• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAMPIRAN 11 PENILAIAN RISIKO LINGKUNGAN DAN

Dalam dokumen kerangka kerja manajemen (Halaman 141-164)

PENILAIAN RISIKO LINGKUNGAN DAN SOSIAL DAN TINDAKAN MITIGASI UNTUK KOMPONEN SUB ERP

Lampiran 11.1: Ringkasan matriks Risiko Lingkungan dan Sosial untuk Setiap Komponen di bawah ERP

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab Komponen 1: Tata Kelola Hutan dan Lahan

1.1 Memperkuat rezim perizinan

 Memantau penegakan moratorium (peraturan mencakup pertambangan, hutan, dan tanaman perkebunan);

 Perkuat transparansi dalam perizinan

 Mendukung peninjauan dan pencabutan lisensi yang ada

 Mendukung perluasan area di bawah lisensi kehutanan sosial;

 Peluncuran kebijakan untuk perlindungan hutan yang tersisa di dalam area berlisensi (berpotongan dengan C. 3)

 Memperkuat Manajemen dan Dokumentasi Informasi yang lebih transparan terkait proses perizinan penggunaan lahan;

 untuk perhutanan, pertambangan, dan tanaman perkebunan ditinjau dan dicabut jika berlaku, mengarah pada batas penggunaan lahan yang lebih jelas;

 Batas penggunaan lahan diklarifikasi saat proses demarkasi kawasan hutan selesai;

 Moratorium perizinan (Peraturan Gubernur 1/2018) terus ditegakkan,

melindungi kawasan hutan yang

berpotensi

mengalami konversi;

Lingkungan:

 Peningkatan kualitas tata kelola hutan secara umum akan memberikan

kontribusi positif bagi pengurangan emisi karbon secara keseluruhan

 Memperkuat hutan lindung yang berpotensi

mengurangi tingkat pembalakan liar, area NKT, dan pelestarian

keanekaragaman hayati serta menjaga stok karbon

 Batas lahan yang

digunakan jelas dan bersih

 Menetapkan program satu peta di Provinsi Kalimantan Timur

 Pengembangan kerangka kerja manajemen (pedoman) untuk pengelolaan dan perlindungan area NKT termasuk area moratorium.

 Mempromosikan pengembangan manajemen unit area moratorium yang didirikan tanpa manajemen lahan, dengan manajemen unit berbasis masyarakat

BAPPEDA Biro ekonomi sekretariat provinsi Dinas Kehutanan Dinas Perkebunan Dinas Pertambangan Kalimantan Timur Badan informasi dan komunikasi

Sosial:

 Klarifikasi batas

penggunaan lahan harus mempertimbangkan hak atas tanah masyarakat lokal/adat.

 Batas penggunaan lahan yang jelas dan bersih akan mengurangi konflik sosial

 Terkadang, peraturan moratorium juga menunjuk pada lahan

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab tanpa pengelolaan lahan,

itu akan mengundang kegiatan ilegal.

1.2 Penyelesaian Sengketa

 Mendukung penilaian partisipatif, yang melibatkan komunitas Adat untuk a) memetakan konflik yang ada dan potensial, b)

mengidentifikasi mekanisme yang ada untuk

menyelesaikan sengketa tanah antara pemerintah dan masyarakat adat, dan c) menilai tradisi dan pengetahuan adat untuk penanganan konflik dan penyelesaian sengketa;

 Pengembangan pedoman penanganan konflik dan mekanisme penyelesaian berbasis masyarakat;

 Mendukung kemitraan konservasi hutan (untuk area dengan kawasan

konsesi/konservasi)

 Pengembangan peraturan oleh Gubernur untuk menyelesaikan perselisihan (untuk mengatasi area yang tumpang tindih antara perhutanan dan

pertambangan atau tanaman perkebunan).

 Memberikan opsi penyelesaian sengketa melalui mekanisme RSPO

 Memperkuat mekanisme resolusi konflik yang berkontribusi pada peningkatan tata kelola lahan

Program ER diharapkan dapat mempercepat penyelesaian sengketa kepemilikan lahan yang melibatkan masyarakat di kawasan hutan negara.

Lingkungan:

(+) Peningkatan pengelolaan dan perlindungan hutan dan keanekaragaman hayati (+) pengurangan dan/atau dampak negatif terhadap lingkungan dapat diantisipasi atau diminimalkan.

(+) Deforestasi dan degradasi hutan menurun

(+) Peningkatan populasi dan kualitas habitat

(+) Penurunan konflik hewan dan manusia

(+) Mencegah dan atau mengurangi eksploitasi SDH dan KEHATI secara

berlebihan

(-) Peningkatan degradasi dan deforestasi hutan dan keanekaragaman hayati karena ketidakpastian manajemen selama periode persiapan mekanisme status quo.

(+) Peningkatan manajemen lingkungan dan kesehatan, terutama populasi yang

 Batas imajiner perlu dipertimbangkan dalam batas yang melampaui batas administrasi dalam kerangka pengelolaan habitat alami dan populasi yang hidup

 Perlu untuk mempercepat inventarisasi wilayah masyarakat tradisional dalam

mengembangkan dan mengelola batas-batas regional

 Strategi dan Rencana Aksi Daerah (Provinsi) perlu dikembangkan dalam hal resolusi konflik/resolusi perselisihan

 Bentuk tim pemantau regional ad hoc dengan status quo ketika mekanisme penanganan konflik sedang dikembangkan

 Jika perlu, mengembangkan mekanisme imbalan &

hukuman (reward &

punishment) untuk praktik manajemen yang berdampak

1. Unit Pengelolaan Hutan baik pemegang izin kawasan hutan dan pengelolaan sumber dayanya atau otoritas terkait pemerintah (yaitu KPH, UPt taman nasional)

2. Unit Pengelolaan Lahan terutama kelapa sawit dan pertambangan 3. Pemerintah desa 4. Anggota kelompok masyarakat yang bergantung pada hutan dan lahan 5. Instansi terkait lainnya (mis. DPMPD, BPKH, Badan Perkebunan BKSDA, Badan Lingkungan Hidup, Badan Sumberdaya Mineral dan Energi, Kelompok Pemberdayaan Masyarakat/LSM).

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab Selain itu, konflik akan ditangani

lebih lanjut melalui sejumlah aksi mitigasi, seperti:

 pengembangan keputusan bersama

 mendukung dan

menyempurnakan protokol penanganan konflik lokal yang ada

 mengembangkan FGRM yang akan mencakup mekanisme mediasi

 identifikasi konflik tenurial oleh UPH

 identifikasi dan penilaian mekanisme resolusi konflik yang ada

 peningkatan komunikasi antara tokoh

masyarakat/pemimpin adat dengan perwakilan perusahaan terkait dengan pengelolaan kawasan NKT

 pengembangan kapasitas para stakeholder termasuk pelatihan bagi paralegal untuk mekanisme

penanganan konflik berbasis masyarakat

dilindungi dan habitat satwa liar

(+) Berkurangnya konflik manusia dan satwa liar

(positif/negatif) pada hutan dan kesehatan

 Perlu

mengembangkan pedoman untuk menyelesaikan konflik manusia dan satwa liar, tidak terbatas pada orangutan

 Advokasi kebijakan terkait dengan pengakuan MHA di kabupaten/kota

 Pertimbangkan keberadaan batas imajiner dalam batas regional yang melebihi batas administrasi dalam konteks pengelolaan habitat alami dan populasi satwa liar

Sosial

(+) Kesetaraan posisi tawar- menawar antara pelaku dalam pengelolaan SDH dan KEHATI

