• Tidak ada hasil yang ditemukan

AYAT LAKNAT DALAM AL-

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "AYAT LAKNAT DALAM AL-"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

Oleh:

Nauval Rifqi Darmawan NIM : U20181101

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

DESEMBER 2022

(2)

ii

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Kiai Haji Achmad Siddiq Jember Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

Oleh:

Nauval Rifqi Darmawan NIM : U20181101

Disetujui Pembimbing

MUFIDA ULFA, M. Th. I NIP. 198702022019032009

(3)

iii SKRIPSI

Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu Persyaratan memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir

Hari: Rabu

Tanggal: 07 Desember 2022 Tim Penguji

Ketua Sekretaris

Dr. Maskud, S.Ag, M.Si. Fitah Jamaluddin, M.Ag.

NIP.197402101998031001 NIP. 199003192019031007

Anggota:

1. H. Mawardi Abdullah, Lc. M.A. ( )

2. Mufida Ulfa, M. Th. I. ( )

Menyetujui ,

Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora

Prof. Dr. M. Khusna Amal, S.Ag, M.Si NIP. 197212081998031001

(4)

iv

banyak melaknat, bukan pula orang yang keji (buruk akhlaqnya), dan bukan orang yang jorok omongannya”

HR. Tirmidzi, no. 1977; Ahmad, no. 3839

(5)

v

Syukur Alhamdulillah, atas izin Allah SWT yang telah memberikan kesempatan di penghujung awal perjuangan ini, saya bisa mengakhiri masa studi saya di Universitas Islam Negeri Kyai Haji Ahmad Siddiq Jember. Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Orang tua tercinta saya yakni bapak Andriyanto dan ibu Ruly Suptihatiningsih. Terimakasih atas nasihat dan dukungan yang tiada henti serta terimakasih telah berjuang sekuat tenaga untuk bekerja, sehingga memberikan yang terbaik untuk anaknya agar bisa menempuh jenjang pendidikan S1 di UIN KHAS Jember. Terimakasih atas perjuangan berupa do‟a maupun tenaga yang tak lain tujuannya untuk melihat anaknya sukses dunia dan akhirat.

2. Adik-adikku tersayang yang bernama Nauval Jody Virgiawan dan Nauval Rasyidan Ahnaf. Terimakasih telah mendukungku baik berupa do‟a, motivasi, maupun materi. Tak lupa juga kepada seluruh keluarga yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu. Terimakasih karena kalian semua saya semangat dan selalu berbagi kebahagiaan memberikan dukungan kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

(6)

vi

menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Ayat Laknat Dalam Al-Qur‟an (Studi Komparatif Penafsiran Ayat Laknat Dalam Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim dan Tafsir Al-Misbah)” ini dapat terselesaikan. Untuk itu penulis dengan kerendahan hati dan setulus-tulusnya mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE., MM selaku rektor UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah mendukung dan memfasilitasi kami selama proses kegiatan belajar mengajar di lembaga ini.

2. Prof. Dr. M. Khusna Amal, S.Ag, M.Si selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah memberikan izin dan kesempatan untuk mengadakan penelitian.

3. H. Mawardi Abdullah, Lc, M. A selaku Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang selalu memberikan arahannya dalam program perkuliahannya yang kami tempuh.

4. Mufida Ulfa, M. Th. I selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan saran, serta dukungan kepada penulis dengan penuh kesabaran selama bimbingan dan penyusunan skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember khususnya prodi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora UIN

(7)

vii

langsung maupun tidak langsung telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yang mungkin tidak bisa disebut satu persatu.

Hanya kepada Allah SWT penulis berdoa semoga amal kebaikan Bapak/Ibu/Saudara selalu mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Aamiin.

Jember, 07 Desember 2022 Penulis

Nauval Rifqi Darmawan NIM. U20181101

(8)

viii

Pada prinsipnya seorang mukmin tidak boleh menjadi pelaknat atau pengumpat, pencerca dan pencaci maki. Melaknat atau mencaci seseorang merupakan sifat buruk yang sangat besar bahayanya bagi pelakunya sendiri. Dalam laknat terdapat bahaya, yakni menganggap Allah telah menjauhkan orang yang dikutuk. Hanya Allah saja yang memiliki hak untuk melaknat makhluk-Nya. Penelitian mengenai ayat-ayat laknat dalam al-Qur‟an ini sangat penting untuk dikaji lebih dalam lagi, mengingat al- Qur‟an sebagai sumber utama umat Islam sehingga jika pengkajian al-Qur‟an yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat tidak banyak dikaji, maka akan memberikan efek yang kurang baik terhadap umat Islam khususnya orang-orang awam.

Fokus Penelitian dalam skripsi ini adalah, 1) Bagaimana penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab tentang Ayat Laknat dalam Al-Qur‟an?. 2) Apa persamaan dan perbedaan penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab tentang Ayat Laknat dalam Al- Qur‟an?

Adapun jenis penelitian ini menggunakan studi kepustakaan atau library research yaitu mengumpulkan data-data berupa buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pembahasan yang diteliti. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, yaitu penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek, misalnya prilaku, presepsi dan tindakan. Teknik analisis data pada penelitian ini mengikuti langkah deskriptif, yaitu menguraikan data secara teratur, dan komparasi, yaitu membandingkan data dari dua objek yang berbeda.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, Ibnu Katsir menjelaskan bahwa mendapat laknat Allah, berarti Allah mengusirnya dan menjauhkannya dari rahmat- Nya, serta mengeluarkan dari perlindungan-Nya. Allah telah mengusir dan menjauhkan mereka dari segala kebaikan sehingga tidak ada sedikit pun iman yang bemanfaat bagi mereka. Menurut M. Quraish Shihab jika seseorang dilaknat maksudnya dikutuk oleh Allah berarti dijauhkan dari rahmat-Nya serta dijauhkan segala kebaikan darinya. Kemudian mengenai persamaan penafsiran, keduanya sepakat mengenai hakikat laknat. Menurut kedua penafsir jika seseorang dilaknat oleh Allah berarti dijauhkan dari rahmat-Nya serta dijauhkan segala kebaikan darinya.

Laknat tersebut akan ditimpakan dan mengikuti mereka hingga hari Kiamat.

Kemudian terdapat perbedaan pada penafsiran antara kedua mufassir tersebut. Yaitu terletak pada penyebab Allah menurunkan laknat. Salah satu perbedaannya ialah dalam contoh laknat Allah terhadap orang kafir Bani Israil. Menurut Ibnu Katsir, Allah melaknat orang kafir Bani Israil dikarenakan mereka durhaka kepada Allah dan mendzalimi makhluk-Nya. Sedangkan menurut Quraish Shihab, Allah melaknat orang kafir Bani Israil dikarenakan mereka telah durhaka dengan melakukan dosa-dosa kepada Allah dan Rasul-Nya dan selalu melampaui batas kewajaran, baik dalam beragama maupun dalam kehidupan sehari-hari.

(9)

ix

ﺑ ﺒ ﺐ ﺏ

B

ﺗ ﺗ ﺖ ﺕ

T

ﺛ ﺜ ﺚ ﺙ

Th

ﺟ ﺠ ﺞ ﺝ

J

ﺣ ﺤ ﺢ ﺡ

H

ﺧ ﺨ ﺦ ﺥ

Kh

ﺩ ﺪ ﺪ ﺩ

D

ﺫ ﺬ ﺬ ﺫ

Dh

ﺭ ﺮ ﺮ ﺭ

R

ﺯ ﺰ ﺰ ﺯ

Z

ﺳ ﺴ ﺲ ﺱ

S

ﺷ ﺸ ﺶ ﺵ

Sh

ﺻ ﺼ ﺺ ﺹ

s}

ﺿ ﻀ ﺾ ﺽ

d}

ﻃ ط ط ﻃ

t}

ﻅ ﻈ ﻈ ﻅ

z}

ﻋ ﻌ ﻊ ﻉ

‘(ayn)

ﻏ ﻐ ﻎ ﻍ

Gh

ﻓ ﻔ ﻒ ﻑ

F

ﻗ ﻘ ﻖ ﻕ

Q

ﻛ ﻜ ﻚ ﻙ

K

ﻟ ﻟ ﻞ ﻝ

L

ﻣ ﻤ ﻢ ﻡ

M

ﻧ ﻨ ﻦ ﻥ

N

1Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Institut Agama Islam Negeri Jember (Jember: IAIN Jember, 2020), 28.

