• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menuju Toleransi Hakiki

Dalam dokumen Pendidikan Kewarganegaraan (Halaman 186-190)

Toleran dalam kehidupan beragama menjadi sangat mutlak adanya, dengan eksisnya berbagai agama samawi maupun agama ardli dalam kehidupan umat manusia ini. Dalam kaitan ini Tuhan telah mengingatkan kepada umat manusia dengan pesan yang bersifat universal, dalam Q.S. 42 ayat 13:

“Dia telah mensyareatkan bagi kamu tentang agama, apa yang telah diwasiatkan kepada Nuh, dan apa yang telah diwahyukan kepadamu

(Muhammad) dan apa yang telah diwahyukan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah dalam urusan agama.”

Pesan lainnya terkandung dalam Ali Imran ayat 103:

Dan, berpegang teguhlah kamu kepada agama Allah dan janganlah kamu bercerai-berai.”

Pesan universal ini merupakan pesan kepada segenap umat manusia tidak terkecuali, yang intinya dalam menjalankan agama harus menjauhi perpecahan antarumat beragama maupun sesama umat beragama. Pesan dari langit ini menghendaki umat manusia itu memeluk dan menegakkan agama, karena Tuhan Sang Pencipta alam semesta ini telah menciptakan agama-agama untuk umat manusia. Kehendak-Nya hanyalah jangan berpecah-belah dalam beragama maupun atas nama agama.

“Tegakkan agama dan jangan berpecah belah dalam beragama”, merupakan standar normatif ilahiyah, sebagai patokan baku untuk pembimbingan

perilaku umat manusia dalam beragama. Standar yang bersifat universalistik ini bermakna ruang lingkupnya berlaku di mana pun dan kapan pun saja.

Dalam konteks ini, umat beragama dalam berinteraksi antaragama wajib mengutamakan standar universal ini. Perintah ini juga merupakan standar yang bersifat partikularistik, yang ruang lingkupnya berlaku bagi kelompok pemeluk agama tertentu di tempat mereka berada. Dalam menjalankan agama hendaknya menjauhi perpecahan sesama agama, terlebih perpecahan itu dibungkus oleh orientasi motivasional maupun orientasi nilai keagamaan.

Tindakan manusia beragama itu selalu memiliki orientasi, berarti selalu diarahkan kepada tujuan.

Ada dua elemen penting dalam orientasi tindakan manusia termasuk

tindakan manusia dalam beragama yaitu: orientasi motivasional dan orientasi nilai. Orientasi motivasional adalah yang berhubungan dengan keinginan individu yang bertindak itu untuk memperbesar kepuasan dan mengurangi kekecewaan, atau dalam makna lain, motivasi untuk memperbesar kepuasan jangka panjang dan jangka pendek.Sedangkan elemen lainnya adalah orientasi nilai. Orientasi ini menunjuk kepada standar-standar normatif yang mempengaruhi dan mengendalikan pilihan-pilihan individu terhadap tujuan yang dicapai dan alat yang dipergunakan untuk mencapai tujuan itu.

Paket 7 Integrsi Nasional dan Toleransi 7 - 17 Ini bermakna, dapat kita lihat bahwa individu-individu itu dalam beragama memungkinkan dapat menggunakan agama sebagai kekuatan yang mempersatukan dan sebaliknya juga dapat menggunakannya sebagai pencerai-beraian, yang mengakibatkan timbulnya konfl ik.Toleransi dalam pengertian tadi merupakan salah satu keyakinan pokok (akidah) dalam beragama, yang dapat kita jadikan sebagai nilai dan norma. Disebut demikian, karena toleransi merupakan gambaran mengenai apa yang kita inginkan, yang pantas, yang berharga, yang dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang yang memiliki nilai itu. Nilai (toleransi) akan sangat

mempengaruhi kebudayaan dan masyarakat. Toleransi juga dapat dijadikan suatu norma, yaitu: Suatu patokan perilaku dalam suatu kelompok tertentu.

Norma memungkinkan seseorang menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.

