 2000),

89 Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an, 6-7.

Setelah mengetahui latar belakang Quraish Shihab tersebut, maka semakin jelas bahwa beliau patut dijadikan seorang yang mempunyai kompetensi yang cukup mumpuni dalam bidang tafsir di Indonesia.

2. Karya-karya

Quraish Shihab merupakan penulis yang produktif. Tulisannya tidak hanya mengisi dalam bentuk buku-buku yang beredar, bahkan tersebar didalam berbagai jurnal ilmiah maupun di media massa.

Berikut karya-karya Quraish Shihab yang sudah diterbitkan dan beredar: Membumikan al-Qur‟an: Fungsi Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung: Mizan, 2000) Wawasan al-Qur‟an: Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), Pesona al-Fatihah (Jakarta: Untagma, 1986), Falsafah Hukum Islam (Jakarta: Departemen Agama, 1987), Tafsir al-Manar: Keistimewaan dan Kelemahannya (IAIN Alauddin Ujung Pandang, 1994), Mahkota Tuntunan Ilahi: Tafsir Surat al-Fatihah (Jakarta: Untagma, 1988), Studi Kritis Tafsir al- Manar Karya Muhammad 'Abduh dan Muhammad Rasyid Rida (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994), , Tafsir Surat al-Qur‟an al- Karim: Tafsir Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997), Mukjizat al-Qur‟an Ditinjau dari Aspek Kebahasaan, Isyarat Ilmiah dan Pemberitaan Gaib (Bandung:

Mizan, 1997), Sahur Bersama Quraish Shihab di RCTI (Bandung: Mizan, 1997), Menyingkap Tabir Ilahi: al-Asma al-Husna dalam Perspektif al- Qur‟an (Jakarta: Lentera, 1998), Haji Bersama M. Quraish Shihab:

Panduan Praktis Menuju Haji Mabrur (Bandung: Mizan, 1998), Yang Tersembunyi: Jin, Iblis, Setan dan Malaikat dalam al-Qur‟an dan as- Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini (Jakarta: Lentera Hati, 1999), Untaian Permata buat Anakku: Pesan al- Qur‟an untuk Mempelai (Bandung: al-Bayan, 1999), Sejarah dan 'Ulum al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999), Fatwa-fatwa Seputar Ibadah Mahdah (Bandung: Mizan, 1999), Fatwa-fatwa Seputar Ibadah dan Mu'amalah (Bandung: Mizan, 1999), Fatwa-fatwa Seputar Wawasan Agama (Bandung: Mizan, 1999), Fatwa- fatwa Seputar al-Qur‟an dan Hadis (Bandung: Mizan, 1999), Fatwa-fatwa Seputar Tafsir al-Qur‟an (Bandung: Mizan, 2001), Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an (Jakarta: Lentera Hati, 2000) dan Perjalanan Menuju Keabadian: Kematian, Surga dan Ayat-ayat Tahlil (Jakarta: Lentera Hati, 2001).

3. Metode, Sumber, dan Corak Tafsir Al-Misbah

Tafsir al-Misbah karya Quraish Shihab ditulis dalam bahasa Indonesia yang berisi 30 juz ayat-ayat al-Quran yang terbagi menjadi 15 jilid berukuran besar. Tafsir al-Misbah adalah karya tafsir yang terbagi menjadi 15 jilid yang berhasil menjelaskan isi al-Qur‟an secara menyeluruh lengkap 30 juz. Ketebalan tiap jilid tentu berbeda-beda, mulai dari 500-600 an halaman. Pada setiap jilidnya berisi satu, dua atau tiga juz.

Kitab ini dicetak pertama kali pada tahun 2001 untuk jilid satu sampai tiga belas. Sedangkan jilid empat belas sampai lima belas dicetak pada tahun

2003. Tafsir Al-Misbah ditulis di Kairo pertama kali pada hari Jum‟at, 18 Juni 1999 M (4 Rabiul Awwal 1420 H) dan selesai ditulis pada hari Jum‟at, 5 September 2003 (8 Rajab 1423 H) di Jakarta.90

Tafsir al-Misbah adalah kitab tafsir kedua dari Quraish Shihab.

Adapun kitab tafsir yang pertama ditulis yaitu tafsir al-Qur‟an al-Karim.

Tafsir tersebut membahas 22 surah dalam al-Qur‟an secara tahlili. Tetapi muncul kritikan bahwa penyajian tafsir al-Qur‟an al-Karim terlalu panjang lebar. Hal tersebut membuat Quraish Shihab merasa tidak puas dengan karya tafsirnya. Kemudian ia melahirkan kitab tafsir lagi yang memaparkan tujuan atau tema pokok di awal surah dalam bahasan setiap surah.91

Nama tafsirnya, „Al-Misbah‟ menunjukkan bahnya tafsir ini dapat diharapkan menjadi penerang atau penunjuk jalan yang benar kepada yang membaca. Selain itu karya ini dijelaskan menggunakan bahasa Indonesia.