(10)

x

(11)

xi

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Konteks Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Definisi Istilah ... 11

F. Metode Penelitian... 12

G. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 17

A. Penelitian Terdahulu ... 17

B. Kajian Teori ... 23

(12)

xii

BAB III METODOLOGI TAFSIR IBNU KATSIR DAN

QURAISH SHIHAB ... 40

A. Ibnu Katsir ... 40

1. Biografi... 40

2. Karya-karya ... 42

3. Metode, Sumber, dan Corak Tafsir Ibnu Katsir... 45

B. Quraish Shihab ... 51

1. Biografi... 51

2. Karya-karya ... 56

3. Metode, Sumber, dan Corak Tafsir Quraish Shihab ... 57

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS ... 67

A. Ayat-ayat Laknat dalam Al-Qur‟an ... 67

B. Objek Laknat dalam Al-Qur‟an ... 69

C. Subjek Laknat dalam Al-Qur‟an ... 78

D. Penafsiran Ayat-Ayat Laknat Menurut Ibnu Katsir dan Quraish Shihab ... 82

E. Perbandingan Penafsiran Ayat-Ayat Laknat ... 108

BAB V PENUTUP ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 115

(13)

xiii

(14)

xiv

4.1 Ayat-Ayat Laknat Dalam Al-Qur‟an ... 67 4.2 Subjek Laknat Dlam Al-Qur‟an ... 78

(15)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur‟an merupakan kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril sebagai rahmat yang tiada taranya di alam semesta ini. Al-Qur‟an juga merupakan sumber ajaran Islam yang mana kitab suci ini menempati posisi sentral,bukan sajadalam perkembangan ilmu-ilmu keislaman, tetapi juga merupakan inspirator pemandu gerakan-gerakan umat Islam.

Kajian al-Qur‟an tidak akan pernah habis sepanjang zaman. Ini disebabkan karena al-Qur‟an adalah kitab suci yang kemukjizatannya dan keagungannya tidak terbantahkan dan diakui oleh siapapun. Allah SWT mengilustrasikan keagungan tersebut dalam QS. al-Kahfi: 109:







































Artinya: ”Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”2

Senada dengan ayat di atas, Allah SWT pun melukiskan keluasan kandungan al-Qur‟an dalam firman-Nya, QS. Luqman: 27;

2 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur‟an, 2016), 270.

(16)













































Artinya: “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat- kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.3 Untuk memahami al-Qur‟an upaya yang dilakukan adalah melalui penafsiran- penafsiran. Cara ini diharapkan agar segala kandungan makna al- Qur‟an yang masih terselubung dalam teks (lafaz}) dapat terbuka sehingga menjadi sesuatu yang jelas. Secara teks al-Qur‟an memang tidak berubah tetapi penafsiran atas teks selalu berubah-ubah sesuai konteks ruang, waktu dan keadaan manusia. Untuk itu, al-Qur‟an selalu membuka diri untuk dianalisis, dipersepsi, dan diinterpretasikan (ditafsirkan) dengan berbagai alat, metode dan pendekatan untuk menguak isi sejatinya.

Banyak metode yang digunakan oleh para peneliti maupun pakar untuk meneliti kandungan yang terdapat dalam firman Allah SWT. Kebutuhan metode penafsiran terebut tentu terus berkembang sesuai waktu dan tuntutan zaman. Bisa dilihat perkembangan dari tafsir bil-ma‟tsur atau tafsir riwayat yang kemudian muncul tafsir bil-ra‟yi. Tafsir bil-ma‟tsur menggunakan nash dalam menafsirkan Al-Qur‟an, sementara tafsir bil-ra‟yi menggunakan ijtihad dengan akal.

Banyak cara juga bagi para mufassir dalam menyajikan pesan-pesan yang terkandung dalam Al-Qur‟an. Ada yang menyajikan secara runtut,

3Ibid., 315.

(17)

seperti dimulai dari surat Al-Fatihah sampai surat An-Nas. Ada juga yang menyajikan dengan mengelompokkan ayat sesuai dengan topik yang dibahas, hal ini dinamai dengan istilah maudhu‟i (tematik). Dan banyak metode lain yang digunakan, seperti metode tahlili, metode ijmali,dan metode muqarran.

Diantara keberagaman tema yang diangkat dalam pembahasan Al- Qur‟an, penulis sengaja memilih tema laknat dalam Al-Qur‟an dikarenakan tema laknat belum banyak dipahami oleh sebagian masyarakat. Bahkan banyak diantara kita yang tidak sadar apakah tergolong dalam kategori dilaknat Tuhan atau tidak. Oleh karena itu al-Quran sebagai pedoman umat Islam harus benar-benar dipahami dalam berbagai konteks permasalahan.

Laknat merupakan lawan dari berkah. Allah Subhanahu wa Ta‟ala akan menurunkan laknat bagi yang melakukan dosa-dosa besar dan tidak mengikuti petunjuk-Nya. Bila Allah Subhanahu wa Ta‟ala memberikan berkah ke- pada sesuatu maka Ia jadikan suatu kebaikan dan berkah didalamnya. Sedangkan jika Allah Subhanahu wa Ta‟ala melaknat sesuatu, maka Ia akan menjauhkannya dari rahmat-Nya.

Definisi laknat secara bahasa adalah menjauhkan dan menyingkirkan kebaikan. Dikatakan sebagai kata menyingkirkan dan menjauhkan (jika berasal) dari Allah. Dan (jika berasal) dari makhluk maknanya adalah cacian dan doa. Laknat adalah kata benda (ism), bentuk jamaknya adalah li‟an dan la‟anat. La‟anahu yal‟anahu la‟nan, yaitu menyingkirkannya dan menjauhkannya.4

4 Ibn Manzur, Lisân al-„Arab (Beirut: Dar Sadir, t.t), 4044.

(18)

Menurut Asy-Syammakh, seorang penyair pada masa Umar bin Khattab, dalam syairnya beliau mengungkapkan bahwa “Perangai serigala seperti orang yang dilaknat”, maksudnya yaitu tersisih dari lingkungan.5

Perlu diingat bahwa ucapan adalah doa dan setiap doa yang buruk merupakan laknat. Pada prinsipnya seorang mukmin tidak boleh menjadi pelaknat atau pengumpat, pencerca dan pencaci maki. Melaknat atau mencaci seseorang merupakan sifat buruk yang sangat besar bahayanya bagi pelakunya sendiri, baik melaknat binatang, benda mati, apalagi sesame manusia. Ini jelas diharamkan karena dalam laknat terdapat bahaya, yakni menganggap Allah telah menjauhkan orang yang dikutuk. Padahal ini masalah gaib yang tidak seorangpun mengetahuinya. Maka, hanya Allah saja yang memiliki hak untuk melaknat makhluk-Nya.6

Dalam Al-Qur‟an, kata „laknat‟ terulang dalam berbagai bentuk sebanyak 41 kali yang tersebar di beberapa surat dalam Al-Qur‟an.7 Kata la‟ana yang berarti laknat adalah mengusir dan menjauhkan disebabkan karena murka dan yang demikian itu di akhirat merupakan bentuk siksaan dari Allah Subhanahu wa Ta‟ala, sedangkan jika di dunia maka ia merupakan bentuk pemutusan rahmat dantaufik-Nya. Kata „laknat‟ sendiri dalam bahasan Al- Qur‟an secara garis besar hampir sama dengan musibah, adzab, dan bala‟.