(+) Meningkatkan pemahaman para pihak tentang hak dan tanggung jawab mereka serta risiko yang mungkin terjadi sebagai akibat dari manajemen SDH (+) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam

manajemen dan kesadaran SDH

(+) Potensi dampak sosial dapat

diantisipasi/diminimalkan (+) proses penyelesaian sengketa lebih cepat dengan hasil yang dapat diterima oleh para pihak

(+) Kepastian hak

pengelolaan lingkungan dan penggunaan SDH terutama untuk kelompok rentan dan terpinggirkan

(+) Kepastian orang yang bertanggung jawab atas manajemen lingkungan dan kesehatan

(+) Kepastian penerima dan pembagian manfaat produk dan layanan lingkungan yang dihasilkan

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab (+) Meningkatnya tanggung

jawab dan partisipasi para pihak terhadap manajemen regional

(-) Potensi ketidakpastian dalam penanganan konflik selama proses

pengembangan mekanisme penyelesaian konflik (status quo)

(-) Potensi ketidakpuasan dengan kelompok-kelompok tertentu secara tradisional memainkan peran utama dalam menyelesaikan konflik.

(-) Potensi hilangnya hak dan akses ke hutan dalam kelompok-kelompok tertentu (-) Potensi peningkatan beban dan tanggung jawab manajemen dalam kelompok- kelompok tertentu terutama terkait dengan

penggambaran regional 1.3 Dukungan

untuk pengakuan tanah adat

 Akselerasi pengakuan hak ulayat dan penguasaan tanah di dalam kawasan hutan, sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Peraturan Provinsi Kalimantan Timur No. 1/2015;

 Identifikasi wilayah adat melalui pemetaan partisipatif (pemetaan partisipatif untuk 150 desa);

 Hutan dan tanah adat diidentifikasi melalui pemetaan partisipatif

 Komunitas hukum adat dan wilayahnya diakui;

Lingkungan:

(+) Mengurangi Perambahan

Identifikasi konflik kehutanan berdasarkan surat edaran Nomor:

SE.1/Menlhk-II/2015 tentang Penanganan Kasus Lingkungan dan Kehutanan

Pembentukan Komite Komunitas Hukum Adat di Kabupaten ini

 DPMPD Kabupaten;

 Dinas Kehutanan Kalimantan Timur

 Asisten I Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur Sosial:

(+) Mengurangi Perambahan (+) Mengurangi konflik tenurial (+) Meningkatkan kepastian

hak tenurial

(-) Konflik dengan manajemen unit

1.4 Memperkuat perencanaan tata ruang desa

 Pengembangan pedoman dan peraturan untuk mengintegrasikan kegiatan

 Tersedia pedoman dan peraturan yang jelas untuk

Lingkungan:

(+) Kepastian arah pengelolaan wilayah desa

Kompilasi Pedoman Umum dan Teknis

 Badan Koordinasi Penataan Ruang

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab REDD+ ke dalam

perencanaan tata ruang desa;

 Mendukung integrasi kegiatan pengurangan emisi ke dalam rencana pembangunan desa yang akan mendukung masyarakat dalam

mengintegrasikan kegiatan REDD+ ke dalam rencana tata ruang dan pembangunan desa;

 Pembentukan Desa Hijau, atau Kampung Iklim bertujuan untuk mengurangi emisi berdasarkan rencana pembangunan desa (150 desa prioritas)

mengintegrasikan kegiatan REDD+ ke dalam perencanaan tata ruang desa;

 Pedesaan utama menerapkan Rencana Pengelolaan Kebakaran Hutan (Forest Fire

Management Plans) yang mengarah pada pengurangan kebakaran

 pedesaan memasukkan kegiatan ER dalam rencana tata ruang dan desa mereka (target 150 desa di 7 kabupaten)

Sosial

(+) kepastian batas desa (+) program kepastian dan manajemen daerah (-) konflik batas desa

Pedoman Penyusunan perencanaan tata ruang desa

Daerah (BKPRD) Kalimantan Timur

 DPMPD Kabupaten;

