• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kualifikasi Rohani Seorang Pengajar Anak

Dalam dokumen e-BinaAnak 2008 - MEDIA SABDA (Halaman 30-41)

Sebelum Tuhan Yesus memilih murid-Nya untuk mengikut Dia dan belajar mengajar, Ia berdoa semalam suntuk/berbicara dengan Bapa-Nya. Yesus memilih dengan tepat bagaimana Dia, sebagai seorang Guru, harus berhubungan dengan Bapa-Nya.

Siapakah yang dapat dipilih sebagai pengajar anak? Bagaimanakah kualifikasi rohani yang harus mereka miliki?

1. Mengenal Tuhan Yesus.

Seorang pengajar anak bertanggung jawab mengenalkan Tuhan Yesus kepada anak-anak. Itu hanya memungkinkan kalau ia sendiri mengenal Tuhan Yesus secara pribadi. Tuhan Yesus, Juru Selamat dunia, telah diakui sebagai Juru Selamat pribadi oleh guru. Ia telah datang kepada Tuhan Yesus dan membawa segala dosa dan pelanggarannya kepada Tuhan Yesus. Ia diampuni, disucikan, dan menerima hidup baru. Inilah suatu dasar yang kokoh untuk mengajar firman Tuhan.

2. Mengenal firman Tuhan.

Seorang guru akan membutuhkan waktu untuk membaca firman Tuhan setiap hari. Hidup rohani seorang guru akan diubah dan berkembang jika ia menyukai firman Allah dan menjadikan firman itu bagian dari hidupnya sehari-hari.

Jika seorang guru hanya membaca Alkitab sesaat sebelum ia mengajar, dia akan kekurangan kewibawaan rohaninya. Guru yang kurang memiliki saat teduh

bersama dengan Tuhan, dapat dirasakan oleh anak-anak. Kesediaan dan sukacita dalam mengenal firman Tuhan akan membawa suatu kewibawaan dalam mengajar. Guru pun dapat mengajar tanpa dibuat-buat, dan apa yang dia lakukan akan mengalir dengan wajarnya.

3. Menjadi teladan rohani.

Seorang ahli dalam pendidikan telah berkata, "Untuk memberikan pengajaran Alkitab kepada anak selama satu jam, guru harus hidup menurut firman Allah selama seminggu." Anak-anak tidak hanya akan terkesan dengan apa yang dikatakan oleh guru, tetapi bagaimana guru juga hidup sesuai dengan apa yang dikatakannya itu. Misalnya, jika guru memberi pelajaran mengenai kesabaran Tuhan, padahal guru sendiri kurang sabar, maka keberadaan atau sikapnya itu berlawanan dengan pengajarannya.

Melalui seluruh sikapnya, guru adalah teladan bagi anak-anak layannya. Oleh karena itu, kita harus menyadari bahwa kita membutuhkan perubahan secara total dalam kehidupan kita.

4. Menghargai anak.

Seorang pengajar akan melihat anak-anak layannya dengan kasih sayang Tuhan Yesus. Ia mengerti bahwa setiap anak berharga di hadapan Allah. Karena itu, anak juga berharga untuk dia. Guru akan paham bahwa apa yang dia lakukan untuk anak-anak layannya, dia perbuat juga bagi Tuhan Yesus.

e-BinaAnak 2008

31 Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku : Pedoman Pelayanan Anak Judul artikel: Guru dalam Pandangan Allah Penulis : Ruth Laufer

Penerbit : Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia

Departemen Pembinaan Anak dan Pemuda, Malang 1993 Halaman : 23 -- 24

e-BinaAnak 2008

32

Kesaksian: Kesaksian Guru

Tiga tahun yang lalu, saya kembali mengajar sekolah minggu setelah enam tahun absen. Tujuan utama saya adalah mengajar tentang Allah melalui perbuatan-perbuatan yang kita lakukan setiap hari. Karena peraturan pemerintah mengenai doa yang

dilakukan di sekolah negeri masih menjadi perdebatan hangat, saya mendapati banyak guru yang menghindari peraturan keagamaan itu. yang lainnya, seperti saya, malah lebih menganggap bahwa Tuhan adalah anggota yang boleh datang ke setiap kelas.

Dengan berbagai penekanan yang ditempatkan pada kreativitas di kelas, saya mulai bertanya-tanya, "Bagaimana setiap orang bisa kreatif tanpa kehadiran Allah? Bahkan guru tidak bisa melakukan yang terbaik bila kerohaniaanya tidak bertumbuh."

Masalahnya adalah bagaimana menyatukan perasaan terhadap Tuhan tanpa menjadi begitu tertutup. Saya memecahkan masalah itu dengan melakukan infiltrasi

(penyusupan)! Alasan saya, "Bila Komunis bisa melakukannya, maka orang Kristen pun bisa melakukan lebih dari mereka!"

Saya memulainya dengan menulis suatu ayat Alkitab berdasarkan alfabet di papan tulis saya. Satu ayat satu hari diulangi di ruang kelas saya. Saya terdorong untuk melakukan lebih banyak lagi setelah terjadi suatu peristiwa saat salah satu murid berkata, "Kami lupa ayat hafalan kami kemarin!"

Saat hari "Thanksgiving" berlalu, dan tidak ada program pertemuan yang direncanakan, departemen kami mulai membuat persiapan-persiapan untuk acara Paskah. Anak-anak perempuan anggota divisi Ekonomi Keluarga menyiapkan jamuan makan siang untuk seluruh pelayan di komunitas itu. Mereka yang membuat roti berbentuk kelinci itu bekerja keras supaya roti kelinci itu sempurna bentuknya. Dia melihat ke papan tulis dan kemudian bertanya, "Bu ..., saya tahu mengapa Anda menuliskan ayat di papan tulis itu. Saya membutuhkan ayat itu hari ini." Ayat itu adalah: "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" (Filipi 4:13).

Hal ini menandakan bahwa ayat itu dan ayat-ayat lainnya mendorong saya untuk mencoba lebih giat lagi untuk menyatakan kepada Tuhan, bahwa Dia diperlukan di sana. Anak-anak tampaknya menghargai kerohanian yang lebih dalam lagi. Salah satu anak menunjukkan kepada saya suatu doa yang sangat penting yang telah ditulisnya, tetapi ia takut menunjukkannya kepada siapa pun. Tulisan itu benar-benar suatu mazmur modern. Kami menggunakannya di acara "Thanksgiving" berikutnya.

Pada saat saya menjadi ketua bazar, saya mulai bertanya-tanya bagaimana saya bisa menempatkan Tuhan dalam acara ini. Ternyata sangat mudah, temanya adalah nama daerah kami, Ohio, dan moto dari daerah kami adalah kutipan dari Alkitab, "Bersama dengan Allah, tidak ada yang mustahil". Salah satu anggota divisi Ekonomi Keluarga membuat peta Ohio yang indah dari beludru dan menuliskan moto Ohio dalam peta itu.

Peta ini dibingkai dan sekarang digantung sebagai hiasan dinding di perpustakaan sekolah.

e-BinaAnak 2008

33

Musim gugur ini saya mulai mengajar di sekolah lain, yang pasti akan lebih menantang dari sekolah sebelumnya. (t/Ratri)

Diterjemahkan dari:

Judul buku : God in the Classroom Judul asli artikel: Teacher's Witness Penulis : Sue Dallas

Penerbit : Good News Publisher, Illinois 1970 Halaman : 40 -- 41

Warnet Pena: Sahabat Anak

http://www.sahabatanak.com/

Kemiskinan yang melanda negeri ini mengakibatkan banyak anak-anak terpaksa putus sekolah. Tidak jarang mereka terpaksa membantu orang tuanya untuk mencari nafkah.