Salah satu contoh yang terlaknat adalah iblis. Di dalam kitab suci Al- Qur‟an disebutkan bahwa iblis itu termasuk bangsa jin yang diciptakan dari

5 Muhammad Ali Ash-Shabuni, Tafsir Ayat- Ayat Ahkam (Depok: Keira Publishing. 2014), cet. I, jilid 1,146.

6 Abu Hamid al-Ghazali, Afât al-Lisân: Bahaya Lisan (Jakarta: Qisthi, 2005), 65.

7 Muhammad Fuad Abdul Baqi. Al-Mu‟jam Al- Mufahroș Lî Alfadz Al-Qur‟ân Al-Karîm, (Kairo: Dar Al Maktab Al-Mishriyah, 1945), 650.

(19)

api. Sebagaimana kita ketahui, ia dilaknat dan dikeluarkan dari surga karena menolak perintah Allah Subhanahu wa Ta‟ala untuk bersujud kepada Adam.

Iblis tidak atheis, tidak pula mengingkari adanya Tuhan. Iblis tidak meragukan wujud maupun ketunggalan- Nya. Iblis bukan tidak kenal Tuhan. Ia tahu dan percaya seratus persen pada Tuhan. Namun, iblis termasuk golongan yang dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta‟ala.8

Di sinilah letak persoalannya. Kenal dan tahu saja, tidak cukup.

Percaya dan mengakui saja, tidak cukup. Kesalahan iblis bukan karena ia tidak tahu atau tidak berilmu, melainkan karena ia membangkang dan melawan perintah Allah Subhanahu wa Ta‟ala. Dalam hal ini iblis tidak sendirian. Iblis berusaha merekrut banyak orang agar berpikiran dan berperilaku seperti yang dicontohkannya.9

Penelitian mengenai ayat-ayat laknat dalam al-Qur‟an ini sangat penting untuk dikaji lebih dalam lagi, mengingat al-Qur‟an sebagai sumber utama umat Islam sehingga jika pengkajian al-Qur‟an yang berkaitan dengan kehidupan dunia dan akhirat tidak banyak dikaji, maka akan memberikan efek yang kurang baik terhadap umat Islam khususnya orang-orang awam. Adapun pertimbangan dan alasan penulis memilih tema tentang laknat ini pertama, penulis merasa tertarik untuk mencari tahu tentang akibat seseorang yang tertimpa laknat Allah. Kedua, mengenai penyebab apa saja yang menjadikan mereka mendapat laknat Allah. Maka dari itu, penulis tertarik untuk

8Syamsuddin Arif, Islam dan Diabolisme Intelektual (Jakarta: Institute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSIST) , 2017), 24.

9Ibid., 25.

(20)

membahas tentang laknat apalagi meneliti ayat dalam al-Qur‟an sebagai rujukan dan penengahnya.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut tentang penelitian yang berjudul “Ayat Laknat dalam Al-Qur‟an (Studi Komparatif Penafsiran Ayat Laknat Dalam Tafsir Al-Qur‟an Al-Aẓim Karya Ibnu Katsir Dan Kitab Tafsir Al-Mishbah Karya M. Quraish Shihab). Penulis memilih judul tersebut karena setelah melakukan riset kecil dan konsultasi kepada beberapa pihak, disana terdapat masalah mengenai kurangnya pemahaman mengenai laknat. Maka penulis berkeyakinan bahwa pembahasan mengenai ayat laknat dalam Al-Qur‟an ini sangat penting sekali untuk dikaji lebih dalam. Penelitian ini bertujuan agar kita dapat mengetahui laknat menurut Al-Qur‟an dan Sunnah, agar kita dapat menghindari perbuatan yang dipandang biasa pada zaman ini, namun ternyata termasuk perbuatan yang menyebabkan turunnya laknat, dan agar kita tidak termasuk golongan yang dilaknat Allah Subhanahu wa Ta‟ala, Rasulullah Shalallahu „alaihi wa sallam, dan malaikat.

Pemilihan kedua mufassir tersebut, yakni Ibnu Katsir dan M. Quraish Shihab tentu melewati beberapa pertimbangan. Tafsir Ibnu Katsir termasuk pada masa klasik periode pertengahan dan mendekati masa kontemporer.

Generasi klasik ini muncul pada saat kemunduran Islam, yaitu pada tahun 656 H/1258 M sampai gerakan kebangkitan Islam pada 1286 H/1888 M.

Sementara itu, Tafsir Al-Misbah termasuk pada masa kontemporer, dimana masa ini dimulai sejak gerakan modernisasi Islam di beberapa tempat.

(21)

Gerakan Mesir yang digagas oleh Jamaluddin al-Afghani pada 1245 H/1838 M dan Muhammad Abduh (1266 H/1845 M), di Pakistan oleh Muhammad Iqbal (1878-1938), di India oleh Sayyin Ahmad Khan (1817-1918), di Indonesia oleh Cokroaminoto dengan Serikat Islam, KH. Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah, dan KH. Hasyim Asy‟ari dengan Nahdlatul Ulama‟.10

Mufassir klasik mengambil sumber yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan ilmu pengetahuan disamping Al-Quran dan Hadits.

Sedangkan mufassir zaman kontemporer tentu lebih aktif dalam mengikuti perjuangan dan jalan pemikiran umat Islam pada zamannya. Para mufassir kontemporer ini lebih menjelaskan bahwa Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan umum. Islam sesuai dengan waktu dan tempat.

Dilatarbelakangi dengan perbedaan zaman antara keduanya, Ibnu Katsir hidup di abad ke-14 M, sedangkan M. Quraish Shihab hidup di abad ke-20 M hingga sekarang. Sehingga penulis tertarik melihat bagaimana penafsiran laknat ini pada masa masing-masing penafsir ini.

Ibnu Katsir menulis kitab tafsirnya di Damaskus. Selain itu, Ibnu Katsir merupakan seorang mufasssir yang menafsirkan ayat Al-Qur‟an dengan diperjelas menggunakan ayat maupun hadits yang berkaitan. Berbeda dengan Ibnu Katsir, M. Quraish Shihab, meskipun Beliau berasal dari Indonesia,penulisan kitab tafsirnya dilakukan sebagian di Kairo dan sebagian lagi di Jakarta. Mengenai corak penafsirannya, Quraish Shihab merupakan

10 5Iermafikria, “Metodologi Tafsir Klasik Hingga Modern-Kontemporer”, diakses melalui alamat https://iermafikria.wordpress.com/metodologi-tafsir-klasik-hingga-modern-kontemporer/, tanggal 06 Juni 2022.

(22)

seorang mufassir Indonesia yang kerap menyangkut pautkan permasalahan sosial kemasyarakatan dalam penafsirannya. Oleh karena itu, Penulis tertarik menggunakan dua kitab tersebut karena keduanya memiliki metode tafsir yang sama akan tetapi dengan corak yang berbeda. Jadi dengan ini dapat dilihat bagaimana kedua penafsir ini menggunakan sudut pandang yang berbeda dalam corak penafsiran.

Kedua karya tafsir tersebut sama-sama menggunakan metode tahlili.

Meskipun tidak menutup kemungkinan, bahwa Quraish Shihab juga menggunakan metode tematik dalam penyajiannya supaya tidak bertele-tele.

