• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Studi Kepustakaan

4.3 Pembahasan

68

direnggangkan sedikit. Sedangkan untuk panortor perempuan kaki harus rapat.

Pamatang (badan)

Artinya saat seseorang sedang menari, badan harus tegak.

Namun hal ini kembali lagi pada gerakan tortor yang akan dilakukan.

Melalui aturan-aturan di atas dipercaya bahwa pelaksanaan ritual akan berjalan dengan baik dan lancar serta tidak ada yang akan tersinggung karena sesuatu yang dianggap sepele seperti raut wajah yang tidak memperlihatkan kebahagiaan atau sebaliknya yang bisa saja berdampak terhadap orang lain.

69

menganggakat judul Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba karena menggap hal ini perlu ditinjau dari sudut pandang komunikasi bahwa bagaimana dalam proses penyampaian komunikasi tersebut terdapat simbol-simbol yang memiliki makna yang begitu krusial bagi seseorang atau kelompok tertentu.

Selain itu, pernikahan bagi suku Batak Toba dianggap sangat sakral dan pernikahan merupakan suatu gerbang menuju falsafah suku Batak Toba yaitu, dalihan na tolu seperti yang telah diuraikan di atas.

Dalam hal ini peneliti sudah menguraikan bagaimana keterkaitan ritual adat Batak Toba dalam kajian komunikasi tepatnya pada bagian kajian teori penelitian.

Setelah melakukan penelitian peneliti memahami bahwa komunikasi simbolik yang merupakan salah satu prinsip komunikasi sangat terlihat jelas dalam pelaksanaan ritual adat pernikahan Batak Toba. Hal ini dapat terlihat pada beberapa ritual yang harus dilaksanakan oleh kedua belah pihak keluarga sebelum menuju ke puncak acara yaitu ritual adat pernikahan. Simbol-simbol tersebut di antaranya adalah sinamot, manortor boras dan dekke, pembagian jambar, mandar hela, mangulosi, dan iddahan sibuhabuhai yang masing-masing akan dijelaskan lebih lengkap di bagian simbol-simbol dalam ritual adat Batak Toba di bawah ini.

Selanjutnya peneliti membahas bagaimana salah satu fungsi komunikasi yaitu fungsi komunikasi ritual terdapat dalam bagian adat pernikahan Batak Toba ini. Fungsi komunikasi ritual memiliki arti bahwa seseorang atau kelompok tertentu mampu berbagi makna satu sama lain melalui ritual yang dilaksanakan di mana dalam penelitian ini kelompok masyarakat Batak Toba yang berbagi makna melalui ritual adat pernikahan Batak Toba. Sebagaimana yang dijelaskan di atas bahwa

70

fungsi komunikasi ini erat kaitannya dengan komunikasi ekspresif yang dalam pelaksaannya dilakukan secara bersama-sama atau berkelompok. Komunikasi ekspresif yang dimaksud adalah bentuk penyampaian pesan atau komunikasi melalui berbagai perasaan dan emosi.

Komunikasi ini dapat dituangkan dengan berbagai macam bentuk baik secara verbal maupun nonverbal. Berkaitan dengan hal tersebut masyarakat Batak Toba melaksanakan ritual mulai dari marhusip hingga pada saat acara puncak yaitu ritual adat pernikahan atau pesta unjuk. Dalam pelaksanaanya tentu terdapat berbagai macam makna yang krusial bagi suatu kelompok masyarakat. Makna dari ritual adat yang dilaksanakan tersebut dapat mempengaruhi perasaan atau emosi seseorang yang turut hadir dalam pelaksanaannya. Hal tersebut dapat terlihat pada salah satu ritual adat yaitu mangulosi, di mana keluarga besar akan mangulosi pasangan mempelai dan memberikan nasihat, doa serta berkat agar pernikahan dari pasangan mempelai tersebut dapat berjalan baik dan selalu berbahagia.

Berkaitan dengan ritual yang dilakukan secara bersama-sama oleh suatu kelompok masyarakat, dalam hal ini suku Batak Toba masih melaksanakan gotong- royong. Hal ini terlihat saat tetangga, kerabat dan keluarga akan menginap di kediaman keluarga pasangan mempelai dalam beberapa hari. Pada saat itu seluruh keluarga akan saling membantu satu sama lain dan bekerja sama untuk mempersiapkan segala rangkaian acara dengan memasak, merapihkan rumah, mempersiapkan amplop, ulos dan lain sebagainya.