Disinilah letak kemanfaatan tafsir ini, dapat mempermudah umat Islam Indonesia dalam memahami dan

mengaksesnya. Dengan demikian, tujuan penulisan sebagai misbah atau penerang diharapkan akan tercapai.

Dengan menjelaskan tema pokok dan tujuan surah, Quraish Shihab mengungkap kandungan al-Qur‟an, yaitu pesan, kesan, dan keserasian pada ayat- ayat al-Qur‟an. Kitab tafsir al-Misbah bermaksud

90 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan,Kesan, dan Keserasian Al-Qur‟an, (Vol. 15, Jakarta: Lentera Hati, 2003).

91 Alwi, Arsyad, dan Akmal, “Gerakan Membumikan Tafsir Al-Qur‟an di Indonesia: Studi M. Quraish Shihab atas Tafsir Al-Misbah,” 96-97.

menyampaikan bahwa pada setiap surah dalam al-Qur‟an terdapat pesan utamanya. Hal tersebut dapat ditemukan melalui pemahaman terhadap tema pokok dari setiap surah. Jika tema- tema dalam 114 surat dapat dimengerti dengan baik, maka pembaca juga akan merasa lebih akrab dengan al-Qur‟an. Kesan yang ingin disampaikan Quraish Shihab adalah bahwa menyebutkan tema pokok dan tujuan tiap surat dapat meluruskan anggapan yang keliru dengan mengkhususkan satu surah dibandingkan surah lainnya seperti yang selama ini terjadi di masyarakat.92

Adapun latar belakang yang membuat penulis untuk mengeluarkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat ini dapat dilihat dalam sekapur sirih yang disampaikan pada Tafsir al-Misbah Volume 1, bahwa hal ini dikarenakan karya beliau sebelumnya yang berjudul “Tafsir al -Qur'an al-Karim” dianggap kurang menarik minat masyarakat.

Menurut masyarakat, karya tafsir tersebut dianggap bertele-tele dalam pemaparanya.93

Penulis tentunya bertekad untuk menghadirkan karya yang sangat bermanfaat bagi umat Islam Indonesia. Kitab tafsir ini dapat memudahkan umat Islam dalam memahami isi dan kandungan yang terdapat dalam Al-Qur‟an. Kemudian Quraish Shihab bermaksud untuk menghidangkan pesan-pesan yang tersirat maupun yang tersurat dalam Al- Qur‟an dengan baik tentu dengan tuntutan normatif untuk memahami kitab suci tersebut. Karena banyaknya kendala dari segi bahasa dan

92 Alwi, Arsyad, dan Akmal, Gerakan Membumikan , 96-97.

93 Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. I. ix

penyajian kitab-kitab tafsir sebelumnya yang masih kurang tepat dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Tafsir Al-Misbah bukan semata hasil pemikirah Quraish Shihab, hal tersebut diakui beliau dalam kata pengantarnya bahwa Tafsir Al- Misbah merupakan nukilan dari karya-karya ulama terdahulu seperti Sayyid Muhammad Thanthawi, juga Syekh Mutawalli al-Sya‟rawi, dan tidak ketinggalan Sayyid Quthub, Muhammad Thahir Ibnu Asyur, Sayyid Muhammad Husein Thabathaba‟i, serta beberapa pakar Tafsir yang lain.94

a. Metode

Dalam menyajikan hasil penafsirannya, Quraish Shihab lebih cenderung menggunakan kombinasi (sinergitas) metode analitis (tahlili) dan metode tematik (maudhu‟i). Penyajiaannya tersebut tentu dengan pertimbangan alternatif Quraish Shihab yang berusaha untuk menghindari kesan kurang menarik dan bertele-tele dalam menafsirkan al-Qur‟an sehingga membuat pembaca bosan. Oleh karena itu Quraish Shihab tidak hanya menggunakan metode runtut akan tetapi dikombinasikan dengan metode tematik yang dianggapnya lebih tepat. Hal tersebut dapat dilihat dalam pernyataan Quraish Shihab dalam sambutan sekapur sirihnya

Dalam konteks memperkenalkan al -Qur‟an, dalam buku ini, penulis berusaha dan akan terus berusaha menghidangkan bahasan

94 Ibid, ix

setiap surah pada apa yang dinamai tujuan surat, atau tema pokok surat. Memang, menurut para pakar, setiap surat ada tema pokoknya.