Komponen 2: Meningkatkan pengawasan dan administrasi hutan 2.1 Memperkuat

kapasitas manajemen dalam Wilayah Hutan Negara:

pengembangan KPH

 Penguatan kapasitas KPH untuk mengelola kawasan hutan dan mengawasi perusahaan konsesi;

 Pengembangan (UPH) dokumen perencanaan (RPHJP), pertukaran pengetahuan, dan pengembangan bisnis (hingga 21 UPH)

 Pengembangan pedoman dan pendekatan untuk memantau dan mendukung konsesi dalam implementasi kebijakan NKT dan RIL;

 Penguatan kapasitas UPH untuk mendukung dan melaksanakan program

 UPH diperkuat dengan sebagian pembiayaan sendiri melalui bisnis yang berhubungan dengan hutan lestari;

 KPH mengawasi konsesi hutan dan perkebunan kayu di tingkat kabupaten untuk kepatuhan terhadap kebijakan RIL dan NKT;

Lingkungan:

(+) Peningkatan kualitas hutan dan habitat hewan karena manajemen yang baik (+) Meningkatkan pelayanan

lingkungan karena praktik manajemen yang lebih baik (+) Batas yang jelas antara

unit pengelolaan hutan

 Pelatihan praktik pengelolaan hutan lestari untuk staf Unit Pengelolaan Hutan

 Berbagi

Pembelajaran/Share Learning tentang peran Unit

Pengelolaan Hutan dalam pengelolaan hutan lestari melalui Pusat Unit

Pengelolaan Hutan

 Dinas Kehutanan Kalimantan Timur

 Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan dan Kehutanan (BDLHK) Sosial

(+) efisiensi pengelolaan hutan (+) Lembaga Unit Pengelolaan Kehutanan berwenang dan dukungan dana yang memadai

(+) Mengurangi konflik dalam pengelolaan hutan

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab Kehutanan Sosial,

mengawasi, memfasilitasi, dan memantau pelaksanaan kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran yang dilakukan oleh konsesi dan masyarakat lokal;

 Penentuan batas-batas UPH dan Blok Pemanfaatan Hutan;

 Pencegahan dan pengendalian kebakaran melalui kolaborasi dengan pemegang konsesi dan masyarakat;

 Mendukung koordinasi dan pembelajaran lintas KPH dengan mendukung Pusat KPH, yang didirikan pada awal 2017

(+) Mempertimbangkan perlindungan hak-hak komunitas lokal (Pribumi)

2.2 Memperkuat pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mengawasi dan memantau implementasi Tanaman Perkebunan lestari

 Memperkuat kapasitas kabupaten dan kota untuk melakukan dan mencapai komitmen deklarasi di atas.

 Mendukung dan

mengembangkan program untuk konsesi tanaman perkebunan dalam

mengimplementasikan ISPO

 Pemberian bantuan teknis (dan pelatihan) kepada lembaga pemerintah untuk pelaksanaan komitmen di atas

 Deklarasi tanaman perkebunan lestari ditandatangani oleh tujuh kabupaten dan oleh perusahaan- perusahaan utama;

 Instansi pemerintah daerah memiliki kapasitas untuk mengawasi dan melaksanakan komitmen, yang mengarah pada perlindungan hutan NKT di dalam area tanaman

perkebunan.

Lingkungan:

(+) Pengurangan emisi dari praktik kegiatan perkebunan (+) Mengurangi laju

deforestasi dari

pembukaan perkebunan (+) Perlindungan Kawasan

NKT dan habitat satwa liar (+) Mengurangi atau

membakar tanah dalam aktivitas - pembukaan - perkebunan

 Pelatihan tentang Perkebunan Lestari

 integrasi alat NKT &

Amdal, serta integrasi dalam penilaian yang tepat

 Pengelolaan area NKT di perkebunan

 Pemerintah Provinsi (Gubernur)

 Layanan Perkebunan Kalimantan Timur

 Pusat

Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan KLHK (Pusdiklat)

Sosial

(+) Berkurangnya konflik antara masyarakat dan perusahaan perkebunan (+) Perlindungan hak-hak

komunitas (Pribumi/lokal)

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab (+) Meningkatnya ekonomi

masyarakat di sekitar perkebunan

Komponen 3: Mengurangi deforestasi dan degradasi hutan dalam area berlisensi 3.1.

