• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penafsiran Ayat-Ayat Laknat Menurut Ibnu Katsir dan Quraish

Dalam dokumen AYAT LAKNAT DALAM AL- (Halaman 96-122)

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS

D. Penafsiran Ayat-Ayat Laknat Menurut Ibnu Katsir dan Quraish

boleh dianggap remeh. Apalagi, hanya karena urusan-urusan kecil dan sederhana. Sebab, bagi orang yang suka melaknat, tidak akan diberi syafaat dan persaksiannya pada hari kiamat tidak akan diterima. (HR Muslim). Di samping itu, orang yang suka melaknat orang mukmin maka ia seperti membunuhnya. (HR Bukhari).

D. Penafsiran Ayat-Ayat Laknat Menurut Ibnu Katsir dan Quraish Shihab

Nabi Muhammad saw. Sehingga Allah SWT dan semua makhluk hidup melaknat mereka.

Dalam sebuah hadits shahih dari Abu Hurairah dan selainnya bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang ditanya tentang suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya (tidak mau menjawab), pada hari kiamat kelak ia akan dipakaikan pakaian dari api Neraka.” (HR. Ibnu Majah). Dalam hadis dari Abu Hurairah pula, bahwa Rasulullah saw.

pernah bersabda, “Barang siapa ditanya mengenai suatu ilmu lalu ia menyembunyikannya, maka ia akan dikekang pada hari kiamat dengan kekangan dari api neraka.” (HR. Ibnu Majah).

Ibnu Katsir menegaskan, dalam firman Allah yang berbunyi

َنْوُ نِع ّللا ُمُهُ نَعْلَ يَو ” ,

Abu al-Aliyah, Rabi‟ bin Anas dan Qatadah

mengatakan, yang dimaksud penggalan ayat tersebut ialah mereka (Ahlul Kitab) yang menyembunyikan kebenaran tersebut dilaknat oleh para malaikat dan orang-orang yang beriman. Artinya bukan hanya makhluk bumi yang melaknat, bahkan penghuni langit juga melaknat.

Hal tersebut berkaitan dengan sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam Kitab As- Shahih dan Al-Baihaqi dalam Syu‟abul Iman menjelaskan bahwa orang yang berilmu akan dimohonkan ampunan oleh segala sesuatu, sampai ikan paus yang berada di dalam laut.127

127 Al-Imam al-Hafiz Imaad ad-Din Abu al-Fida Ismail Ibn Umar Ibn Katsir ad-Dimasyqiy, Tafsir alqur‟an al-Azim, ( Cet. 1 Beirut-Libanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1997 ), Juz 1, h. 313.

Ayat diatas memiliki keterkaitan dengan ayat selanjutnya yang berbunyi:

ُمْيِحَّرلا ُباَّوَّ تلا اَنَاَو ۙ ْمِهْيَلَع ُبْوُ تَا َك ى لوُاَف اْوُ نَّ يَ بَو اْوُحَلْص َاَو اْوُ باَت َنْيِذَّلا َّلَِا

Artinya: “Kecuali mereka yang bertobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskannya, mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”128

Ayat ini menjelaskan pengecualian diantara mereka yang sebelumnya dilaknat oleh Allah swt dan seluruh makhluk hidup di muka bumi. Yaitu mereka yang menarik diri dari apa yang telah mereka kerjakan dan memperbaiki amal perbuatan mereka dan kemudian mereka juga menerangkan kepada manusia apa yang telah disembunyikan. Ibnu Katsir juga menerangkan bahwa dalam ayat ini terdapat petunjuk bahwa mereka yang telah mengajak kepada kekufuran maupun bid‟ah jika ia bertaubat kepada Allah, maka akan diterima taubatnya. Ini menunjukkan bahwa pintu taubat masih dibuka bagi mereka yang telah melakukan perbuatan maksiat.

Kemudian Allah Ta‟ala dengan ayatnya menjelaskan dalam ayat berikutnya yang berbunyi:

ۙ َْيِعَْجَْا ِساَّنلاَو ِةَك ى لَمْلاَو ِو ّللا ُةَنْعَل ْمِه ْيَلَع َك ى لوُا ٌراَّفُك ْمُىَو اْوُ تاَمَو اْوُرَفَك َنْيِذَّلا َّنِا

Artinya: “Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir. Mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya”.129

128 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag , 23.