Banyak pula yang menjadi anak-anak jalanan dan mengamen untuk mencari sesuap nasi. Keprihatinan terhadap anak-anak jalanan inilah yang kemudian mendorong

dibentuknya Sahabat Anak untuk memberi perhatian yang luar biasa kepada anak-anak jalanan, di antaranya dengan menyediakan bimbingan belajar. Saat ini bimbel tersebut diselenggarakan di enam area di Jakarta, meliputi Prumpung, Grogol, Cijantung, Gambir, Manggarai, dan Senen. Sejumlah kegiatan lain turut mereka selenggarakan, seperti Jambore Anak Jalanan, pameran pendidikan, buka puasa bersama, bahkan Natal gelandangan. Cobalah menjelajahi seluruh isi situs ini. Siapa tahu Anda

terinspirasi untuk membuka pelayanan Sahabat Anak lain di daerah Anda, mengingat Sahabat Anak saat ini masih melayani sebatas di Jakarta.

Kiriman dari: Raka S.K. < francolingua(at)xxxx >

Mutiara Guru

Guru yang ingin berhasil dalam pelayanannya haruslah

menyadari bahwa ia yang terbatas itu tidak dapat melakukan apa-apa tanpa Allah

Roh Kudus menyertai pelayanannya.

— - Paulus Lie, dalam Mereformasi Sekolah Minggu, Yogyakarta: Andi, 2003, hal: 95 -

Dari Anda Untuk Anda

Dari: Andri Rondonuwu < kangkong_cah(at)xxxx >

>Saya sangat berterima kasih dengan adanya situs ini, sebagai guru

>sekolah minggu yang masih baru, saya dapat mencari cerita-cerita

>tetang Alkitab untuk menceritakan kepada anak-anak sekolah minggu.

>Tuhan Memberkati.

e-BinaAnak 2008

34 Redaksi:

Terima kasih atas kunjungan Anda ke situs PEPAK. Kiranya cerita-cerita yang para pengunjung dapatkan dari situs PEPAK, dapat menjadi berkat, dan membawa anak semakin mengenal Dia, Sang Juru Selamat. Bagi Anda yang ingin mendapatkan banyak bahan mengajar, silakan akses alamat: http://pepak.sabda.org/pelajaran/.

e-BinaAnak 2008

35

e-BinaAnak 365/Januari/2008: Komitmen dalam Motivasi Pelayanan

Salam dari Redaksi

Sua lagi dalam kasih Kristus,

Entah karena terpaksa atau tidak, saat kita melakukan sesuatu, pastilah ada sesuatu yang mendorong kita untuk melakukannya. Demikian pula dengan pelayanan anak.

Saat seseorang memutuskan untuk terlibat dalam pelayanan tersebut, sudah pasti ada motivasinya. Apa pun motivasi tersebut, seorang pelayan anak harus sadar benar bahwa mereka mengemban misi khusus. Dalam proses pelayanan kita, memeriksa dan membenahi diri merupakan hal yang penting; apakah motivasi pelayanan kita semakin benar atau semakin kabur.

Untuk membantu, bersama-sama kita dapat melihat sajian-sajian minggu ini. Dalam artikel pertama, kita dapat melihat apa saja motivasi-motivasi seorang guru sekolah minggu dalam pelayanannya. Kita juga dapat menyimak motivasi dasar yang harus dimiliki seorang pelayan anak, yaitu kasih. Kesaksian minggu ini ditujukan bagi para guru sekolah minggu agar semakin memiliki komitmen untuk lebih sungguh- sungguh dan taat dalam melayani Tuhan melalui anak-anak. Selamat melayani!

Pemimpin Redaksi e-BinaAnak, Davida Welni Dana

"Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik." (Ibrani 10:24)

<http://sabdaweb.sabda.org/?p=Ibrani+10:24 >

e-BinaAnak 2008

36

Artikel: Motivasi yang Membangkitkan Pelayanan

Motivasi Mendorong Guru Berjuang Untuk Mencapai Visi

Seorang guru dikenal dekat dengan murid-muridnya, bahkan ia sangat sering

berkunjung ke rumah setiap muridnya. Guru tersebut sangat dicintai anak-anak karena ia selalu rajin membuat berbagai kegiatan kreatif di kelas. Tentu saja, apa yang ia lakukan mengesankan banyak guru sehingga mereka bertanya: "Apa motivasi pelayananmu?" Ia menjawab, "Motivasi pelayanan saya adalah ingin memberikan persembahan pelayanan yang terbaik bagi Tuhan karena Tuhan Yesus juga sudah memberikan persembahan yang terbaik bagi saya, yaitu diri-Nya sendiri, sampai mati di kayu salib."

