Ushul Fikih Kelas XI MA PK 173 KAIDAH KEEMPAT: MURADIF DAN MUSYTARAK
A. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
KOMPETENSI INTI KOMPETENSI DASAR
1. (SIKAP SPRIRITUAL)
Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya
1.10. Menghayati kebenaran produk ijtihad yang dihasilkan melalui penerapan kaidah muradif dan musytarak 2. (SIKAP SOSIAL)
Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, santun, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), bertanggungjawab,
responsif, dan pro aktif, dalam berinteraksi secara efektif sesuai dengan perkembangan anak di lingkungan, keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan alam sekitar, bangsa, negara, kawasan regional, dan kawasan internasional
2.10. Mengamalkan sikap tanggung jawab dan patuh sebagai implementasi dari pemahaman tentang kaidah muradif dan musytarak
3. (PENGETAHUAN)
Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan factual,
konseptual, prosedural, dan metakognitif pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah
3.10. Memahami ketentuan kaidah muradif dan musytarak
BAB X
4. (KETERAMPILAN)
Menunjukkan keterampilan menalar, mengolah, dan menyaji secara: efektif, kreatif, produktif, kritis, mandiri,
kolaboratif, komunikatif, dan solutif dalam ranah konkret dan abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah dan bertindak secara efektif dan kreatif serta mampu menggunakan metoda sesuai dengan kaidah keilmuan
4.10. Menyajikan contoh hasil analisis dari kaidah muradif dan musytarak dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengamati, menanya, mengeksplorasi, megasosiasi dan mengomunikasikan peserta didik dapat:
1. Mematuhi ajaran agama
2. Menjauhkan diri dari perbuatan yang melanggar agama 3. Membiasakan berpikir solutif untuk memecahkan masalah 4. Membiasakan sikap mandiri dalam aplikasi kaidah keilmuan 5. Memahami kaidah pokok fikih muradif dan musytarak
6. Menerapkan dalam kehidupan kaidah pokok fikih muradif dan musytarak 7. Menganalisis kaidah pokok fikih muradif dan musytarak
8. Mempresentasikan argumentatif aplikatif kaidah muradif dan musytarak
Kaidah Kelima:
muradif dan musytarak
1. Diskripsi
Pengetahuan 2. Pengertian
3. Redaksi
Spritual 4. Contoh dalam al-Qur’an
dan Sunnah
5. Contoh dalam kehidupan Sosial
Ushul Fikih Kelas XI MA PK 175 6. Hikmah
7. Analisis Teks dan Diskusi Kelompok
Ketrampilan (Uji Kompetensi) 8. Penelitian dan melacak
literatur
C. Peta Konsep Muradif dan Musytarak Redaksi Lafadz Muradif
(Persamaan Kata)
Redaksi Lafadz Musytarak (Satu Kata Punya Banyak makna)
mendudukkan dua muradif pada tempat yang sama
diperbolehkan jika tidak ada mani’ syar’iy
Terjadinya perbedaan kabilah- kabilah Arab dalam menggunakan suatu kata untuk menunjukkan terhadap satu makna
menukar-nukarkan posisi masing-masing dari dua lafazh yang Muradif hukumnya boleh selama masih satu bahasa.
Terjadinya makna yang berkisaran / keragu-raguan antara makna hakiki dan majazi.
Perpindahan makna secara bahasa ke makna secara istilah
Terjadinya makna yang berkisaran / keragu-raguan antara makna hakiki dan makna istilah syar’i
D. Diskripsi Muradif dan Musytarak
Allah SWT sebagai Tuhan yang selalu tahu tentang kepentingan makhluknya tentu akan menyapa makhluk-makhluk-Nya sesuai dengan taraf dan kemampuan, tidak mungkin Tuhan menyapa makhluk dengan firman-Nya yang tidak dapat difahami oleh makhluk-Nya, Tuhan mustahil berbuat atau berkata dengan sia-sia, sebagai mana Allah berkata dengan kata-kata musytarak (satu kata yang mempunyai dua kata atau lebih ) tentu memiliki maksud dan tujuan tertentu yang memerlukan pemikiran makhluk untuk mengetahui maksud Tuhan tersebut.
Di dalam usul fiqih istilah musytarak sudah tidak asing lagi, banyak di kalangan ulama berbeda dalam mengistinbath hukum disebabkan perbedaan dalam menyikapi terhadap salah satu dari makna yang terkandung dalam lafad musytarak tersebut, karena lafad musytarak terkadang memiliki dua arti yang saling berseberangan sehingga tidak mungkin yang dimaksud dari mutakalim itu kedua arti yang berada dalam lafad itu.
Lafad musytarak penting untuk diketahui dan diteliti untuk mengetahui sejauh mana lafad ini memberikan pengaruh terhadap terbentuknya sebuah hukum, sehingga kita dapat mengetahui hukum dengan melihat fakta yang ada dalam sebuah dalil dan digunakan rujukan oleh mujtahid untuk berijtihad.
Pengembangkan produk hukum adalah sebuah keniscayaan, karena hukum selalu berubah dan dinamis dari waktu ke waktu, bisa jadi hukum yang telah digali oleh para mujtahid terdahulu sudah tidak relevan lagi dengan situasi dan kondisi saat ini, sehingga perlu reaktualisasi produk-produk hukum tersebut menuju terbentuknya hukum yang lebih mashlahat bagi kepentingan masyarakat, salah satunya adalah mengetahui lafad hokum. Disamping lafad musytarak memiliki banyak arti dan bisa jadi bertentangan tentu akan lebih bijaksana bila lafad tersebut disesuaikan dengan konteks yang melatarbelakangi turunya lafad tersebut.
Oleh sebab itu penting mengkaji pengertian muradif dan musytarak, agar diperoleh gambaran yang jelas tentang keduanya, sehingga tidak terjadi salah pemahaman dengan lafad-lafad yang lain sedikit mirip dengan musytarak misalnya dengan lafad mujmal, mutlak, majas dan lain sebagainya sebagainya, dari pengertian ini kemudian akan dijelaskan tentang perbedaan yang cukup krusial antara musytarak dengan lafad-lafad yang tersebut diatas.
E. Pengertian Muradif dan Musytarak
Definisi muradifadalah kalimat yang teksnya (lafadz) banyak, sedangkan artinya sama (sinonim). Seperti lafadz al asād dan al-laiś artinya singa, atau ayah, bapak, father artinya orang tua laki-laki.
Sedangkan musytarak (homonim) dalam bahasa Arab mempunyai arti satu kata memiliki banyak makna. Musytarak adalah bagian dari ’ijazul Qur’an (satu kata yang memiliki dua makna atau lebih yang sebanding dengan makna lainnya). Lafazh musytarak terkadang berupa isim, fi’il seperti sighat perintah untuk kewajiban dan
Ushul Fikih Kelas XI MA PK 177 menganjurkan untuk dilaksanakan dan nadb atau berupa huruf, misalnya wawu ‘athaf (kata sambung) dan untuk (menyatakan keadaan).
Apabila dalam nash terdapat lafazh musytarak, jika musytarak antara makna kebahasaan dan makna terminologis secara syar’i, maka lafazh itu wajib dibawa kepada makna syar’inya dan jika musytarak antara dua makna atau lebih dari makna kebahasaan, maka ia wajib dibawakan kepada salah satu maknanya dengan suatu dalil yang menentukannya, karena tidak bisa lafazh musytarak dimaksudkan terhadap dua maknanya atau lebih secara sekaligus. Misalnya, pada lafazh Wa dalam firman Allah SWT: