• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Teori

Dalam dokumen penafsiran ayat-ayat nafaqoh dalam rumah (Halaman 31-41)

BAB I PENDAHULUAN

F. Kerangka Teori

a. Definisi Nafaqoh

Kata Nafaqoh secara bahasa berasal dari bahasa arab yaitu ( ) anfaqo-yunfiqu-inf qon-nafaqotan yang berarti mengeluarkan. Adapun kata nafkah ini merupakan bentuk tunggal, yang mana jamaknya bisa ( bisa juga .22 Dalam Ensiklopedi Hukum Islam dijelaskan bahwa nafkah adalah pengeluaran yang biasanya dipergunakan oleh seseorang untuk sesuatu yang baik atau dibelanjakan untuk orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.23 Adapun dalam istilah

nafkah merupakan suatu kewajiban yang dibebankan kepada seseorang untuk mencukupi kebutuhan orang yang menjadi tanggung jawabnya, baik itu berupa makanan, pakaian, maupun tempat tinggal. Dengan

21 Aji Gema Permana, Nafkah dalam Al-

Tematik , (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2016), hlm. xii.

22 Mahar Hukum..., hlm. 6.

23 Rizal Darwis, Nafkah..., hlm. 56.

15

demikian pemberian nafkah merupakan kewajiban seorang suami kepada istrinya selama masih berada dalam ikatan pernikahan.24

Menurut Imam Al-Qurthubi nafkah merupakan kewajiban seorang suami kepada istri dan anaknya yang masih kecil, adapun nafkah tersebut harus disesuaikan dengan kodisi orang yang memberikan nafkah (suami) dan juga kebutuhan orang yang dinafkahi (istri dan anak).

Yang mana penyesuaian ini tentunya harus menempuh jalan ijtihad (pengkajian) yang sesuai dengan gaya hidup orang-orang yang biasa pada umumnya.25

Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili, nafkah merupakan kewajiban seorang suami kepada keluarganya yang harus di penuhi berdasarkan tingkat ekonomi suami tanpa memperhitungkan ekonomi istri. Jika suami orang yang kaya tentu nafkahnya sesuai dengan level orang- orang kaya, jika suami orang yang miskin tentunya nafkah yang dikeluarkan juga sesuai dengan level orang- orang miskin.26

b. Macam-Macam Nafaqoh

Nafaqoh dalam rumah tangga itu dibedakan antara nafkah lahiriyah dan nafkah batiniyah. Nafkah lahiriyah terbagi menjadi tiga yaitu: makanan dan minuman, pakaian, dan tempat tinggal atau dalam bahasa sehari-hari disebut sandang, pangan, dan papan. Nafkah makanan diberikan kepada istri sebesar dua mud jika seorang suami termasuk golongan orang yang kaya (musir), kemudian jika suami ekonominya pertengahan (mutawasith) maka nafkah yang harus dikeluarkan satu setengah mud, dan jika suami

24 Haris Hidayatullah, Hak..., hlm. 146.

25 Muhammad Al-Qurthubi, Al- - terj.

Fathurrahman, dkk, Jilid 18, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hlm. 680-681.

26 Wahbah Zuhaili, Tafsir..., hlm. 665.

16

termasuk dari golongan ekonominya rendah maka nafkahnya satu mud. Dan pemberian nafkah pangan ini diberikan kepada istri sesuai dengan makanan pokok yang umum dimakan di tempat tinggal sang istri, bukan tempat tinggal suami, dan jumlah sekian mud tersebut bisa ditambah sesuai keperluan dan juga kebiasaan yang berlaku di tempat yang bersangkutan. Adapun terkait pemberian nafkah pakaian, maka suami wajib memberikan istri pakaian yang layak setiap enam bulan sekali walaupun suami termasuk orang yang miskin. Ini diukur menurut kebiasaan (urf) dimana istri tinggal. Dan yang terakhir nafkah tempat tinggal, yakni seorang suami wajib memberikan tempat tinggal yang layak sesuai dengan kebiasaan yang berlaku walaupun tempat tinggal tersebut pinjaman maupun hasil sewaan dan tentunya yang terpenting istri merasa aman jiwa dan hartanya walaupun sedikit ketika menempatinya.27

Karena nafkah merupakan kewajiban suami, maka yang paling berhak mencari nafkah adalah suami.