Namun, tidak sedikit juga masyarakat Batak Toba yang saat ini sudah beralih ke hal-hal yang lebih modern dengan menyewa jasa boga jambar dan juga

71

makanan pada saat ritual adat. Hal ini dilakukan untuk mempersingkat waktu dan memudahkan kedua belah pihak untuk mengatur persiapan ritual adat pernikahan agar pekerjaan yang dilakukan lebih fokus dan lebih cepat selesai. Modernisasi ini juga sudah terjadi di sebagian kalangan masyarakat Batak Toba yang tinggal di di kampung Sihotang Sumatera Utara yang di sana sudah terdapat jasa boga. Adapun ritual pernikahan dalam Suku Batak Toba telah diuraikan oleh peneliti dari awal proses sebelum pelaksanaan ritual adat dilaksanakan hingga pada ritual adat pernikahan berakhir pada bagian bab dua penelitian yang terdiri dari manjae yang berarti pasangan mempelai akan hidup terpisah dari keluarganya dan maningkir tangga yang merupakan adat balik dari paulak une yang berarti pihak parboru akan mengunjungi kediaman putrinya.

Selanjutnya penelitian ini membahas mengenai fokus penelitian yang berkaitkan dengan teori interaksi simbolik. Ada tiga konsep penting yang dijelaskan oleh Mead dalam teori ini, yaitu: Pertama, masyarakat atau society yang dalam hal ini Suku Batak Toba sebagai kelompok masyarakat yang memiliki ciri khas budaya tertentu saling bekerjasama, saling tolong-menolong dalam mewujudkan tradisi yang sudah turun menurun dan berkelanjutan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Salah satu cara yang dilakukan agar tradisi tersebut tetap berlangsung adalah dengan mengadakan ritual adat pernikahan. Ritual adat pernikahan bagi Suku Batak dianggap sangat sakral dan dianggap sebagai gerbang awal menuju pedoman hidup Suku Batak Toba. Selain itu, pelaksanaan ritual adat pernikahan ini juga sebagai wujud dari pengakuan sosial sebagai masyarakat yang memiliki latar belakang budaya Batak yang taat dengan adat yang berlaku.

72

Melalui pernikahan tersebut, akan terjadi perkembangan dalam membangun hubungan baik dengan marga yang sama atau yang berbeda. Pernikahan dianggap mampu memperluas hubungan, karena terdapat proses penyatuan kedua belah pihak yang akan menjadi sebuah keluarga besar. Bagi para orang tua yang masih kental akan adat Batak Toba menganggap bahwa adat merupakan sesuatu yang patut dijunjung dan dipelihara dengan baik. Sehingga orang tua beranggapan bahwa terdapat ritual adat pernikahan atau pesta unjuk yang wajib dilaksanakan jika mampu. Selain itu, para orang tua menyarankan untuk menikah dengan seseorang yang memiliki latar belakang budaya yang sama atau sama-sama orang Batak.

Tidak sedikit masyarakat Batak Toba yang cenderung memilih menikah dengan seseorang yang berbeda agama daripada akan kehilangan adatnya, terutama bagi perempuan yang akan mengikuti suaminya. Hal ini lah yang membuat para orang tua hingga saat ini masih menyarankan anaknya untuk menikah dengan seseorang dengan suku yang sama agar budaya tetap terjaga dan terpelihara.

Namun, sekarang ini tidak sedikit juga orang tua yang memberikan kebebasan anaknya untuk menentukan pilihannya sendiri. Seperti pasangan Ika Pasaribu dan Fernando Siregar saat menjalin hubungan tidak ada campur tangan dari kedua orang tua. Tapi kedua keluarga sebelumnya memang sudah saling mengenal satu sama lain, karena Ayah dari Ika Pasaribu satu marga dengan Ibu dari Fernando Siregar. Sehingga pada proses pengenalan tidak memakan waktu yang cukup lama untuk memutuskan ke jenjang pernikahan. Setelah melakukan ritual marhusip, marhata sinamot dan ritual yang lainnya dengan baik dan lancar maka kedua belah pihak sepakat untuk melaksanakan adat pernikahan.

73

Berkaitan dalam hal ini Suku Batak Toba menganggap bahwa melalui sebuah pernikahan marga atau keluarga tersebut akan semakin besar dan mampu bekerja sama karena memiliki pengertian yang sama terhadap keinginan orang lain.

Hasil dari ritual adat pernikahan yang dimaksudkan adalah bagaimana seesorang dapat memahami makna yang tersirat dalam simbol-simbol yang digunakan di setiap urutan ritualnya karena memiliki kesamaan dalam menginterpretasikan sesuatu.

Kedua, diri atau self sebagaimana yang sudah dijelaskan di atas bahwa diri menurut Mead adalah diri sebagai objek dan diri sebagai subjek. Diri sebagai objek dideskripsikan dengan konsep diri yang dibentuk melalui sesuatu yang teratur dan bersifat tetap yang diri sendiri dan orang lain memiliki pemahaman yang sama.

Sedangkan diri sebagai subjek adalah sesuatu dalam diri yang sifatnya mengikuti perasaan. Kedua sisi tersebut menurut Mead memiliki keterkaitan dalam melakukan sebuah tindakan. Keterkaitan tersebut membuat diri seseorang memiliki keinginan untuk melaksanakan dalihan na tolu yang menjadi fondasi atau sumber terbentuknya adat Batak yang ditampilkan melalui beberapa hukum atau aturan yang berlaku yang lahir dan dijadikan sebagai suatu tradisi pada budaya Batak.

Tahap ini merupakan tahap di mana seorang suku Batak mewujudkan keinginannya untuk melaksanakan setiap rangkaian ritual dalam adat pernikahan Batak Toba.

Dalam penelitian ini, antara keluarga parboru dan paranak memiliki persamaan dalam memahami sesuatu yang di mana dalam hal ini kedua keluarga bermusyawarah melalui ritual marhusip dan marhata sinamot hingga akhirnya mencapai kata sepakat untuk melaksanakan ritual adat pernikahan dari awal sampai

74

akhir. Tujuan dari ritual sakral yang dilakukan adalah untuk mampu memberi manfaat dari doa-doa serta nasihat yang diberikan oleh keluarga besar bagi pasangan mempelai dalam membangun keluarganya kelak. Selain itu, dalam pelaksanaan ritual adat pernikahan diiringi dengan suasana emosional yang dirasakan oleh keluarga besar, terutama keluarga dari pihak parboru yang merasakan tangis kebahagiaan karena melihat putrinya akan membangun keluarganya sendiri. Hal tersebut dapat terlihat jelas dalam ritual adat pernikahan yaitu pada pelaksanaan ritual mangulosi karena terdapat nasihat, doa serta berkat dari keluarga kepada pasangan mempelai.

Ketiga, pikiran atau mind yang berarti berpikir dan merencanakan tindakan kedepan melalui pemahaman makna yang disepakati oleh orang Batak terdahulu sampai saat ini. Pikiran yang dibentuk oleh masyarakat Batak Toba adalah mereka sebagai manusia yang berusaha mempertahankan eksistensi sebagai masyarakat yang memiliki latar budaya Batak dengan memelihara dan mempertahankan adat yang sudah secara turun menurun dilaksanakan jauh sejak dahulu kala. Sehingga pasangan mempelai ini memiliki keinginan dan merasa memiliki kewajiban untuk melaksanakan ritual adat pernikahan.

Dalam hal ini, baik pihak parboru dan paranak tentunya berpikir saat merencanakan pelaksanaan ritual adat ini. Hal ini terlihat dari berbagai ritual sebelum pernikahan yang dilaksanakan oleh kedua belah pihak keluarga dari marhusip hingga pada acara pesta unjuk. Pada proses perencanaan pun memakan waktu yang cukup lama karena akan mempersiapkan banyak hal, mulai dari merundingkan mahar yang diberikan, ulos yang harus disediakan, parhata yang

75

dipercaya untuk memimpin jalannya acara dan persiapan-persiapan lainnya yang membutuhkan kerja sama dari kedua belah pihak keluarga.

Dalihan na tolu adalah fondasi bagi adat Batak yang merupakan unsur yang mutlak yang di dalamnya mencakup seluruh unsur dalam interaksi simbolik yang mengatur hubungan diri sendiri, keluarga dan hubungan dengan orang lain.

76 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian teoritis dan pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba adalah:

1. Sebelum menuju ritual adat pernikahan Batak Toba, pasangan akan melaksanakan beberapa ritual terlebih dahulu yaitu marhusip-husip, marhata sinamot, martumpol, dan manjalo pasu-pasu parbagason. Setelah pelaksanaan ritual tersebut maka ritual adat pernikahan Batak Toba bisa dilaksanakan. Adapun ritual dalam pernikahan adat Batak Toba terdiri dari penyambutan, pembagian jambar dan mangulosi. Dalam proses pelaksanannya terdiri dari beberapa simbol, yaitu:

a. Sinamot.

b. Iddahan sibuha-buhai.

c. Mandar hela.

d. Tandok boras sipirnitondi.

e. Dekke.

f. Pemberian jambar.

g. Mangulosi.

h. Manortor.

77

2. Setiap pelaksanaan ritual adat pernikahan Batak Toba diyakini memiliki makna yang dapat dijadikan pedoman hidup dalam berkeluarga. Adapun makna dari simbol-simbol dalam ritual adat pernikahan Batak Toba adalah:

a. Sinamot: Menunjukkan kesanggupan dan harga diri dari pihak paranak atau pihak laki-laki.

b. Iddahan sibuha-buhai: Makan bersama untuk memohon kepada Tuhan agar ritual adat pernikahan berjalan dengan baik dan lancar.

c. Mandar hela: Sarung yang akan digunakan oleh menantu laki-laki untuk membantu dalam pelaksanaan acara adat yang lainnya.

d. Tandok boras sipirnitondi: Rezeki yang lancar. sehat secara jasmani dan rohani.

e. Dekke: kesuburan dan keturunan yang banyak.

f. Pemberian jambar: Sukacita dari keluarga.

g. Mangulosi: Kain yang mampu mengikat dan melindungi pasangan mempelai.

h. Manortor: Bentuk sukacita dari keluarga.

Dokumen terkait