• Tidak ada hasil yang ditemukan

Maflichatul Azmi Afifah 2 , Pramudita Riwanti 3

Dalam dokumen Seminar Nasional Kelautan XIV (Halaman 36-41)

PERIKANAN, KESEHATAN

Mahmiah 1 Maflichatul Azmi Afifah 2 , Pramudita Riwanti 3

1 Universitas Hang Tuah Surabaya

2 Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Email: mahmiah@hangtuah.ac.id

Absrak: Beberapa penyakit akibat iklim yang tropis yang ada di Indonesia adalah jamur. Salah satu jamur yang menyebabkan infeksi ialah Candida albicans. Telah ditemukan resistensi pengobatan dari infeksi yang disebabkan oleh jamur. Pengobatan dari bahan darat telah banyak diteliti. Rhizophora mucronata (R. mucronata) merupakan salah satu jenis tumbuhan mangrove yang paling tersebar luas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas antijamur terhadap pertumbuhan C. albicans oleh karena itu dilakukan uji aktivitasnya dengan metode difusi cakram (Disc) menggunakan Nystatin 2% (Kontrol positif), DMSO 1% (Kontrol negatif) dan ekstrak metanol kulit batang bakau hitam (R. mucronata) yang terlebih dahulu dilakukan penentuan standarisasi menggunakan parameter non-spesifik untuk mengetahui standar dari ekstrak dan skrining fitokimia untuk mengetahui golongan senyawa yang terdapat dalam dari ekstrak metanol kulit batang bakau hitam (R. mucronata). Hasil yang diperoleh tidak adanya zona hambat dari ekstrak metanol kulit batang bakau hitam (R. mucronata) dengan diameter yang dihasilkan sebesar 0,00 mm, standarisasi menggunakan parameter non-spesifik (kadar air, kadar abu dan susut pengeringan) yakni ekstrak memasuki rentang parameter standar dan hasil uji fitokimia golongan senyawa dalam ekstrak ialah flavonoid, alkaloid, steroid, saponin, tanin dan terpenoid.

Kata kunci: antijamur, C. albicans, ekstrak metanol, kulit batang, R. mucronata

PERENCANAAN LAHAN PESISIR UNTUK TANAMAN KAKAO RAKYAT DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENDAPATAN NELAYAN DI LABUAN KABUPATEN BUTON UTARA

Hasbullah Syaf1, Laode Muhammad Harjoni Kilowasid2, Jufri Karim3

1 Dosen Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari

2 Dosen Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari

3 Dosen Jurusan Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kelautan Universitas Halu Oleo, Kendari

Abstrak: Kabupaten Buton Utara merupakan wilayah kepulauan dengan karakteristik kepesisiran.

Sebagian besar daerahnya berada di wilayah pesisir karena wilayah daratannya didominasi oleh hutan lindung (47% dari luas wilayah). Kondisi ini menyebabkan masyarakat lebih dominan bekerja sebagai nelayan. Di sisi lain, lahan yang tersedia cukup luas untuk dikembangkan berbagai tanaman yang menguntungkan bagi nelayan di Labuan. Tanaman kakao menjadi pilihan masyarakat dalam menopang pekerjaan pokok sebagai nelayan. Lahan yang tersedia disiapkan melalui perencanaan lahan dengan menggunakan evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman kakao rakyat. Penelitian dilakukan sejak tahun 2014 hingga 2018 di Labuan (1.067 Ha) menggunakan metode survei. Kegiatan diawali dengan pembuatan peta kerja menghasilkan 42 unit lahan. Selanjutnya setiap unit lahan diamati dan dianalisis karakteristik fisik dan kimia tanah.