Sementara istri bukanlah pencari nafkah, melainkan dalam kedudukaannya dalam rumah tangga adalah sebagai penerima nafkah. Ketika seorang suami mampu mencari nafkah untuk keluarganya, namun suami tersebut bakhil atau tidak mau memberikan nafkah, maka istri berhak mengambil harta suaminya secukupnya dan itu semua diperbolehkan sebagaimana yang telah penulis jelaskan dalam hadis diatas.28

Sebagaimana diwajibkannya pemberian nafkah lahiriyah kepada seorang istri, maka suami wajib juga

27 Zainudin bin Abdul Aziz Al-Malibary, terj. Aliy -210.

28

Juris, Vol. 13, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 96.

17

untuk memberikan nafkah batiniyah kepada istrinya. Maka kewajiban untuk memberikan nafkah batiniyah ini dapat dilihat dari hadis Rasulullah SAW:

Telah menceritakan kepada kami Amru bin Hafsh bin Ghiyats Telah menceritakan kepada kami bapakku Telah menceritakan kepada kami Al A'masy ia berkata: Telah menceritakan kepadaku Umarah dari Abdurrahman bin Yazid ia berkata: Aku, Alqamah dan Al Aswad pernah menemui Abdullah, lalu ia pun berkata:

Pada waktu muda dulu, kami pernah berada bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Saat itu, kami tidak mempunyai sesuatu pun, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada kami: "Wahai sekalian pemuda, siapa diantara kalian telah mempunyai kemampuan, maka hendaklah ia menikah, karena menikah itu dapat menundukkan pandangan, dan juga lebih bisa menjaga kemaluan. Namun, siapa yang belum

18

mampu, hendaklah ia berpuasa, sebab hal itu dapat meredakan nafsunya."29

Imam Ibn Al-Qayyum berpendapat bahwa kata al-b ah berhubungan dengan seksual dan biaya pernikahan. Menurutnya hadits tersebut di atas menunjukkan akan obat yang manjur bagi syahwat, yakni manakala seseorang belum mampu untuk melangsungkan sebuah pernikahan, maka hendaknya seseorang tersebut berpuasa, karena puasa dapat menekan nafsu syahwat yang muncul dan juga dapat memperkecil rangsangan.

Karena syahwat bisa menguat manakala terlalu banyak makan. Sedangkan menurut pendapat Al-Hafiz Ibnu Hajar bahwa kata al-b ah mencakup makna kemampuan berhubungan (al- ) dan kesanggupan biaya pernikahan.30

Adapun mengenai pemberian nafkah batiniyah kepada istri, para ulama mazhab dalam hal ini berbeda pendapat, yakni: Mazhab Maliki berpendapat, persetubuhan wajib dilakukan oleh suami kepada istrinya jika tidak ada halangan.

persetubuhan hanya wajib dilakukan satu kali saja karena ini adalah hak milik suami, karena yang mengajak kepada persetubuhan adalah nafsu syahwat dan rasa cinta.

Mazhab Hambali berpendapat, suami wajib menggauli istrinya dalam setiap empat bulan sekali, jika tidak ada halangan karena seandainya bukan suatu kewajiban, tidak ditegaskan dengan sumpah (al-il ) untuk meninggalkannya secara wajib. Akan tetapi jika seorang suami memiliki halangan untuk melakukan hubungan dengan istri maka tidak diwajibkan untuk datang, seperti

29 Al-Bukhari, Shahih..., Nomor 4678, (Pencarian dengan Menggunakan Software HaditsSoft).

30 Rizal Darwis, Nafkah..., hlm. 84.

19

halnya melakukan perjalanan karena menuntut ilmu, sedang melakukan haji wajib, atau bahkan untuk mencari rezeki yang dibutuhkan. Jika seperti ini maka seorang suami tidak mesti datang kepada istrinya karena adanya halangan yang menghalanginya untuk datang.31

c. Dasar Hukum Nafkah

Dasar hukum memberikan nafkah untuk keluarga banyak terdapat di nash-nash Al-

Nabi Muhammad SAW, baik itu nafkah yang sifatnya wajib ataupun sunnah. Permasalahan seputar Nafkah ini sudah di sebutkan dalam Al- -Baqoroh ayat 215:

Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang- orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan

kan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. 32

Nafkah yang di maksud dalam ayat di atas adalah anjuran untuk bersedekah. Bersedakah kepada kerabat dekat seperti orang tua, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Sedangkan nafkah untuk

31 Wahbah Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, terj. Abdul Hayie Al- Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2011), Cet. ke-1, hlm. 296-297.

32 QS. Al-Baqoroh [2] : 215.

20

istri Allah SWT menyebutkannya dalam Q.S Al-Baqoroh [2] ayat 233:

Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya.

Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan

21

ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. 33

Dalam ayat di atas di jelaskan mengenai kewajiban seorang suami memberikaan makanan dan pakaian untuk istrinya, ini berlandaskan Firman Allah SWT

.

Kewajiban seorang suami untuk memberikan nafkah kepada istri ini pun juga telah di sebutkan dalam hadits riwayat Abu Dawud:

Telah menceritakan kepada kami Musa bin Isma'Il, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah mengabarkan kepada kami Abu Qaza'ah Al Bahali, dari Hakim bin Mu'awiyah Al Qusyairi dari ayahnya, ia berkata: Aku katakan: "Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang diantara kami atasnya?" Beliau berkata: "Engkau memberinya makan apabila engkau makan, memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah engkau memukul wajah, jangan engkau menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian),

33 QS. Al-Baqoroh [2] : 233.

22

dan jangan engkau tinggalkan kecuali di dalam rumah."Abu Daud berkata: Dan janganlah engkau menjelek-jelekkannya (dengan perkataan atau cacian) dengan mengatakan: Semoga Allah memburukkan wajahmu. 34

Dari hadits di atas menerangkan bahwa wajib bagi seorang suami untuk memberikan makanan dan pakaian, dan larangan seorang suami untuk menyakiti istri, salah satunya dengan memukul wajahnya.

Kewajiban suami dalam memberikan nafkah untuk istrinya telah di sepakati oleh para ulama (

kebutuhan sehari-harinya maka itu semua menjadi kewajiban seorang suami selama istri senantiasa patuh dan taat terhadap suaminya. Dan apabila istri itu durhaka (Nusyuz), maka kewajiban suami menjadi gugur di sebabkan karena perbuatannya tersebut.

Berdasarkan dalil dari Al- n nafkah kepada istri, dan kewajiban itu timbul sejak akad nikah sudah di ucapkan.35

d. Syarat Wajib Nafaqoh

Berikut ini penulis akan memaparkan syarat wajib nafaqoh menurut ulama mazhab yang empat, diantaranya:

34 Abu Dawud Al-Sajastani, Sunan Abi Dawud, (Bairut : Dar Al- Kutub, 1998), hlm. 110.

35 Masnaeni, Pemenuhan Nafkah Lahir dan Batin Keluarga dalam Perspektif Hukum Islam , (Skripsi, Universitas Muhammadiyah, Makasar, 2021), hlm. 14-16.

23

Men Nafaqoh wajib

dikeluarkan oleh seorang suami jika memenuhi syarat- syarat berikut ini:

1) Istri menyerahkan penuh dirinya kepada suaminya, misalnya seorang istri mengatakan kepada suaminya saya serahkan sepenuhnya diriku untukmu.

2) Mampu melakukan hubungan suami-istri.

3) Tidak berbuat Nusyuz (durhaka), misalnya istri tidak mau disentuh ataupun dicium oleh suaminya tanpa adanya alasan yang dibenarkan.

Menurut Imam Maliki Nafaqoh wajib terbagi menjadi dua yakni sebelum Dukhul dan sesudah Dukhul.

syarat sebelum Dukhul:

1) Mampu melakukan hubungan suami-istri, adapun jika seorang suami menikah dengan anak kecil yang belum mampu untuk diajak berhubungan maka tidak wajib nafkah atasnya.

2) Istrinya tidak dalam keadaan sedang sakit parah yang mengakibatkan suaminya menjauhinya.

3) Istrinya sudah sampai Baligh.

Adapun syarat sesudah Dukhul maka suami berkewajiban memberikan nafkah atas istrinya, baik istrinya dalam keadaan mampu berhubungan atau tidak, sakit atau tidak, Baligh atau belum.

Menurut Imam Hambali Nafaqoh seorang suami atas istrinya wajib dikeluarkan jika memenuhi syarat berikut ini:

24

1) Istri menyerahkan penuh dirinya kepada suaminya dimanapun keduanya berada.

2) Mampu melakukan hubungan sebagaimana istri pada umumnya.

3) Tidak berbuat Nusyuz (durhaka).

Menurut Imam Hanafi Nafaqoh seorang suami atas istrinya wajib dikeluarkan jika memenuhi syarat berikut ini:

1) Akad nikahnya sah.

2) Istri mampu untuk diajak berhubungan.

3) Istri menyerahkan dirinya sepenuhnyakepada suaminya.

4) Istrinya bukan orang yang Murtad (keluar dari agama Islam).

5) Tidak melakukan sesuatu yang diharamkan kepada mahram suaminya.36

Dalam dokumen penafsiran ayat-ayat nafaqoh dalam rumah (Halaman 31-41)