• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. Studi Kepustakaan

5.2 Saran

77

2. Setiap pelaksanaan ritual adat pernikahan Batak Toba diyakini memiliki makna yang dapat dijadikan pedoman hidup dalam berkeluarga. Adapun makna dari simbol-simbol dalam ritual adat pernikahan Batak Toba adalah:

a. Sinamot: Menunjukkan kesanggupan dan harga diri dari pihak paranak atau pihak laki-laki.

b. Iddahan sibuha-buhai: Makan bersama untuk memohon kepada Tuhan agar ritual adat pernikahan berjalan dengan baik dan lancar.

c. Mandar hela: Sarung yang akan digunakan oleh menantu laki-laki untuk membantu dalam pelaksanaan acara adat yang lainnya.

d. Tandok boras sipirnitondi: Rezeki yang lancar. sehat secara jasmani dan rohani.

e. Dekke: kesuburan dan keturunan yang banyak.

f. Pemberian jambar: Sukacita dari keluarga.

g. Mangulosi: Kain yang mampu mengikat dan melindungi pasangan mempelai.

h. Manortor: Bentuk sukacita dari keluarga.

78

simbol-simbol komunikasi tersebut seperti pasangan mempelai, kerabat ataupun tamu undangan yang hadir.

2. Makna simbolik bisa ditemukan di mana saja dan kapan saja seperti dalam penelitian ini yaitu dalam pelaksanaan ritual adat pernikahan.

Sehingga tidak menutup kemungkinan jika setelah ini pembaca bisa memilih topik penelitian serupa namun dikaji dengan hal yang berbeda seperti semiotika dan lain sebagainya.

79

DAFTAR PUSTAKA

Baran, Stanley J. Pengantar Komunikasi Massa Melek Media & Budaya. Jakarta:

Penerbit Erlangga

Cangara, Hafied. (2017). Perencanaan dan Strategi Komunikasi. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Diana, T., & Tantoro, S. (2017). Makna Tari Tortor Dalam Upacara Adat Perkawinan Suku Batak Toba Desa Tangga Batu Kecamatan Tampahan Kabupaten Toba Samosir Provinsi Sumatera Utara (Doctoral dissertation, University).

Hanan, H., Suwardhi, D., Nurhasanah, T., & Santa Bukit, E. (2015). Batak Toba cultural heritage and close-range photogrammetry. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 184, 187-195.

https://simbolon.tripod.com/ diakses pada 10 September pukul: 01:33 WITA Haris, A., & Amalia, A. (2018). Makna Dan Simbol Dalam Proses Interaksi

Sosial (Sebuah Tinjauan Komunikasi). Jurnal Dakwah Risalah, 29(1), 16- 19.

Hutabarat, F. M., Ermanto, E., & Juita, N. (2013). Kekerabatan Bahasa Batak Toba Dengan Bahasa Batak Mandailing. Jurnal Bahasa dan Sastra, 2(1), 59-71.

Kartika, T. (2012). Pola Komunikasi Etnis Besemah (Kajian Etnografi Komunikasi Pada Kelompok Etnis di Pagaralam Sumatra Selatan). Kom & Realitas Sosial, 4(4).

Kriyantono, Rachmat. (2006). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Morrisan. (2018) Teori Komunikasi Individu Hingga Massa. Jakarta: Prenada Media Group

Mulyana, D. (2016). Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

80

Ningsih, S. W. (2020). Komunikasi nonverbal dalam pernikahan adat Batak ditinjau dari nilai-nilai islam Di Desa Mandurana Kecamatan Sipirok Kabupaten Tapanuli Selatan (Doctoral dissertation, IAIN Padangsidimpuan).

Octavianus, A. (2019). Komunikasi Ritual Dalam Upacara Mengadati (Doctoral dissertation, Universitas Komputer Indonesia).

Pardosi, J. (2008). Makna Simbolik Umpasa, Sinamot, dan Ulos Pada Adat Perkawinan Batak Toba. Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, 101-108.

