BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
1.1.3. Memahami Resource Based View (RBV)
Teori RBV (Barney, 2001) memandang perusahaan sebagai
kumpulan sumber daya dan kemampuan. Asumsi RBV yaitu bahwa perusahaan bersaing berdasarkan sumber daya dan kemampuan.
Perbedaan sumber daya dan kemampuan perusahaan dengan perusahaan pesaing akan memberikan keuntungan kompetitif.
Sumber daya perusahaan dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu, berwujud, tidak berwujud dan sumber daya manusia. Kemampuan menunjukkan apa yang dapat dilakukan perusahaan dengan sumber dayanya. Tingkat kemampuan perusahaan yang lebih tinggi dikenal dengan ‘dinamika kemampuan’ / capability dynamics. Dinamika kemampuan merupakan kemampuan perusahaan untuk menciptakan, mempertahankan, atau mengubah kemampuan perusahaan lainnya.
Menurut RBV, strategi dilakukan dengan mengalokasikan sumber daya kepada kebutuhan pasar pada saat kemampuan perusahaan pesaing tidak mencukupi sehingga akan memberikan hasil yang efektif bagi perusahaan. Sumber daya dan kemampuan perusahaan merupakan hal yang penting dalam strategi tingkat bisnis. Dan sumber daya bernilai yang dapat mempengaruhi berbagai usaha yang dilakukan perusahaan merupakan hal yang penting dalam strategi tingkat korporasi . Pada tingkat bisnis, para peneliti telah meneliti hubungan antara sumber daya dan keberlangsungan keunggulan kompetitif Fokus RBV yaitu apa yang dapat membuat sumber daya menjadi superior dan mengapa para pesaing tidak bisa mendapatkan, menciptakan atau meniru sumber daya yang lebih baik dengan
mudah. Jawabannya adalah karakteristik sumber daya dan kemampuan yang disebut sebagai ’aset strategis’. Aset strategis seperti budaya perusahaan yang secara sosial kompleks, bersifat diam dan menyebabkan kebiasan telah menjadi perhatian yang cukup serius bagi perusahaan karena sangat begitu kompleknya.
Pada Tingkat korporasi juga memperhatikan bagaimana aset strategis mempengaruhi kinerja perusahaan (Barney,1988).
Pengaruhnya tidak hanya berdasarkan pada karakteristik sumber daya, tetapi juga pada mekanisme komunikasi dan koordinasi perusahaan. Faktor-faktor ini memungkinkan perusahaan mengembangkan aset strategis hingga pada kegiatan usahanya.
Kinerja suatu perusahaan bergantung pada konsistensi internal diantara ketiga elemen ’ strategi segitiga korporasi’ tersebut – sumber daya, usaha, dan mekanisme organisasi, dimana didalamnya termasuk struktur, sistem dan proses organisasi. Hal penting lainnya dalam strategi korporasi adalah bagaimana sumber daya membawa pertumbuhan perusahaan. Aset strategis, misalnya, dapat mengurangi masuknya perusahaan ke dalam pasar baru. Aset strategis dapat memberikan jalan pada strategi akuisisi sama seperti petunjuk pengambilan keputusan investasi.
Keberhasilan pertumbuhan dan keberlangsungan perusahaan, akan bergantung pada pengembangan sumber daya baru sama seperti mengeksploitasi sumber daya yang lama. Ini juga terjadi pada perubahan kondisi eksternal. Dengan demikian, RBV juga memperhatikan pembelajaran organisasi, akumulasi pengetahuan,
kemampuan pengembangan, dan proses perubahan asosiasi, Dinamika RBV memberikan perhatian pada hubungan hal-hal tersebut. Untuk memperkirakan nilai sumber daya perusahaan dibutuhkan pengetahuan yang mendalam mengenai area persaingan dan kemampuan para pesaing. Hal ini berarti dibutuhkan pengetahuan mengenai para pelanggan dan permintaannya. Dan juga membutuhkan pengetahuan mengenai kemampuan perusahaan itu sendiri, tetapi yang paling penting diperlukan adanya kebijaksanaan untuk mengetahui batasan kemampuan tersebut. Kebijaksanaan ini dan keinginan untuk mengikuti pelaksanaan strategi dibandingkan dengan rangkaian munculnya peluang mungkin hanya dapat ditemukan pada tingkat manajemen puncak dalam perusahaan.
