• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Model Pembelajaran Kooperatif Group Investigation

Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah group investigation. Group investigation menurut Faturrohman (2016: 69) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan partisipasi dan aktivitas siswa dalam kelompok untuk mencari informasi atau materi yang akan dipelajari melalui bahan-bahan yang tersedia. Shoimin (2014: 45)

mengemukakan bahwa group investigation adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pilihan dan kontrol pada siswa daripada teknik-teknik pengajaran di kelas. Adapun menurut Nurhadi dalam Sai (2017: 39) group investigation merupakan suatu model pembelajaran yang menuntut siswa melakukan investigasi secara berkelompok dan memiliki kemampuan berkomunikasi serta keterampilan proses dalam kelompok.

Sejalan dengan Nurhadi, Huda (2014: 292) berpendapat bahwa selain menuntut kerja sama, model pembelajaran group investigation juga menuntut siswa menggunakan kemampuan berpikir level tinggi.

Winataputra dalam Faturrohman (2016: 70) menjelaskan bahwa ada tiga konsep utama dalam model pembelajaran group investigation yaitu penelitian (inquiri), pengetahuan (knowledge), dan dinamika kelompok (the dynamic of the learning group). Penelitian yang dimaksud dalam konsep ini adalah proses dinamika siswa memberikan respon terhadap masalah dan bagaimana memecahkan masalah tersebut. Pengetahuan adalah pengalaman belajar yang diperoleh selama kegitan baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun dinamika kelompok yang dimaksud yaitu suasana yang menggambarkan anggota kelompok yang saling berinteraksi melibatkan berbagai ide dan pendapat serta bertukar pengalaman melalui proses diskusi argumentasi.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran group investigation adalah suatu model pembelajaran kooperatif yang bersifat demokratif yaitu siswa secara berkelompok mencari

23

informasi berdasarkan sumber yang tersedia dan membangun konsepnya sendiri. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator untuk mengarahkan siswa membangun pengetahuannya dari informasi-informasi yang dikumpulkannya.

2. Langkah-Langkah Model Pembelajaran Group Investigation

Trianto dalam Faturrohman (2016: 70-71) mengungkapkan bahwa dalam penggunaan model pembelajaran group investigation, guru membagi kelas ke dalam beberapa kelompok heterogen yang beranggotakan 5-6 siswa. Selanjutnya, siswa diberi kesempatan untuk memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan terhadap topik tersebut, menyiapkan laporan, dan kemudian mempresentasikannya di depan kelas.

Lebih lanjut, Slavin dalam Faturrohman (2016: 71-72) menjelaskan Langkah-langkah penerapan model pembelajaran group investigation sebagai berikut.

a. Seleksi topik

Siswa memilih subtopik dalam suatu wilayah masalah umum yang digambarkan oleh guru terlebih dahulu. Selanjutnya, siswa siswa diorganisasikan kelompok-kelompok yang beranggotakan 2-6 orang.

Komposisi kelompok sebaiknya heterogen, baik jenis kelamin maupun kemampuan akademik dan latar belakang siswa.

b. Merencanakan kerja sama

Guru bersama siswa menyusun rencana prosedur belajar, tugas, dan tujuan umum dengan topik dan subtopik yang telah dipilih.

c. Implementasi

Siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan sebelumnya.

Pembelajaran melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dan mendorong siswa memanfaatkan berbagai sumber baik di dalam maupun di luar sekolah. Guru berperan sebagai fasilitatir yang mengarahkan dan memberi bantuan jika diperlukan.

d. Analisis dan sintesis

Siswa menganalisis dan menyintesis informasi-informasi yang diperoleh dan merencanakan penyajian materi.

e. Penyajian hasil akhir

Setiap kelompok menyajikan presentasi yang menarik dari berbagai topik yang telah dipelajari agar semua siswa saling terlibat dan mencapai perspektif yang luas mengenai topik tersebut.

f. Evaluasi

Guru dan siswa mengevaluasi konstribusi setiap kelompok terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi bisa dilakukan secara individu, kelompok, atau keduanya.

Slavin dalam Faturrohman (2016: 72) mengklasifikasikan tahapan kemajuan siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran group investigation yang dapat dilihat dalam tabel berikut.

25

Tabel 2.1

Tahapan Kemajuan Siswa dalam Pembelajaran dengan Model Group Investigation

Tahap I

Mengidentifikasi topik dan membagi siswa dalam beberapa kelompok.

Guru memberi kesempatan siswa untuk berkonstribusi mengenai hal-hal yang akan mereka selediki. Kelompok yang dibentuk sebaiknya bersifat heterogen.

Tahap II

Merencanakan tugas

Kelompok akan membagi subtopik kepada semua anggota, lalu membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaiamana proses dan sumber yang akan digunakan.

Tahap III Membuat penyelidikan

Siswa mengumpulkan, menganalisis, dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan, dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru untuk memperoleh solusi dari masalah kelompoknya.

Tahap IV

Mempersiapkan tugas akhir

Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir berupa laporan hasil penyelidikan yang akan dipresentasikan di depan kelas.