Dari uraian tersebut, untuk meneliti lebih lanjut bagaimana mufassir menafsirkan ayat yang membahas tentang laknat, penelitian ini penulis susun dalam sebuah karya ilmiah dengan judul Ayat Laknat Dalam Al-Qur‟an (Studi Komparatif Penafsiran Ayat Laknat Dalam Tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim dan Tafsir Al-Misbah)”.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian disusun secara singkat, jelas, padat, tegas, spesifik operasional yang berbentuk kalimat tanya.11 Adapun fokus penelitian yang akan diangkat dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab tentang Ayat Laknat dalam Al-Qur‟an?

2. Apa persamaan dan perbedaan penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab tentang Ayat Laknat dalam Al-Qur‟an?

11 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jember: Institut Agama Islan Negeri Jember, 2020), 45.

(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan target yang harus dicapai dalam penelitian yang mengacu pada permasalahan yang telah difokuskan sebelumnya. Dalam peneliltian ini peneliti mengklarifikasikan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab tentang Ayat Laknat dalam Al-Qur‟an.

2. Untuk menganalisis persamaan dan perbedaan penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab tentang Ayat Laknat dalam Al-Qur‟an.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian merupakan kontribusi baik atau manfaat baik apa yang diberikan setelah selesai penelitian baik kepada peneliti sendiri, lembaga pendidikan maupun mahasiswa UIN KHAS Jember. Manfaat ini berupa manfaat teoritis dan manfaat praktis.

Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah, memperdalam serta memperluas keilmuan yang terkait dengan kajian tafsir. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acauan atau referensi tambahan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya terutama bagi peneliti tafsir.

(24)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Penulis

Dapat memperkaya wawasan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian, kemudian menambah pengetahuan mengenai ayat-ayat laknat al-Qur‟an. Selain itu menambah wawasan pengetahuan tentang penulisan karya ilmiah baik secara teori atau praktek.

b. Bagi Pembaca

Diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca mengenai penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab tentang ayat- ayat laknat al-Qur‟an dan dapat mengambil hikmah dengan adanya ayat-ayat tersebut.

c. Bagi Universitas Islam Negeri KH. Ahmad Siddiq Jember

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi sumbangsih untuk memperkaya refrensi ilmu al-Qur‟an dan tafsir. Selain itu hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan inovasi baru dan juga dapat menjadi refrensi ataupun acuan untuk para penelitian selanjutnya.

d. Bagi Masyarakat

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta menambah pengetahuan tentang ayat-ayat laknat dalam Al- Quran sehingga dapat menyikapi persoalan dengan hati-hati.

(25)

E. Definisi Istilah

Definisi istilah ini berisi mengenai pengertian istilah yang mnejadi titik terpenting dalam judul penelitian untuk memberikan arahan serta menghindari kesalahpahaman dalam memaknai isi dari tulisan ini, maka penulis akan menjelaskan arti dari masing-masing kata yang menjadi titik terpenting judul tulisan ini. Adapun hal-hal yang harus dijelaskan sebagai berikut:

1. Laknat

Laknat secara bahasa adalah berasal dari kata La‟ana atau kutukan yang artinya mengusir, tersingkir. Sedangkan secara istilah adalah suatu hukuman dan ganjaran yang diberikan Allah kepada hambanya yang berdosa besar yang mengakibatkan kemurkahan Allah Swt, serta tersingkir dari kebaikan atau tidak mendapatkan nikmat dari Allah Swt baik itu di dunia maupun di akhirat.12 Seperti iblis yang di laknat Allah Swt dalam Surah Al-A‟raf ayat 12-17.

2. Ayat

Makna ayat dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara bahasa (etimologi) dan secara istilah (terminologi). Secara bahasa, ayat dapat diartikan dalam banyak makna. Diantaranya adalah mukjizat, tanda atau alamat, pelajaran atau peringatan, suatu hal yang menakjubkan, kelompok atau kumpulan, dan bukti . Secara istilah ayat diartikan sebagai sejumlah kalam Allah yang terdapat dalam suatu surat Al-Qur‟an.

3. Al-Qur‟an

12 Depertemen Agama RI, Al-Qur‟an Dan Tafsirnya (Jakarta : Departemen Agama RI, 2004 ), 220

(26)

Al-Qur‟an adalah kalam Allah SWT yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul terakhir yakni Nabi Muhammad saw, melalui malaikat Jibril a.s. yang tertulis dalam mushaf dan sampai kepada kita dengan jalan tawatur (mutawatir), membacanya merupakan ibadah yang diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an- Nas.13

4. Komparatif

Metode komparatif atau perbandingan adalah penelitian yang membandingkan dua variabel sehingga dapat ditemukan persamaan- persamaan dan perbedaan-perbedaan mengenai benda, orang, prosedur kerja, ide-ide, kritik terhadap orang lain maupun kelompok. Komparatif juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan pandangan orang maupun kelompok terhadapk kasus, peristiwa ataupun ide-ide.14 F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Tujuan dari penggunaan metode kualitatif adalah untuk menganalisis data kemudian diarahkan dalam pengumpulan dan pencarian data serta informasi melalui dokumen serta beberapa sumber yang valid.15 Penelitian ini dilakukan dengan

13 Tim Penyusun MKD, Bahan Ajar Studi Al-Qur‟an, (Surabaya: UINSA Press, 2018), 5.

14 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi VI, (Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 2006), 130.

15 Sugiyono,MetodePenelitianKualitataif,(Bandung:Alfabeta,2018),9-10.

(27)

studi komparatif. Dengan menggunakan studi komparatif ini peneliti bermaksud untuk menarik sebuah pemikiran dengan cara membandingkan ide-ide, pendapat-pendapat dan pengertian dari para tokoh agar mengetahui persamaan dan perbedaannya. Selain itu penulis juga menggunakan metode penafsiran maudhu‟i. Dengan metode maudhu‟i ini penulis bermaksud mengumpulkan ayat-ayat al- Qur‟an yang memiliki kesamaan tema dan disusun sesuai urutan dan sebab turun ayat-ayat itu untuk kemudian ditafsirkan secara maudhu‟i.16

b. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis riset kepustakaan (library research) yaitu dengan melakukan pencarian terhadap sumber-sumber literatur dan informasi, baik itu jurnal, buku, maupun e-book. Setelah data terkumpul peneliti melakukan olah data untuk mendapatkan jawaban dari masalah yang telah diajukan tanpa harus terjun langsung ke lapangan.

2. Sumber Data a. Data Primer

Data primer yang menjadi rujukan utama dalam penelitian ini yaitu;

1) Al-Qur‟an

2) Kitab Tafsir Al-Quran Al-Adzim

16Abd. Al-Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Mawdhu‟iy Suatu Pengantar (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996), 35.

(28)

3) Kitab Tafsir Al-Misbah b. Data Sekunder

Data sekunder yang menjadi pendukung data primer dalam penelitian ini adalah: buku-buku ilmiah, jurnal, artikel, kitab-kitab dan karya-karya lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini serta dapat dijadikan data untuk memperkuat argumentasi yang dibangun.

3. Teknis Pengumpulan Data

Ada beberapa teknik yang akan ditempuh dalam pengumpulan data penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumentasi. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Menetapkan masalah yang akan dibahas.

b. Mencari dan mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan obyek penelitian.

c. Mengecek data dan mengkonfirmasi data untuk memperoleh data yang valid.

d. Mengkaji literatur yang membahas tentang ayat-ayat laknat dalam al- Qur‟an kemudian memfokuskan kepada penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab dalam al-Qur‟an.

e. Menyusun pembahasan dalam satu kerangka yang sempurna.

4. Teknis Analisis Data

Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah penulis melakukan analisis data. Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif-analitis. Dengan jalan memaparkan data yang diperoleh dari

(29)

kepustakaan. Dengan teknik ini penulis mendiskripsikan pandangan penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab tentang ayat-ayat laknat dalam al-Qur‟an yang kemudian dianalisis dan memahami pernyataan yang bersifat umum yang kemudian ditarik menuju pernyataan yang bersifat khusus.