Ratna, N.K. (2016). Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Simanjuntak, A. M. (2020). Pelaksanaan Adat Perkawinan Masyarakat Batak Toba di Kecamatan Medan Area Kota Medan Tahun 1970-1982.

Simatupang, M. N. (2016). Proses Penyematan Ulos (Mangulosi) dalam Pernikahan Adat Suku Batak Toba” (Studi Kasus Mangulosi Dalam Perspektif Interaksi Simbolik pada Pernikahan Batak Toba di Gorga Mangampu Tua-Medan) (Doctoral dissertation, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa).

Sirait, D. M., & Hidayat, D. (2015). Pola Komunikasi Pada Prosesi Mangulosi Dalam Pernikahan Budaya Adat Batak Toba. J-IKA, 2(1), 23-31.

Siregar, N. S. S. (2012). Kajian Tentang Interaksionisme Simbolik. Perspektif, 1(2), 100-110.

Sitompul, A. (2017). Makna Simbolik Pada Upacara Pernikahan Suku Adat Batak Toba Di Sumatera Utara (Doctoral dissertation).

Sugiyono. (2018). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

81

LAMPIRAN I

PEDOMAN WAWANCARA Pertanyaan yang diajukan untuk Parhata, yaitu:

1. Apa saja tugas dari raja parhata?

2. Bagaimana proses ritual sebelum mengadati dan pelaksanaan pesta adat dalam pernikahan adat Batak Toba?

3. Bagaimana simbol-simbol atau gerakan tertentu yang mendeskripsikan proses pelaksanaan ritual adat pernikahan Batak Toba?

4. Mengapa ritual-ritual dalam adat pernikahan Batak Toba memiliki makna yang penting?

5. Adakah modifikasi dalam pernikahan adat Batak?

6. Bagaimana pandangan parhata terhadap pelaksanaan ritual adat pernikahan Batak Toba saat ini?

7. Siapa saja pihak yang akan menyerahkan dan mendapatkan ulos selain mempelai?

8. Ada berapa jenis ulos yang akan digunakan dalam ritual adat pernikahan?

9. Siapa saja pihak yang menyerahkan dan mendapatkan jambar dalam ritual adat pernikahan?

10. Apakah sinamot hanya untuk orangtua dari parboru atau akan dibagikan kepada seluruh keluarga parboru?

11. Apa yang terjadi jika terdapat pasangan mempelai yang tidak melaksanakan adat pernikahan?

82

PEDOMAN WAWANCARA Pertanyaan yang diajukan untuk Pasangan Mempelai, yaitu:

1. Mengapa memutuskan untuk melaksanakan ritual adat pernikahan Batak Toba?

2. Apa saja yang harus dipersiapkan oleh Bapak/Ibu selaku mempelai dalam ritual adat pernikahan ini?

3. Apa saja kendala yang dihadapai dalam proses persiapan ritual adat pernikahan?

4. Apakah Ibu/Bapak memahami simbol-simbol yang diberikan oleh kelaurga dan tamu undangan dalam ritual adat pernikahan Batak Toba?

5. Apakah Ibu/Bapak memahami makna dari simbol yang dilaksanakan dalam ritual- ritual tersebut?

6. Apakah yang Ibu atau Bapak harapkan dari pelaksanaan ritual adat pernikahan Batak Toba ini?

83

LAMPIRAN II

CATATAN DOKUMENTASI

Gambar I Wawancara bersama Parhata Asmara Sidabutar sebagai informan di Jln.

Bilingata, pukul 23:50 WITA (11/7/2021)

Gambar 2 Wawancara bersama pasangan mempelai Fernando Siregar dan Ika Pasaribu sebagai informan di Jln. Bilingata, pukul 23:50 WITA (11/7/2021)

84

GAMBAR 3 Wawancara dengan Parhata dan Mempelai Laki-laki melalui aplikasi WhatsApp

85 LAMPIRAN III

PENDAHULUAN

Harris (dalam Baran, 2008: 9) menjelaskan bahwa budaya merupakan salah satu faktor penting dalam proses komunikasi. Budaya adalah suatu tradisi dan pola hidup yang dipelajari dan diperoleh secara sosial oleh anggota dalam suatu kelompok masyarakat, termasuk cara berpikir, emosi, dan tindakan yang dilakukan secara terus- menerus. Budaya bukan hanya melulu soal seni tapi mengacu pada bagaimana seseorang dalam mendapatkan makna melalui berkomunikasi, menetapkan, dan mengembangkan pengetahuannya tentang bagaimana menyikapi kehidupan.

