BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT NAFAQOH DALAM
A. Penafsiran Ayat-Ayat Nafaqoh Dalam Rumah
1. Laki-laki Merupakan Pemimpin dalam Rumah Tangga pada Q.S
pada Q.S An- .
Laki-laki (suami) adalah penanggung jawab) atas para perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari hartanya. Perempuan-perempuan saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz,) berilah mereka nasihat, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu,) pukullah mereka (dengan cara yang tidak menyakitkan).
Akan tetapi, jika mereka menaatimu, janganlah kamu
52
mencari-cari jalan untuk menyusahkan mereka.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. 71 Asbabun Nuzul ayat ini adalah, bahwasannya ada seorang istri yang mengadu kepada Rasulullah SAW karena di tampar oleh suaminya dari golongan Anshor dan menuntut Qishas (balas). Maka kemudian Nabi SAW mengabulkan permintaan itu. Maka turunlah ayat
Sebagai teguran kepadanya dan juga ayat tersebut di atas (QS. An-Nisa (4) : 34) sebagai ketentuan suami di dalam mendidik istrinya. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari beberapa jalan yang bersumber dari Al-Hasan. Dan dari sumber Ibnu Juraij dan As-Saddi).72
Dari segi Ilmu Nahwu nya, lafadz Anfaqu> dari ayat di atas menggunakan (masa lampau), yang mana ini menunjukkan bahwasannya perbuatan tersebut sudah di lakukan sejak perkumpulan manusia pada zaman dahulu, dan bahkan kewajiban itu pun masih berlaku sampai sekarang.73
Jika di tinjau dari segi Ilmu Shorof nya, lafadz Anfaqu> ini juga masuk ke dalam bab Tsula>tsi> Mazi>d dengan Ziya>dah Biharfin yang mana huruf tambahannya disini berupa huruf Hamzah yang berharokat Fathah dan terletak sebelum yang masuk ke
71 QS. An- : 34.
72 Qamaruddin Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al- cet. ke-16, (Bandung : CV. Diponogoro, 1994), hlm. 130-131.
73 -
Kepemimpinan Dalam Al- Al-Tanzir, Vol. 11. Nomor 2, Desember 2020, hlm. 257.
53
dalam timbangan yang memiliki makna Ta diyyah.
Dan salah satu contohnya lafadz menjadi .74
Adapun dari segi penafsirannya, Imam Al-Qurthubi
menafsirkan surat An- dengan
mengatakan, bahwasannya seorang suami memiliki kewajiban memberikan nafkah kepada istrinya, dan juga memiliki kewajiban untuk senantiasa menjadi pembela untuk para istri. Ketika seorang suami tidak mampu lagi untuk memberikan nafkah kepada istri maka saat itu juga laki-laki (suami) berhenti menjadi pemimpin buat kaum wanita (istri). Maka apabila seorang suami tidak lagi menjadi pemimpin untuk istrinya, maka batal lah akad nikahnya, hal ini dikarenakan tidak adanya lagi tujuan di jadi indikasinya, jika seorang suami tidak mampu lagi memberikan nafkah kepada istrinya maka batal pula akad nikahnya. Ini merupakan Sedangkan menurut Imam Hanafi akad nikahnya tidak batal dikarenakan seorang suami yang tidak mampu memberikan nafkah kepada istrinya, maka seorang suami tersebut sama halnya dengan orang yang sedang berhutang dan diberikan tangguh sampai dalam keadaan berkelapangan untuk melunasinya.75
Adapun Wahbah Zuhaili menafsirkan ayat ini dengan mengatakan bahwasannya seorang laki-laki merupakan pemimpin bagi seorang perempuan. Laki-laki merupakan pemimpin dalam rumah tangga yang bertugas untuk senantiasa mengingatkan seorang perempuan jika perbuatannya tersebut melenceng dari agama. Seorang
74 Abu Razin dan Ummu Razin, Ilmu Sharaf Untuk Pemula, cet. ke-3, (Jakarta: Maktabah BISA, 2017), hlm. 71.
75 Muhammad Al-Qurthubi, Al- hlm. 394-395.
54
laki-laki juga berkewajiban memberikan nafkah untuk perempuan. Menurut Wahbah Zuhaili ada dua faktor kepemimpinan laki-laki atas perempuan, yakni: Pertama, faktor penciptaan, karena dalam proses penciptaan struktur tubuh kaum laki-laki memiliki kelebihan. Indra dan akalnya lebih kuat, emosinya stabil, dan postur tubuuhnya lebih kuat. Kaum laki-laki memiliki kelebihan dibandingkan kaum perempuan dalam masalah akal, pemikiran, komitmen, maupun kekuatan. Inilah sebabnya mengapa Allah SWT mengangkat para Nabi dari kaum lak- laki sebagai pembawa Risalah dikarenakan adanya kelebihan yang dimiliki dalam proses penciptaannya.