Jadi, apa motivasi itu? Motivasi adalah hal-hal yang mendorong seseorang bersedia melayani Tuhan untuk mencapai visi yang Tuhan berikan kepada kita. Motivasi menjadi

"motor" untuk mencapai tujuan.

Berbagai Motivasi Guru Dalam Melayani Tuhan

Guru yang satu dengan guru yang lain bisa memiliki motivasi berbeda. Tetapi asal motivasinya benar, semuanya itu menjadi pendorong yang membangkitkan semangat melayani sampai mencapai tujuan (visi).

Ada tiga golongan motivasi.

1. Motivasi yang kurang berkualitas.

2. Motivasi rohani (motivasi yang berkualitas).

3. Motivasi yang salah.

Contoh motivasi-motivasi yang kurang berkualitas, yang mungkin dimiliki seorang guru adalah ia mengajar sekolah minggu karena alasan-alasan sebagai berikut.

Ikut prihatin melihat keadaan sekolah minggu di gerejanya.

Ikut-ikutan teman mengajar anak-anak kecil.

Mencintai atau menyukai berdekatan dengan anak-anak.

Ingin belajar memahami dunia anak-anak.

Ingin menambah anggota gereja.

Karena diminta sahabat untuk membantunya mengajar di sekolah minggu.

Karena ingin melayani bersama pacar tercinta.

Karena pendeta dan orang tua meminta pelayanannya.

Ingin belajar melayani.

Ingin berlatih berorganisasi dan mengembangkan talenta melalui pelayanan (misal, talenta bermusik, bernyanyi, bercerita, dan lain-lain).

Ingin memiliki kelompok/teman.

Ingin ikut memajukan gereja.

e-BinaAnak 2008

37

Semua itu adalah motivasi yang baik, tidak salah, namun sifatnya sangat "jangka pendek", tidak kuat dan mudah patah/hancur karena kurang berkualitas. Boleh dikatakan motivasi itu "dangkal" dan tidak mendalam. Karena itu, diperlukan motivasi yang lebih berbobot dan berkualitas, yang disebut motivasi rohani.

1. Motivasi rohani merupakan pendorong pelayanan yang berkualitas.

Seorang guru sekolah minggu perlu memiliki motivasi rohani, yaitu motivasi pelayanan yang tidak sekadar karena hal-hal jangka pendek dan dangkal, tetapi motivasi yang bersifat jangka panjang dan berakar kuat pada iman. Misalnya seperti di bawah ini.

a. Ingin mengucap syukur dengan membalas kebaikan Kristus yang sudah rela mati di salib baginya. Sekalipun kita terbatas, tapi ungkapan syukur ini dipersembahkan dengan sepenuh hati dan tulus.

b. Ingin memberikan persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah (Roma 12:1-2) melalui ladang pelayanan anak.

c. Menjawab panggilan Tuhan untuk ikut menderita sebagai seorang prajurit Kristus (Filipi 1:29) yang berjuang bersama kuasa Kristus untuk merebut jiwa-jiwa itu dari tangan Iblis.

d. Rela setia melayani sampai mati seperti teladan Kristus yang telah bersedia mati bagi manusia (Wahyu 2:10).

e. Menjadi "kepanjangan tangan" Kristus yang membentuk para murid menjadi pelaku-pelaku firman dalam hidup sehari-hari.

f. Ingin ikut membina dan membentuk anak-anak Allah agar mereka siap menjadi orang-orang percaya yang penuh iman, dan hidupnya menjadi kesaksian dan pelayanan bagi kemuliaan nama Tuhan.