Bagi suku Batak Toba, pernikahan merupakan suatu hal yang dianggap sangat penting dan sakral karena melalui ritual tersebut maka akan berlanjut ke ritual adat yang lainnya seperti pesta kelahiran, kematian dan lain sebagainya. Sistem pernikahan dalam suku Batak Toba adalah Monogami, yang dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah sistem yang

hanya mengizinkan laki-laki memiliki satu istri sepanjang hidupnya. Keluarga yang belum mangadati tidak berhak menerima atau memberi adat kepada orang lain. Mangadati bagi suku Batak Toba merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan jika keluarga tersebut dianggap sudah mampu untuk melaksanakannya. Pernikahan dianggap sebuah jembatan yang akan menghubungkan seseorang ke dalam pedoman hidup suku Batak Toba yaitu dalihan na tolu yang dilakanakan baik oleh pihak laki-laki maupun perempuan.

Dalihan na tolu dalam suku batak dianggap sebuah tiang penopang dalam kehidupan. Istilah tersebut memiliki arti yaitu, somba marhula- hula, artinya adalah harus menghormati dan menghargai keluarga dari pihak perempuan. Hula-hula bagi suku Batak Toba dianggap memiliki derajat yang tinggi, dan mampu memberikan berkat kehidupan bagi suatu keluarga. Manat mardongantubu, artinya harus berhati- harti dalam menjaga hubungan dengan keluarga kandung ataupun seseorang yang satu marga. Elek Marboru artinya kelompok hula-hula juga harus bisa

86 membujuk boru atau (pihak perempuan) jika terjadi kesalah pahaman di antara mereka. Sehingga dalihan na tolu yang menjadi pedoman bagi terlaksananya adat pernikahan Batak Toba.

Proses komunikasi yang terjadi dalam ritual adat pernikahan tentunya memiliki simbol-simbol atau makna yang sangat penting untuk dijadikan pegangan atau pedoman bagi kedua mempelai. Pernikahan bagi masyarakat suku Batak Toba dianggap sangat sakral, karena para nenek moyang dan tokoh adat menekankan bahwa pernikahan hanya terjadi satu kali seumur hidup, yang terdapat dalam perumpamaan “aha na ipasada debata na so boi i isirakkon ni jolma, so sinirang ni hamatean” yang berarti sesuatu yang disatukan tuhan tidak boleh dipisahkan atau diceraikan oleh manusia, melainkan hanya kematian yang dapat memisahkan.

Dalam penelitian ini suku Batak Toba yang menjadi inti penelitian.

Penulis memilih Batak Toba sebagai studi penelitian, karena dianggap sebagai suku yang unik dan masih mempertahankan filsofi kehidupan Batak yaitu dalihan na tolu. Selain itu

masyarakat Batak menggunakan banyak simbol dalam kehidupan adatnya yaitu pernikahan sehingga sangat menarik untuk dikaji dan dijadikan penelitian.

Dengan penjelasan yang sudah diuraikan di depan, maka sesuatu yang dianggap sakral dan memiliki makna yang krusial bagi kehidupan seseorang atau kelompok tertentu. Di mana pernikahan dalam Suku Batak Toba dianggap hanya akan dilaksanakan sekali seumur hidup. Peneliti merasa hal ini perlu di teliti dari sudut pandang komunikasi, mengetahui bagaimana simbol-simbol yang membentuk beragam makna dalam prosesi ritual adat pernikahan. Adapun judul pada penelitian yaitu Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba.