Pengambilan sampel dilakukan pada setiap unit lahan sehingga diperoleh sampel tanah sebanyak 42 sampel untuk keperluan analisis laboratorium. Evaluasi kesesuaian lahan dilaksanakan dengan menggunakan metode pencocokan (matching) antara karakteristik lahan dengan syarat tumbuh

33 tanaman kakao. Syarat tumbuh tanaman kakao menggunakan Syaf (2018) dari hasil modifikasi dari PPTA (1993), Departemen Pertanian (1993 dan 2003), dan PPKKI (2008) khusus di Sulawesi Tenggara. Analisis pendapatan nelayan menggunakan data hasil wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepanjang pesisir Labuan diperoleh lahan 14% dari luas lahan sangat sesuai (S1), 37% sesuai (S2) dan 26% sesuai terbatas (S3) dan 23% tidak sesuai (N) untuk pengembangan tanaman kakao rakyat. Pendapatan nelayan meningkat 17% selama adanya kegiatan tambahan dari penggunaan lahan untuk kakao rakyat.

Kata kunci: Perencanaan lahan pesisir dan pendapatan nelayan.

UJI AKTIVITAS ANTI JAMUR NANOPARTIKEL KITOSAN TERHADAP JAMUR Candida albicans SECARA IN VITRO Giftania Wardani Sudjarwo¹, Maghvira Septa Rosalia², Mahmiah³

1,2,3Prodi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Hangtuah Surabaya

E-mail: giftania.wardani@hangtuah.ac.id

Abstrak: Negara beriklim tropis seperti Indonesia cenderung beresiko terhadap terjadinya penyakit kulit yang disebabkan oleh jamur misalnya kandidiasis yang disebabkan oleh jamur Candida albicans. Tingginya angka kejadian kandidiasis menyebabkan meningkatnya resistensi terhadap suatu antijamur yang disebabkan seperti penggunaan antijamur yang tidak sesuai indikasi dan tidak sampai tuntas. Meningkatnya kejadian resistensi terhadap antijamur ini perlu dilakukan pencarian alternatif antijamur dari bahan alami, yang memiliki efek samping relatif kecil dan lebih aman, seperti kitosan yang diolah dari limbah cangkang kulit udang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antijamur nanopartikel kitosan terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans. Kitosan memiliki kelarutan yang buruk dalam air sehingga perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan kelarutan dengan melakukan pengecilan ukuran menjadi nanopartikel. Kitosan memiliki banyak manfaat dan lebih sering dimanfaatkan daripada kitin, salah satunya sebagai antijamur dikarenakan kitosan memiliki enzim kitinase yang dapat menekan pertumbuhan jamur.

Untuk mengetahui aktivitas antijamur nanopartikel kitosan terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans dilakukan penelitian eksperimental dengan masa inkubasi jamur 24 jam dengan suhu 37

˚C dan pengujian dilakukan dengan metode well diffusion dengan konsentrasi 1000 ppm, 2000 ppm, 25000 ppm, dan 40000 ppm serta menggunakan kontrol positif nystatin dan kontrol negatif asam asetat 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanopartikel kitosan dapat menghasilkan zona hambat sebesar 0,06 cm, 0,25cm, 0,25 cm, dan 0,92 cm. Dari data tersebut dilakukan uji analisis statistik dengan One way anova yang memperoleh signifikansi <0,05 yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh perlakuan konsentrasi nanopartikel kitosan terhadap pertumbuhan jamur dan dapat disimpulkan bahwa nanopartikel kitosan dapat menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans.

Kata kunci: Kandidiasis, Nanopartikel kitosan, Candida albicans, Antijamur.

KESESUAIAN LAHAN UNTUK EKOWISATA MANGROVE DI KABUPATEN SITUBONDO Adinda Widiya Budiarti, Nirmalasari Idha Wijaya, Rudi Siap Bintoro

Abstrak: Ekosistem mangrove tersebar di seluruh lautan tropik dan subtropik dengan vegetasi yang hanya tumbuh pada pantai yang terlindung dari gerakan gelombang. Salah satu kawasan pesisir yang memiliki rangkaian hutan mangrove adalah pesisir utara Kabupaten Situbondo.

Kondisi perkembangan luas hutan mangrove di Situbondo terus mengalami penurunan pada tahun 1997–2007 sehinga luas tanaman mangrove menjadi 220,15 ha. Mangrove di daerah Situbondo yang dilindungi pemerintah saat ini juga banyak yang ditebangi untuk dijadikan tambak intensif.

Mangrove merupakan kawasan konservasi yang tidak boleh sembarangan disalah gunakan perlu adanya konservasi dengan memanfaatkan mangrove sebagai ekowisata yang ramah lingkungan.

Tujuan penelitian ini untuk melihat kesesuaian lahan mangrove yang potensial untuk dikembang- kan menjadi ekowisata mangrove di wilayah pesisir Kabupaten Situbondo, menggunakan sistem informasi geografis (SIG). Metode yang digunakan yaitu tumpang susun (overlay) antar parameter

34

hingga menjadi peta kesesuaian lahan ekowisata mangrove. Parameter yang digunakan untuk kesesuaian lahan ekowisata mangrove adalah kerapatan mangrove, ketebalan mangrove, pasang surut, keanekaragaman biota, keaneka-ragaman mangrove, jaringan jalan. Menurut hasil analisis spasial yang telah dilakukan, lahan yang sangat sesuai untuk ekowisata mangrove di Kabupaten Situbondo ini untuk lahan yang sangat sesuai terletak di Desa Klatakan, Kecamatan Kendit (stasiun 1) dengan lahan seluas 10,14 ha, untuk lahan yang cukup sesuai terletak di Desa Kla- takan, Kecamatan Kendit (stasiun 2) dengan lahan seluas 9,25 ha, untuk lahan yang tidak sesuai terletak di Desa Sidodadi, Kecamatan Banyuputih (stasiun 3) dengan lahan seluas 329,54 ha.

Kata kunci: kesesuaian lahan, mangrove, Kabupaten Situbondo

KARAKTER SIKLON TROPIK TERHADAP TINGGI GELOMBANG DI PERAIRAN PESISIR SELATAN JAWA

Ovia Mahsunah, Supriyatno Widagdo, Rudi Siap Bintoro

Abstrak: Siklon tropik yang terbentuk di wilayah Samudera Hindia menyebabkan Indonesia yang secara geografis berbatasan dengan daerah pembentukan dan lintasannya rawan terkena dampak dari siklon tropik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pergerakan siklon tropik yang terjadi di Samudra Hindia dan dampaknya terhadap kecepatan angin dan tinggi gelombang di perairan pesisir Selatan Jawa. Data siklon diolah dengan menggunakan ArcGIS untuk mengetahui pergerakan siklon. Data angin dan gelombang diolah dengan menggunakan excel dan WR-Plot kemudian dianalisis untuk mengetahui dampak dari siklon tropik yang terjadi. Hasil analisis menunjukkan kondisi gelombang saat siklon Bakung cenderung tinggi gelombang mencapai lebih dari 1 m dan kecepatan angin sekitar 9-11 knot. Kondisi gelombang saat siklon Cempaka menunjukkan tinggi gelombang sekitar 1-2 m dan kecepatan angin berkisar 17-26 knot, sedangkan saat siklon Dahlia mencapai 2-3 m dan kecepatan angin sekitar 19-29 knot. dampak tinggi gelombang dari siklon Dahlia lebih besar dari pada siklon lainnya. Hal ini dikarenakan energi siklon yang besar menimbulkan dampak gelombang yang besar pula dan semakin dekat jaraknya dengan siklon maka semakin besar dampak yang ditimbulkan.