Pada tema itulah berkisar uraian ayat- ayatnya. Jika kita mampu memperkenal kan tema- tema pokok itu, maka secara umum kita dapat memperkenalkan pesan utama setiap surah, dan dengan memperkenalkan ke-114 surah, kitab suci ini akan dikenal lebih dekat dan mudah.

Dasar penggunaan metode tematik ini nampaknya berasal dari

„Ali bin Abi Talib yang membahas mengenai ide teks Al-Qur‟an yang berbicara (natiqiyyah an-nas). Dalam hal ini, pernyataan Sayyidina

„Ali yang berbunyi ‚istantiq al- Qur‟an) lebih masuk akal dengan menggunakan metode tematik. Kemudian menurut Quraish Shihab, Al-Qur‟an akan lebih komunikatif dalam hal problem yang dihadapi oleh masyarakat jika penafsir menerapkan metode tematik. Jadi, Al- Qur‟an akan lebih interaktif dalam pembahasan problematka jika terpaut dengan judul yang telah ditetapkan.95 Pembedaan tema atau pengelompokan ini menunjukkan tema pokok surat dan sub-tema (kelompok ayat) dan tentu memperlihatkan munasabah (keserasian) antar kata dan ayat. Pengelompokan ini bermaksud mempermudah pembaca guna mendapatkan pesan-pesan yang terkandung dalam Al- Qur‟an.

Dalam menafsirkan, Quraish Shihab mengikuti cara‛ ulama

95 Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur‟an, . xiii-xiv

klasik pada umumnya. Beliau menyelipkan beragam komentar diantara tafsirnya. Berbagai pendapat dan pemikiran para ulama‟

diselipkan dalam komentar tersebut. Seperti pendapat Taba‟thaba‟i, Al-Biqa‟i, Ibnu „Asyur dan ulama‟ ulama‟ lainnya. Kemudian beliau juga menyampaikan ijtihanya sendiri. Hal ini bertujuan untuk mengkolaborasikan ijtihadnya dengan para ulama‟klasik.

Berdasarkan metode ini, Quraish Shihab menganalisis setiap kosa kata atau lafal dari aspek makna maupun bahasa. Analisis dari aspek makna meliputi sasaran yang dituju oleh ayat, hukum, akidah, moral, perintah, larangan, relevansi ayat sebelum dan sesudahnya, hikmah, dan lain sebagainya. Kemudian jika dari aspek bahasa meliputi keindahan susunan kalimat, ījāz, badī‟, ma‟ānī, bayān, haqīqat, majāz, kināyah, isti‟ārah, dan lain sebagainya.96

b. Sumber

Secara umum, cakupan isi kitab Tafsir Al-Misbah lebih condong untuk disebut menggunakan bentuk tafsir bil-ma‟tsur.

Sumber ini disebut juga dengan tafsir bir-riwayah yang merupakan sebuah penafsiran menggunakan riwayat dari Nabi Muhammad saw., dan sahabat sebagai variabel dalam suatu penafsiran.97 Quraish Shihab memaparkan berbagai riwayat guna menjelaskan pengertian dari sebuah ayat, kendati demikian tidak terlalu memusatkan hanya pada data riwayat, akan tetapi dalam beberapa pembahasan justru

96 Kadar M. Yusuf, Studi Al-Qur‟an (Jakarta: t.p, 2009), 143-144.

97 Islah Gusmian, Khazanah Tafsir Indonesia, 196

memberikan evaluasi. Seperti contoh, penafsirannya pada QS. Ali

„Imran/3:28 dan An- Nisa‟/4:139. Kedua ayat tersebut membahas mengenai larangan bagi orang mukmin untuk menjadikan orang kafir sebagai wali. Selain mengutip penjelasan para mufaissir mengenai makna ayat tersebut, Quraish Shihab juga menjelaskan makna dari ayat tersebut menggunakan pendekatan konteks sosio- historisnya, yaitu hubungan kaum Muslim dengan non Muslim. Dalam penjelasannya, ayat tersebut merupakan respon Al-Qur‟an kepada sikap non Muslim kepada Rasulullah saw. Oleh karena itu ayat pelarangan ini tidak bersifat permanen.98

Kendati demikian, seorang penafsir tidak bil ma‟tsur tidak sepenuhnya meninggalkan akal/rasionya, akan tetapi penggunannya lebih sedikit porsinya daripada dengan riwayat. Hal ini tampak dalam sikap Quraish Shihab dalam kompromi terhadap ta‟wil, yang kemudian ini menjadi indikasi bahwa Quraish Shihab juga menggunakan pemikiran akal dan ijtihadnya untuk menafsirkan ayat- ayat Al-Qur‟an (tafsir bil-ra‟yi).99 Quraish Shihab tampaknya sepakat bahwa ta‟wil sangat berguna sekali dalam memahami Al-Qur‟an pada masa ini dan untuk selanjutnya. Kemudian penafsiran terhadap teks- teks Al-Qur‟an juga harus menggunakan pemikiran rasional, selama tidak melewati batas-batas yang telah ditentukan.