Implementasi kebijakan NKT untuk Kebun Kelapa Sawit

 Mencapai mempertahankan 640.000 ha hutan alam dan 50.000 ha lahan gambut di dalam konsesi tanaman perkebunan pada tahun 2030, sejalan dengan komitmen pemerintah daerah melalui penandatanganan deklarasi mengenai hal tersebut.

 Pemetaan untuk identifikasi dan inventarisasi area NKT pada tanaman perkebunan yang ada dan konsesi lainnya yang belum memiliki izin perkebunan

 Percepatan peraturan Gubernur tentang pedoman dan implementasi NKT terkait dengan tanaman perkebunan lestari.

 Memberikan bimbingan dan pengawasan tanaman perkebunan dalam

mengimplementasikan NKT

 Bantuan teknis kepada perusahaan dan lembaga pemerintah untuk pelaksanaan komitmen NKT.

 Bantuan teknis kepada perusahaan untuk

meningkatkan produktivitas perkebunan dan untuk pencegahan kebakaran.

 Memfasilitasi pengawasan pemerintah terhadap penerapan manajemen NKT

 Peningkatan substansial dalam jumlah perusahaan perkebunan yang menerapkan kebijakan perkebunan lestari (termasuk ISPO, RSPO, dan NKT) mengarah pada peningkatan perlindungan hutan yang tersisa dalam area yang

dialokasikan untuk tanaman perkebunan;

 Perusahaan tanaman perkebunan

berkomitmen dan menerapkan praktik yang lebih

berkelanjutan;

 Mengurangi deforestasi melalui peningkatan manajemen dan perlindungan hutan yang tersisa di dalam area yang

dialokasikan untuk tanaman perkebunan;

Lingkungan:

(+) meningkatkan pengelolaan lahan di area penggunaan lainnya dan menyinkronkan data spasial provinsi dan kabupaten

(+) melindungi kawasan hutan dalam APL,

keanekaragaman hayati, satwa yang dilindungi dan hampir punah

(+) menjaga layanan lingkungan yang disediakan dari kawasan hutan termasuk cadangan karbon.

(+) mengurangi polusi di area penggunaan lainnya.

 Pemegang konsesi mengidentifikasi NKT bersama dengan masyarakat dan lembaga terkait.

 Pemegang konsesi menyiapkan pengelolaan dan pemantauan kawasan NKT yang melibatkan para pihak dan masyarakat.

 Pemegang konsesi menyebarkan hasil identifikasi NKT kepada masyarakat dan pihak terkait.

 Pemegang izin dan masyarakat setuju dengan keberadaan NKT, langkah-langkah untuk mengelola dan memantau aset NKT.

 lembaga pemerintah di tingkat kabupaten;

 Dinas Kehutanan Provinsi;

 Dinas Perkebunan Provinsi;

 Akademisi dari universitas lokal dan oleh spesialis dari LSM.

Sosial

(+) melindungi daerah yang memiliki nilai ekonomi, sosial dan budaya bagi masyarakat.

(-) memiliki potensi untuk membatasi akses dan kegiatan masyarakat untuk memanfaatkan lahan, hasil hutan kayu dan non-kayu di lahan NKT dan potensi konflik dengan perusahaan.

(-) Masyarakat yang tinggal di sekitar dan di dalam konsesi kelapa sawit memiliki potensi untuk menganggap daerah NKT sebagai tanah

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab oleh perusahaan perkebunan

(target ditetapkan pada 150 perusahaan perkebunan di tahun 2024)

yang tidak digunakan oleh konsesi, yang mendorong mereka untuk melakukan pembukaan lahan, pembalakan liar dan pertambangan.