Artinya, manajemen puncak memainkan peran yang penting dalam menentukan strategi pada perusahaan yang melakukan pemusatan.
Strategi ini akan memberikan petunjuk apa yang harus dilakukan perusahaan dan, yang lebih penting, apa yang seharusnya tidak dilakukan, RBV memberi perhatian terhadap dinamika organisasi dan penyesuaian terhadap perubahan lingkungan. RBV menganggap variasi, pemilihan, retensi dan kompetisi sebagai proses yang penting, serta pentingnya rutinitas dan peranan aspirasi dalam mencapai perubahan.
Kinerja (performance) adalah prestasi kerja yang
dibuktikan dengan wujud hasil yang diperolehnya sehingga
merupakan sebuah keberhasilan. Juga kinerja mengandung arti
keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan
atau pekerjaan yang merupakan gabungan dari karakteristik
pribadi dan pengorganisasian seseorang. Kinerja mengandung
dua komponen yaitu pertama, kompetensi, yang berarti individu
atau organisasi memiliki kemampuan untuk mengidentifikasikan
tingkat kinerjanya, sedangkan komponen yang kedua, yaitu
produktivitas, bahwa kompetensi dapat diterjemahkan kedalam
tindakan atau kegiatan-kegiatan yang tepat untuk mencapai
hasil kinerja (outcome). Jadi pada dasarnya kinerja menekankan
apa yang dihasilkan dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan atau apa
yang keluar (outcome). Bila disimak lebih lanjut apa yang terjadi
dalam sebuah pekerjaan atan jabatan adalah suatu proses yang mengolah in-put menjadi out-put (hasil kerja). Penggunaan indikator kunci untuk mengukur hasil kinerja individu, bersumber dari fungsi-fungsi yang diterjemahkan dalam kegiatan/tindakan dengan landasan standar yang jelas dan tertulis. Mengingat kinerja mengandung komponen kompetensi dan produktifitas hasil, maka hasil kinerja sangat tergantung pada tingkat kemampuan individu dalam pencapaiannya. factor yangberpengaruh terhadap kinerja seseorang antara lain yaitu
pertama faktor individu, meliputi kemampuan, ketrampilan, latar
belakang keluarga, pengalaman tingkat social dan demografi
seseorang; kedua factor psikologis, meliputi persepsi, peran,
sikap kepribadian, motivasi dan kepuasan kerja; ketiga faktor
organisasi, meliputi struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan dan system penghargaan. Meningkatkan prestasi kerja baik secara individu maupun kelompok setinggi-tingginya, peningkatan prestasi kerja seseorang pada gilirannya akan mendorong kinerja individu sehingga merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan meningkatkan hasil kerja melalui prestasi pribadi.
Wirausahawan (entrepreneur) adalah seseorang yang
menciptakan bisnis baru dengan mengambil risiko dan
ketidakpastian dalam mencapai keuntungan dan pertumbuhan
dengan cara mengidentifikasi peluang yang signifikan dan
menggabungkan sumber-sumber daya yang diperlukan
sehingga sumber-sumber daya itu bisa dikapitalisasikan. Pada
abad pertengahan istilah pengusaha sudah digunakan untuk
menggambarkan pelaku maupun orang yang mengelola proyek-
proyek produksi. Munculnya kembali kaitan antara risiko dengan
kewirausahaan berkembang dimana pengusaha adalah orang
yang menjalankan kerjasama dengan pemerintah untuk
menyediakan jasa atau produk yang ditentukan. Pengusaha
mengorganisasi dan mengoperasikan perusahaan untuk
mendapatkan keuntungan. Jadi fungsi seorang pengusaha
adalah mereformasi atau merevolusi pola produksi dengan
mengeksploitasi sebuah penemuan metode teknologi produksi
komoditas baru serta seorang wirausaha adalah sebuah proses dinamis dalam menciptakan kekayaan. Kekayaan yang dihasilkan oleh individu yang menanggung resiko utama dalam hal modal dan waktu. Sebuah pemikiran tentang perjuangan eksistensi usaha, apapun yang Anda perbuat dan kerjakan, lakukanlah itu seperti kepada Tuhan. Situasi krisis tidak pandang bulu, kita semua bisa terkena imbasnya. Kita harus berusaha dan berjuang sungguh-sungguh agar dapat menghadapi krisis dengan bijak. Beruntung perekonomian Indonesia banyak ditopang oleh usaha-usaha kecil, sehingga pertumbuhan ekonomi masih dapat dijaga. Usaha-usaha mikro nampaknya bisa menjadi basis ketahanan ekonomi yang signifikan. Rata-rata mereka adalah pelaku usaha yang tabah dan tekun. Berjuang karena mempertahankan hidup dan eksistensi usaha mereka.