129 Ibid, 23.

Ayat ini menjelaskan bahwa mereka yang tetap dalam kekufuran bahkan sampai menemui ajalnya, maka mereka akan terus menerus mendapat laknat sampai tiba hari kiamat. Kemudian firman Allah Ta‟ala berbunyi:

اَهْ يِف َنْيِدِل خ اَذَعْلا ُمُهْ نَع ُفَّفَُيُ َلَ ۙ

َنْوُرَظْنُ ي ْمُى َلََو ُب

Artinya: “Mereka kekal di dalam laknat itu. Tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh”.130

Kemudian dijelaskan bahwa laknat itu sendiri menjadi teman setia yang akan menemani mereka di neraka Jahanam. Siksaan yang mereka alami tidak akan pernah berkurang dan dialihkan dari mereka meskipun dengan waktu yang sekejap saja. Oleh karena itu siksa yang dialami akan terus menerus dan berkesinambungan.131

b. Q.S. An-Nisa: 46















































































Artinya; “(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan mereka berkata, “Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya.” Dan (mereka mengatakan pula), “Dengarlah,” sedang (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa pun. Dan (mereka mengatakan), “Raa„ina” dengan memutar-balikkan

130 Ibid, 23

131Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, jilid 1, 274.

lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami,” tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 46)132

Menurut Ibnu Katsir, redaksi “

َنِم ”

yang notabene ditujukan kepada Yahudi tersebut menunjukkan kepada sebuah jenis. Ibnu Katsir menyamakan dengan sbuah penggalan redaksi dari firman Allah swt dalam QS. Al Hajj ayat 30 yang berbunyi (

ِناَثْوَْلَا َنِم َسْجِّرلا اوُبِنَتْجاَف)

yang berarti, “Maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu”.

Betapa buruknya perangai orang Yahudi sehingga disamakan dengan berhala-berhala yang najis.

Firman Allah Ta‟ala

( ۙ وِعِضاَوَّم ْنَع َمِلَكْلا َنْوُ فِّرَُيُ)

menunjukkan

bahwa mereka orang Yahudi mentakwilkan tidak sesuai dengan takwilnya. Mereka menafsirkan kepada hal yang jauh sekali dari maksud Allah swt yang sebenarnya dengan sengaja dan terang- terangan.

Kemudian Firman Allah Ta‟ala (

عَمْسُم َرْ يَغ ْعَْسَاَو اَنْعَِسَ َنْوُلْوُقَ يَو)

berarti bahwa orang Yahudi tersebut sebenarnya mendengar terhadap apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Namun orang-orang Yahudi tersebut enggan untuk mentaatinya. Hal ini semakin

132 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur‟an, 2016), 78.

memperjelas bagaimana kekufuran dan pembangkangan Yahudi terhadap Nabi Muhammad. Jadi setelah mereka mendengar apa yang disampaikan kemudian mereka berpaling dari kebenaran tersebut, tentu hal tersebut merupakan perbuatan dosa dan ada hukumannya.

Kemudian mereka berkata dengarlah apa yang kami ucapkan. Padahal kamu tidak mendengar apa-apa. Hal ini merupakan sebuah ejekan dan hinaan dari mereka.

(

ۙ ِنْيِّدلا ِف ا نْعَطَو ْمِهِتَنِسْلَاِب ۙ اِّيَل اَنِعاَرَّو)

Mereka menyindir dengar

samar yaitu dengan perkataan,

“ اَنِعاَر ”

(perhatikanlah kami) / “

اَنِعاَر

كعسَ” (

Perhatikanlah kami dengan pendengaranmu), padahal arti

sesungguhnya yang dimaksudkan oleh orang Yahudi tersebut ialah

ةنوعرلا”

yang berarti bodoh. Hal ini merupakan sebuah celaan kepada

Nabi Muhammad saw. Menurut Ibnu Katsir, perihal pencelaan ini juga pernah dijelaskan dalam firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 104,

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu katakan, raa‟ina, tetapi katakanlah, unzhurnaa, dan dengarkanlah”.