Penelitian ini juga menggunakan metode perbandingan atau studi komparatif,yaitu penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada sampel yang berbeda. Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah kitab tafsir Al-Qur‟an Al-Adzim atau yang lebih dikenal dengan Tafsir Ibnu Katsir dan kitab tafsir Tafsir Al-Misbah.

G. Sistematika Pembahasan

Penulisan penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab yang terdapat sub-sub di dalamnya. Susunannya adalah sebagai berikut:

Bab I, pendahuluan. Pada bab ini peneliti membahas mengenai konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab II, kajian kepustakaan. Pada bab ini peneliti membahas mengenai penelitian terdahulu yang terikat dengan penelitian yang akan diteliti serta membahas mengenai kajian teori yang dijadikan pijakan dalam penelitian.

Bab III, metodologi tafsir Ibnu Katsir dan Quraish Shihab beserta tafsirnya tentang ayat-ayat laknat dalam al-Qur‟an.. Pada bab ini peneliti membahas mengenai biografi Ibnu Katsir dan Quraish Shihab, karya-karya beliau, metode dan corak penafsirannya beserta paparan mengenai pengertian

(30)

laknat dan penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab dalam menafsirkan ayat-ayat laknat dalam Al-Qur‟an.

Bab IV, analisis komparatif terhadap penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab mengenai ayat-ayat laknat dalam al-Qur‟an.. Pada bab ini peneliti menguraikan tentang perbedaan dan persamaan penafsiran Ibnu Katsir dan Quraish Shihab mengenai hal tersebut beserta analisanya.

Bab V, penutup atau kesimpulan dan saran. Bab ini merupakan bab terakhir yang memaparkan kesimpulan dari keseluruhan pembahasan terkait dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang dilengkapi dengan saran- saran yang membangun dan bermanfaat.

Bagian akhir, berisi daftar pustaka, penyajian keaslian tulisan dan lampiran-lampiran.

(31)

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Pada bagian ini peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan, kemudian membuat ringkasannya. Pen

Azelitian terdahulu bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai penelitian-peenelitian yang telah ada sehingga akan diketahui mengenai posisi penelitian yang hendak dilakukan. Beberapa penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan sebelumnya terkait dengan penelitian ini, antara lain:

1. Ismail Amir. Laknat Dalam Pandangan Al-Qur‟an (Analisis Ayat-Ayat Laknat Dalam Tafsir Al-Maraghi). 2011. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan Tafsir Hadis, Fakultas Ushuluddin. 17

Dalam penelitian skripsi diatas terdapat persamaan dan perbedaan dengan yang peneliti lakukan. Persamaannya ialah penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif dan membahas tentang laknat dalam Al-Qur‟an. Dan perbedaannya ialah penelitian tersebut terfokus tentang laknat dalam Tafsir Al-Maraghi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang yang terkena laknat Allah tidak lain adalah orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya, berbuat ingkar, dusta dan berbuat maksiat kepada Allah umumnya kepada manusia dan khususnya kepada Bani Israil dan orang-orang kafir. Allah sangatlah

17 Ismail Amir, “Laknat Dalam Pandangan Al-Qur‟an (Analisis Ayat-Ayat Laknat Dalam Tafsir Al-Maraghi)”, (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011).

(32)

memurkai dan melaknat mereka atas perbuatannya dan mengazab mereka dengan azab yang sangat pedih.

Dengan demikian, untuk menjauhkan dari laknat Allah adalah tidak lain hanyalah memohon perlindungan, melaksanakan perintah-Nya dan selalu berbuat amar ma‟ruf nahi mungkar dimanapun berada, sehingga Allah menjauhkan murka dan laknat-Nya.

2. Arifuddin. Faktor-Faktor Penyebab Turunnya Laknat Allah Swt. (Suatu Analisis Tafsir Tahlili Terhadap Qs Al-Maidah/5: 78-81). 2018. UIN Alauddin Makassar, Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Filsafat, dan Politik.18

Dalam penelitian diatas terdapat persamaan dan perbedaan dengan yang peneliti lakukan. Persamaannya ialah penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif dan membahas tentang laknat dalam Al-Qur‟an dan perbedaannya ialah dalam penelitian tersebut lebih terfokus kepada faktor penyebab turunnya laknat dan cenderung membahas dalam QS. Al-Maidah.

Berdasarkan hasil penelitian ini terbukti bahwa Hakikat penyebab turunnya laknat Allah swt. dalam QS al-Maidah:78-81 adalah karena mereka melakukan tindakan yang melanggar perintah apa yang telah ditetapkan oleh Allah swt. dan menjalankan larangan Allah swt. Wujud penyebab turunnya laknat Allah swt. dalam QS al-Maidah/5:78-81 adalah perbuatan yang mengakibatkan turunnya laknat Allah swt. dalam hal ini

18 Arifuddin, Faktor-Faktor Penyebab Turunnyya Laknat Allah Swt. (Suatu Analisis Tafsir Tahlili Terhadap Qs Al-Maidah/5: 78-81), (Skripsi, UIN Alauddin Makassar, 2018).

(33)

diartikan sebagai menjadikan orang kafir sebagai pemimpin, dan perilaku fasik. Dampak mengerjakan perbuatan yang menyebabkan turunnya laknat Allah swt. dalam QS al-Maidah/5:78-81 adalah mereka kekal dalam „azab Allah swt. mereka akan hidup di neraka dalam waktu yang sangat lama dan tidak akan diberikan penangguhan siksaan.

3. Ahmad Yasir Muharram. Laknat Dalam Perspektif Al-Qur‟an (Analisis Tafsir Tematik). 2019. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin.19

Dalam penelitian diatas terdapat persamaan dan perbedaan dengan yang peneliti lakukan. Persamaannya ialah penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif dan membahas tentang laknat dalam Al-Qur‟an. Dan perbedaannya adalah penelitian tersebut lebih umum pembahasannya, berbeda dengan peneliti yang terfokus dengan dua kitab karya Ibnu Katsir dan Quraish Shihab.

Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa laknat memiliki dua makna. Jika dari Allah artinya dijauhkan dan disingkirkan dari segala kebaikan dan rahmat-Nya. Jika dari manusia artinya doa atau cacian. Kata laknat di dalam Al-Qur‟an terulang 41 kali, dengan rincian 18 kali terulang dalam bentuk fi‟il madhi, yang menandakan bahwa laknat itu telah benar-benar terjadi dan nyata adanya. Bentuk laknat sendiri tergambar dalam dua bentuk, yaiitu fisik (nyata) dan non fisik (tidak nyata). Fisik seperti Allah melaknat mereka menjadi kera dan babi yang

19 Ahmad Yasir Muharram, Laknat Dalam Perspektif Al-Qur‟an (Analisis Tafsir Tematik), (Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2019).

(34)

hina karena melanggar perintah-Nya. Dan non fisik seperti ditulikan telinga dan dibutakan penglihatannya, maksudnya tidak dapat mengambil manfaat apapun dari yang dilihat dan didengarnya.

4. Raja Inal Hasibuan. Kutukan Dalam Al-Qur‟an (Studi Tafsir Al-Muyassar Surah Al-Baqarah Ayat 65 dan Al-A‟raf Ayat 166 Karya Aidh‟ Al-Qarni).