Istilah “entrepreneur” atau “wiraswasta”. Artinya sikap
sebagai pemilik usaha yang punya rasa tanggung jawab besar karena mengelola usaha miliknya sendiri. Seorang wiraswasta akan berjuang sungguh-sungguh sepenuh hati untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Sedangkan
”intrapreneurship” punya arti yang sama, tapi fungsi berbeda.
Intrapreneurship adalah bersikap wiraswasta, tapi dalam
kapasitas sebagai karyawan. Memiliki tanggung jawab dan
respons sebagai pemilik usaha walaupun dia karyawan.
Ternyata, karakter inilah yang membuat perusahaan sanggup menghadapi persaingan dan mengatasi krisis. Sebaliknya ada karyawan yang “merasa memiliki” perusahaan sehingga bekerja sesuka hati dan mengambil keuntungan hanya bagi dirinya sendiri.
Sikap seperti ini justru bukan intrapreneurship, tetapi mentalitas benalu. Banyak perusahaan besar yang mengalami kejatuhan karena karyawan bahkan pemimpinnya memiliki mentalitas benalu. Motif utama intrapreneur, menginginkan kebebasan dan diperbolehkannya mempergunakan sumberdaya perusahaan. Berorientasi kepada tujuan dan dorongan diri sendiri, tetapi juga tanggap terhadap imbalan dan penghargaan perusahaan. Tindakan intrapreneur, bersedia melakukan pekerjaan kasar, mereka tahu bagaimana mendelegasikan tetapi jika perlu mengerjakan sendiri apa yang perlu dikerjakan. Ketrampilan intrapreneur, menguasai seluk beluk bisnis, pekerjaan menuntut kemampuan yang lebih besar untuk dapat sukses dalam perusahaan. Keberanian
intrapreneur, percaya diri dan berani, banyak intrapreneur sinisterhadap system tetapi optimis mampu mengatasinya. Perhatian
intrapreneur, kedalam maupun keluar perusahaan, meyakinkankaryawan dalam perusahaan tentang perlunya usaha spekulatif
dan pasar, tetapi juga memusatkan perhatiannya kepada pelanggan. Resiko intrapreneur, tidak keberatan terhadap resiko yang terbatas, biasanya tidak takut dipecat, jadi menganggap kecil resiko pribadi. Karakter Intrapreneur antara lain:
1.Proaktif
Saat ini semakin banyak pengangguran, tapi dunia usaha tetap mengeluh sulit mencari karyawan. Sikap proaktif adalah antusias, inisiatif, dan kreatif. Banyak orang hanya menunggu diperintah.
Melakukan apa yang ingin dilakukan, bukan apa yang seharusnya dilakukan. Kondisi ini menjadi penghalang utama dalam kompetisi usaha. Jika perusahaan lemah, karyawan juga sulit dipertahankan.
2.Loyalitas
Sikap intrapreneurship bagi karyawan ialah loyalitas. Loyalitas adalah suatu komitmen jangka panjang untuk dukungan, pengorbanan, dan pembelaan kepada perusahaan. Loyalitas tidak dinilai pada masa senang, tetapi justru bagaimana respons kita pada masa-masa sulit.
3.Ketekunan
Ketekunan membawa hikmah, karena dalam ketekunan ada
pengharapan. Orang yang tekun selalu dapat melihat keuntungan dari hasil kerjanya.