Tahap V

Mempresentasikan tugas akhir

Setiap kelompok mempresentasikan hasil laporannya. Kelompok lain mengamati dengan seksama.

Tahap VI Evaluasi Soal mencakup semua topik yang telah diselidiki.

D. Media Pembelajaran

1. Hakikat Media Pembelajaran

Media merupakan alat, perantara, penghubung, atau sarana komunikasi. Dalam proses pembelajaran, media memegang peranan penting untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik. Criticos dalam Daryanto (2016: 5) bahwa media adalah salah satu komponen komunikasi pembawa pesan dari komunikator kepada komunikan. Sejalan dengan yang diungkapkan oleh Aqib (2016: 50) bahwa media pembelajaran merupakan segala sesuatu baik software ataupun hardware yang berguna

menyalurkan pesan dan membantu memudahkan peserta didik mencrena informasi dalam proses pembelajaran. Makna media pembelajaran lebih luas dari alat peraga, alat bantu mengajar, dan media audio visual. Media merupakan bagian dari sumber belajar. Adapun menurut Degeng dalam (Wena, 2012: 9) media pembelajaran adalah komponen strategi penyampaian pesan kepada siswa baik berupa orang, alat, maupun bahan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran.

Fungsi media dalam proses pembelajaran menurut Daryanto (2016:

10-12) yaitu:

a) Menyaksikan benda ataupun peristiwa yang terjadi pada masa lampau melalui gambar, potret, slide, film, dan lain-lain.

b) Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya melalui slide, film, atau video.

c) Siswa dapat dengan mudah membandingkan dua buah benda yang berbeda (sifat, ukuran, dan warnanya)

d) Dapat menjangkau audien dalam jumlah banyak dan dapat mengamati objek secara serempak.

e) Dapat melihat dengan lambat gerakan-gerakan yang cepat.

27

Penggunaan media dalam proses pembelajaran sangat penting karena selain menarik minat dan motivasi siswa, media juga dapat membantu memudahkan siswa dalam memahami informasi.

Mudlofir dan Evi (2017: 135) menjelaskan salah satu pentingnya media yaitu karena dalam sistem pembelajaran modern saat ini, siswa tidak hanya berperan sebagai komunikan atau penerima pesan, tetapi juga bertindak sebagai komunikator atau pemberi pesan sehingga terjadi proses komunikasi dua arah (two ways traffic communication) atau komunikasi banyak arah (multiways traffic communication). Proses pembelajaran akan berjalan efektif apabila ada komunikasi antara penyalur dan penerima pesan. Menurut Berlo dalam Mudlofir dan Evi (2017: 135) komunikasi akan efektif jika ada area of experience atau daerah pengalaman yang sama antar penyalur dan penerima pesan.

Mudlofir dan Evi (2017: 140) menggolongkan media pembelajaran ke dalam tiga kelompok besar yaitu:

a) Media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat seperti buku, lukisan, dan gambar.

b) Media audio, yaitu media yang dapat didengar seperti rekaman suara.

c) Media audiovsiual, yaitu media yang dapat dilihat dan didengar seperti video dan film.

2. Media Film Dokumenter

Menurut Aufderheide dalam Panjaitan dkk (2019: 53) film dokumenter merupakan film yang menampilkan kehidupan nyata tanpa

manipulasi yang diklaim memiliki nilai kejujuran. Sejalan dengan Perkasa dan Sayatman (2015: 356) yang mendefinisikan film dokumenter sebagai film yang berdasar fakta bukan fiksi atapun memfiksikan fakta. Adapun menurut Anita (2014: 43-44) film dokumenter merupakan film yang menceritakan tentang sesuatu yang terjadi atau telah terjadi di masa lampau. Rikarno (2015: 131) menjelaskan lebih lanjut bahwa film dokumenter merupakan salah satu karya budaya bangsa sebagai perwujudan cipta, rasa, dan karsa manusia yang mempunyai peranan penting dalam menunjang pembangunan, khususnya pembangunan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta penyebaran infromasi.

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa film dokumenter adalah sebuah film yang menampilkan kehidupan nyata pada masa lampau tanpa ada fiksi.

Penggunaan film dokumenter sebagai media pembelajaran masuk ke dalam kelompok media pembelajaran audio visual karena menampilkan gambar dan suara secara bersamaan. Dale dalam Arsyad (2017: 13) memperkirakan pemerolehan hasil ingatan melalui indera penglihatan sekitar 10%, melalui indera pendengar sekitar 20%, melalui indera ganda (penglihatan dan pendengaran) sekitar 30%, melalui indera yang lain (terlibat dan berbuat) 50 hingga 90%.

29

Gambar 2.1 Kerucut Pemahaman Edgar Dale

Berdasarkan kerucut pengalaman Edgar Dale tersebut, film dokumenter sebagai media pembelajaran memperoleh skor sekitar 30%.

Rikarno (2015: 132) menjelaskan bahwa film dokumenter yang dapat daijadikan media dalam proses pembelajaran adalah film-film yang mengangkat tema kebudayaan baik adat istiadat maupun kesenian serta tema keilmuan seperti sejarah, biologi, fisika, dan lain-lain yang memgandung konten edukasi.

Dokumen terkait