• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM RITUAL ADAT PERNIKAHAN BATAK TOBA

N/A
N/A
Susilawati Taku

Academic year: 2024

Membagikan "KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM RITUAL ADAT PERNIKAHAN BATAK TOBA"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM RITUAL ADAT PERNIKAHAN BATAK TOBA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Mengikuti Ujian Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial

Universitas Negeri Gorontalo

Oleh

VINA ANANDA SUKMA NIM 291417114

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2021

(2)

i

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v ABSTRAK

Vina Ananda Sukma. 2021. “Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba”. Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. Dibimbing oleh Yowan Tamu (pembimbing I) dan Citra F.I.L Dano Putri (pembimbing II).

Seiring berjalannya waktu, suatu tradisi atau budaya yang diciptakan oleh manusia tentunya akan berubah secara perlahan. Dalam hal ini proses ritual adat pernikahan memiliki sedikit pergeseran. Di mana terdapat salah satu pelaksanaan ritual yaitu mangulosi yang biasanya memakan waktu yang begitu panjang. Namun, mangulosi atau penyematan ulos saat ini hanya dilakukan oleh keluarga dan kerabat dari kedua mempelai. Hal ini dikarenakan pada setiap prosesi ritual adat pernikahan Batak Toba terdapat doa dan nasihat yang diberikan oleh keluarga kepada kedua mempelai. Masalah yang diangkat oleh peneliti adalah bagaimana simbol-simbol serta makna simbolik dalam ritual adat pernikahan Batak Toba. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba.

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Dengan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan rumusan masalah yaitu komunikasi simbolik, komunikasi ritual, dan teori interaksi simbolik. Adapun Informan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan teknik purposive sampling yaitu satu parhata Suku Batak Toba di Gorontalo serta pasangan mempelai dalam ritual adat pernikahan tersebut. Sementara teknik pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dokumentasi dan studi kepustakaan.

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa ritual yang harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum melaksanakan ritual adat pernikahan. Adapun simbol- simbol yang terdapat dalam ritual adat pernikahan Batak Toba adalah sinamot, iddahan sibuha- buhai, mandar hela, boras dan dekke, penyerahan dan pembagian jambar, mangulosi, dan manortor. Simbol-simbol dalam pernikahan tersebut disampaikan secara verbal maupun nonverbal melalui tindakan saat pelaksana ritual adat pernikahan memberikan simbol dengan menyematkan ulos, memegang jambar, dan pemberian simbol lainnya yang diiringi dengan doa dan berkat.

Kata kunci: Komunikasi Simbolik, Adat Pernikahan, Batak Toba

(7)

vi

(8)

vii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

“Ku rentangkan tanganku selebarnya, ku buka mataku, dan sekarang yang ingin ku lihat hanya kedua orang tuaku yang akan selalu tersenyum”

“Pernah ada keinginan untuk tidak melanjutkan pendidikan di bangku SMA, ditolak oleh salah satu Universitas Negeri di Bandung jalur SNMPTN. Pernah mengikuti penerimaan

POLRI di Bandung namun gagal dan gagal lagi pada test pantukhir di STIN. Lalu diterima oleh Universitas Sulawesi Barat Jurusan Ilmu Keperawatan jalur SBMPTN.

Akhirnya orang tua menyarankan untuk ujian mandiri di Universitas tersebut. Hari-hari terasa berat. Namun, saya yakin akan tiba waktunya kedua orangtua saya akan tersenyum

melihat putrinya menyandang gelar sarjana. Cobalah segala hal yang kamu mau, maka kamu akan tahu”

“Coba, Coba, Coba Lagi”

PERSEMBAHAN

Puji Syukur atas Kehadirat ALLAH SWT. Atas berkat, rahmat, dan karunianya penulis diberikan kesehatan, kekuatan, dan kesabaran sehingga dapat menyelesaikan

skripsi ini.

Skripsi ini dipersembahkan untuk kedua orangtua yang selalu memahami situasi dan kondisi yang dirasakan oleh penulis serta telah memberikan segala hal yang dibutuhkan oleh penulis. Begitupun dengan saudara dan teman-teman. Penulis berharap Tuhan akan

senantiasa memberikan kebahagiaan bagi kita semua.

ALMAMATER TERCINTA

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2021

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Alhamdulillah kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skrispsi ini dengan judul

“Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba”.

Skripsi ini disusun sebagai persyaratan akademik untuk memperoleh gelar Sarjana di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo. Penulis menyadari bahwa penulis masih memiliki banyak kekurangan dan hambatan dalam penyusunan skripsi ini. Namun, berkat bantuan dari Allah SWT, bantuan dari dosen pembimbing, serta segala pihak yang turut membantu dalam penyusunan Skripsi ini, maka semuanya dapat teratasi sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini tepat pada waktunya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Dr. Eduart Wolok, ST, MT, Selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo 2. Bapak Dr. Harto S. Malik, M. Hum Selaku Wakil Rektor Universitas Negeri

Gorontalo

3. Bapak Dr. Fance M. Wantu, SH., MH Selaku Wakil Rektor II Universitas Negeri Gorontalo

4. Ibu Karmila Machmud S.Pd, M.A., Ph.D Selaku Wakil Rektor III Universitas Negeri Gorontalo

5. Bapak Prof. Dr. Phil Ikhfan Haris, M.Sc Selaku Wakil Rektor IV Universitas Negeri Gorontalo

6. Ibu Dr. Hj. Zulaecha Ngiu, M.Pd, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

(10)

ix

7. Ibu Rahmatia, S.Pd, M.Si Selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo, juga sebagai Penguji II Penulis

8. Bapak Drs. Joni Apriyanto, M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

9. Bapak Sainudin Latare, S.Pd., M.Si Selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

10. Ibu Zulaeha Laisa, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo

11. Ibu Yowan Tamu S.Ag., MA, S.Pd, M.I.Kom selaku Pembimbing I 12. Ibu Citra F.I.L Dano Putri S.Pd, M.I.Kom selaku Pembimbing II 13. Bapak Dr. Noval Sufriyanto Talani, S.Sn, M.Ds, M.Si selaku Penguji I

14. Bapak Syahrir Soleman, S.Kom, M.I.Kom selaku Dosen yang membimbing dalam mengarahkan judul penelitian

15. Ibu Cindrawati Lumula, S.E selaku Operator Jurusan Ilmu Komunikasi yang juga banyak membantu penulis selama perkuliahan

16. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo yang telah memberikan ilmu dan berjasa dalam membantu selama proses perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini, semoga bisa bermanfaat di masa yang akan datang,

17. Tulang Asmara Sidabutar Selaku tokoh adat suku Batak Toba di Gorontalo, Kakak Ika Pasaribu dan Abang Fernando Siregar (Selaku pasangan mempelai) Yang Telah Membantu Juga Memberikan Kemudahan Penulis Selama Masa

(11)

x

Penelitian Di Gorontalo dalam Menyelesaikan Penelitian

18. Yang Tercinta, Bapak J. Silalahi Dan Ibu N. Simbolon Selaku Orang Tua Penulis Yang Selalu Mendengar Keluhan Dari Penulis Dan Menjadi Orang Tua Terhebat Di Dunia. Terimakasih Telah Hadir Dan Mendidik Penulis Dengan Sangat Baik Sehingga Tetap Memiliki Semangat Dalam Menyusun Penelitian 19. Untuk Ketiga Saudara Penulis Yaitu Teteh Ruth Maida Samaria A.Md. Keb,

kakak kedua Riskiyani Melisa S.S, dan kakak ketiga Sri Roma Uli S.A.P Yang Selalu Memberikan Doa, Semangat, dan Meyakinkan Penulis Untuk Segera Menyelesaikan Skripsi

20. Malikul Malik Manggar Selaku Teman Dekat Penulis Karena Telah Sabar Mendengar Keluhan Penulis, Memberi Semangat, Dukungan Yang Tidak Dapat Dibalas Oleh Penulis

21. Teman-teman tercinta Amalia Nadjamudin dan Hudalil Mustakim Yang Selalu Mendengar Keluhan Penulis, Memberi Semangat, Dukungan Dan Membantu Penulis Dalam Segala Hal

22. Teman-Teman Artistic Departemen (Fany Rahmasari Mohamad, Safira Mawartika Hinding, Trisnawati Ahudulu, Greis Saleh, Ain Kidam, Febriyanti Radjak, Nurfadilah Akadji, Giovany Tayuyun, Trivana Manangin) Yang Selalu Menghibur Penulis Dan Memberikan Kenangan Indah Selama Masa Perkuliahan

23. Teman-Teman Error B Ilmu Komunikasi 2017 Yang Begitu Membantu Penulis Selama Duduk Dibangku Perkuliahan (Repus, Daud, Alfira, Deys, Kahfi, Rexy, Sahril, Adi, Tari, Umul, Yusril, Ziat, Zull, Dhira, Eca).

(12)

xi

24. Seluruh Teman-teman Seperjuangan Intuisi Ilmu Komunikasi Angkatan 2017 Yang Tidak Dapat Sebutkan Satu-Persatu.

25. Lembaga Pers Merah Maron 2019 (Kak Defri, Kak Aan, Kak Zul, Ummul, Alil, Firman, Novi, Indi dan Galang) Yang Telah Memberikan Pengalaman Berharga Karena Mampu Menjalankan Dan Mempertahankan Organisasi Selama Masa Jabatan di LPM Merah Maron Universitas Negeri Gorontalo.

Semoga allah swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi karya berikutnya. Semoga karya akhir skripsi ini bisa menambah pengetahuan kita mengenai ruang lingkup komunikasi.

Gorontalo, 30 November 2021 Penulis

(13)

xii

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL ILMIAH ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 9

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Manfaat Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...11

2.1 Komunikasi ... 11

2.2 Komunikasi Simbolik ... 12

2.3 Komunikasi Ritual ... 14

2.4 Teori Interasi Simbolik ... 18

2.5. Penelitian Terdahulu ... 21

2.6 Kerangka Berpikir ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 28

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian ... 29

3.3 Informan Penelitian ... 30

3.4 Sumber Data Penelitian ... 32

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.6 Teknik Analisis Data... 34

(14)

xiii

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 36

4.1.1 Suku Batak Toba ... 36

4.1.2 Sistem Pernikahan ... 38

4.1.3 Identitas Informan ... 40

4.2 Hasil Penelitian ... 42

4.2.1 Proses Ritual Adat Pernikahan Batak Toba ...42

4.2.1.1 Simbol dalam Ritual Sebelum Pernikahan ... 43

4.2.1.2 Simbol dalam Ritual Adat Pernikahan ... 46

4.2.2 Makna dari Simbol-simbol dalam Ritual Adat Pernikahan ... 62

4.3 Pembahasan ... 68

BAB V PENUTUP... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

2.1 Tabel Penelitian Terdahulu ... 22 3.1 Tabel Jadwal Penelitian ... 28 3.2 Tabel Informan Penelitian ... 31

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Berpikir ... 27

4.1 Penyambuatan Pihak Parboru oleh Pihak Paranak ... 47

4.1.1 Manghutti Tandok oleh Laki-laki dan Perempuan Tertua ... 49

4.1.2 Penyerahan Jambar Dari Paranak Kepada Parboru ... 50

4.1.3 Penyerahan Jambar Dari Parboru Kepada Paranak ... 51

4.1.4 Panadaion dari Paranak Kepada Parboru ... 52

4.1.5 Pembagian Jambar untuk Paranak... 53

4.1.6 Pembagian Jambar untuk Parboru ... 53

4.1.7 Pasangan Mempelai diulosi ... 55

4.1.7.1 Parboru Mangulosi Pasangan Mempelai... 57

4.1.7.2 Parboru Mangulosi Paranak ... 58

4.1.7.3 Parboru Mangulosi Pasangan Mempelai ... 59

4.1.7.4 Pemberian Sisa Sinamot Parboru kepada Keluarga Inti ... 60

4.1.7.5 Keluarga Samarga Parboru Mangulosi Pasangan Mempelai ... 61

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Pedoman Wawancara ... 81

Lampiran II Catatan Dokumentasi ... 83

Lampiran III Artikel Ilmiah ... 85

Lampiran IV Daftar Kata Asing dalam Suku Batak Toba ... 101

Lampiran V Surat Tugas Meneliti ... 103

Lampiran VI Surat Keterangan Penelitian ... 104

Lampiran VII SK Yudisium ... 105

Lampiran VIII Surat Keterangan Bebas Perpustakaan ... 108

Lampiran IX Curriculum Vitae ... 109

(18)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kata komunikasi tentunya terdengar sangat sederhana dan tidak asing lagi dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Namun, dalam praktiknya berkomunikasi tidak semudah yang diperkirakan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan saat akan memulai interaksi dengan orang lain. Komunikasi bukan hanya tentang dua orang saja lebih dari itu, cakupan komunikasi begitu luas hingga melibatkan kelompok masyarakat atau komunitas tertentu di dalamnya. Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman baik dari sisi agama, budaya, adat istiadat, dan suku daerah, tentunya hal tersebut membuat setiap orang memiliki interpretasi yang berbeda saat melihat atau memaknai sesuatu. Dengan adanya keberagaman tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang memiliki ciri khas dan keunikan budaya di dalamnya.

Menurut Alfred Korzybski (dalam Mulyana, 2016: 7) kemampuan manusia berkomunikasi menjadikan mereka “pengikat waktu.” merujuk pada kemampuan manusia untuk mewariskan pengetahuan dari generasi ke generasi dan dari budaya ke budaya. Oleh karena itu, manusia tidak perlu memulai setiap generasi sebagai generasi yang baru. Dengan kemampuan komunikasi yang dimiliki oleh setiap manusia di dunia, mereka mampu mengendalikan dan mengubah lingkungan di sekitar mereka.

(19)

2

Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan atau mewariskan budaya. Komunikasi ekspresif yang erat kaitannya dengan pesan-pesan nonverbal.

Perasaan yang biasa dirasakan seperti sedih, menangis, bahagia, marah, terkejut merupakan hal yang biasa ditunjukkan melalui perilaku nonverbal. Emosi juga dapat tersalurkan melalui bentuk seni seperti, puisi, musik, atau tarian. Komunikasi tidak hanya melulu membahas bagaimana membangun hubungan, lebih dari itu bagaimana komunikasi bisa mencapai tujuan dengan pengelolaan kesan.

Edward T.Hall (dalam Mulyana, 2007:6) mengatakan jika “budaya adalah komunikasi dan komunikasi adalah budaya” dengan ini dapat diketahui bahwa hubungan komunikasi dan budaya sangat erat, budaya dapat mempengaruhi seseorang dalam memaknai sebuah pesan, budaya juga merupakan hasil dari komunikasi yang telah membentuk suatu pemikiran dan menciptakan budaya.

Harris (dalam Baran, 2008: 9) menjelaskan bahwa budaya merupakan salah satu faktor penting dalam proses komunikasi. Budaya adalah suatu tradisi dan pola hidup yang dipelajari dan diperoleh secara sosial oleh anggota dalam suatu kelompok masyarakat, termasuk cara berpikir, emosi, dan tindakan yang dilakukan secara terus-menerus. Budaya bukan hanya melulu soal seni tapi mengacu pada bagaimana seseorang dalam mendapatkan makna melalui berkomunikasi, menetapkan, dan mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana menyikapi kehidupan.

(20)

3

Budaya bisa juga dikatakan sebagai suatu aturan atau norma yang diciptakan oleh manusia. Di mana hasil dari budaya tersebut selanjutnya digunakan secara terus-menerus dan diturunkan dari generasi ke generasi. Cakupan budaya begitu luas, sehingga tidak bisa dibatasi budaya yang sesungguhnya itu seperti apa.

Tentunya manusia yang merupakan makhluk yang menjalankan budaya tersebut mempercayai bahwa terdapat makna di dalamnya, sehingga dikonstruksi secara sosial.

Berbicara tentang budaya, tentunya terdapat salah satu hal yang diwariskan yaitu pernikahan. Pernikahan merupakan peristiwa yang membahagiakan dan dianggap sakral karena hanya terjadi sekali seumur hidup. Sebagian orang menganggap bahwa pernikahan merupakan tali suci yang mengikat. Dalam pernikahan, suatu pasangan yang memiliki cara pandang, karakter dan latar belakang yang berbeda akan disatukan. Perbedaan yang terjadi tentunya diharap mampu menjadikan pasangan dewasa dalam berpikir maupun bertindak.

Suku Batak Toba merupakan suku yang asal-muasalnya dari kawasan Danau Toba yang terletak di Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Toba bisa ditemukan di Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Samosir, Kabupaten Tapanuli Utara, sebagian Kabupaten Dairi, Kabupaten Tapanuli Tengah, Sibolga dan sekitarnya. Orang Batak Toba berbicara dalam bahasa Batak Tobadan berpusat di Danau Toba dan Pulau Samosir. Namun, dalam hal ini suku Batak Toba bisa di temui di segala provinsi yang berada di Indonesia termasuk Gorontalo.

(21)

4

Pada umumnya orang Batak memiliki minat yang tinggi terhadap martuturtutur yang berarti menelusuri silsilah kekerabatan atau partuturan jika seseorang bertemu dengan yang lainnya, mengetahui apakah yang satu dengan yang lainnya merupakan kerabat, apakah kemudian menjadi kerabat melalui pernikahan dan mengetahui bagaimana cara untuk saling bertegur sapa. Hubungan kekerabatan dan pernikahan dianggap mampu memperkuat dan memperluas tali persaudaraan.

Sehingga kebiasaan ini terus dilakukan hingga saat ini.