2019. UIN Sumatera Utara Medan, Jurusan Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam.20

Dalam penelitian diatas terdapat persamaan dan perbedaan dengan yang peneliti lakukan. Persamaannya ialah penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif dan membahas tentang laknat dalam Al-Qur‟an. Kemudian perbedaannya adalah penelitian tersebut lebih cenderung membahas ayat kutukan dalam surat Al-Baqarah ayat 65 dan Al-A‟raf ayat 166 dengan perspektif tafsir Al-Muyassar karya Aidh‟ Al- Qarni.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa didalam Al- Qur‟an banyak sekali menyebutkan kata La‟ana (kutukan) dari berbagai kasus dalam Al-Qur‟an. Metode yang digunakan al-Qarni dalam menafsirkan Alquran dalam tafsir Al-Muyassar menggunakan metode ijmali. Corak Tafsir Al-Muyassar karya Aidh‟ al-Qarni lebih cenderung pada tafsir sufi bahwasanya beliau menjelaskan perumpamaan hidayah Allah yang bercahaya didalam hati orang yang beriman dengan cahaya fitrah dan cahaya wahyu. Pandangan Aidh‟ al-Qarni dalam menafsirkan

20 Raja Inal Hasibuan, Kutukan Dalam Al-Qur‟an (Studi Tafsir Al-Muyassar Surah Al- Baqarah Ayat 65 Dan Al-A‟raf Ayat 166 Karya Aidh‟ Al-Qarni), (Skripsi, UIN Sumatera Utara Medan, 2019).

(35)

surah Al-Baqarah ayat 65 dan Al-A‟raf ayat 166. Mereka yang melanggar dan durhaka kepada Allah Swt dengan melakukan kemaksiatan dengan berburu ikan pada hari sabtu dan menangkapnya setelah hari itu ( hari Ahad ) dikutuk Allah Swt menjadi kera dan babi seutuhnya baik itu secara sifat maupun fisik mereka sebagai contoh bagi ummat pada masa itu dan mmat sesudahnya. Sehingga kisah mereka di abadikan dalam Alquran.

5. Ulfa Pridayanti. Rahmat Dan Laknat Dalam Al-Quran Perspektif Tafsir Al-Azhar (Studi Tafsir Tematik). 2021. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Program Studi Ilmu Al-Qur‟an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam.21

Dalam penelitian diatas terdapat persamaan dan perbedaan dengan yang peneliti lakukan. Persamaannya ialah penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif dan membahas tentang laknat dalam Al-Qur‟an. Sedangkan perbedaannya ialah penelitian tersebut selain membahas tentang laknat, juga membahas tentang rahmat, kemudian lebih cenderung mengambil perspektif tafsir Al-Azhar dalam penelitiannya.

Dari hasil pemaparan peneliti tersebut dapat disimpulkan bahwa rahmat dan laknat saling berhubungan dan saling beriringan. Dengan menjalankan syariat dan tidak melanggar perintah Allah, niscaya akan terjauh dari laknat Allah, dan akan menerima curahan rahmat Allah.

Rahmat dan laknat dihubungkan oleh kata taubat. Garis besar yang teridentifikasi dari makna rahmat dan laknat itu merujuk terhadap akhlak.

21 Ulfa Pridayanti, Rahmat Dan Laknat Dalam Al-Quran Perspektif Tafsir Al-Azhar (Studi Tafsir Tematik). (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2021).

(36)

Orang yang mendapat rahmat akan menemukan ketenangan hati, karena buah dari segala perbuatan baik salah satunya adalah diberikan ketenangan hati, dan hatinya tidak akan merasakan hampa.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Persamaan Perbedaan

1. Ismail Amir Laknat Dalam Pandangan Al- Qur‟an (Analisis Ayat-Ayat Laknat Dalam Tafsir Al- Maraghi)

 Pennelitian Kualitatif

 Membahas tentang laknat pada Al-Qur‟an

penelitian tersebut terfokus tentang laknat dalam Tafsir Al- Maraghi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang-orang yang terkena laknat Allah tidak lain adalah orang- orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya 2. Arifuddin Faktor-Faktor

Penyebab

Turunnya Laknat Allah Swt. (Suatu Analisis Tafsir Tahlili Terhadap Qs Al-Maidah/5:

78-81)

 Pennelitian Kualitatif

 Membahas tentang laknat pada Al-Qur‟an

Penelitian tersebut lebih terfokus kepada faktor penyebab turunnya laknat dan cenderung membahas dalam QS. Al-Maidah

3. Ahmad Yasir Muharram

Laknat Dalam Perspektif Al- Qur‟an (Analisis Tafsir Tematik)

 Pennelitian Kualitatif

 Membahas tentang laknat pada Al-Qur‟an

Penelitian tersebut

lebih umum

pembahasannya,

berbeda dengan peneliti yang terfokus dengan dua kitab karya Ibnu Katsir dan Quraish Shihab.

4. Raja Inal Hasibuan

Kutukan Dalam Al- Qur‟an (Studi Tafsir Al-Muyassar Surah Al-Baqarah

 Pennelitian Kualitatif

 Membahas tentang laknat

Penelitian tersebut lebih cenderung membahas ayat kutukan dalam surat Al-Baqarah ayat

(37)

Ayat 65 Dan Al- A‟raf Ayat 166 Karya Aidh‟ Al- Qarni)

pada Al-Qur‟an 65 dan Al-A‟raf ayat 166 dengan perspektif tafsir Al-Muyassar karya Aidh‟ Al-Qarni.

5. Ulfa Pridayanti Rahmat Dan Laknat Dalam Al- Quran Perspektif Tafsir Al-Azhar (Studi Tafsir Tematik)

 Pennelitian Kualitatif

 Membahas tentang laknat pada Al-Qur‟an

Penelitian tersebut selain membahas tentang laknat juga membahas tentang rahmat, kemudian lebih cenderung mengambil perspektif tafsir Al-

Azhar dalam

penelitiannya B. Kajian Teori

1. Pengertian Laknat (Perbedaan Laknat, Adzab dan Musibah) a. Pengertian Laknat

Kata laknat dalam bahasa arab yaitu la‟ana/la‟natun. Laknat secara bahasa adalah menjauhkan dan menyingkirkan kebaikan dikatakan: Menyingkirkan dan menjauhkan (jika berasal) dari Allah.

Dan (jika berasal) dari makhluk maknanya adalah cacian dan doa.

Laknat adalah kata benda (ism), bentuk jamaknya adalahli‟an dan la‟anat.La‟anahu – Yal‟anahu – La‟nan, yaitu orang yang menyingkirkan dan menjauhkannya.22

Sedangkan laknat secara terminologi adalah menjauhkan dan mengusir yakni orang yang dilaknat Allah Swt, akan dijauhkan dari segala rahmat Allah sehingga menjadi terhina dan menjadi terkutuk.

Kajian tentang laknat dalam Al-Qur‟an sering kali dikaitkan denga

22Ibnu Manzur, Lisan al-Arab, (Beirut: Dar sadir,tt), 4044.

(38)

azab yang diturunkan bagi kaum atau perang yang membangkang pada perintah Allah yang ijarkan oleh para utusan-Nya.23

Menurut Al-Maraghi, al-la‟ana secara bahasa memiliki makna

“jauh dan tersingkir”. Maka, jika yang melaknat adalah Allah, berarti Allah yang menjauhkan orang yang dilaknat tersebut dari rahmat dan kasih sayangnya24. Namun, jika yang melaknat makhluk, maka berarti ia berdoa agar dijauhkan dari kebaikan dan kasih sayang Allah.

b. Pengertian Adzab

Menurut Syauqi Dhaif dalam kamus al-Mu‟jam al-Wașit, kata adzab memiliki definisi siksaan, sanksi, hukuman ataupun sebuah kesukaran yang dilimpahkan sehingga dapat merasakan kesusahan dan kesakitan.25

Biasanya, kata al-„adzab digunakan dalam konteks siksaan atau hukuman kelak di hari akhir.26 Kemudian dalam Kamus al- Munawwir, kata azab secara literal berarti “an-nakâl wa al-„uqûbah”

yang bermakna peringatan dan hukuman.27 Dan dalam KBBI, kata adzab adalah siksaan yang dihadapi manusia dan makhluk Tuhan lainnya.28

23Hawirah, Wawasan Al-Qur‟an Tentang Laknat, Jurnal AL-MUBARAK Kajian Al-Qur‟an dan Tafsir, 38

24Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, (Kairo: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1992) jilid 2. 29.

