• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penafsiran Ath-Thabarî Terhadap Bacaan Imam Qirâ‟ah Sab„ah Dalam Ayat-

77

1. QS. Al-Baqarah[2]: 36

اَم ِى َّ

ل َز َ ا ـ َ ْم ِ

ك ِض ْػَة ا ْي ِطّت ْوا اَنْلِكَو ِۖ ّهْحّـ اَناَك اَّّمِ اَمِى َج َر ْخَاَـ اَىْن َغ ِن ٰطْي َّشلا ٍنْي ّح ى ٰ

ل ّا ٌعاَت َم َّو ٌّر ل َ َ

خ ْس ِم ّ ض ْر َ ا ْ

لا ىّف ْم ِ ك َ

ل َو ۚ ٌّو ِد َع ٍض ْػَتّل ٣٦

Artinya: “Lalu setan memperdayakan keduanya dari surga sehingga keduanya dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika keduanya di sana (surga). Dan Kami berfirman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.”(QS. Al-Baqarah[2]: 36)

Pada lafaz

اَمَُّلََزَاَف

imam Hamzahmembaca dengan itsbât alif setelah huruf zâi dan takhfîf lâm (

اَمَُلَاَزَاَف

). Sedangkan imam Nâfi„, Ibnu Katsîr, Abû „Amr, Ibnu „Âmir, „Âshim, dan al-Kisâî membaca dengan hadzf alif setelah zâi dan tasydîd lâm (

اَمَُّلََزَاَف

).

Ayat diatas menceritakan kisah Nabi Adam dan Hawa (istrinya) yang dikeluarkan dari surga disebabkan godaan iblis. Pada permulaan ayat ini, ath-Thabarî memberi penjelasan mengenai qirâ‟ât pada lafaz

اَمَُّلََزَاَف

. Menurut ath-Thabarî para qurrâ‟ berbeda pendapat tentang bacaan ayat ini. Mayoritas mereka membaca dengan tasydîd pada huruf lâm mengandung arti menggelincirkan keduanya. Sedangkan mereka yang membaca dengan itsbât alif dan takhfîf lâm mengandung arti melenyapkan sesuatu dari sesuatu yang lain.3 Dimana bacaan para imam qurrâ ini telah disebutkan diatas.

3Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 1, h. 524

Dalam penafsirannya ath-Thabarî banyak menukil riwayat dari para sahabat. Seperti halnya pada lafaz

اَمَُّلََزَاَف

mengambil riwayat dari Ibnu „Abbâs bahwa lafaz tersebut memiliki makna menggoda dan menggelincirkan keduanya.4

Qirâ‟ât yang benar menurut ath-Thabarî adalah dengan tasydîd, karena Allah menginformasikan pada lanjutan ayat bahwa iblis telah mengeluarkan keduanya dari surga. Kata

اَمُهَجَرْخَأَف

“mengeluarkan”

sama maknanya dengan kata

اَمَُلَاَزأَف

“melenyapkan” dan ini tidak tepat karena terjadi pengulangan makna. Oleh karena itu, yang tepat adalah dibaca dengan tasydîd

اَمَُّلََزَأَف

yang berarti menggoda dan menggelincirkan.5

Menurut asy-Syaukânî (w. 1250 H)

اَمَُّلَ َزَأ

dari az-zillah yang artinya al-khathî‟ah (dosa/kesalahan), yakni iblis menggelincirkan mereka dan menjerumuskan mereka ke dalam dosa. Imam Hamzah membacanya dengan menetapkan alif dari kata

ُةَلاَزلْ ا

yang artinya at- tanhiyah (penyingkiran), yakni iblis menyingkirkan mereka.

Sementara yang lainnya dengan membuang alif-nya yakni

اَمَُّلََزَأَف

.

Ibnu Kaisân mengatakan, “Lafaz

اَمَُّلََزَأ

dari kata

لاَوَّزلا

yakni iblis memalingkan mereka dari keadaan yang semula, yaitu dari taat

4 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 1, h. 525. Lihat juga Ibnu AbîHâtim, Tafsir Al-Qur'an al-„Azhîm, juz 1, h. 87

5 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 1, h. 525

kepada maksiat.”6 Al-Qurthubî mengatakan, “Berdasarkan hal itu, kedua qirâ‟ât tadi memiliki makna yang sama. Hanya saja, bacaan mayoritas ulama maknanya lebih mengena dari pada bacaan Hamzah. Dikatakan: azlaltuhu fa zalla (aku menggelincirkannya, maka ia pun tergelincir).”7

Sedangkan menurut Ibnu Katsîr (w. 774 H), qirâ‟ât keduanyan mengandung makna yang sama. Kata

اَمَُّلََزَأَف

yang berarti keduanya digelincirkan, sedangkan

اَمَُلَاَزأَف

yaitu menyingkirkan keduanya

(

اَُهُاَحْ َنَ ف

).8 Pendapat tersebut senada dengan al-Baidhâwî (w. 685 H)

yang mengatakan bahwa lafaz

اَمَُّلََزَأَف

dan

اَمَُلَاَزأَف

maknanya ialah menyingkirkan atau menghilangkan keduanya (

اَمُهَ بَىْذَا

).9Hal itu

sama maknanya, yang berbeda hanya pada segi bacaan saja.