3.2 Dukungan untuk petani kecil dan Sistem Pemantauan dan Manajemen Kebakaran Berbasis Masyarakat (Community Based Fire Management and Monitoring Systems/CBFMM S)

Target: 150 perusahaan perkebunan akan mengembangkan dan

mengimplementas ikan model inisiatif kemitraan ini dengan 180 kelompok pembentuk lokal dalam

mengendalikan kebakaran hutan dan lahan.

 Memfasilitasi kemitraan antara perusahaan perkebunan besar dan masyarakat lokal dalam mengendalikan kebakaran hutan dan lahan;

 Memfasilitasi pengembangan kelompok masyarakat untuk pencegahan kebakaran;

 Ketentuan pengembangan kapasitas untuk kelompok (CBFMMS);

 Ketentuan bantuan teknis dan pelatihan untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran oleh petani kecil dan

peralatan yang relevan untuk petani kecil.

 Pertimbangan untuk mengembangkan sistem peringatan dini atas kejadian kebakaran

 Pengembangan sistem proteksi kebakaran melalui upaya atau respon untuk menyediakan jalur

pemadaman api, pengenalan perkebunan yang dapat menahan kebakaran dengan lebih baik, pemasangan menara api, dan

pembangunan kolam api.

 Praktik manajemen Peningkatan praktik manajemen oleh petani kelapa sawit mengarah pada berkurangnya deforestasi di dan sekitar perkebunan petani kecil.

Lingkungan:

(+) Manfaat keberlanjutan bagi masyarakat dan lingkungan (+) Mengurangi kebakaran

hutan dan lahan

(+) Mengurangi konversi hutan menjadi perkebunan baru (+) Meningkatkan pemahaman

dalam pengelolaan perkebunan lestari (+) Peningkatan perlindungan

hutan dan habitat alami

 Pelatihan Pengelolaan Sampah (Waste Management Training) adalah pupuk organik bagi masyarakat

 penyusunan petunjuk teknis atau pedoman untuk mengelola perkebunan lestari bagi petani kecil

 Dukungan

penggunaan metode tumpangsari bagi petani kecil.

 Pengembangan prosedur operasi standar (standard operation procedures/SOP) untuk CBFMMS, fasilitasi untuk

peningkatan kapasitas, pemantauan selama implementasi

 Layanan Tanaman Perkebunan Kabupaten;

 Dinas Perkebunan Kalimantan Timur;

 Perusahaan swasta;

Sosial

(+) Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk pengelolaan perkebunan lestari

(+) Peningkatan Kerjasama antara Perusahaan dan masyarakat dalam pengelolaan wilayah (+) pengakuan terhadap

kepemilikan tanah oleh masyarakat

(+) Meningkatkan pemahaman tentang praktik pembukaan lahan tanpa membakar atau mengendalikan pembakaran pada pertanian

(-) Peningkatan persyaratan modal keuangan untuk

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab pembelian peralatan

kebakaran

(-) Perubahan budaya dan teknologi sistem pembukaan lahan

3.3 Implementasi kebijakan NKT dan RIL untuk Konsesi Kehutanan

 Mendukung finalisasi kebijakan RIL;

 Mendukung konsesi dalam implementasi kebijakan RIL dan NKT;

 Memperkuat pemantauan NKT

 Pelatihan tentang RIL, PHPL, dan manajemen NKT (26 pelatihan tentang manajemen NKT akan diberikan pada tahun 2024)

 Luas hutan yang dikelola secara berkelanjutan meningkat;

 Pemegang konsesi hutan mengadopsi praktik-praktik Pengelolaan Hutan Lestari;

 Konsesi pengelolaan hutan melaksanakan praktik pengelolaan hutan yang lebih baik (Pengurangan

Dampak Pembalakan);

 Hutan tanaman menerapkan kebijakan untuk melindungi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (NKT) yang tersisa di dalam konsesi mereka