Kata kunci: Siklon Bakung, siklon Cempaka, siklon Dahlia, perairan pesisir Selatan Jawa

ANALISIS LOGAM BERAT Pb, Cd, dan Co PADA BAHAN BAKU GARAM DI TAMBAK GARAM DESA SEDAYU LAWAS LAMONGAN

Giman dan Mahmiah

Program Studi Oseanografi- FTIK Universitas Hang Tuah Surabaya Jl. Arif Rahman Hakim no 150 Surabaya

Email: gimanuht@yahoo.com

Abstrak: Garam yang mempunyai mutu baik (sesuai dengan standar baku mutu) dihasilkan dari proses yang baik. Artinya garam harus diproduksi dari bahan baku yang betul-betul baik, bebas dari pencemar baik logam berat maupun pengotor lain. Industri garam rakyat yang tersebar di desa Sedayu Lawas mempunyai peranan penting dalam mendukung kebutuhan garam nasional, hingga memunculkan berbagai prestasi yang baik, antara lain penghasil garam yang besar, dan pencetus teknik pembuatan garam dengan cara prisma. Hal ini tentu harus diimbangi dengan bahan baku garam yang baik yang bebas dari pencemaran logam berat, seperti Pb,Cd,dan Co, hingga menghasilkan garam yang memenuhi standar nasional indonesia. Adapun metode yang digunakan untuk analisa logam berat tersebut dalam penelitian ini menggunakan metode ICP-OES ( Inductive Couple Plasma-Optical Emmisien Spectroscopy).Hasil penelitian menunjukan bahwa lingkungan sekitar pembuatan garam masim belum tercemar dan garamnya aman untuk dikomsumsi.

Kata kunci: Pb, Cd, Co, ICP-OES

35 POTENSI EKONOMI PENGEMBANGAN BUDIDAYA SILVOFISHERY

DI MANGROVE WONOREJO SURABAYA Nirmalasari Idha Wijaya1, Ninis Trisyani1, Aniek Sulestiani1

1 Universitas Hang Tuah, Jl. Arif Rahman Hakim, Nomor 150, Surabaya, 60111, 031-5846261

Abstrak: Peraturan Daerah Kota Surabaya No 3 Tahun 2007 bahwa ekosistem mangrove yang ditetapkan sebagai kawasan konservasi di Pamurbaya seluas 2.500 ha. Namun sampai tahun 2015 hutan mangrove yang ada di kawasan Pamurbaya hanya ada sekitar 440 ha. Selebihnya sekitar 2.060 ha masih berupa lahan tambak tradisional yang tidak ramah bagi ekosistem mangrove. Silvofishery adalah solusi untuk pemanfaatan mangrove yang ramah lngkungan.

Namun pengembangan budidaya silvofishery kepiting bakau di mangrove Wonorejo memerlukan upaya khusus, agar dapat berhasil dengan baik, karena rendahnya kondisi lingkungan perairan mangrove untuk budidaya, yaitu antara lain pada tingginya bahan pencemar logam berat (Pb, Cd, dan Hg), rendahnya Oksigen Terlarut (DO), dan. tingginya laju sedimentasi dalam tambak. Kondisi lingkungan yang rendah menyebabkan laju pertumbuhan kepiting budidaya rendah hanya rata-rata 0,32 – 0,87 g/hari, dengan tingkat kelulushidupan sekitar 50-58%. Hasil analisis kelayakan ekonomi menunjukkan bahwa nilai R/C ratio sebesar 0,69 artinya penerimaan dari hasil panen masih lebih rendah dibanding biaya produksi dan nilai dari PbP artinya investasi budidaya silvofishery memerlukan waktu lebih dari 4,74 tahun untuk mengembalikan pinjaman modal investasi. Usaha budidaya silvofishery kepiting bakau di Wonorejo di bawah nilai kelayakan ekonomi, atau secara ekonomi tidak layak untuk dilaksanakan.