2. QS. Al-Baqarah[2]: 51

ْذ ّا َو اَن ْد َع ٰو ْي ّػَة ْر َ

ا ٖٓى ٰس ْي ِم

َ َن

ن ْي ِمّل ٰظ ْمِخْنَاَو ه ّد ْػَة ْۢ ْنّم َل ْج ّػ ْ لا ِمِح ْ

ذَخ َّ

تا َّم ذ ِ ة ً َ لْي َ

ل ٥١

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami menjanjikan kepada Musa empat puluh malam. Kemudian kamu (Bani Israil) menjadikan (patung) anak sapi (sebagai sesembahan) setelah (kepergian)nya, dan kamu (menjadi) orang yang zalim.”(QS. Al-Baqarah[2]: 51)

6 Muhammad bin „Alî bin Muhammad bin „Abdullah asy-Syaukânî al-Yamanî, Fath al-Qadîr, (Dimasyqi: Dâr Ibnu Katsîr, 1414), juz 1, h. 80.

7 Abû „Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abî Bakr bin Farh al-Anshârî al- Khazrajî Syams ad-Dîn al-Qurthubî, al-Jâmi„ Li Ahkâm Al-Qur'an, (Kairo: Dar al-Kutub al- Mashriyah, 1384), juz 1, h. 311.

8 „Imâd ad-Dîn Abî al-fidâ‟ Ismâ „îl bin „Umar Ibnu Katsîr ad-Dimasyqî, Tafsir Al- Qur'an al-„Azhîm, (Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyah, t.t), juz 1, h. 143.

9 Nâshir ad-Dîn Abû Sa„îd bin „Umar bin Muhammad asy-Syairâzî al-Baidhâwî, Anwâr at-Tanzîl wa asrâr at-Ta‟wîl, (Beirut: Dâr Ihyâ‟ at-Tarâts al-„Arabî, 1418), juz 1, h.

72.

Pada lafaz

َجْدَعاَو

imam Abû „Amr membaca dengan tanpa alif setelah huruf wâw (

َجْدَعَو

). Sedangkan imam Nâfi„, Ibnu Katsîr, Ibnu

„Âmir, „Âshim, Hamzah, dan al-Kisâî membaca dengan itsbât alif setelah huruf wâw (

َجْدَعاَو

).

Content (isi) ayat ini menceritakan tentang janji Allah kepada Nabi Mûsâ mengenai penyampain Kitab Taurat di bukit Thursinai.

Diatas telah disebutkan dua versi qirâ‟ât yang berbeda. Mereka yang membaca dengan itsbât alif setelah huruf wâw

َجْدَعاَو

yang

berarti Allah dan Mûsâ saling berjanji akan menyampaikan Taurat kepada Mûsâ di bukit Thûrsinai, sementara Mûsâ berjanji memenuhi panggilan Allah tersebut sesuai waktu yang dijanjikan. Alasan pendapat ini yaitu setiap perjanjian terjadi pada dua belah pihak, yang masing-masing saling berjanji.10

Sedangkan mereka yang membaca dengan tanpa alif setelah huruf wâw

َجْدَعَو

memiliki arti bahwa hanya Allah yang berjanji kepada Mûsâ, sedangkan Mûsâ tidak. Alasan pendapat ini ialah perjanjian antara dua belah pihak hanya terjadi antara manusia, sedangkan Allah secara sepihak berhak berjanji dan mengancam dalam setiap kebaikan dan keburukan.11 Pernyataan ini sebagaiman ditemukan dalam QS. Ibrâhîm [14]: 22

َ ه للّٰا َّ

نّا لَح ْ

لا َد ْع َو ْم ِ كَد َع َو

10 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 2, h. 58

11 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 2, h. 59

Artinya: “Sesungguhnya Allah menjanjikan kepada kalian janji yang benar.”(QS. Ibrâhîm [14]: 22)

Demikian juga seharusnya dalam ayat ini bahwa Allah secara sepihak berhak berjanji dan mengancam dalam setiap kabaikan dan keburukan.

Menurut ath-Thabarî kedua qirâ‟ât tersebut benar dan telah disepakati oleh umat, meskipun secara zhâhir salah satunya mengandung makna yang lebih dari yang lain, namun sebenarnya keduanya sepakat dan tidak ada perbedaan yang mendasar. Dapat dimaklumi bahwa Mûsâ tidak dijanjikan Tuhannya di bukit Thûrsinai kecuali dengan keridhaan Mûsâ atas hal itu, dan Mûsâ dalam setiap perintah Allah dia pasti ridhâ dan segera memenuhi seruan-Nya. Selain itu, logis bahwa Allah tidaklah menjanjikan Mûsâ akan hal itu kecuali Mûsâ pasti memenuhinya dengan segera.12