Allah Ta‟ala mengutuk mereka karena kekafiran mereka. Dan mereka tidak beriman kecuali dengan iman yang sangat tipis. Mereka telah dipalingkan dan dijauhkan dari kebaikan. Oleh karena itu,

seharusnya keimanan tersebut memberi manfaat kepada mereka, namun iman tersebut tidak masuk ke dalam hatinya.133

c. Q.S. An-Nisa: 93

نَم َو لُت قَي اًنِم ؤُم اًدِّمَعَتُم ُه ُؤا َز َجَف

ُمَّنَه َج اًدِلا َخ اَهيِف َب ِضَغ َو َُّاللّ

ِه يَلَع

ُهَنَعَل َو َّدَعَأ َو ُهَل اًباَذَع اًمي ِظَع

﴿ ٣٩

Artinya: “Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.”(QS. An-Nisa: 93)134 Ibnu Katsir menafsirkan, bahwa ayat ini merupakan ancaman bagi seorang yang sengaja membunuh orang-orang yang beriman.

Tentu terdapat balasan yang setimpal bagi pembunuh tersebut.

Menurut Ibnu „Abbas dan pendukungnya, orang yang membunuh orang –orang beriman secara sengaja tidak ada taubat bagi mereka.

Namun demikian, menurut para jumhur ulama menegaskan bahwa ia tidak kekal salamanya di dalam neraka jika pembunuh mau bertaubat dan menyesali perbuatnnya dan diikuti dengan amal saleh kepada Allah Ta‟ala. Mereka berpeluang untuk mendapat pengampunan.

Karena sesungguhnya yang dimaksud dengan khulud (kekal) disini menurut Ibnu Katsir ialah tinggal lama. Hal ini didukung dengan hatits mutawatir bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,

Sesungguhnya akan keluar dari api neraka, orang yang di dalam hatinya terdapat iman walaupun seberat biji sawi yang paling kecil”.

133Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, jilid 2, 229.

134 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 85.

Meskipun demikian, menurut nash orang yang mati dalam keadaan kafir Allah tidak akan mengampuninya.

Kemudian Ibnu Katsir menjelaskan bahwa tuntutan korban terhadap pembunuh kelak pada hari kiamat tersebut merupakan hak dari manusia itu sendiri Oleh karena itu meskipun pembunuh telah bertaubat, hal tersebut tidak menjadikannya terbebas ataupun gugur dari tuntutan korban. Dengan adanya tuntutan dari korban tersebut, bukan berarti pembunuh mendapat balasan. Bahkan bisa jadi pembunuh memiliki amal saleh yang bisa diserahkan pada korban atau Allah Ta‟ala menggantikan korban dengan karunianya, yang tentu diberikan kepada mereka yang dikehendaki-Nya. Hal semacam ini tidak hanya berlaku kepada korban pembunuhan saja, melainkan berlaku juga untuk korban pencurian, korban perampasan, korban pencemaran nama baik dan lain sebagainya. Maka perlu memperbaiki hubungan antar sesama manusia dan memperbaiki hubungan dengan Allah Ta‟ala.

Pembunuh yang melakukan dengan sengaja, tentu mendapatkan hukum-hukum dunia maupun hukum-hukum akhirat.

Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Isra‟ ayat 33 bahwa, “Dan barang siapa dibunuh secara zhalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya.”, maka untuk hukum- hukum dunia diserahkan sepenuhnya kepada wali korban. Selanjutnya untuk hukuman, wali boleh memilih antara qisash, diyat, maupun

memaafkannya, sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir dalam Kitab Al- Ahkaam.135

d. Q.S. Al-Maidah:78

َنِعُل َنيِذَّلا اوُرَفَك نِم يِنَب َليِئا َر سِإ ىَلَع

ِناَسِل َدو ُواَد ىَسيِع َو ِن با

َمَي رَم

ۖ َكِل َذ اَمِب ا وَصَع َك َو

اوُنا َنوُدَت عَي

﴿ ٨٧

Artinya: “Orang-orang kafir dari Bani Israil telah dilaknat melalui lisan (ucapan) Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu karena mereka durhaka dan selalu melampaui batas.” (QS.

Al-Maidah: 78)136

Ibnu Katsir menafsirkan bahwa Allah telah melaknat orang- orang kafir dari kaum Bani Israil dalam masa yang cukup lama. Dan Allah melaknat melalui lisan Nabi-Nya yaitu Nabi Daud a.s, dan Nabi Isa a.s. Hal tersebut terjadi karena orang-orang kafir tersebut durhaka kepada Allah dan berlaku sewenang-wenang kepada manusia lain.