Menjadi toleran berarti menyangkut sifat dan sikap untuk menghargai

pendirian, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan, dan lain-lain yang berbeda bahkan bertentangan dengan pendirian sendiri. Karena itu, maka sifat dan sikap sebagai nilai dan norma itu mesti disosialisasikan agar setiap individu mampu mengamalkan dalam kehidupan nyata di masyarakat luas. Dalam lingkungan keluarga, kehidupan yang toleran harus disosialisasikan sejak dini terhadap anggota keluarga (anak-anak).

Inilah yang menjadi sosialisasi dasar dalam kehidupan umat manusia, yang selanjutnya dikembangkan sosialisasi lebih lanjut sebagai follow-up. Hidup beragama yang toleran sekaligus menjadi sikap dasar dalam kehidupan sosial masyarakat, yang selalu disosialisasikan dalam tingkat rumah tangga.

Itu, merupakan sosialisasi primer, dan sosialisasi sekunder terjadi sesudah sosialisasi primer itu terjadi.

Berinteraksi dengan jiwa toleran dalam setiap bentuk aktivitas, tidak harus membuang prinsip hidup (beragama) yang kita yakini. Kehidupan yang toleran justru akan menguatkan prinsip hidup (keagamaan) yang kita yakini.

Segalanya menjadi jelas dan tegas tatkala kita meletakkan sikap mengerti dan memahami terhadap apapun yang nyata berbeda dengan prinsip yang kita yakini. Kita bebas dengan keyakinan kita, sedangkan pihak yang berbeda (yang memusuhi sekalipun) kita bebaskan terhadap sikap dan keyakinannya.

Dialog disertai deklarasi tegas dan sikap toleran telah dicontohkan oleh Rasulullah dalam Surat 109 (al-Kafi run):

Wahai orang yang berbeda prinsip (yang menentang). Aku tidak akan

mengabdi kepada apa yang menjadi pengabdianmu. Dan kamu juga tidak harus mengabdi kepada apa yang menjadi pengabdianku. Dan sekali-kali aku tidak akan menjadi pengabdi pengabdianmu. Juga kamu tidak mungkin mengabdi di pengabdianku. Agamamu untukmu. Dan agamaku untukku.

Prinsip yang telah dibela oleh Rasulullah sangat jelas, dengan sentuhan deklarasi yang tegas. Sedangkan prinsip yang harus dipegang oleh mereka yang berbeda (penentangnya) juga dijelaskan dengan tegas. Namun diiringi dengan sikap toleransi yang sangat tinggi: Kamu pada prinsipmu dan aku pada prinsipku. Yakni sepakat untuk berbeda.

Sikap tegas penuh toleran, tanpa meninggalkan prinsip seperti itu

dilaksanakan pada saat masyarakat lingkungannya tampil dengan budaya represif, yang sistem sosialnya dalam proses tidak menghendaki perubahan, bertahan dengan struktur yang ada (morfostatis atau jumud). Sedangkan Muhammad S.A.W. sedang memulai pembentukan kelompok (group formation) menuju perubahan. Ternyata sikap toleran sangat menentukan proses terjadinya bentuk serta perubahan atau perkembangan suatu sistem maupun struktural atau penyederhanaannya (morfogenesis).

Artinya:

Sikap toleran membuahkan kemampuan yang sangat signifi kan dalam

menetapkan pilihan yang terbaik. Mampu mendengar berbagai ungkapan dan menyaring yang terbaik daripada semua itu.

Sikap toleran juga melahirkan kemampuan mengubah perilaku individu (self correction) terhadap pola yang selama itu dilakukan, yang tak berdaya mengubah masyarakat tradisional, tertutup dan represif, sehingga tujuan yang dicita-citakan dapat dicapai. Toleran, tidak menciptakan individu yang kaku, yang tidak mau mengubah perilakunya, walau tujuannya tidak tercapai. Secara apologi, bersikap dan mengatakan bahwa: tujuan itu tidak tercapai karena belum waktunya, atau nasibnya memang demikian dan tidak mau mengubah diri. Sikap toleran, mampu menemukan jalan keluar dan problem solving yang pantas dan

Paket 7 Integrsi Nasional dan Toleransi 7 - 19

Dalam dokumen Pendidikan Kewarganegaraan (Halaman 186-190)