TINJAUAN PUSTAKA Komunikasi

Dalam (Mulyana, 2016: 6) kata komunikasi berasal dari kata Latin communis yang berarti “sama,”

communico, communication, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Dalam hal ini

87 komunikasi menyarankan bahwa suatu makna, suatu pikiran, ataupun pesan dianut secara sama. Kata lain yang mirip dengan komunikasi adalah community atau komunitas yang juga menekankan kesamaan atau kebersamaan. Komunitas bergantung pada pengalaman dan perasaan yang terdapat di dalamnya, dan komunikasi berperan dan mampu menjelaskan kebersamaan itu.

Komunikasi didefinisikan secara luas sebagai “berbagi pengalaman.”

Dari beberapa pendapat ahli yang sudah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran pesan antara dua orang atau lebih untuk mencapai makna yang dapat dipahami secara bersama.

Komunikasi Simbolik

Representasi ini ditandai dengan kesamaan ataupun kemiripan. Seringkali lambang dan ikon dipertukarkan.

Misalnya Danau Toba merupakan ikon suku Batak Toba. Sementara itu, si gale- gale adalah lambang suku Batak Toba.

Pertukaran seperti inilah yang sering terjadi, yang benar adalah si gale-gale merupakan ikon dari suku Batak Toba

karena aksesori yang digunakan adalah ulos yang orang-orang mengetahuinya sebagai ikon atau ciri khas dari suku Batak Toba.

Komunikasi Ritual

Dalam (Mulyana, 2016: 27) menjelaskan bahwa ritual adalah suatu kegiatan atau peristiwa yang dilakukan secara terus-menerus dan berkelanjutan.

Kegiatan ritual memungkinkan para anggota berbagi cerita dan komitmen emosional yang dapat mempererat tali kekeluargaan di antar anggota kelompok atau dalam hal ini suku Batak Toba.

Sebagaimana dalam penelitian, Suku Batak Toba percaya bahwa ritual adat pernikahan penting karena menjadi tanda bahwa seseorang merupakan anggota dari kelompok atau komunitas tertentu serta ritual adat yang dilaksanakan dipercaya memiliki makna yang bermanfaat dalam kehidupan sosial budaya.

Adapun urutan ritual dalam pernikahan adat Batak Toba, antara lain:

1. Marhusip-husip merupakan perundingan antara pihak pria dan wanita yang membahas mengenai

88 sinamot atau mahar yang harus disiapkan. Hasil dari perundingan marhusip belum perlu diketahui oleh umum karena meminimalkan kegagalan dalam mencapai kata sepakat.

2. Marhata sinamot merupakan perundingan yang membahas mengenai besarnya mahar secara tawar-menawar dengan pihak wanita. Selain itu, perundingan ini juga membahas mengenai hewan yang akan disembelih, jumlah ulos, undangan, waktu dan lokasi pesta adat.

3. Martumpol merupakan acara lamaran yang dilaksanakan di tempat yang sudah disepakati sebelumnya.

4. Manjalo Pasu-Pasu Parbagason merupakan pemberkatan pernikahan atau akad nikah yang dilaksanakan di tempat yang sudah disepakati.

5. Pesta Unjuk atau pesta adat merupakan acara puncak dari rangkaian ritual yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Dalam pesta unjuk terdapat beberapa ritual yaitu:

1) Selain mempelai diberikan berkat di tempat ibadah, pada saat pesta unjuk ini pun mempelai mendapatkan pemberkatan dari adat yaitu dari seluruh keluarga, khususnya kedua orangtua. Dalam ritual ini disampaikan doa-doa untuk kedua pengantin yang diwakili dengan pemberian ulos.

2) Pembagian Jambar berupa daging dan uang.

Jambar yang dibagikan untuk pihak wanita adalah jambar juhut atau daging dan jambar tuhor ni boru atau sinamot dibagi sesuai peraturan.

Sedangkan jambar yang dibagikan untuk pihak laki-laki adalah dekke atau ikan mas arsik dan ulos yang dibagi sesuai peraturan. Pesta unjuk diakhiri dengan pengantaran pengantin

89 perempuan ke pihak paranak (pihak laki-laki).

6. Dialap Jual atau Ditaruhon Jual.

Dialap jual berarti pesta dilakukan di kediaman Wanita.

Sedangkan ditaruhon jual adalah pesta dilaksanakan di kediaman laki-laki, dan mempelai wanita diperbolehkan pulang ke tempat orangtua untuk nantinya diantarkan oleh para namboru atau bibi nya. Dalam hal ini, paranak akan memberikan upah karena telah manaruhon.

Sedangkan dalam dialap jual upah tersebut tidak berlaku.

7. Paulak Une merupakan kegiatan seminggu atau beberapa waktu setelah pesta adat dilaksanakan, di mana pihak laki-laki beserta wanita berkunjung dan berterima kasih kepada keluarga wanita karena telah menjaga dan mendidik putrinya dengan baik sejak kecil sampai dengan hari pernikahannya. Dalam hal ini, pihak wanita akan mengetahui jika putrinya nyaman tinggal di kediaman nya yang baru.

8. Manjae adalah anak pertama akan pisah rumah dengan kedua orangtuanya. Jika anak bungsu, maka dapat mewarisi rumah milik orangtua. Hal ini tidak bersifat mutlak, bergantung pada kesepakatan sebelumnya.

9. Maningkir Tangga merupakan adat balik dari paulak une.

Dalam hal ini, pihak parboru (wanita) akan berkunjung ke kediaman putrinya dan melihat kodisi putrinya. Hal ini merupakan bentuk implementasi bahwa hubungan kekeluargaan tidak hanya sebatas ketika acara pernikahan saja, tapi menyangkut keluarga besar sehingga tali kekeluargaan tetap terjaga.

Dalam hal ini, fokus penelitian adalah saat ritual pesta unjuk atau pesta adat. Sebagaimana yang sudah diuraikan di atas bahwa di dalam pesta unjuk terdapat simbol-simbol yang digunakan oleh tokoh paham adat atau parhata, kedua mempelai, dan keluarga mempelai yang penting untuk diteliti bagaimana pesan simbolik dalam ritual tersebut.

90 Teori Interaksi Simbolik

Teori interaksi simbolik merupakan suatu gerakan pemikiran oleh George Herbert Mead yang berdasarkan tiga konsep penting yaitu, masyarakat (society), diri (self), dan pikiran (mind). Ketiga konsep tersebut berasal dari proses umum yang sama yang disebut “tindakan sosial” (social act).

Suatu tindakan sosial melibatkan tiga pihak yaitu, isyarat tubuh (gesture), dan adanya efek atau umpan balik terhadap isyarat itu oleh orang lain dan adanya hasil. Hasil adalah makna dari tindakan oleh komunikator. Makna tidak hanya pada salah satu dari ketiga hal tersebut tetapi berada dalam suatu kesatuan segitiga yang terdiri dari isyarat tubuh, tanggapan dan hasil. Contohnya dalam ritual adat pernikahan terdapat gerakan simbolik yang akan dilakukan oleh kedua orang tua saat memberikan berkat kepada mempelai dengan menyematkan ulos ke mempelai sembari memberikan nasihat dan menggenggam beras lalu diletakkan di kepala mempelai (tindakan), saat itu juga mempelai secara langsung akan menganggukan kepala

sebagai tanda bahwa mempelai memahami pesan yang dimaksudkan (tanggapan), dan nasihat-nasihat yang diucapkan tentunya bisa digunakan sebagai pedoman hidup dalam membangun rumah tangga (hasil).

Blumer (dalam Morissan, 2013:

224-230) menjelaskan bahwa dalam pernikahan adat suku Batak Toba tentunya melibatkan banyak orang yang akan menghasilkan tindakan bersama (join action). Sebagian besar dari tindakan kelompok terdiri atas pola-pola yang berulang dan stabil yang diyakini memiliki makna bersama bagi anggota masyarakat yang bersangkutan. Karena terdapat pola-pola yang diulang-ulang dan memiliki makna yang tidak berubah.