Motivasi-motivasi ini berbobot karena berdasarkan kasih kepada Kristus yang sudah mati bagi kita. Sebagai persembahan dan ungkapan syukur atas karya Kristus dalam hidup kita. Dari penghayatan akan kasih dan pengorbanan Kristus itulah motivasi rohani berakar, bertumbuh, dan terwujud dalam ungkapan syukur, yang diungkapkan dalam bentuk pelayanan kepada anak-anak.

Bandingkan motivasi rohani dengan motivasi yang kurang berkualitas. Motivasi yang dangkal seperti contoh-contoh sebelumnya memang dapat menjadi titik awal perjumpaan kita dengan sekolah minggu, sebagai awal di mana kita berkenalan dengan dunia sekolah minggu. Sebagai motivasi awal, motivasi- motivasi tersebut boleh-boleh saja, tetapi harus segera diganti (disempurnakan dan dilengkapi) dengan motivasi rohani. Tanpa motivasi rohani, seorang guru hanya akan bertahan beberapa saat. Kalaupun ia bertahan, biasanya

pelayanannya penuh masalah dan mudah patah di tengah jalan karena akar motivasinya begitu dangkal. Ia biasanya kurang bersemangat dan kurang total memberi diri untuk pelayanannya.

2. Motivasi yang bengkok dapat dipakai Tuhan, asal ....

Ada guru-guru tertentu memulai pelayanannya dengan motivasi yang bengkok,

e-BinaAnak 2008

38

misalnya ia datang ke sekolah minggu (mungkin menjadi guru/guru bantu) karena:

a. sekadar menemani pacar yang kebetulan guru sekolah minggu;

b. terpaksa membantu mengiringi musik karena diminta teman;

c. sambil menunggu adik yang sedang ikut sekolah minggu;

d. mencari teman atau pacar, siapa tahu di antara guru ada yang cocok;

bukankah guru merupakan calon suami/istri yang baik karena sayang kepada anak?

e. daripada menganggur di rumah, lebih baik ada kegiatan.

Sebagai titik awal kehadiran guru di kelas, motivasi tersebut tidak salah sama sekali karena masih dapat diperbaiki. Motivasi yang bengkok seperti ini masih dapat dipakai Tuhan, asal ia mau bertobat dan mengganti motivasinya dengan motivasi rohani yang berbobot.

Jika ia tetap dengan motivasinya yang bengkok, guru semacam ini biasanya tidak bertahan lama. Ia akan cepat kecewa dan meninggalkan pelayanannya.

3. Motivasi mewarnai sepak terjang pelayanan.

Jika kita memiliki motivasi rohani, hal itu akan mewarnai sikap pelayanan kita.

Seperti keyakinan kedua belas rasul dan Rasul Paulus dalam pelayanan yang tidak mengenal lelah, bahkan rela mati menjadi martir, atau rela menderita seperti ditunjukkan kedua belas murid, dan orang-orang percaya dalam kehidupan gereja mula-mula dan dalam sejarah gereja sepanjang abad.

Kerelaan menderita dan setia sampai mati itu pastilah didorong oleh motivasi rohani dalam pelayanan.

Apakah Motivasi Anda Menjadi Guru Sekolah Minggu?

Jika pertanyaan ini ditujukan kepada Anda, apa jawaban Anda? Tentu saja yang dimaksud bukanlah motivasi pertama datang ke sekolah minggu, melainkan apa motivasi saat ini. Mungkin motivasi pertama kita datang ke sekolah minggu bisa saja salah, bengkok, atau tidak berkualitas. Akan tetapi, sudahkah saat ini Anda memiliki motivasi rohani sebagai dasar pelayanan Anda?

1. Motivasi demi Yesus.

Suatu hari, saya melihat gembala sidang menangis tersedu-sedu saat melihat sebuah pergelaran drama Paskah berjudul "Demi Yesus di Gereja Kami". Drama tersebut mengisahkan pengorbanan Yesus. Saya terkesan karena sebagai pendeta senior, ia tidak malu menangis tersedu-sedu di gereja. Akhirnya, saya tahu mengapa ia menangis.