25Syauqi Dhaif, Kamus al-Mu‟jam al-Wasit, (Kairo: Maktabah al-Syuruq ad-Dauliyyah, 2010) cet ke 5, 610.

26Ibnu Manzur, Lisân al-Arab (Beirut: Dar Sadir, tt) juz 4, 585.

27A. W. Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002) cet ke 25, 463.

28Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka), 1080.

(39)

Dalam beberapa ayat Al-Qur‟an sering ditemukan konteks adzab yang membahas mengenai ancaman terhadap orang-orang kafir.

Salah satunya yang terdapat dalam QS. Al-Baqarah ayat 7:



























Artinya: “Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup, dan mereka akan mendapat azab yang berat”.29

Menurut Quraish Shihab, adzab adalah suatu kemurkaan Allah akibat pelanggaran yang dilakukan oleh manusia. Pelanggaran tersebut berupa pelanggaran sunnatullah di alam semesta dan juga pelanggaran syariat Allah yang diturunkan kepada para Nabi dan Rasul-Nya, termasuk Nabi Muhammad SAW.30

Dari beberapa definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa adzab merupakan suatu peringatan akan kemurkaan Allah pada makhluknya yang telah melanggar perintah Allah yaitu perbuatan yang dilarang dalam segala aspek, baik ibadah, amal, dan lain-lain.

c. Pengertian Musibah

Dalam KBBI, kata musibah diartikan dengan suatu kejadian (peristiwa) menyedihkan yang menimpa: dia mendapat yang beruntun, setelah ibunya meninggal, dia sendiri sakit sehingga harus dirawat di rumah sakit. Kata musibah diartikan sebagai malapetaka atau bencana,

29 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag , 2.

30M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur‟an (Jakarta: Mizan, 2004) , 153.

(40)

yaitu segala kejadian atau peristiwa menyedihkan yang menimpa manusia, seperti gempa, banjir, kebakaran dan kematian. Peristiwa tersebut pada umumnya menimbulkan kerugian berupa harta benda maupun jiwa manusia.31

Musibah berasal dari bahasa arab yaitu Aşoba-Yușhîbu- Mușîbatan yangmana mempunyai banyak makna diantaranya yaitu mengenai sasaran, memperolehatau mendapat nikmat. Musibah menurut bahasa adalah mengenai, menimpa,membinasakan, kemalangan, atau kejadian yang tidak diinginkan. Sedangkanmenurut istilah Musibah adalah kejadian yang menimpa manusia yang tidakdikehendakinya.32

Syaikh Imam al-Qurtubi mengatakan musibah adalah segala sesuatu yang diderita ataudirasakan oleh seorang mukmin, musibah ini biasanya diucapkan jika seseorangmengalami malapetaka, walaupun malapetaka yang dirasakan itu ringan ataupunberat baginya, kata musibah ini juga sering di pakai kejadian-kejadian yang buruk dantidak dikehendakinya.33

Ahmad Mustafa al-Maraghi mengatakan musibah adalah semua peristiwayang menyedihkan, seperti meninggalnya seseorang yang dikasihani, kehilangan,harta benda atau penyakit yang menimpa

31Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka), 2039

32Ahsin W. Al-hafidz, Kamus ilmu al-quran, (jakarta: Amzah, 2006) cet II, 204

33Al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Terj. Faturrahman, Ahmad Hotib, (jakarta: Pustaka Azam, 2007), 411

(41)

baik ringan atau berat.34Syaikh MuhammadAli al- Shabuni berpendapat bahwa musibah merupakan segala hal sesuatu yangmenyakitkan orang mukmin, atau segala keburukan yang menimpa dirinya, harta atauanaknya.35

Menurut Quraish Shihab, musibah berarti “sesuatu yang menimpa atau mengenai”. Dalam hal ini sesungguhnya segala hal yang menimpa itu tidak selalu buruk. Seperti contoh hujan yang menimpa kita. Hujan bahkan bisa mendatangkan kemanfaatan yang besar. Kata musibah memang dikonotasikan dengan sesuatu yang buruk. Namun, bisa jadi apa yang dianggap kita buruk, bisa jadi baik di hadapan Tuhan. Hal ini ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 216:





















































Artinya: “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu.

Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”.36

Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa musibah merupakan sebuah kejadian yang tidak dikehendaki dan terjadi diluar dugaan manusia dan kejadian tersebut dapat berupa

34Ahmad Mustafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi Terj. Anshori U.

Sitanggal , Hery Noer Aly, Bahrun Abu Bakar (Semarang: PT Karya Toha Putra, 1992), 33

35Muhammad Ali al- Shabuni, Shafwatut Tafasir, Terj. Yasin, (jakarta: Pustaka al- Kautsar,2011) 202

36 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 34

(42)

kesusahan dan kesenangan. Akan tetapi pada umumnya manusia lebih condong memahami musibah dengan konotasi yang buruk. Akan tetapi dibalik hal yang dianggap buruk, tentu terdapat hikmah yang dapat kita petik.

Jadi dari perbedaan antara laknat, adzab dan musibah ialah bahwa laknat berarti manusia tersebut dijauhkan dari rahmat-Nya dan tentu disertai dengan murka Allah dan mendapatkan hukuman di akhirat kelak. Adzab ialah suatu peringatan akan kemurkaan Allah pada makhluk-Nya yang melanggar perintah dan larangan Allah. Dan musibah ialah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan terjadi diluar dugaan manusia,kejadian tersebut dapat berupa kesusahan dan kesenangan.

2. Pengertian Metode Muqarran (Komparatif)

Metode muqarran (komparatif) adalah menafsirkan ayat-ayat al- Qur‟an dengan cara membandingkan; aspek-aspek yang dibandingkan meliputi:

a. Membandingkan teks (nash) ayat-ayat al-Qur‟an yang memiliki persamaan atau kemiripan redaksi dalam dua kasus atau lebih, dan atau memiliki redaksi yang berbeda pada satu kasus yang sama.

b. Membandingkan ayat al-Qur‟an dengan hadis yang pada zahirnya terlihat bertentangan.

c. Membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an.

(43)

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa ruang lingkup metode ini cukup luas, karena tidak hanya membahas pemahaman ayat al- Qur‟an saja, tetapi juga mencakup hadis, serta pendapat para mufasir. M.

Quraish Shihab menjelaskan bahwa wilayah kajian dari masing-masing aspek itu berbeda-beda. Perbandingan antar ayat dan perbandingan ayat al-Qur‟an dengan hadis wilayah kajiannya berhubungan dengan kajian redaksi dan kaitannya dengan konotasi kata dan kalimat yang dikandungnya. Artinya, kajian perbandingan ayat dengan ayat tidak hanya sebatas pada analisis redaksional saja, melainkan juga mencakup perbandingan antara kandungan makna dari masing-masing ayat yang diperbandingkan.37

Metode muqarran menganalisis sisi persamaan dan perbedaan antara ayat atau pun hadits yang diperbandingkan tersebut. Adapun aspek- aspek yang dibahas seperti latar belakang turun ayat, pemakaian kata dan susunan kalimat dalam ayat, atau pun konteks masing-masing ayat serta situasi dan kondisi umat ketika ayat tersebut turun. Perbandingan antar mufassir memiliki cakupan yang sangat luas, karena meliputi berbagai aspek, makna ayat, korelasi (munasabah) antar ayat dengan ayat, atau surat dengan surat. Perbandingan antar pendapat mufassir ini dilakukan pada satu ayat, kemudian dilakukan penelitian komparatif para mufassir

37Arni Jani, Metode Penelitian Tafsir, (Riau: Percetakan Pusaka Riau, 2013), 93.

(44)

dalam memahami ayat tersebut, baik yang diungkap sisi persamaan pendapat mereka atau pun sisi perbedaannya.38

Fahd bin Abdurrahman bin Sulaiman al-Rumi dalam karya yang berjudul Prinsip Dasar dan Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an39 menyebutkan bahwa definisi metode muqarran adalah penafsiran yang berpegang kepada ayat-ayat al-Qur‟an, kemudian dikumpulkan teks (nash) dengan tema yang sama, berupa ayat al-Qur‟an, hadits, perkataan sahabat, perkataan tabi‟in, pendapat para mufassir, ataupun kitab-kitab samâwiyah lainnya, selanjutnya dilakukan perbandingan antar teks (naşh) tersebut, sehingga mampu melihat pendapat yang terkuat dan pendapat yang terlemah.40

a. Contoh Penggunaan Metode Muqarran

1) Perbandingan ayat dengan ayat yang beredaksi mirip

Contoh perbandingan ayat dengan ayat yang membicarakan tentang larangan membunuh anak karena takut kemiskinan. Dalam surat al-An‟am ayat 151 sebagaimana berikut:

















 

Artinya: “Janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin.

Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka”.41

38Ibid., 93.

39 Judul asli karya ini adalah Ushul al-Tafsir wa Manahijuhu, (Riya : Maktabah al-Tawbah, t.t.)

40 Fahd bin Abd al-Rahman al-Rumi, Prinsip Dasar dan Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an, (Banjarmasin: Antasari Press, 2019), 72.

41 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 148.

(45)

Dan surat Al-Isra‟ ayat 31;





























Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu. Membunuh mereka itu sungguh suatu dosa yang besar.42

Surat al-An‟am ayat 151 di atas berisi larangan membunuh anak disebabkan sedang ditimpa kemiskinan, sehingga mengakibatkan khawatir anak-anak yang akan lahir menyebabkan menambah beban orang tua. Allah swt mengingatkan agar jangan khawatir dengan rejeki, karena rejeki bukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah swt. Allah swt akan menyediakan rejeki bagi orang tua maupun anak-anaknya, dengan prasarat adanya usaha yang dilakukan untuk mendapatkannya.43

Dengan demikian dapat dipahami bahwa larangan melakukan pembunuhan terhadap anak yang ditujukan kepada orang tua miskin, sehingga dengan kelahiran anak akan semakin terpuruk di dalam kesulitan ekonomi. Karena itu, Allah swt segera memberi jaminan ketersediaan rejeki bagi sang ayah dan anak yang akan lahir tersebut.

Surat al-Isra‟ ayat 31 juga menerangkan tentang larangan membunuh anak karena kekhawatiran akan ditimpa kemiskinan,

42 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur‟an, 2016), 258.

43 Shihab M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, (Tanggerang: Lentera Hati, 2002), vol. 4, 339.

(46)

padahal kemiskinan tersebut belum dialami oleh orang tua dan anak yang akan lahir. Maka, pada surat al-Isra‟ ayat 31 ini pun ada tambahan kata “khas}yah” yang dalam Bahasa Indonesia berarti takut. Kemiskinan yang dikhawatirkan boleh jadi akan dialami oleh anak atau pun orang tuanya. Oleh karena itu, Allah swt menyingkirkan kekhawatiran ayah dengan menyebutkan jaminan ketersediaan rejeki bagi anak dan orang tuanya.44 Dengan demikian dalam penyebutan ketersediaan rejeki, pada surat al-An‟am ayat 151 didahulukan penyebutan orang tua dari pada anaknya, sedangkan pada surat al-Isra‟ ayat 31 mendahulukan penyebutan anak dari pada orang tuanya.

2) Perbandingan ayat dengan hadits

Al-Qur‟an surat an-Naml ayat 23 dan surat Saba‟ ayat 15











































Artinya: “Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar”.45

دَقَل َناَك إَبَسِل مِهِنَك سَم يِف

ةَيآ ِناَتَّنَج ۖ نَع نيِمَي لاَم ِش َو ۖ

اوُلُك

نِم ِق ز ِر مُكِّب َر

اوُرُك شا َو ُهَل

ةَد لَب ۖ ةَبِّيَط ب َر َو روُفَغ

﴿ ٥١

Artinya: “Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada

44 Shihab M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, (Tanggerang: Lentera Hati, 2002), vol. 7, 457.

45 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 342.

(47)

mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".46 Hadits nomor 4163 yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari;

ةَأَرْما ُمُىَرْمَأاْوَّلَو ٌمْوَ ق َحِلْفُ ي ْنَل

Secara jelas, antara ayat al-Qur‟an dan hadits terdapat kontradiksi, karena dalam surat an-Naml ayat 23 dan surat Saba‟

ayat 15 menginformasikan tentang negeri yang dipimpin oleh seorang wanita. Negeri tersebut menjadi baik, aman, sentosa, dan rejeki rakyatnya dapat diperoleh dengan mudah, serta terjalin hubungan yang harmonis, persatuan dan kesatuan terwujud antar anggota masyarakatnya.47 Sedangkan dalam haditsdinyatakan bahwa tidak akan sukses suatu bangsa jika dipimpin oleh seorang wanita.

Pembahasan mengenai metode muqarran dapat menghasilkan suatu pemahaman, sehingga hal-hal yang kontradiksi dapat dicari penyelesaiannya. Dalam kasus kontradiktif di atas, dapat dipahami bahwa hadits menjelaskan terjadinya ketidaksuksesan suatu kepemimpinan sebenarnya bukan disebabkan karena gendernya, tapi lebih karena terpenuhi atau tidaknya persyaratan kepemimpinan pada pemimpin yang dipilih.

Adapun penyebutan gender perempuan dalam hadits hanya simbol

46 Departemen Agama Islam, Qur‟an Kemenag, 437.

47 Shihab M. Quraish, Tafsir Al-Misbah, (Tanggerang: Lentera Hati, 2002), vol. 11, 363.

(48)

saja. Selain itu, juga karena perempuan lebih identik dengan sifat lemah lembut, dan penyayang sehingga menyebabkan anggapan bahwa perempuan tidak tepat menduduki posisi pemimpin.

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Namun, karena metode penafsiran yang digunakan oleh Ahmad Sanusi dalam kitab tafsir Rawd}at al- ‘ Irfa>n Fi> Ma’rifat al-Qur ’ an ini adalah ijmali, jadi

Perumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu mengenai bagaimana nilai pendidikan akhlak tentang sikap adil dalam prespektif al-Qur`ân (kajian tafsir

Dilihat dari metode penafsirannya, tafsir Ibn Kathir ini menggunakan metode analisis (tahlili), yaitu metode penafsiran al-Qur`an yang dilakukan dengan menjelaskan

Paradigma dari Tafsir Tematik al-Qur‟an tentang Hubungan Sosial Antarumat Beragama dan Tafsir At-Tanwir, ditemukan bahwa kedua tafsir kelembagaan Muhammadiyah tersebut

Sementara itu, menurut Nashruddin Baidan (2011: 67) ilmu tafsir membahas teori-teori yang dipakai dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an, jadi penafsiran Al-Qur`an

Menurut hasil analisis yang diperoleh bahwa konsep pendidikan Islam dalam al-Qur‟an surat al-Jumu‟ah ayat 1-5 menurut tafsir al-Maraghi adalah konsep pendidikan Islam

Sistematikan Penulisan Agar mendapatkan pengetahuan secara menyeluruh dalam skripsi ini terdapat lima bab yang membahas Bullying dalam Al-Quran Perspektif M.Quraish Shihab dalam

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa nilai –nilai pendidikan karakter dalam tafsir Al-Misbah Al-Qur‟an surat Luqman ayat 12-19 terdiri dari