Orang-orang kafir tersebut dilaknat dalam Taurat, Injil, Zabur dan Al- Qur‟an. Mereka juga tidak melarang/ membiarkan perbuatan-perbuatan dosa dan haram diperbuat.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Syarik Ibnu Abdullah, dari Ali Ibnu Bazimah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda “Ketika kaum Bani Israil tenggelam ke dalam perbuatan-perbuatan maksiat, maka para ulamanya mencegah mereka, tetapi mereka tidak mau berhenti. Lalu

135Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, jilid 2, 271..

136 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 110.

para ulama mereka mau duduk bersama dengan mereka dalam majelis-majelis mereka.” Yazid mengatakan bahwa menurutnya Syarik ibnu Abdullah mengata-kan, "Di pasar-pasar mereka, dan bermuamalah dengan mereka serta minum bersama mereka. Karena itu, Allah memecah-belah hati mereka, sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain; dan Al-lah melaknat mereka melalui lisan Nabi Daud dan Nabi Isa ibnu Maryam." Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan selalu melam-paui batas. (Al- Maidah: 78) Pada mulanya Rasulullah Saw. bersandar, lalu duduk dan bersabda: “Tidak, demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sebelum kalian menyeret mereka kepada perkara yang hak dengan sebenar-benarnya.”

Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad An-Nafili, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Rasyid, dari Ali ibnu Bazimah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

“Sesungguhnya kekurangan yang mula-mula dialami oleh kaum Bani Israil ialah bilamana seorang lelaki bertemu dengan lelaki lain (dari kalangan mereka), maka ia berkata kepadanya, "Hai kamu, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah dosa yang kamu lakukan itu, sesungguhnya perbuatan itu tidak halal bagimu." Kemudian bila ia menjumpainya pada keesokan harinya, maka hal tersebut tidak mencegahnya untuk menjadi teman makan, teman minum, dan teman duduknya. Setelah mereka melakukan hal tersebut, maka Allah memecah-belah hati mereka; sebagian dari mereka bertentangan dengan sebagian yang lain”. Kemudian Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya: „Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil melalui lisan Daud dan Isa putra Maryam‟. (Al-Maidah: 78) sampai

dengan firman-Nya: „orang-orang yang fasik‟. (Al-Maidah: 81) Kemudian Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak, demi Allah, kamu harus amar ma'ruf dan nahi munkar, dan kamu harus mencegah perbuatan orang yang zalim, membujuknya untuk mengikuti jalan yang benar atau kamu paksa dia untuk mengikuti jalan yang benar”137.

e. QS. Al-a‟raf: 44



























































Artinya: “Dan para penghuni surga menyeru penghuni-penghuni neraka, “Sungguh, kami telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepada kami itu benar. Apakah kamu telah memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan kepadamu itu benar?” Mereka menjawab, “Benar.” Kemudian penyeru (malaikat) mengumumkan di antara mereka, “Laknat Allah bagi orang-orang zalim” (QS. Al-A‟raf: 44)138

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ayat ini merupakan celaan dan hinaan penghuni surga kepada para penghuni neraka ketika mereka telah berada dalam tempat masing-masing. Kata (

ْدَق ْنَا

)disini

menerangkan ucapan yang tidak tertulis dan ada sebuah penekanan.

Jadi hal ini berarti penghuni surga mengatakan kepada penghuni neraka: “Sesungguhnya kami benar-benar telah mendapatkan apa yang pernah dijanjikan oleh Rabb kami. Apakah kalian juga benar- benar telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Rabb kalian kepada kalian.” Maka mereka pun menjawab: “Ya”.

137Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, jilid 3,. 115.

138 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 166.

Ibnu Katsir menambahkan sebuah Hadits bahwa Rasulullah pernah mencela orang-orang yang telah meninggal pada perang Badar.

Hai Abu Jahal bin Hisyam, hai „Utbah bin Rabi‟ah dan Syaibah bin Rabi‟ah dan beliau menyebut para pimpinan Quraisy, apakah kalian telah mendapati apa yang telah dijanjikan oleh Rabb kalian itu benar? Sesungguhnya aku telah mendapati apa yang telah dijanjikan Allah kepadaku itu benar.”