Kedua, kaum laki-laki berkewajiban memberikan nafkah untuk istri. Laki-laki juga berkewajiban memberikan mahar kepada kaum perempuan sebagai penghormatan kepada perempuan.76
Sama halnya dengan Imam Al-Qurthubi, Wahbah Zuhaili juga mengutip pendapat dari Mazhab Imam Malik bahwasannya jika seorang suami tidak mampu lagi untuk memberikan nafkah kepada istri, maka istri di berikan hak untuk membatalkan akad nikahnya, hal ini di karenakan ketidak mampuan seorang suami untuk memberikan nafkah kepada seorang istri. Di samping itu juga, kata Wahbah Zuhaili kondisi yang dialami oleh seorang suami seperti ini maka akan bertentangan dengan Firman Allah SWT yang mengatakan > anfaqu> min amwa> , karena dalam ayat ini sudah jelas bolehnya membatalkan akad nikah dengan sebab tidak adanya nafkah maupun sandang.77
76 Wahbah Zuhaili, Tafsir..., hlm. 78-79.
77 Ibid., hlm. 83.
55
Laki-laki yang telah di tunjuk sebagai pemimpin keluarga dalam Al-
khas jika di bandingkan dengan perempuan. Yang mana itu semua bisa mendukung tugas-tugas kepemimpinan yang telah di bebankan kepada laki-laki, seperti kekuatan, keperkasaan, perasaan yang tidak bersifat sensitif, dan selalu menggunakan pertimbangan akal sebelum menentukan sesuatu untuk bertindak. Karena faktor inilah yang menyebabkan laki-laki layak menjadi seorang pemimpin dan tentunya juga dapat melaksanakan kepemimpinannya, seperti melindungi, mengatur, dan memberikan nafqah kepada istri dalam mengatur rumah tangga.78
Quraish Shihab dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini, bahwasannya seorang laki-laki yang di tugaskan untuk memberikan nafkah kepada perempuan yang sudah dinikahinya, merupakan tugas yang telah di bebankan sejak zaman dahulu kepada kaum laki-laki. Inilah sebabnya dalam ayat tersebut menggunakan kalimat masa lampau yang berarti perbuatan tersebut sudah di lakukan sejak dahulu sampai saat sekarang ini. Suatu kebanggan tersendiri juga buat para suami yang telah senantiasa memberikan nafkah kepada sang istri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di dalam mengurus kebutuhan rumah tangga, dan ini semua merupakan tanda cinta dan kasih sayang dari seorang suami untuk sang istri.79
Muhammad Abduh memberikan penjelasan terkait terpilihnya laki-laki sebagai pemimpin dalam QS. An-
78 Sukma Dwi Astuti, Kepemimpinan dalam Keluarga Menurut QS.
An- - -
Wasit , (Skripsi, Universitas Muhammadiyyah Surakarta, Surakarta, 2022), hlm. 16.
79 Muhammad Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Volume 3, (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm. 428.
56
-laki atas perempuan menjadi dua, yaitu Fithri dan Kasbi. Kelebihan Fithri ini dapat dilihat dari proses penciptaan kaum adam yang jauh lebih kuat, lebih indah, dan lebih sempurna.
Adapun kesempurnaan ini di ikuti dengan kesempurnaan akal pikiran. Kemudian dengan kesempurnaan akal pikiran dan fisik inilah yang membuat laki-laki mampu mencari nafkah, berkarya, maupun berindak dalam segala keadaan.
Kelebihan Kasbi yang di maksud adalah kemampuan mencari nafkah bagi seorang laki-laki. Oleh sebab itu, laki- laki diberikan tugas untuk mencari nafkah untuk istrinya.80