Terdapat tiga aspek yang dikemukakan oleh Mead mengenai tindakan sosial, yaitu:

1. Masyarakat, yang berarti sekelompok orang yang bekerja sama karena memiliki pengertian terhadap keinginan atau maksud orang lain. Hasil dari komunikasi yang paling penting adalah makna. Makna tersebut

91

digunakan untuk

menginterpretasikan peristiwa di sekitar kita. Dalam hal ini Suku Batak toba menggunakan simbol-simbol yang sama-sama dipahami oleh anggota kelompok bersangkutan.

2. Diri, menurut Mead memiliki dua sisi yang memiliki tugas penting yaitu, saya sebagai objek dan saya sebagai subjek. Saya sebagai objek adalah konsep diri yang terbentuk dari pola-pola yang teratur dan konsisten yang diri sendiri dan orang lain pahami bersama. Sedangkan saya subjek adalah bagian diri yang bersifat menuruti dorongan perasaan.

Kedua sisi ini saling berkaitan saat melakukan tindakan.

3. Pikiran, dalam aspek ini seseorang akan berpikir dan merencanakan tindakan ke depan. Pemberian makna selalu didefinisikan pada sesuatu yang berdasarkan pada bagaimana seseorang bertindak terhadap sesuatu itu. Misalnya dalam pesta unjuk pihak perempuan atau parboru akan bertindak

mengikuti perasaan saat pemberian ulos dengan menangis tersedu-sedu sembari mencium kedua pipi mempelai karena anak perempuannya akan menjalani kehidupan yang baru bersama pendampingnya.

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

Adapun kegiatan wawancara secara mendalam akan dilaksanakan di kediaman informan penelitian tepatnya di Kota Gorontalo. Penelitian ini dilakukan selama 8 bulan, terhitung sejak bulan April sampai dengan bulan November 2021.

Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan, dengan jenis penelitian deskriptif.

Informan Penelitian

Penelitian ini memiliki tiga informan kunci yaitu, tokoh adat selaku seseorang yang paham akan ritual-ritual adat pernikahan serta kedua pasangan mempelai yang tentunya ikut serta dalam

92 ritual adat pernikahan Batak Toba tersebut.

Sumber Data Penelitian Sumber Primer

Sumber data primer dalam penelitian adalah data yang didapatkan peneliti melalui observasi dengan mengamati proses ritual adat pernikahan yang terdapat dalam album foto pernikahan pasangan mempelai dan melakukan wawancara secara langsung untuk mengetahui bagaimana suatu aktivitas dari individu atau kelompok yang terjadi di dalam masyarakat.

Sumber Sekunder

Sumber data sekunder diperoleh melalui media perantara. Peneliti dalam hal ini, mengumpulkan data sekunder melalui buku ataupun situs pembelajaran daring seperti jurnal, artikel yang sesuai dengan judul penelitian untuk menjadi bahan acuan dalam penyusunan penelitian Komunikasi Simbolik dalam Ritual Adat Pernikahan Batak Toba.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian adalah:

Observasi atau Pengamatan

Daymon dan Holloway (dalam Ratna, 2010: 217-218) teknik pengumpulan data ini mengsyaratkan penulisan dan perekaman data secara sistematis. Observasi akan menunjukkan data dalam bentuk perilaku yang tentunya berkaitan dengan masalah- masalah yang berada dibalik perilaku tersebut.

Wawancara (interview)

Wawancara adalah bagaimana cara peneliti menggali informasi dari informan atau narasumber dalam penelitian. Terdapat tiga informan dalam penelitian ini, yaitu parhata dan kedua mempelai. Ketiga informan tersebut merupakan seseorang yang berstatus aktif baik dalam komunitas Batak Saroha dan mengetahui ritual-ritual yang terdapat dalam adat pernikahan Batak Toba. Teknik ini nantinya akan menjawab pertanyaan di dalam rumusan masalah.