Kemudian „Umar pun menegur Rasulullah:”Ya Rasulullah, bagaimana engkau mengajak bicara orang-orang yang telah menjadi bangkai?” Maka Rasulullah pun bertutur: “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, kalian tidak lebih mendengar ucapanku itu dari mereka, tetapi hanya saja mereka tidak dapat menjawab”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Kemudian seorang penyeru, dalam hal ini menurut Ibnu Katsir adalah Malaikat, menyerukan bahwa kutukan Allah ditimpakan kepada orang dzalim. Kemudian dijelaskan bahwa orang dzalim tersebut ialah orang yang menghalangi manusia dari mengikuti jalan dan syari‟at Allah, serta apa yang telah dibawa para Nabi-Nya. Kemudian selain itu mereka juga menginginkan agar jalan yang lurus itu menjadi bengkok, sehingga tidak ada yang menjadi pengikut-Nya. 139

2. Penafsiran Quraish Shihab tentang Ayat Laknat a. Q.S. Al-Baqarah: 159 – 162











































Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia

139Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim, jilid 3, 301.

dalam al-Kitab, mereka itu dilakati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat. Kecuali mereka yang bertobat, mengadakan perbaikan dan menjelaskannya, mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”(QS. Al-Baqarah 159 – 160)140

Menurut Quraish Shihab, meskipun ayat ini turun berkenaan dalam konteks ancaman kepada orang-orang Yahudi, tapi redaksi yang berada dalam ayat tersebut bersifat umum sehingga ayat tersebut menjadikannya sebagai ancaman pula terhadap setiap orang yang menyemunyikan kebenaran yang diperintahkan oleh agama, berupa ilmu maupun ajaran keagamaan ataupun mengenai hak-hak manusia.

Quraish Shihab juga semakin memperkuat landasannya dengan Sabda Rasulullah saw yang berbunyi, “Siapa yang ditanyai tentang ilmu, lalu ia menyembunyikannya, maka di hari kemudian, diletakkan di mulutnya kendali yang terbuat dari api neraka”.

Kendati demikian, menurut Quraish Shihab, setiap ucapan memiliki konteks masing-masing, kemudian setiap tempat memiliki konteks yang berbeda-beda. Dan tidak semua informasi tidak harus disebarkan, karena ada waktu sendiri kapan dan dimana seharusnya informasi tersebut sudah siap untuk disebarkan. Karena menurut Quraish Shihab, informasi tersebut terbagi menjadi dua yaitu, informasi yang dituntut untuk disebarluaskan (kebanyakan dari ilmu syariat) dan informasi yang tidak diharapkan sama sekali untuk disebarluaskan, atau informasi yang diharapkan untuk disebarkan

140 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 23.

setelah melalui pertimbangan keadaan, waktu maupun sasaran. Oleh karena itu setiap informasi tentu memiliki porsinya masing-masing.

Seburuk apapun manusia berbuat salah, pintu taubat Allah swt masih terbuka lebar. Allah memberi kesempatan bagi mereka yang telah berbuat salah dengan menyesali perbuatannya, memohon ampun dan memperbaiki kembali apa yang telah diperbuat dengan hal yang sebanding dengan kesalahan yang telah dilakukan. Selain itu juga bertekad dengan tidak mengulanginya. Dari ayat ini Quraish Shihab mengambil benang merah dari syarat-syarat terkabulnya taubat, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas.

Lebih lanjut Quraish Shihab memaparkan bahwa taubat sendiri merupakan wewenang Allah swt. Hal ini diisyaratkan dalam kata (

اَنَا

)

yang berarti Aku dalam penutup ayat. Selain Allah tidak ada yang berwenang dalam hal taubat. Kemudian selanjutnya dalam firman Allah Ta‟ala berbunyi:

َنْيِدِل خ َْيِعَْجَْا ِساَّنلاَو ِةَك ى لَمْلاَو ِو ّللا ُةَنْعَل ْم ِهْيَلَع َك ى لوُا ٌراَّفُك ْمُىَو اْوُ تاَمَو اْوُرَفَك َنْيِذَّلا َّنِا نْوُرَظْنُ ي ْمُى َلََو ُباَذَعْلا ُمُهْ نَع ُفَّفَُيُ َلَ ۙ اَهْ يِف

Artinya: “Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir. Mereka itu mendapat laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya. Mereka kekal di dalam laknat itu.

Tidak akan diringankan siksa dari mereka dan tidak (pula) mereka diberi tangguh”.(QS. Al-Baqarah 161 – 162)141

141 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 23.

Ayat tersebut kembali menegaskan bahwa mereka akan tetap diberi laknat jika masih kafir sampai menemui ajal dan belum bertaubat. Menurut Quraish Shihab, kalimat (

َْيِعَْجَْا ِساَّنلاَو)

yang

memiliki arti manusia semuanya, diatas bukan berarti seluruh manusia.