Pertama, ia merasa tidak layak melayani Tuhan yang sudah mengasihinya, bahkan sampai mati di kayu salib.

e-BinaAnak 2008

39

Kedua, ia merasa "bersalah" tidak dapat melayani Tuhan dengan baik seperti pelayanan Tuhan kepada dirinya. Ia tetap merasa penuh dosa dan gagal melakukan firman Tuhan dalam hidupnya dan dalam hidup warga jemaatnya.

Ketiga, sebagai pendeta ia melihat keteladanan penderitaan Yesus dalam pelayanan-Nya, sampai darah mengucur dan mati demi mengasihi manusia.

Sementara penderitaannya sebagai pendeta belum seberapa, barulah sebatas mengucurkan keringat, waktu, tenaga, dan uang.

Ketiga motivasi rohani inilah yang membuat ia dikuatkan lagi untuk melayani Yesusnya, demi Yesus ..., ya demi Yesus aku relakan semua ..., bila perlu sampai pengorbanan darah, sampai mati ... demi Yesus ....

Sudahkah kita memberikan yang terbaik bagi Dia yang sangat mengasihi kita?

2. Motivasi cinta pada Yesus.

Jonathan Edward bertanya kepada para calon pengabar Injil di Cina, "Apa motivasimu menjadi pengabar Injil?" Sebagian menjawab, "Karena saya ingin mempersembahkan jiwa-jiwa bagi Yesus." Jawab Jonathan Edward, "Tidak cukup!" Terhadap pertanyaan yang sama sebagian lagi menjawab, "Saya ingin membawa Injil bagi sesama." yang lain lagi, "Saya ingin mengabarkan jalan keselamatan kepada sesama." "Saya ingin bersaksi tentang Yesus Juru

Selamat." Tetapi semua jawaban tersebut ditanggapi Jonathan Edward dengan berkata, "Tidak cukup! Tidak cukup mengabarkan Injil dengan motivasi-motivasi seperti itu!" Mengapa? Jonathan Edward menjelaskan, "Motivasi terpenting dalam pelayanan adalah karena kita mencintai Yesus. Tanpa mencintai Yesus, pelayanan kita akan mudah patah dan jatuh di tengah jalan! "Apakah kalian mencintai Yesus?" Pertanyaan Jonathan Edward itu juga berlaku bagi kita semua guru sekolah minggu. Apakah kita mencintai Yesus? Mengapa kita menjadi guru sekolah minggu? Tidak cukup jika kita mencintai anak, ingin memberitakan Injil,, atau membina dan mengajar anak. Kita harus mencintai Yesus. Dengan cinta kita kepada Yesus itulah kita memiliki kekuatan hati seorang hamba Tuhan.

Karena cinta Allah kepada dunia ini, Ia merelakan Anak-Nya yang tunggal (Yesus Kristus) untuk mati menebus dosa (Yohanes 3:16). Kerena cinta juga Yesus rela mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia.

Karena cinta merupakan motivasi untuk melayani, Yesus bertanya kepada Petrus, "Simon anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?" dan pertanyaan ini diulang hingga tiga kali. Petrus menghayati cintanya kepada Yesus sehingga ia menjadi hamba Tuhan yang begitu hebat dan setia. Ia bahkan menjadi martir.

Apakah Anda guru sekolah minggu yang mencintai Yesus?

Apakah cinta Anda sebagai guru sekolah minggu adalah cinta yang sejati kepada Yesus, seperti Yesus mencintai kita? Jika cinta Anda kepada Yesus adalah cinta sejati, seberapa besar pengorbanan yang Anda rela lakukan demi Yesus yang Anda cintai?

e-BinaAnak 2008

40 Diambil dan disunting seperlunya dari:

Judul buku: Mereformasi Sekolah Minggu Penulis : Paulus Lie

Penerbit : Yayasan ANDI, Yogyakarta 2003 Halaman : 79 -- 85

e-BinaAnak 2008

41

Dalam dokumen e-BinaAnak 2008 - MEDIA SABDA (Halaman 30-41)