Dokumentasi

Dalam teknik pengumpulan dokumentasi, peneliti akan mengambil gambar dan hasil rekaman wawancara

93 menggunakan gawai. Selain itu, untuk dokumentasi pada bagian ritual adat pernikahan dilakukan pada tahun 2014 di Kota Dumai Provinsi Gorontalo yang merupakan album pernikahan dari pasangan Fernando Siregar dan Ika Pasaribu.

Studi Kepustakaan

Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan banyak informasi terkait dengan judul penelitian mengenai pesan simbolik yang terdapat dalam ritual adat pernikahan baik melalui buku, skripsi dan jurnal yang dapat diakses secara langsung maupun daring.

Teknik Analisis Data

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2018:246) mengemukakan empat hal pokok yang ada di dalam teknik analisis data, yaitu:

Reduksi data peneliti akan mencatat peristiwa-peristiwa komunikasi yang penting seperti memperhatikan tindakan yang dilakukan oleh parhata, dan kedua mempelai dalam memberi dan menerima simbol-simbol dalam ritual adat pernikahan Batak Toba. Peneliti dalam hal ini menganalisis data wawancara

dengan menyiapkan alat tulis untuk mencatat informasi penting yang disampaikan oleh informan dan menanyakan kembali hal-hal yang dianggap masih kurang jelas.

Penyajian data peneliti akan menguraikan simbol serta makna dengan melampirkan foto-foto selama pelaksanaan ritual sedang berlangsung.

Penarikan kesimpulan peneliti akan mengaitkan hubungan antara komunikasi simbolik dan makna yang terdapat dalam ritual adat pernikahan dengan membuat ringkasan yang diharapkan bisa dipahami oleh pembaca.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Simbol dalam Ritual Sebelum Pernikahan

Adapun ritual sebelum pernikahan yang harus dilaksanakan adalah:

1. Marhusip

Perundingan ini dilaksanakan di kediaman pihak wanita, parhata atau seorang juru bicara calon pengantin pria akan menerangkan alasan mereka datang di kediaman wanita. Hasil dari

94 perundingan marhusip belum perlu diketahui oleh umum karena meminimalkan kegagalan dalam mencapai kata sepakat.

2.Marhata Sinamot.

Marhata sinamot dilanjutkan untuk merundingkan terkait besarnya mahar secara tawar-menawar dengan pihak parboru atau keluarga perempuan.

Selain itu dalam perundingan ini juga membahas mengenai hewan yang akan disembelih, jumlah ulos yang akan digunakan, undangan, waktu dan lokasi pesta adat akan dilaksanakan.

3. Martumpol

Martumpol merupakan pertunangan yang di mana calon mempelai akan melakukan proses pertukaran cincin sebagai tanda bahwa mereka sudah terikat satu sama lain sebelum menuju ke pemberkatan atau pernikahan.

4.Manjalo Pasu-Pasu Parbagason Manjalo Pasu-Pasu Parbagason atau pemberkatan yang dimaksudkan adalah pasangan mempelai akan mendapatkan doa serta berkat dari Tuhan melalui Pendeta yang memimpin jalannya pemberkatan agar pernikahan ini dilindungi oleh Tuhan dari awal sampai

dengan perjalanan dalam membangun keluarga.

Simbol dalam Ritual Adat Pernikahan Adapun ritual yang dilaksanakan dalam adat pernikahan, adalah:

1. Penyambutan

Setelah melaksanakan pemberkatan di gereja, pasangan mempelai dan keluarga besar akan menuju tempat di mana ritual adat

pernikahan akan

dilaksanakan. Ritual adat pernikahan dimulai dengan penyambutan, yaitu pihak paranak akan menyambut kedatangan dari pihak parboru. Selanjutnya parhata akan melakukan adu sajak yang merupakan tradisi dari para pendahulu atau leluhur. Pada saat ini ritual adat pernikahan baru saja dimulai.

2. Pembagian Jambar

Ritual pembagian jambar ini paranak akan menyediakan hewan yang disembelih sesuai dengan kesepakatan

Dokumen terkait