Lingkungan:

(+) Mengurangi pembukaan kanopi hutan

(+) Mengurangi erosi tanah (+) Mempertahankan bibit

alami di lantai hutan (+) Meningkatkan biomassa

hutan/stok karbon (+) Melestarikan hasil hutan

non-kayu

(+) Mengurangi fragmentasi hutan

(+) Meningkatkan keutuhan hutan

(+) Berkurangnya kekeruhan aliran dan sungai (-) Peningkatan kepadatan

tanah pada jalan sarad (-) Limbah dari operasi

peralatan dan kendaraan selama praktik RIL

 Meyakinkan Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, KLHK. No. P.9 / 2018 tentang Panduan Implementasi RIL untuk konsesi hutan dilaksanakan dengan baik dan secara bertahap bergeser dari sukarela menjadi wajib;

 Menegakkan

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.

5/2012 tentang Dampak Lingkungan

 Penilaian; Memastikan penanaman kembali sebagai bagian dari kegiatan silvikultur terlaksana dengan baik;

 Pengelolaan keanekaragaman hayati di bawah NKT melalui berbagai penelitian,

pemantauan dan publikasi

 KLHK (Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari, Ditjen Planologi Hutan)

 Kantor KLHK regional/provinsi di bawah Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Berkelanjutan dan Dirjen Planologi Hutan

 Konsesi hutan hak

 Unit Pengelolaan Hutan

 LSM (TNC, GIZ, GGGI, WWF, dll)

 Kantor Lingkungan Propinsi dan Kabupaten

 Dinas Kehutanan Provinsi

 Lembaga Penelitian Kehutanan Nasional / Regional

 Universitas Sosial

(+) Pasokan produk hutan non-kayu untuk kebutuhan masyarakat tetap aman

 Meningkatkan kapasitas masyarakat melalui berbagai pelatihan terkait dengan produk hutan non-kayu (akses,

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab (+) Pohon-pohon raksasa

diharapkan tetap aman sebagai inang bagi lebah madu

(+) Masyarakat lokal akan terpapar oleh praktik kehutanan baik secara langsung maupun tidak langsung

(+) Sumber air bersih untuk penduduk setempat tetap aman

(-) Pekerja lokal yang tidak terampil dapat digantikan oleh pekerja terampil dari luar kelompok

(-) Bagi penduduk setempat yang terkait dengan kegiatan pembalakan liar dapat kehilangan pekerjaan dan penghasilan mereka

teknik budidaya, manajemen, produksi dan pasar);

 Memperkuat

pengelolaan masalah sosial di tingkat program, termasuk penyaringan risiko yang dipandu oleh ESMF;

 Menyesuaikan pengiriman dan pendekatan untuk pelatihan berdasarkan konteks lokal;

 Memperkuat keterlibatan dan konsultasi masyarakat, termasuk pemantauan NKT partisipatif;

 Memastikan aksesibilitas FGRM serta saluran lokal lain yang

sesuai/terpercaya untuk mengajukan pengaduan dan/atau keluhan

Komponen 4: Alternatif Berkelanjutan untuk Masyarakat 4.1 Mata

pencaharian lestari

 Memfasilitasi perencanaan pembangunan desa untuk mengintegrasikan pertanian swidden yang berkelanjutan, paludikultura, pengelolaan bakau, budidaya kelapa sawit petani kecil, dan mata pencaharian berkelanjutan lainnya.