Karena menurut beliau, mereka yang bersekongkol dalam kekufuran tentu tidak akan mengutuknya. Oleh karena itu kalimat tersebut ialah mereka manusia yang taat kepada Allah. Jadi, yang melaknat orang kafir tersebut ialah Allah, malaikat dan manusia yang taat. Hal ini menurut satu pendapat ulama‟.

Menurut ulama‟ lain, orang-orang yang durhaka dan bermaksiat pun turut melaknat mereka yang kufur, sehingga kemudian terjadi saling mengutuk satu sama lain. Akan tetapi hal ini tidak terjadi di dunia, melainkan di akhirat. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam penggalan QS. Al-Ankabut ayat 25 yang berbunyi:

ْم ُكَل اَمَو ُراَّنلا ُمُكى وْأَمَّو ۙ ا ضْعَ ب ْمُكُضْعَ ب ُنَعْلَ يَّو ضْعَ بِب ْمُكُضْعَ ب ُرُفْكَي ِةَم يِقْلا َمْوَ ي َُّثُ

ۙ َنْيِرِص ّن ْنِّم

Artinya: “Kemudian pada hari kiamat sebagian kamu mengingkari sebagian (yang lain) dan sebagian kamu melaknati sebagian (yang lain)”142

Terminologi kafir yang digunakan untuk menunjuk mereka yang menyembunyikan kebenaran tersebut bertujuan untuk melekatkan sifat burut tersebut kepada mereka, selain itu orang kafir yang dengan

142 Ibid, 23.

dosa selain menyembunyikan kebenaran tersebut juga tercakup dalam hal tersebut.

Kata

( اَهْ يِف َنْيِدِل ) ۙ خ

tersebut menyuratkan bahwa orang kafir tersebut tinggal dalam waktu yang sangat lama dalam kondisi dilaknat atau di dalam neraka. Kemudian menurut Quraish Shihab mereka juga tidak akan diberi penangguhann waktu meskipun hanya sekejap. Selain itu mereka juga tidak akan dilihat oleh Allah dan malaikat-Nya dengan pandangan kasih sayang.

Kemudian dijelaskan pula bahwa ayat ini merupakan ayat yang digunakan sebagai penutup dari seluruh ayat terdahulu yang membahas tentang Bani Isra‟il. Dimulai dari QS. Al-Baqarah ayat 40, 41, 42 dan ditutup dengan ayat 159-160.143

b. Q.S. An-Nisa: 46















































































Artinya; “(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan mereka berkata, “Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya.” Dan (mereka mengatakan pula), “Dengarlah,” sedang (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa pun. Dan (mereka mengatakan), “Raa„ina” dengan memutar-balikkan

143 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah :Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an.

(Tangerang: Lentera Hati, 2017 ), cet. I, Vol 1, 370-372

lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan, “Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami,” tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 46)144

Menurut Quraish Shihab ayat ini diturunkan khususu kepada orang-orang Yahudi. Dalam ayat ini desebutkan berbagai keburukan orang Yahudi tersebut. Diantaranya mereka mengubah perkataan dari tempat-tempat yang seharusnya. Dalam hal ini termasuk perihal kenabian dan umatnya. Mereka mendengar apa yang diperintahkan oleh Nabi Muhammad, akan tetapi tidak mau menurutinya karena mereka telah berpegang teguh kepada ajaran Yahudi. Mereka mendengar kemudian berpaling. Selain itu orang Yahudi juga kerap mengatakan perkataan yang mengandung dua makna seperti

“Dengarlah, sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apapun”.

Artinya tidak mendengar suatu hal yang meyenangkan, dan tidak pula mendengar suatu hal yang menjengkelkan. Mereka mendoakan agar tuli. Demikian betapa mereka mengelabui orang lain, seakan bermaksud baik padahal hanya melecehkan semata. Orang Yahudi juga mengatakan “ra‟ina” yang terdengar seperti “perhatian keadaan dan kemauan kami‟, padahal sesungguhnya kata tesebut dalam bahasa Ibrani bermakna makian dan tentunya mereka bermaksud untuk mencela agama. Hal ini merupakan sebuah perangai dari orang Yahudi yang sangat keterlaluan. Kata tersebut terdengar baik, padahal isinya

144 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 78.

Dalam dokumen AYAT LAKNAT DALAM AL- (Halaman 96-122)

Dokumen terkait