Dalam prosesi pernikahan, suku Batak Toba memiliki beberapa rangkaian ritual adat yang dimulai dari marhusip atau perundingan antar kedua pihak keluarga sampai dengan acara puncak yaitu pesta unjuk. Di mana di dalam pesta unjuk tersebut akan terjadi ritual ‘memberi’ dan ‘menerima’ adat. Dalam ritual tersebut akan terlihat bagaimana simbol-simbol yang dikonstruksi oleh suku batak dan di interpretasikan secara sosial.

Bagi suku Batak Toba, pernikahan merupakan suatu hal yang dianggap sangat penting dan sakral karena melalui ritual tersebut maka akan berlanjut ke ritual adat yang lainnya seperti pesta kelahiran, kematian dan lain sebagainya. Sistem pernikahan dalam suku Batak Toba adalah monogami, yang dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem pernikahan yang hanya mengizinkan laki-laki memiliki satu istri sepanjang hidupnya. Keluarga yang belum mangadati tidak berhak menerima atau memberi adat kepada orang lain. Mangadati bagi suku Batak Toba merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan jika keluarga tersebut dianggap sudah mampu untuk melaksanakannya. Pernikahan dianggap sebuah jembatan yang akan menghubungkan seseorang ke dalam pedoman hidup suku

(22)

5

Batak Toba yaitu dalihan na tolu yang dilakanakan baik oleh pihak laki-laki maupun perempuan.

Dalihan na tolu dalam suku batak dianggap sebuah tiang penopang dalam kehidupan. Istilah tersebut memiliki arti yaitu, somba marhula-hula, artinya adalah harus menghormati dan menghargai keluarga dari pihak perempuan. Hula-hula bagi suku Batak Toba dianggap memiliki derajat yang tinggi, dan mampu memberikan berkat kehidupan bagi suatu keluarga. Manat mardongantubu, artinya harus berhati-harti dalam menjaga hubungan dengan keluarga kandung ataupun seseorang yang satu marga. Elek Marboru artinya kelompok hula-hula juga harus bisa membujuk boru atau (pihak perempuan) jika terjadi kesalah pahaman di antara mereka. Sehingga dalihan na tolu yang menjadi pedoman bagi terlaksananya adat pernikahan Batak Toba.

Di antara berbagai suku Batak lainnya, suku Batak Toba memiliki keunikan tersendiri dalam mengadakan ritual adat pernikahan. Prosesi yang dilakukan pada pernikahan adat Batak Toba memiliki rangkaian acara yang cukup panjang, yakni dilakukan selama satu hari penuh. Salah satu contoh dari ritual adatnya adalah mangulosi dan tari tor-tor yang dilakukan oleh pihak perempuan (parboru) dan pihak laki (paranak) untuk penghormatan kepada hula-hula yang memakan waktu yang cukup panjang.

Seiring berjalannya waktu, suatu tradisi atau budaya yang diciptakan oleh manusia tentunya akan berubah secara perlahan. Dalam hal ini proses ritual adat pernikahan memiliki sedikit pergeseran. Di mana terdapat salah satu pelaksanaan

(23)

6

ritual yaitu mangulosi yang biasanya memakan waktu yang cukup panjang. Namun, mangulosi atau penyematan ulos saat ini hanya dilakukan oleh keluarga dan kerabat dari kedua mempelai. Hal ini dikarenakan pada setiap prosesi ritual adat pernikahan Batak Toba terdapat doa dan nasihat yang diberikan oleh keluarga kepada kedua mempelai.

Terbentuknya adat tentu merupakan sebuah kesepakatan yang telah disetujui oleh anggota kelompok. Adat atau budaya yang diwariskan tersebut diharapkan mampu membuat setiap anggotanya memiliki rasa saling memiliki, menumbuhkan tali persaudaraan dan rasa saling menjaga satu sama lain. Dalam pernikahan adat Batak Toba terdapat ritual-ritual yang akan dilaksanakan oleh kedua mempelai maupun keluarga dari pasangan mempelai, mulai dari marhusip-husip, marhata sinamot, martumpol, martonggo raja, manjalo pasu-pasu parbagason, marunjuk, dialap jual atau ditaruhon jual, paulak une, manjae, hingga maningkir tangga.

Urutan ritual-ritual tersebut merupakan acara yang dianggap sakral dan mengandung makna yang akan menjadi pedoman bagi kedua mempelai dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Siahaan (dalam Sitompul, 2017: 5) menjelaskan bahwa secara adat seluruh masyarakat Batak Toba harus masuk ke dalam dalihan na tolu. Sesuai dengan prinsipnya segala upacara adat harus berdasarkan adat dalihan na tolu. Jika ada satu unsur dalihan na tolu tidak lengkap, maka upacara adat yang dilaksanakan adalah cacat atau bercela. Sehingga dalihan na tolu merupakan suatu hal yang sangat perlu di jaga hubungan baik antara boru, dongan tubu dan hula-hula sehingga upacara

(24)

7

adat dapat berlangsung dengan baik dan lancar. Kesempurnaan suatu adat Batak diukur dari kelengkapan dan hubungan baik antara dalihan na tolu.

Castles (dalam Sitompul, 2017: 7) menjelaskan bahwa yang menarik tentang adat ini, kemana pun suku Batak Toba pergi merantau ke kota atau ke luar negeri adatnya selalu dibawa, bahkan hal yang sering terjadi adalah adat lebih kuat atau lebih mendominasi kehidupan dari agama. Bagi suku Batak Toba tidak beragama bukan suatu persoalan, namun jika tidak ber-adat dianggap masalah yang sangat besar. Adat merupakan suatu kebanggaan bagi suku Batak Toba untuk menunjukkan identitas dirinya. Selain itu, sebagian orang tua lebih mengizinkan anaknya menikah dengan seseorang yang berbeda agama daripada berbeda suku, terutama bagi anak perempuan. Karena hal yang ditakutkan adalah anak tersebut akan jauh dari keluarga dan hilang darah bataknya. Orang tua menganggap bahwa jika anaknya menikah dengan sesama suku, maka pernikahannya akan langgeng dan jauh dari kata bercerai.

Proses komunikasi yang terjadi dalam ritual adat pernikahan dianggap memiliki simbol-simbol atau makna yang sangat penting untuk dijadikan pegangan atau pedoman bagi kedua mempelai. Pernikahan bagi masyarakat suku Batak Toba dianggap sangat sakral, karena para nenek moyang dan tokoh adat menekankan bahwa pernikahan hanya terjadi satu kali seumur hidup, yang terdapat dalam perumpamaan “aha na ipasada debata na so boi i isirakkon ni jolma, so sinirang ni hamatean” yang berarti sesuatu yang disatukan tuhan tidak boleh dipisahkan atau diceraikan oleh manusia, melainkan hanya kematian yang dapat memisahkan.

(25)

8

Langer (dalam Mulyana, 2016: 92) menjelaskan bahwa manusia memahami sesuatu melalui makna yang ditemukan melalui perilaku (nonverbal) simbol- simbol, bahasa (verbal) dan objek yang merupakan bagian penting dalam kehidupan sosial. Sesuai dengan pernyataan tersebut bahwa salah satu kebutuhan pokok manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Manusia merupakan makhluk satu-satunya yang menggunakan lambang, dan hal tersebut merupakan pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Lambang yang dipertukarkan satu sama lain dan dianggap memiliki makna tersebut terdapat dalam ritual pernikahan adat atau pesta unjuk dalam suku Batak Toba.

Dalam penelitian ini ritual adat pernikahan yang dilaksanakan suku Batak Toba yang menjadi objek penelitian. Penulis memilih Batak Toba sebagai penelitian karena dianggap sebagai suku yang unik dan masih melaksanakan filsofi kehidupan Batak yaitu dalihan na tolu dengan melaksanakan ritual adat pernikahan. Selain itu masyarakat Batak Toba menggunakan simbol dalam pelaksanaan adat pernikahan sehingga sangat menarik untuk dijadikan sebuah penelitian komunikasi.

Dengan penjelasan yang sudah diuraikan di depan, maka sesuatu yang dianggap sakral dan memiliki makna yang krusial bagi kehidupan seseorang atau kelompok tertentu. Di mana pernikahan dalam Suku Batak Toba dianggap memiliki makna yang krusial dan hanya akan dilaksanakan sekali seumur hidup. Peneliti merasa hal ini perlu di teliti dari sudut pandang komunikasi, mengetahui bagaimana simbol- simbol yang membentuk beragam makna dalam prosesi ritual adat pernikahan.

Adapun judul pada penelitian yaitu: “Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba”.

(26)

9 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian adalah:

1. Simbol-simbol apa yang ada dalam ritual adat pernikahan Batak Toba?

2. Bagaimana makna dari simbol-simbol dalam ritual adat pernikahan Batak Toba?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan simbol-simbol yang ada dalam ritual adat pernikahan Batak Toba.

2. Mendeskripsikan makna simbolik dari perspektif pengguna, yaitu tokoh adat dan mempelai dalam ritual adat pernikahan Batak Toba.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang berjudul Komunikasi Simbolik dalam ritual adat pernikahan Batak Toba adalah:

1. Bagi Peneliti

Sebagai bahan untuk mengimplementasikan teori-teori yang diperoleh selama masa studi di bangku kuliah, maupun yang diperoleh melalui sumber lain sehingga dapat bermanfaat saat melakukan penelitian. Selain itu, penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo.

(27)

10 2. Bagi Akademisi

Sebagai bahan untuk memperoleh informasi tambahan, wawasan, dan pengetahuan khususnya bagi mahasiswa yang akan melakukan penelitian di masa yang akan datang terkait Komunikasi Simbolik dalam ritual adat pernikahan Batak Toba.

3. Bagi Praktisi

Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi pihak yang memiliki latar belakang budaya yang sama, seperti tokoh adat, dan mempelai untuk memahami simbol serta makna simbolik dalam ritual adat pernikahan Batak Toba.

(28)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi

Dalam (Mulyana, 2016: 6) kata komunikasi berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama,” communico, communication, atau communicare yang berarti

“membuat sama” (to make common). Dalam hal ini komunikasi menyarankan bahwa suatu makna, suatu pikiran, ataupun pesan dianut secara sama. Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah community atau komunitas yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas bergantung pada pengalaman dan perasaan yang terdapat di dalamnya, dan komunikasi berperan dan mampu menjelaskan kebersamaan itu. Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai

“berbagi pengalaman”.

Schramm dalam (Baran, 2008: 6) menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses yang resiprokal atau bersifat saling berbalasan dan berkelanjutan dengan semua pihak yang terlibat yang saling berkaitan dalam menciptakan bersama. Dengan demikian, komunikasi merupakan suatu proses makna yang diciptakan bersama.

Wilbur Schramm menjelaskan bahwa suatu pesan terlebih dahulu di-encode, yaitu ditransformasikan ke dalam sistem tanda dan simbol yang dapat dipahami secara bersama. Saat pesan sudah diterima, pesan di-decode, yaitu tanda dan simbol diinterpretasikan.

(29)

12

Dari beberapa pendapat ahli yang sudah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran pesan antara dua orang atau lebih untuk mencapai makna yang dapat dipahami secara bersama.

2.2 Komunikasi Simbolik

Dalam (Mulyana, 2016: 92) menjelaskan bahwa komunikasi simbolik merupakan salah satu dari ke-12 prinsip komunikasi yang menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses simbolik yang berarti seseorang atau sekelompok orang yang menyepakati lambang tertentu. Komunikasi berlangsung karena adanya unsur kesengajaan yang berarti komunikasi ini terjadi karena adanya sebab dan akibat tertentu sehingga memang direncanakan untuk terjadi.

Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang dalam hal ini meliputi kata-kata atau (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati secara bersama. Kemampuan manusia memanfaatkan lambang verbal memungkinkan berkembangnya bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (nyata ataupun abstrak).

Komunikasi tidak hanya melibatkan penyampaian secara verbal melalui kata- kata atau ucapan. Lebih dari itu terdapat proses penyampaian komunikasi secara nonverbal yang tidak dapat dipisahkan karena menjadikan komunikasi itu sendiri semakin kuat. Komunikasi nonvebal tersebut terdiri dari ekspresi wajah, sentuhan, pakaian yang mana kekuatannya tidak seperti komunikasi verbal, yang menurut Mead komunikasi nonverbal juga tidak bisa disepelekan. Hal ini disebabkan karena

(30)

13

jumlah tanda dan simbol dalam komunikasi yang begitu luas dan tidak terbatas. Hal ini berkaitan dengan penjelasan di atas yang mana simbol-simbol yang telah disepakati oleh suku Batak Toba sebagai bentuk penyampaian komunikasi melalui lambang-lambang. Dalam hal ini salah satu simbol yang terdapat dalam ritual adat pernikahan yaitu ulos yang beranekaragam jenisnya memiliki fungsi sebagai alat komunikasi simbolik yang maksud dan tujuannya telah disepakati dan dipahami oleh kelompok yang mempertahankan adat ini.

Anastasya Sitompul (dalam Langer) menjelaskan bahwa perasaan manusia disalurkan melalui simbol dan bahasa. Tanda atau sign yang menandakan suatu hal dari kehadiran. Dengan demikian, sebuah tanda memiliki kaitan yang erat dengan makna dalam suatu kegiatan atau peristiwa. Sebuah simbol atau kelompok simbol saling bekerja dan menjadi penghubung bagi ide, gagasan, konsep dan sebuah bnetuk yang saling terhubung. Simbol-simbol yang lahir tersebut merupakan instrumen yang berasal dari hasil pemikiran. Simbol dapat dijadikan sebuah konsep untuk mendeskripsikan suatu hal yang dilakukan oleh manusia.

Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dan objek dapat juga mewakili ikon dan indeks, namun kedua hal tersebut tidak memerlukan kesepakatan. Sebagaimana ikon dalam hal ini adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Tentunya representasi ini ditandai dengan kesamaan ataupun kemiripan. Seringkali lambang dan ikon dipertukarkan. Misalnya Danau Toba merupakan ikon suku Batak Toba.

Sementara itu, si gale-gale adalah lambang suku Batak Toba. Pertukaran seperti inilah yang sering terjadi, yang benar adalah si gale-gale merupakan ikon dari suku

(31)

14

Batak Toba karena aksesori yang digunakan adalah ulos yang orang-orang mengetahuinya sebagai ikon atau ciri khas dari suku Batak Toba.

Sehingga untuk itu simbol-simbol yang saling berkaitan dengan penelitian ini yaitu dalam ritual adat pernikahan kaitannya sangat erat dengan beraneka macam simbol yang tentu memiliki makna yang proses pelaksanaannya dideskripsikan dengan beragam bentuk benda, bentuk dan gerak yang memiliki maksud. Seperti hal nya dalam pelaksaan ritual adat pernikahan Batak Toba terdapat ritual pembagian jambar, pemberian tumpak, sampai ritual mangulosi dengan menggunakan ulos yang beraneka ragam jenisnya yang tentu memiliki makna yang berbeda-beda pula. Ulos sendiri dipercaya sebagai sesuatu yang memberikan kehangatan bagi suku Batak Toba. Sehingga dalam pelaksanaannya, ulos ini menjadi instrumen utama yang wajib ada dalam setiap ritual adat yang dilaksanakan suku Batak Toba.

2.3 Komunikasi Ritual

Salah satu fungsi komunikasi ini berkaitan dengan komunikasi ekspresif.

Namun dalam proses penyampaiannya sering kali terjadi secara berkelompok.

Seseorang yang terlibat dalam kegiatan ritual dianggap memiliki rasa saling memiliki dan saling mengasihi satu sama lain karena dianggap menjadi bagian dalam proses perayaannya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Deddy Mulyana bahwa bukan pokok kegiatan ritual yang paling penting, namun perasaan senasib sepenanggungan yang mengiringi komunikasi tersebut.

(32)

15

Octavianus A (2019: 25) menjelaskan bahwa kebanyakan dari anggota masyarakat secara tidak sengaja akan melakukan komunikasi ritual secara terus- menerus, karena komunikasi ritual merupakan sebuah kebutuhan bagi individu atau kelompok masyarakat untuk menjalankan keidupan sebagai anggota dari kelompok atau komunitas sosial tertentu. Komunikasi ritual memiliki hubungan yang sangat erat dengan budaya. Komunikasi ritual merupakan bagian dari budaya yang diyakini oleh suatu kelompok masyarakat dan diwariskan secara turun-menurun yang biasa dilakukan oleh suatu komunitas di suatu daerah yang tentunya memiliki simbol-simbol serta makna yang berbeda sehingga suatu komunitas memiliki ciri khas dan keunikan budayanya sendiri.

Dalam (Mulyana, 2016: 27) menjelaskan bahwa ritual adalah suatu kegiatan atau peristiwa yang dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan. Seringkali ritual juga merupakan suatu peristiwa yang sederhana, misalnya seorang anak yang berpamitan kepada orang tua dengan mencium tangan. Kegiatan ritual memungkinkan para anggota berbagi cerita dan komitmen emosional yang dapat mempererat tali kekeluargaan di antar anggota kelompok atau dalam hal ini suku Batak Toba. Sebagaimana dalam penelitian, Suku Batak Toba percaya bahwa ritual adat pernikahan penting karena menjadi tanda bahwa seseorang merupakan anggota dari kelompok atau komunitas tertentu serta ritual adat yang dilaksanakan dipercaya memiliki makna yang bermanfaat dalam kehidupan sosial budaya. Adapun urutan ritual dalam pernikahan adat Batak Toba, antara lain:

1. Marhusip-husip merupakan perundingan antara pihak pria dan wanita yang membahas mengenai sinamot atau mahar yang harus disiapkan.

(33)

16

Perundingan ini diadakan di kediaman pihak wanita, parhata atau seorang juru bicara calon pengantin pria akan menerangkan alasan mereka datang di kediaman wanita. Hasil dari perundingan marhusip belum perlu diketahui oleh umum karena meminimalkan kegagalan dalam mencapai kata sepakat.

2. Marhata sinamot merupakan perundingan yang membahas mengenai besarnya mahar secara tawar-menawar dengan pihak wanita. Selain itu, perundingan ini juga membahas mengenai hewan yang akan disembelih, jumlah ulos, undangan, waktu dan lokasi pesta adat.

3. Martumpol merupakan acara lamaran yang dilaksanakan di tempat yang sudah disepakati sebelumnya.

4. Manjalo Pasu-Pasu Parbagason merupakan pemberkatan pernikahan atau akad nikah yang dilaksanakan di tempat yang sudah disepakati.

5. Pesta Unjuk atau pesta adat merupakan acara puncak dari rangkaian ritual yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Dalam pesta unjuk terdapat beberapa ritual yaitu:

1) Selain mempelai diberikan berkat di tempat ibadah, pada saat pesta unjuk ini pun mempelai mendapatkan pemberkatan dari adat yaitu dari seluruh keluarga, khususnya kedua orang tua. Dalam ritual ini disampaikan doa-doa untuk kedua pengantin yang diwakili dengan pemberian ulos.

2) Pembagian Jambar berupa daging dan uang. Jambar yang dibagikan untuk pihak wanita adalah jambar juhut atau daging dan jambar

(34)

17

tuhor ni boru atau sinamot dibagi sesuai peraturan. Sedangkan jambar yang dibagikan untuk pihak laki-laki adalah dekke atau ikan mas arsik dan ulos yang dibagi sesuai peraturan. Pesta unjuk diakhiri dengan pengantaran pengantin perempuan ke pihak paranak (pihak laki-laki).

6. Dialap Jual atau Ditaruhon Jual. Dialap jual berarti pesta dilakukan di kediaman Wanita. Sedangkan ditaruhon jual adalah pesta dilaksanakan di kediaman laki-laki, dan mempelai wanita diperbolehkan pulang ke tempat orang tua untuk nantinya diantarkan oleh para namboru atau bibi nya. Dalam hal ini, paranak akan memberikan upah karena telah manaruhon. Sedangkan dalam dialap jual upah tersebut tidak berlaku.

7. Paulak Une merupakan kegiatan seminggu atau beberapa waktu setelah pesta adat dilaksanakan, di mana pihak laki-laki beserta wanita berkunjung dan berterima kasih kepada keluarga wanita karena telah menjaga dan mendidik putrinya dengan baik sejak kecil sampai dengan hari pernikahannya. Dalam hal ini, pihak wanita akan mengetahui jika putrinya nyaman tinggal di kediaman nya yang baru.

8. Manjae adalah anak pertama akan pisah rumah dengan kedua orang tuanya. Jika anak bungsu, maka dapat mewarisi rumah milik orang tua.

Hal ini tidak bersifat mutlak, bergantung pada kesepakatan sebelumnya.

9. Maningkir Tangga merupakan adat balik dari paulak une. Dalam hal ini, pihak parboru (wanita) akan berkunjung ke kediaman putrinya dan melihat kodisi putrinya. Hal ini merupakan bentuk implementasi bahwa

(35)

18

hubungan kekeluargaan tidak hanya sebatas ketika acara pernikahan saja, tapi menyangkut keluarga besar sehingga tali kekeluargaan tetap terjaga.

Tentunya tahapan-tahapan ritual ini dianggap sakral karena memiliki makna yang begitu krusial bagi Suku Batak Toba. Tanpa disadari dalam ritual tersebut orang mengucapkan kata-kata ataupun perilaku simbolik. Seseorang yang berpartisipasi dalam kegiatan ritual juga dianggap memiliki komitmen terhadap tradisi keluarga, suku, dan ideologi mereka. Dalam hal ini, fokus penelitian adalah saat ritual pesta unjuk atau pesta adat. Sebagaimana yang sudah diuraikan di atas bahwa di dalam pesta unjuk terdapat simbol-simbol yang digunakan oleh tokoh paham adat atau parhata, kedua mempelai, dan keluarga mempelai yang penting untuk diteliti bagaimana pesan simbolik dalam ritual tersebut.

2.4 Teori Interaksi Simbolik

Sebagian pakar termuka berpendapat bahwa teori interaksi simbolik khsususnya yang dijelaskan oleh George Herbert Mead berada di bawah bayang- bayang teori tindakan sosial yang dikemukakan oleh sosiolog dari Jerman yaitu, Max Weber. Dalam teori ini Mead mengemukakan bahwa makna lahir melalui interaksi yang dilakukan oleh masyarakat baik secara verbal ataupun nonverbal.

Melalui interaksi antar manusia tersebut, terdapat makna di dalam kata-kata atau tindakan yang dilakukan karenanya seseorang dapat memahami makna yang hadir tersebut melalui sebuah rangkaian kejadian atau peristiwa yang terjadi. Interaksi berarti seseorang dapat memahami posisi orang lain secara mental.

(36)

19

Dengan adanya interaksi tersebut, memungkinkan seseorang mencari maksud dari perilaku ataupun tindakan yang dilakukan seseorang. Dapat dijelaskan bahwa interaksi tidak hanya berlangsung melalui gerakan saja, lebih jauh dari itu interaksi dalam hal ini memiliki simbol-simbol yang perlu dipahami maksud dan tujuan dari makna tersebut. Artinya dalam interaksi, orang memahami gerak-gerak orang lain dan mengartikannya dengan bertindak sesuai dengan arti yang dipahami dari gerak tersebut.

Teori interaksi simbolik merupakan suatu gerakan pemikiran oleh George Herbert Mead yang berdasarkan tiga konsep penting yaitu, masyarakat (society), diri (self), dan pikiran (mind). Ketiga konsep tersebut berasal dari proses umum yang sama yang disebut “tindakan sosial” (social act).

Siregar, N. S. S (dalam Ardianto, 2007:40) menjelaskan bahwa interaksi simbolik merupakan salah satu pandangan yang terdapat dalam studi komunikasi yang mungkin bersifat “humanis” yang di mana sangat memperlihatkan kebesaran dan mahakarya individu nilai individu di dalam diri seseorang yang memiliki nilai kebudayaan, melakukan interaksi di tengah kehidupan sosial masyarakat, dan menghasilkan makna dari “pikiran” yang disepakati secara bersama-sama dan berkelompok.

Suatu tindakan sosial melibatkan tiga pihak yaitu, isyarat tubuh (gesture), dan adanya efek atau umpan balik terhadap isyarat itu oleh orang lain dan adanya hasil.

Hasil adalah makna dari tindakan oleh komunikator. Makna tidak hanya pada salah satu dari ketiga hal tersebut tetapi berada dalam suatu kesatuan segitiga yang terdiri dari isyarat tubuh, tanggapan dan hasil. Contohnya dalam ritual adat pernikahan

(37)

20

terdapat gerakan simbolik yang akan dilakukan oleh kedua orang tua saat memberikan berkat kepada mempelai dengan menyematkan ulos ke mempelai sembari memberikan nasihat dan menggenggam beras lalu diletakkan di kepala mempelai (tindakan), saat itu juga mempelai secara langsung akan menganggukan kepala sebagai tanda bahwa mempelai memahami pesan yang dimaksudkan (tanggapan), dan nasihat-nasihat yang diucapkan tentunya bisa digunakan sebagai pedoman hidup dalam membangun rumah tangga (hasil).

Blumer (dalam Morissan, 2013: 224-230) menjelaskan bahwa dalam pernikahan adat suku Batak Toba tentunya melibatkan banyak orang yang akan menghasilkan tindakan bersama (join action). Sebagian besar dari tindakan kelompok terdiri atas pola-pola yang berulang dan stabil yang diyakini memiliki makna bersama bagi anggota masyarakat yang bersangkutan. Karena terdapat pola- pola yang diulang-ulang dan memiliki makna yang tidak berubah.

Terdapat tiga aspek yang dikemukakan oleh Mead mengenai tindakan sosial, yaitu:

1. Masyarakat, yang berarti sekelompok orang yang bekerja sama karena memiliki pengertian terhadap keinginan atau maksud orang lain. Hasil dari komunikasi yang paling penting adalah makna.

Makna tersebut digunakan untuk menginterpretasikan peristiwa di sekitar kita. Dalam hal ini Suku Batak toba menggunakan simbol- simbol yang sama-sama dipahami oleh anggota kelompok bersangkutan.

(38)

21

2. Diri, menurut Mead memiliki dua sisi yang memiliki tugas penting yaitu, saya sebagai objek dan saya sebagai subjek. Saya sebagai objek adalah konsep diri yang terbentuk dari pola-pola yang teratur dan konsisten yang diri sendiri dan orang lain pahami bersama.