Namun demikian, ukuran yang digunakan untuk menentukan

98 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol 3, 125

99 Edi Bahtiar, "Mencari Format Baru Penafsiran di Indonesia: Telaah Terhadap Pemikiran M. Quraish Shihab", Tesis Master IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1999), 85

bentuk tafsir kitab tersebut adalah keumumannya, maka kitab ini tergolong dalam kitab tafsir bil ma‟tsur.

c. Corak

Corak penafsiran meruapakan suatu kecenderungan pemikiran mufassir yang mendominasi arah penafsiran. Seorang teolog mungkin saja corak tafsirnya bersifat teologis. Begitu juga dengan seorang ahli fiqih yang biasanya corak tafsirnya bernuansa fiqih. Quraish Shihab membagi corak tafsir menjadi enam, yakni corak sastra budaya, filsafat dan teologi, penafsiran ilmiah, fiqih atau hukum, tasawuf, dan budaya kemasyarakatan. Tafsir al-Misbah yaitu tafsir di era modern yang relevan dengan keadaan masyarakat, sehingga lebih mudah dipahami sebab penjelasannya sesuai dengan keseharian mereka.100

Kitab Tafsir Al-Misbah mempunyai corak tafsir adabi ijtimã‟i.

Corak dalam kitab Tafsir Al-Misbah bercorak adabi. Yaitu penafsiran yang dilakukan dengan kecenderungan menggunakan pendekatan analisa kebahasaan. Dilengkapi dengan penjelasan per kata dalam bahasa arab dengan perangkat nahwu, balagah, sastra sehingga memperjelas tiap kata ataupun pokok pembahasan.101 Kemudian juga ijtimã‟i, corak ini menitikberatkan pada penjelasan teks-teks Al- Qur‟an menggunakan sisi tujuan utama yang diuraikan dalam Al- Qur‟an yang kemudiang mengaitkan dengan sunnatullah yang berlaku

100 Budiana dan Gandara, “Kekhasan Manhaj Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab,” 88.

101 Atik Wartini, Corak Penafsiran M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al- misbah,Vol.11(Yogyakarta: Juni 2014), 121.

pada masyarakat. Penjelasannya juga dibantu dengan contoh-contoh ataupun ilustrasi yang terjadi pada masyarakat sehingga semakin mudah dipahami. Dalam hal ini, mufassir berusaha memberikan solusi terhadap problem masyarakat berdasar ayat-ayat Al-Qur‟an dengan bahasa yang mudah dipahami.102

Salah satu contoh penafsiran Quraish Shihab dengan menggunakan nuansa sosial kemasyarakatan dalam Tafsir Al-Mishbah tampak ketika ia membahas secara mendalam tentang term walî dalam QS. al_Mâidah: 51, al-Nisâ: 89, dan 139. Tiga ayat tersebut membicarakan tentang larangan bagi orang mukmin me_ngambil orang kafir menjadiwalî dengan meninggalkan orang-orang mukmin.

Quraish Shihab, dalam menafsir_kan ayat ini, di samping mengutip pelbagai pendapat para penafsir tentang maksud ayat ini Quraish juga menegaskan pengertian ayat ini dalam konteks sosio_historisnya, yaitu dinamika hubungan Nabi Muhammad saw. dan kaum Muslim di satu pihak dengan non Muslim di pihak lain. Ayat tersebut, menurut Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah, merupakan respons Al- Qur‟an terhadap sikap yang ditunjukkan golongan non Muslim terhadap Nabi Muhammad saw.103 Atas dasar itulah, Tafsir Al- Mishbah menyimpulkan bahwa ayat yang melarang melakukan hubungan persahabatan dengan non Muslim tidak menggambarkan hubungan permanen sehingga menjalin perdamaian dan bersikap adil

102 Kusroni, Mengenal Ragam pendekatan, metode dan corak dalam penafsiran Al-Qur‟an, Vol.09 (STAI Al- Fitrah; februari, 2019), 103.

103 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Vol 3. 124.

kepada mereka merupakan sebuah keharusan.104

104 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah. 125-126.

67

Dalam dokumen AYAT LAKNAT DALAM AL- (Halaman 65-81)

Dokumen terkait