 Mengurangi konflik di dalam dan sekitar kawasan hutan konservasi

 Peningkatan

kapasitas masyarakat untuk merespon kebakaran hutan dan mengurangi insiden kebakaran di

Lingkungan:

(+) Peningkatan kualitas dan luasnya hutan bakau dan pengelolaan pesisir di wilayah program

(+) Meningkatnya luas tutupan lahan di area budidaya (+) meningkatnya kualitas tanah/kesuburan tanah

 Memperkuat BUMDES dalam bentuk

pelatihan manajemen (Manajemen

Keuangan/Modal, Pelaporan dan Pengembangan Bisnis)

 Pengembangan produk desa atau

 Layanan Pesisir dan Perikanan Kalimantan Timur;

 DPMPD;

 dinas kehutanan provinsi;

 Dinas Kehutanan Kalimantan Timur

 Unit Pengelolaan Hutan

Sub-komponen Aktivitas Hasil yang Diharapkan Risiko E&S (L&S) Usulan Tindakan Mitigasi Instansi yang bertanggung jawab

 Mendukung dan mendorong pengembangan komoditas non-kelapa sawit, termasuk pengembangan pemrosesan dan pemasaran produk non- minyak sawit

 Ketentuan pelatihan, lokakarya, dan plot

percontohan untuk alternatif tanpa pembakaran, opsi mata pencaharian berkelanjutan (ekowisata, pengelolaan kolam ramah, dan produksi gula nipah), akses ke pembiayaan;

 Meningkatkan kesadaran akan dampak ekologis dan sosial dari konversi bakau, perkebunan kelapa sawit skala kecil;

kawasan hutan konservasi

 Desa menerapkan investasi yang berfokus pada masyarakat yang mengarah pada pengurangan emisi dan penggunaan lahan lestari;

Sosial

(+) Meningkatkan pendapatan masyarakat atau ekonomi masyarakat yang diperoleh dari penjualan kayu tumpangsari di ladang (+) Memperkuat keterlibatan

dan pemberdayaan masyarakat untuk terlibat dalam pengelolaan sumber daya alam.

(+) Meningkatkan kapasitas produksi perikanan tambak (-) Perlahan menghilangkan

nilai-nilai kearifan tradisional masyarakat Dayak

(-) Mengurangi produksi tambak

(-) Perubahan budaya dan teknologi sistem akuakultur

masyarakat yang unggul.

 Pengakuan

Masyarakat Adat dan Hutan Adat

 Memperkuat program inovasi desa

4.2 Kemitraan konservasi Program ini akan menargetkan enam kawasan konservasi (Taman Nasional Kutai, Cagar Alam Muarakaman / Sedulang, Cagar Alam Teluk Adang, Cagar Alam Teluk Apar, Cagar Alam Padang Luway, Tahura Soeharto) dan akan

 Memfasilitasi kemitraan konservasi di atau dekat kawasan konservasi, yang akan mencakup dukungan untuk mata pencaharian berkelanjutan (NTFP);

 Pelatihan masyarakat di empat kawasan konservasi (perlindungan hutan dan pemanfaatan lestari kawasan di sekitar kawasan

konservasi, akuakultur/kolam ikan lestari (tambak))

 Identifikasi potensi peluang bisnis yang berkelanjutan (NTFP + layanan ekologi)

 Melakukan keputusan darurat memasuki cagar alam untuk

 Praktik bakau dan gambut lestari dinyatakan dan diadopsi oleh para stakeholder

 Jumlah produsen komersial skala kecil dan bagian lain dari rantai nilai

memberikan modal sebagai hasil dari mekanisme pembagian manfaat karbon dan non- karbon

Lingkungan:

(+) Mengurangi tekanan publik pada kawasan konservasi (+) Mengurangi ancaman

kebakaran hutan (-) Pembukaan kawasan

dalam skala kecil karena pembangunan

sarana/prasarana pendukung

 Minimalkan

pembukaan area untuk pembangunan

fasilitas/infrastruktur

 Membuat desain teknis khusus dengan karakteristik kawasan konservasi

 Dirjen Konservasi Hutan

Kementerian Kehutanan

 Dinas Kehutanan Kalimantan Timur

 Konservasi UPH

Sosial

(+) Membuka peluang kerja bagi masyarakat

(+) Peningkatan pendapatan masyarakat

Dalam dokumen kerangka kerja manajemen (Halaman 141-164)