Sedangkan saya subjek adalah bagian diri yang bersifat menuruti dorongan perasaan. Kedua sisi ini saling berkaitan saat melakukan tindakan.

3. Pikiran, dalam aspek ini seseorang akan berpikir dan merencanakan tindakan ke depan. Pemberian makna selalu didefinisikan pada sesuatu yang berdasarkan pada bagaimana seseorang bertindak terhadap sesuatu itu. Misalnya dalam pesta unjuk pihak perempuan atau parboru akan bertindak mengikuti perasaan saat pemberian ulos dengan menangis tersedu-sedu sembari mencium kedua pipi mempelai karena anak perempuan nya akan menjalani kehidupan yang baru bersama pendampingnya.

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu digunakan untuk bahan referensi bagi pemulis dalam melakukan penelitian sehingga penulis dapat menambah pengetahuan dan informasi yang dimanfaatkan untuk mempelajari penelitian yang dilakukan. Selain itu, melalui penelitian terdahulu penulis tidak menemukan penelitian dengan judul penelitian yang sama. Dalam hal ini, penulis akan menguraikan lima penelitian terdahulu yang terdiri dari jurnal dan skripsi yang diuraikan dalam tabel berikut:

(39)

22

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama

Peneliti

Judul Hasil Persamaan Perbedaan

1. Anastasya Sitompul

Makna Simbolik Pada Upacara Pernikahan Suku Adat Batak Toba Di

Sumatera Utara

Hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa makna situasi

simbolik dalam

upacara adat perkawinan Batak Toba di Sumatera Utara terdiri dari objek fisik dan objek sosial.

Persamaan terletak pada masalah yang akan diteliti yaitu mencari tahu makna dari simbol- simbol yang terdapat dalam ritual adat

pernikahan.

Selain itu, terdapat persamaan teori yang digunakan yaitu teori interaksi simbolik.

Perbedaan terletak pada lokus

penelitian. Di mana pada penelitian sebelumnya berada di Sumatera Utara yang merupakan asal dari Suku Batak Toba.

Selain itu informan dalam

penelitian ini fokus kepada tokoh paham adat atau parhata dan pasangan mempelai.

2. Tina Kartika

Pola

Komunikasi

Hasil Penelitian

Persamaan dalam

Perbedaan terletak pada

(40)

23 Etnis

Basemah (Kajian Etnografi Komunikasi Pada

Kelompok Etnis Di Pagaralam Sumatera Selatan

adalah Aktivitas komunikasi Etnis

Basemah Di Dusun

Jangkar dibangun dari peristiwa komunikatif, situasi komunikatif, dan tindak komunikatif.

penelitian ini terletak pada

penggunaan teori

interaksi simbolik.

Selain itu, persamaan terletak pada pendekatan yang digunakan yaitu etnografi.

fokus atau objek

penelitian di mana Tina membahas mengenai pola komunikasi Etnis Basemah.

Sedangkan objek

penelitian ini terletak pada rangkaian ritual adat pernikahan suku Batak Toba.

3. Tati Diana Makna Tari Tortor Dalam Upacara Adat Perkawinan Suku Batak Toba Desa Tangga Batu Kecamatan Tampahan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

sebagian besar masyarakat Batak Toba tidak

mengetahui apa makna yang

Persamaan terletak pada penggunaan teori

interaksi simbolik yang dapat menjelaskan bagaimana makna dalam sebuah

Perbedaan terletak pada objek

penelitian. Di mana pada penelitian sebelumnya fokus kepada makna dari tari tor-tor.

Sedangkan penelitian ini

(41)

24 Kabupaten

Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara

terkandung pada tari tortor dalam upacara perkawinan Batak Toba.

pesan simbolik.

fokus kepada rangkain ritual adat

pernikahan suku Batak Toba. Selain itu, lokasi penelitian juga berbeda.

4. Destien Mistavakia Sirait1 &

Dasrun Hidayat

Pola

Komunikasi Pada

Prosesi Mangulosi Dalam Pernikahan Budaya Adat Batak Toba

Hasil

penelitian ini adalah pola komunikasi yang terkait dengan situasi komunikasi, peristiwa komunikasi, setting komunikasi, pesan komunikasi yang digunakan dalam prosesi adat tersebut.

Persamaan terletak pada fokus

penelitian terkait salah satu ritual adat

pernikahan yaitu, mangulosi.

Perbedaan terletak pada teori dan objek penelitian yang digunakan yaitu, teori negosiasi wajah dan objek

penelitiannya adalah pada salah satu ritual adat saja.

5. Sri Wahyu Ningsih

Komunikasi Nonverbal

Hasil Penelitian

Persamaan terletak pada

Perbedaan terletak pada

(42)

25 Dlam

Pernikahan Adat Batak Ditinjau Dari Nilai- Nilai islam Di Desa Mandurana Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan.

menunjukkan bahwa pesan nonverbal dalam pernikahan adat batak yang

dimaknai melaui hidangan pangupa dan riasan

pengantin karena mengandung nasehat- nasehat serta pengajaran yang baik untuk

kelangsungan hidup

manusia dan mengandung nilai-nilai keislaman yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan

bagimana simbol yang ada dalam ritual adat batak

memiliki makna yang dapat

dijadikan pedoman hidup.

Selain itu, teori yang digunakan adalah teori interaksi simbolik.

pada fokus penelitian. Di mana pada penelitian sebelumnya berfokus pada komunikasi nonverbal.

Sedangkan dalam

penelitian ini fokus pada komunikasi simbolik yang membahas komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal. Selain itu, lokasi penelitian juga berbeda.

(43)

26 2.6 Kerangka Berpikir

Untuk memudahkan peneliti dalam penyusunan penelitian, maka kerangka berpikir diperlukan agar peneliti terarah dalam proses penyusunannya. Dalam penelitian ini peneliti mendeskripskikan terlebih dahulu tentang komunikasi baik dari segi definisi, fungsi dan prinsip komunikasi itu sendiri. Tujuannya agar penelitian ini terarah, jelas dan dapat dipahami oleh pembaca.

Dalam hal ini peneliti menjelaskan bagaimana salah satu budaya yang diturunkan secara terus-menerus dan berkelanjutan oleh Suku Batak Toba dari generasi ke generasi melalui sebuah pesta pernikahan. Suku Batak Toba menganggap bahwa pernikahan merupakan gerbang awal menuju tiang pedoman hidupnya yaitu dalihan na tolu. Selain itu, ritual adat pernikahan juga dianggap sebagai pembuka dari ritual-ritual yang selanjutnya seperti pesta kelahiran anak dan ritual pemakaman. Setelah pasangan mempelai sah baik di mata agama dan negara, maka ritual yang akan dilaksanakan selanjutnya adalah ritual adat pernikahan yang di dalamnya akan ada kegiatan mangulosi dan pembagian jambar yang masing- masing tidak lepas dari unsur komunikasi baik verbal maupun nonverbal.

Sebagaimana uraian di atas, maka teori pendukung dalam penelitian ini adalah teori Interaksi Simbolik yang membahas mengenai simbol-simbol yang menghasilkan sebuah makna yang krusial bagi pengguna yaitu, parhata, orang tua memepelai dan pasangan mempelai. Teori ini memfokuskan pada bagaimana masyarakat (society), self, dan pikiran (mind) saling berhubungan satu sama lain sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Mead. Tujuannya untuk mengatahui makna

(44)

27

yang terdapat dalam setiap simbol-simbol yang ada di dalam ritual adat pernikahan Batak Toba yang dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Adat Pernikahan Batak Toba

Teori Interaksi Simbolik:

1. Society 2. Self 3. Mind

Komunikasi Simbolik Dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba Tahapan Ritual Adat

Pernikahan:

1. Mangulosi 2. Pembagian Jambar

(45)

28 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun kegiatan wawancara secara mendalam akan dilaksanakan di kediaman informan penelitian tepatnya di Kota Gorontalo. Kurangnya perlengkapan yang tersedia di Gorontalo untuk melaksanakan pernikahan adat, maka kedua mempelai memutuskan untuk melaksanakan ritual adat pernikahan di Riau tepatnya di kediaman orang tua mempelai laki-laki. Penelitian ini berlangsung selama 8 bulan mulai bulan April 2021 hingga bulan November 2021 yang diuraikan dalam tabel berikut.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian Bulan

No Kegiatan Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des 1. Observasi

Awal 2. Penyusunan

Proposal 3. Bimbingan

Proposal 4. Seminar

Proposal 5. Pengumpulan

Data

(46)

29 6. Penyusunan

Hasil Penelitian 7. Bimbingan

Hasil Penelitian 8. Seminar Hasil

Penelitian 9. Revisi Hasil

Penelitian 10. Ujian Skripsi 11. Revisi Skripsi

3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Ratna, 2010: 94-98) penelitian kualitatif adalah suatu metode yang dalam gilirannya menghasilkan data deskriptif yang mampu menguraikan kata- kata, tulis maupun lisan. Jenis penelitian ini dianggap alamiah dengan melakukan penelitian dalam latar yang sesungguhnya sehingga objek tidak berubah, baik sebelum maupun sesudah diadakan penelitian. Adapun tujuan akhir metode kualitatif ini adalah makna, berbagai gejala tersembunyi di balik deskripsi data tersebut.

Jenis penelitian ini berguna untuk membantu peneliti dalam menguraikan makna simbolik dalam ritual adat pernikahan suku Batak Toba yang dilakukan oleh pengguna yaitu parhata dan kedua mempelai. Informan penelitian tersebut akan

(47)

30

membantu menguraikan bagaimana simbol-simbol dalam ritual tersebut memiliki makna krusial yang dijadikan pedoman hidup oleh kedua mempelai.

Sementara (dalam Kriyantono, 2006:59) dijelaskan bahwa pendekatan yang digunakan adalah deskriptif. Pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan sesuatu yang sedang diteliti. Fokus pendekatan ini adalah perilaku yang sedang terjadi (what exist at the moment) dan terdiri dari suatu variabel. Misalnya, dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan bagaimana simbol-simbol yang terjadi di dalam ritual adat pernikahan yang dipercaya memiliki makna yang krusial bagi kehidupan kedua mempelai.

Berdasarkan hal tersebut, peneliti berusaha untuk memperoleh informasi secara mendalam mengenai bagaimana simbol-simbol serta makna yang berkaitan dalam ritual adat pernikahan Batak Toba dalam proses pelaksanaanya dan bagaimana mereka melestarikan upacara adat ini sebagai masyarakat perantauan. Dalam hal ini peneliti ingin mencari tahu proses ritual adat pernikahan Batak Toba secara jelas.

Adapun objek dalam penelitian ini adalah bagaimana simbol-simbol dan makna simbolik dalam ritual adat pernikahan Batak Toba.

3.3 Informan Penelitian

(Kriyantono, 2008: 154-158) informan penelitian atau responden adalah seseorang atau pihak yang dijadikan sebagai sampel dalam penelitian. Dalam riset komunikasi dikenal dua jenis teknik sampling yaitu probabilitas dan nonprobabilitas. Namun, teknik sampling yang dapat merepresentasikan penelitian

(48)

31

ini adalah nonprobabilitas yaitu informan atau sampel penelitian yang dipilih melalui pertimbangan-pertimbangan yang berdasarkan tujuan penelitian.

Dalam hal ini, teknik sampling yang digunakan adalah sampling purposif atau purposive sampling yang mencakup pihak yang diseleksi atas dasar kriteria-kriteria tertentu. Teknik ini menentukan di mana kriteria harus mendukung tujuan penelitian. Maka dalam menentukan subjek penelitian, peneliti memilih informan penelitian yang mengetahui dan memahami fokus dalam penelitian komunikasi simbolik dalam ritual adat pernikahan Batak Toba. Adapun informan yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian yaitu parhata dan kedua mempelai.

Peneliti mendapatkan informan melalui hasil pencarian dan dibantu oleh kerabat yaitu, Bapak Oliver Simamora yang berperan aktif dalam kegiatan yang dilakukan oleh Batak Saroha. Selanjutnya peneliti akan menggunakan teknik sampling purposif guna menemukan informan untuk memperkuat dan memperdalam informasi yang dibutuhkan oleh peneliti.

Setelah mendapat bantuan dari Bapak Oliver Simamora maka peneliti telah menemukan tiga informan yang bersedia membantu dalam penyusunan penelitian ini, yaitu:

Tabel 3.2 Informan Penelitian

No. Nama Jenis Kelamin Keterangan

1. Asmara Sidabutar Laki-laki Parhata

2. Fernando Siregar Laki-Laki Mempelai

3. Ika Pasaribu Perempuan Mempelai

(49)

32 3.4 Sumber Data Penelitian

Adapun sumber data yang yang digunakan dalam penelitian adalah sumber data primer dan sekunder, yang masing-masing sebagai berikut:

1. Sumber Primer

Sumber data primer dalam penelitian adalah data yang didapatkan peneliti melalui observasi dengan mengamati proses ritual adat pernikahan yang terdapat dalam album pernikahan pasangan mempelai dan melakukan wawancara secara langsung untuk mengetahui bagaimana suatu aktivitas dari individu atau kelompok yang terjadi di dalam masyarakat. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan informan penelitian dan mengamati bagaimana komunikasi simbolik dalam ritual adat pernikahan Batak Toba.

2. Sumber Sekunder

Sumber data sekunder diperoleh melalui media perantara. Peneliti dalam hal ini, mengumpulkan data sekunder melalui buku ataupun situs pembelajaran daring seperti jurnal, artikel yang sesuai dengan judul penelitian untuk menjadi bahan acuan dalam penyusunan penelitian Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Berdasarkan metode penelitian dan sumber data yang dimanfaatkan, maka teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah:

(50)

33 1. Observasi atau Pengamatan

Daymon dan Holloway (dalam Ratna, 2010: 217-218) Teknik pengumpulan data ini mengsyaratkan penulisan dan perekaman data secara sistematis. Observasi akan menunjukkan data dalam bentuk perilaku yang tentunya berkaitan dengan masalah-masalah yang berada dibalik perilaku tersebut. Dalam teknik ini akan disajikan sudut pandang secara menyeluruh tentang praktik kehidupan sosial budaya tertentu.

Teknik observasi adalah proses pengamatan dan pencatatan dari peristiwa yang sedang diteliti. Penggunaan teknik ini diharapkan mampu memperoleh gambaran secara objektif atas peristiwa yang sedang diteliti. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan mengamati ritual adat pernikahan melalui album foto pernikahan pasangan mempelai serta mencatat bagian penting dari peritiwa yang menunjukkan pesan simbolik dalam ritual adat pernikahan Batak Toba.

2. Wawancara (interview)

Wawancara adalah bagaimana cara peneliti menggali informasi dari informan atau narasumber dalam penelitian. Terdapat tiga informan dalam penelitian ini, yaitu parhata dan kedua mempelai. Ketiga informan tersebut merupakan seseorang yang berstatus aktif baik dalam komunitas Batak Saroha dan mengetahui ritual-ritual yang terdapat dalam adat pernikahan Batak Toba. pada teknik wawancara ini peneliti sebelumnya sudah menyiapkan daftar pertanyaan sebelum wawancara dilaksanakan. Adapun daftar pertanyaan dilampirkan pada bagian pedoman wawancara.

(51)

34 3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah pemberian atau pengumpulan bukti dan keterangan seperti (gambar, kutipan, dan bahan referensi lain). Dalam teknik pengumpulan dokumentasi, peneliti akan mengambil gambar, merekam proses wawancara, mengutip beberapa pendapat ahli, dan mencari referensi terkait dengan judul penelitian.

4. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan memanfaatkan buku, artikel, jurnal atau referensi lain baik secara langsung ataupun daring yang berkaitan dengan judul penelitian. Dengan mengumpulkan data tersebut, maka peneliti dapat memperoleh data tertulis melalui bacaan terkait dengan penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan banyak informasi terkait dengan judul penelitian mengenai pesan simbolik yang terdapat dalam ritual adat pernikahan baik melalui buku, skripsi dan jurnal yang dapat diakses secara langsung maupun daring.

3.6 Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman (dalam Ratna, 2010: 310) mengemukakan 3 hal pokok yang ada di dalam teknik analisis data, yaitu:

1. Reduksi data bertujuan untuk merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, mencari tahu informasi yang akan menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah. Pada tahap reduksi data peneliti akan mencatat peristiwa-peristiwa komunikasi yang penting seperti memperhatikan tindakan yang dilakukan oleh parhata, dan kedua mempelai dalam memberi dan menerima

(52)

35

simbol-simbol dalam ritual adat pernikahan Batak Toba. Peneliti dalam tahap ini akan fokus pada bagaimana proses pelaksanaan ritual adat pernikahan serta menanyakan simbol serta makna yang terdapat dalam ritual tersebut.

2. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Dalam hal ini, peneliti akan menguraikan simbol serta makna dengan melampirkan foto selama pelaksanaan ritual sedang berlangsung yang didapatkan melalui informan penelitian.

3. Penarikan kesimpulan harus berupa suatu temuan yang baru, belum pernah ada dan berupa deskripsi dari sebuah objek yang sebelumnya masih redup menjadi terang benderang setelah diteliti. Peneliti dalam hal ini akan menguraikan beberapa hal yang akan menjawab tujuan penelitian yaitu untuk mendeskripsikan simbol serta makna simbolik yang terdapat dalam ritual adat pernikahan Batak Toba.

(53)

36 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Objek Peneltian

4.1.1 Suku Batak Toba

Sebagai salah satu suku terbesar di Indonesia, Suku Batak Toba ini mendiami wilayah pesisir Sumatera Utara. Tanah Batak merupakan kawasan pedalam di Sumatera Utara dengan Danau Toba sebagai pusatnya. Daerah ini merupakan dataran tinggi yang berada di Kawasan pegunungan-pegunungan tinggi. Menurut mitos yang beredar di masyarakat Batak Toba, adapun leluhur pertama dari Suku Batak Toba adalah si Raja Batak yang menurut masyarakat setempat tinggal di Pusuk Buhit yang terletak di sebelah barat Danau Toba. Keturunan dari leluhur tersebut dipercaya mendiami seluruh pulau Samosir. Seiring berjalannya waktu maka sebagian dari keturunannya tersebut menyebar di seluruh bagian Sumatera Utara.

Farida, Ermanto dan Novia (2013: 2) menjelaskan bahwa suku Batak terdiri dari 5 etnis yaitu, Batak Simalungun, Batak Karo, Batak Mandailing, dan Batak Pakpak yang tentunya memiliki bahasa yang berbeda-beda. Bahasa Batak Toba digunakan oleh masyarakatnya terutama dalam kehidupan sehari-hari hingga pada pelaksanaan upacara adat. Suku Batak Toba ini sadar bahwa tanpa menggunakan bahasa Batak Toba komunikasi dianggap tidak kaku dan dirasakan kurang bermakna. Intonasi yang digunakan juga harus tepat, karena bisa saja yang

(54)

37

dimaksud dan dipahami oleh orang lain menjadi berbeda maknanya. Contohnya margota yang berarti bergetah, sedangkan margota’ berarti berdarah.

Dalam (Vergouwen, J. C. 2004: 6) umumnya suku Batak Toba memiliki keinginan yang tinggi dalam hal martuturtutur atau mencari tahu silsilah kekerabatan jika bertemu dengan orang Batak lainnya, apakah orang batak yang satu berkerbatan dengan yang lainnya atau apakah akan membentuk kekerabatan yang baru melalui sebuah pernikahan dan bagaimana cara yang seharusnya untuk bertegur sapa.

Anastasya Sitompul (dalam Nalom, 1982:3) menjelaskan bahwa kekerabatan suku Batak diikat oleh oleh kelompok kekerabatan yang dikenal dengan sebutan marga. Adapun kegiatan menelusuri silsilah garis keturunan marga disebut dengan istilah tarombo. Marga Batak Toba merupakan marga pada Suku Batak yang berasal dari Kawasan Sumatera Utara, terutama yang mendiami Kabupaten Tobasa yang wilayahnya meliputi Balige, Porsea, Languboti, dan sekitarnya.

Suku Batak Toba memiliki sistem kekerabatan patrilineal yaitu kekerabatan berdasarkan garis keturunan ayah. Suku batak menyebutnya dengan dongan sabutuha atau seseorang yang berasal dari rahim yang sama. Sehingga saat suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki, maka garis keturunannya dianggap punah.

Karena hal tersebut, maka sebisa mungkin para orang tua akan menyarankan anak- anaknya untuk menikah dengan orang Batak juga.

(55)

38 4.1.2 Sistem Pernikahan

Pernikahan dalam Suku Batak Toba pada dasarnya bertujuan untuk membangun rumah tangga yang langgeng dan bahagia. Selain itu, tujuan yang begitu krusial adalah untuk mendapatkan keturunan atau generasi penerus marga atau sebagai kelanjutan dari garis keturunan dari ayahnya. Menurut masyarakat Batak Toba, pernikahan yang ideal adalah di mana seorang wanita menikahi anak laki-laki dari namboru atau adik kakak kandung perempuan dari ayahnya. Begitu juga dengan laki-laki yang menikahi anak perempuan dari tulang atau adik kakak kandung laki-laki dari ibunya.

Selain itu, perkawinan bagi Suku Batak Toba juga berfungsi sebagai penentu hak dan kewajiban. Perkawinan dianggap sebagai gerbang penghubung dalam pelaksaan adat dalihan na tolu pada masyarakat Batak Toba. Adapun sistem pernikahan yang dianut oleh masyarakat Batak Toba adalah perkawinan dengan seseorang yang berada dari luar marganya sendiri atau disebut dengan eksogami.

Tidak hanya itu, masyarakat Batak Toba juga hanya mengizinkan melaksanakan satu kali pelaksaan ritual adat pernikahan atau dalam kata lain hanya memperbolehkan seorang pria menikah satu kali dan hanya memiliki satu istri seumur hidup hingga maut yang memisahkan atau disebut juga sebagai monogami.

Dalam sistem perkawinan Batak Toba terdapat larangan kawin dengan marga yang sama karena masih memiliki hubungan darah atau hubungan kekerabatan sehingga terdapat kekhawatiran bahwa keturunan yang dihasilkan dari pasangan

(56)

39

yang melakukan perkawinan semarga tidak sempurna. Berikut merupakan pernikahan yang dilarang bagi masyarakat Batak Toba:

1. Namarito

Namarito adalah seseorang yang memiliki tali persaudaraan khususnya seseorang yang memiliki marga yang sama. Contohnya seorang yang memiliki marga Silalahi tidak dapat menikah dengan seorang wanita yang memiliki boru Silalahi. Tidak hanya itu pria tersebut juga tidak boleh menikahi wanita yang memiliki boru Sihaloho, Sidebang, Silalahi Raja, Situkir, Tambunan dan marga lainnya yang masih termasuk dalam kelompok marga Silalahi.

2. Pariban na so boi oli on

Pariban na so boi oli on adalah pariban kandung yang hanya diperbolehkan atau diizinkan menikah dengan satu pariban saja. Misalnya, dua orang pria kakak beradik kandung akan memiliki lima pariban atau anak perempuan dari tulangna, maka hanya salah satu dari mereka yang boleh menikahi paribannya. Contoh lain adalah jika seorang wanita yang Ayahnya marga Silalahi dan Ibunya boru Simbolon Sirimbang, maka wanita tersebut tidak boleh menikah dengan seorang pria yang memiliki marga Simbolon Sirimbang, wanita tersebut masih diizinkan untuk menikah dengan marga Simbolon, tapi bukan Simbolon Sirimbang melainkan Simbolon yang lainnya seperti Tuan, Hapotan, Pande, Altong dan lain sebagainya.

(57)

40 3. Dua Punggu Saparitoan

Dua Punggu Saparitoan adalah tidak diperbolehkan melaksanakan pernikahan antara dua orang atau lebih kakak beradik kandung yang memiliki mertua yang sama. Sebagaimana penjelasan di atas, bahwa seseorang tidak boleh menikah dengan saudara laki-laki atau saudara perempuan kandung dari suami atau istri mereka. Karena hal tersebut merupakan sesuatu yang dianggap tokka bagi masyarakat Batak Toba.

Seperti yang sudah diuraikan di atas bahwa pada hakikatnya pernikahan bagi masyarakat Suku Batak Toba bersifat patrilineal yang bertjuan untuk meneruskan dan melestarikan garis keturunan dari Ayah atau suami. Para pendahulu dan leluhur selalu menyarankan agar masayarakat Batak Toba mencari jodoh atau menikah dengan dengan seseorang yang memiliki latar belakang budaya yang sama yaitu Batak. Hal ini bertujuan agar baik wanita ataupun laki-laki akan memiliki keturunan yang memiliki ciri k

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu  No.  Nama
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian  Bulan
Tabel 3.2 Informan Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

sukunya. Namun saat ini banyak suku Batak Toba yang menikah dengan suku lain. “Ya kalau memang sudah tekad menikah, harus dilaksanakan adat bataknya. Mau tidak mau harus pakai

Masyarakat batak toba di Desa margojadi Kecamatan Mesuji Timur Kabupaten Mesuji memiliki persepsi yang positif terhadap pernikahan mangain (mengangkat) marga dalam

Simbol yang dimaksud dalam upacara perkawinan adat Batak Toba.. ialah pada saat

Website ini dirancang untuk mengenalkan proses atau tata cara pernikahan suku Batak Toba pada generasi muda.Tujuan website ini adalah memberikan kemudahan bagi generasi

Masyarakat Batak merupakan salah satu kelompok etnis yang masih kuat mempertahankan tradisi ritual adat dalam berbagai tahapan peristiwa, termasuk dalam peristiwa

Kampung Wisata Adat Batak Toba akan menghadirkan kampung asli Batak Toba dengan bangunan primitif dan bangunan yang mengkinikan arsitektur Nusantara sesuai dengan

Hasil analisis data yang diperoleh dari umpasa dalam upacara adat pernikahan Batak Toba serikat tolong menolong dosroha terdapat beberapa aspek yang terdiri dari peran, makna, dan

Bagaimana struktur bentuk penyajian lagu pop pengganti repertoar gondang pada upacara pernikahan adat Batak Toba di Yogyakarta2.