Kata kunci: Scylla serrata, mangrove, silvofishery, budidaya, Wonorejo

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH MANGROVE (Sonneratia caseolaris) SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR (DISINTEGRAN) TERHADAP SIFAT FISIK TABLET

DALAM FORMULASI TABLET PARASETAMOL Indira Afandi1, Bambang Widjaja1, Giftania Wardani Sudjarwo1

1 Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya afandi.indira@hangtuah.ac.id

Abstrak: Indonesia merupakan negara dengan angka impor yang tinggi dibidang kefarmasian, sekitar 95-96% bahan baku obat masih diimpor, terutama dari China dan India. Hal tersebut menunjukan masih tingginya angka ketergantungan bahan baku obat (Active Pharmaceutical Ingredient) maupun bahan tambahan sediaan farmasi (excipient). Dari permasalah tersebut, peneliti melakukan eksplorasi sumber daya alam dibidang kelautan untuk dimanfaatkan sebagai bahan tambahan sediaan farmasi khususnya dalam sediaan tablet yaitu bahan penghancur (disintegran). Bahan penghancur (disintegran) berfungsi mempermudah hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan tubuh dan berfungsi menarik air ke dalam tablet, sehingga pecah menjadi granul atau partikel penyusunnya. Sumber daya laut yang akan dimanfaatkan sebagai bahan penghancur (disintegran) pada penelitian ini adalah mangrove dengan spesies Sonneratia caseolaris dengan memanfaatkan bagian buah yang akan dijadikan tepung. Penelitian ini menggunakan disintegran pembanding yang berasal dari pati termodifikasi yaitu primojel atau sodium starch glycolate. Formulasi pada penelitian ini dibagi dalam 3 konsentrasi disintegran yang berbeda antara tepung buah mangrove Sonneratia caseolaris (F1,F2, F3) dengan primojel (F4, F5, F6) yaitu F1 dan F4 5%; F2 dan F5 10%; dan F3 dan F6 15%. Bahan aktif yang digunakan pada penelitian ini yaitu parasetamol 500 mg dengan berat per tablet 650 mg. Metode pembuatan pada penelitian ini yaitu menggunakan metode granulasi basah dengan aquadest.

Kata kunci: parasetamol, konsentrasi disintegran, tepung buah mangrove (Sonneratia caseolaris).

36

PEMANFAATAN TEPUNG BUAH MANGROVE (Sonneratia caseolaris) SEBAGAI BAHAN PENGHANCUR (DISINTEGRAN) PADA FORMULASI TABLET

PARASETAMOL DENGAN PEMBANDING POLYPLASDONE XL 10 Inggrid Ivana Siagian, Bambang Widjaja, Ana Khusnul Faizah

Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah siagian.inggrid@hangtuah.ac.id

Abstrak: Bahan penghancur (disintegran) merupakan eksipien atau bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan tablet. Bahan tersebut memiliki fungsi yang penting dalam formulasi sediaan tablet yakni mempermudah hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan tubuh. Di Indonesia, sebesar 95-96% bahan baku obat Indonesia masih diimpor terutama dari China dan India. Angka ini menunjukkan masih tingginya angka ketergantungan impor bahan baku (Active Pharmaceutical Ingridients/ API) maupun bahan baku penunjang (eksipien). Dari latar belakang permasalahan tersebut, maka peneliti melakukan eksplorasi sumber daya laut dengan memanfaatkan sumber daya laut tersebut sebagai bahan tambahan (eksipien) pada formulasi tablet. Bahan dasar yang akan dimanfaatkan sebagai bahan penghancur tablet (disintegran) yaitu tepung dari buah mangrove Sonneratia caseolaris dibandingkan dengan polyplasdone XL 10. Pada penelitian ini proses formulasi tablet parasetamol menggunakan metode granulasi basah.

Formulasi yang dibuat untuk tablet parasetamol dibagi menjadi beberapa konsentrasi disintegran yang berbeda yaitu polyplasdone XL 10 dan tepung buah mangrove Sonneratia caseolaris dengan masing-masing konsentrasi 5 % dan 10 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung buah mangrove Sonneratia caseolaris dengan konsentrasi 5% dan polyplasdone XL 10 konsentrasi 5%

memiliki efek disintegran yang sama karena tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0.05).

Kata kunci: disintegran, mangrove Sonneratia caseolaris, parasetamol.

37

Dalam dokumen Seminar Nasional Kelautan XIV (Halaman 36-41)