Dengan demikian, maka kedua bacaan tersebut sama-sama benar, baik dari segi bahasa maupun penakwilan. Tidak ada alasan bagi orang untuk mengatakan bahwa perjanjian antara dua belah pihak hanya terjadi antara manusia, sedangkan Allah bisa melakukannya secara sepihak yang memberikan janji dan ancaman, kebaikan dan keburukan, pahala dan hukuman, serta manfaat dan kemudharatan.13

Bacaan

َجْدَعَو

tanpa alif yakni bacaan Imam Abû „Amr ini diunggulkan oleh Abû Ubaidah dan ia mengingkari bacaan

َجْدَعاَو

. Ia

12 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 2, h. 59

13 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 2, h. 60.

mengatakan, “Karena muwâ„adah (saling berjanji) hanya terjadi pada manusia. Adapun pada Allah, hanya satu arah janji.14

Adapun jumhur ulama membacanya dengan alif

َجْدَعاَو

. An-

Nuhâs mengatakan, “Ini lebih baik dan lebih bagus. Dan ini tidak ada kaitannya dengan

ْد ّذ َّ

لا ِ للّٰا َد َع َو ه ا ْيِج َم ٰ

ا َذ

) QS. Al-Mâidah [5]: 9(

dan

ْم ِ

كْن ّم ا ْيِج َم ٰ ا َذْد ّذ َّ

لا ِ للّٰا َد َع َو ه

(An-Nûr [24]: 55), karena

ىَسْوُمَجْدَعاَو

termasuk kategori muwâfâh (pemenuhan janji), bukan termasuk kategori wa„d dan wa„îd (janji dan ancaman). Az-Zujaj berkata,

“Lafaz dengan alif di sini adalah lebih baik. Sebab ketaatan untuk menerima (janji) sama dengan janji. Dengan demikian, dari Allah- lah janji itu bersumber, sedangkan dari Mûsâ adalah penerimaan (janji) dan kepatuhan yang sama dengan janji.15

3. QS. Al-Baqarah[2]: 125

َب ْ لا اَن ْ

ل َػ َج ْذ ّا َو َجْي

ۗاًج ْم َ

ا َو ّسا َّنلّ ل ًثَةاَثَم ا ْو ِ

ذ ّخ َّ

تا َو ۗى ًّ

ل َص ِم َم و ٰرْة ّا ّما َ ل َّم ْن ّم َنْي ّف ّك ٰػ ْ

لا َو َنْي ّفِٕىۤا َّ طلّل َي ّتْيَة ا َر ّ ى َط ْنَا َلْي ّػٰم ْسّاَو َم و ٰرْةّا ىٰٓلّا ٖٓاَن ْد ّى َغَو ّد ْي ِج ُّسلا ّع َّ

كُّرلا َو ١٢٥

Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka‟bah) tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan

14 Muhammad bin „Alî bin Muhammad bin Abdullah asy-Syaukânî al-Yamanî, Fath al-Qadîr, juz 1, h. 100.

15 Muhammad bin „Alî bin Muhammad bin Abdullah asy-Syaukânî al-Yamanî, juz 1, h. 100.

jadikanlah maqam Ibrahim itu tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!”(QS. Al-Baqarah[2]: 125)

Pada lafaz

اْوُذَِّتخاَو

imam Nâfi„, dan Ibnu „Âmirmembaca dengan fathah al-khâ‟ (

اْوُذ ََّتخاَو

). Sedangkan imam Ibnu Katsîr, Abû „Amr,

„Âshim, Hamzah, dan al-Kisâî membaca dengan kasrah al-khâ‟

(

اْوُذَِّتخاَو

).

Substansi ayat ini ialah membahas tentang maqam Ibrâhîm yang dijadikan sebagai tempat shalat. Ahli qirâ‟â berbeda pendapat dalam membaca ayat

َاْوُذَِّتخاَو

. Menurut ath-Thabarî mereka yang membaca dengan kasrah pada huruf khâ‟ mengandung makna perintah untuk mengambilnya sebagai tempat shalat. Bacaan tersebut bersandar dengan hadits dari „Umar bin Khatthâb:

َميِىاَرْ بِإ ِماَقَم ْنِم َتْذََّتخا ِوَل ،ِالله َلوُسَر َح " :ُتْلُ ق :َلاَق ُوْنَع ُالله َيِضَر َرَمُع ْنَع ِماَقَم ْنِم اوُذَِّتخاَو{ َلاَعَ تَو َكَراَبَ ت ُالله َلَزْ نَأَف ،ىِّلَصُم }ىِّلَصُم َميِىاَرْ بِإ

ٔٙ

Artinya: “ „Umar bin Khatthâb berkata: aku berkata, “wahai Rasulullah, seandainya engkau mengambilnya sebagai tempat shalat.” Allah lalu menurunkan ayat-Nya,

َميِىاَرْ بِإ ِماَقَم ْنِم اوُذَِّتخاَو ىِّلَصُم

.”

Ulama tafsir berkata bahwa, “ayat tersebut turun sebagai perintah kepada Nabi-Nya untuk mengambil maqam Ibrâhîm

16 Abû „Abdurrahman Ahmad bin Syu„aib bin Alî al-Kharâsânî an-Nasâî, Sunan al- Kubrâ, (Beirut: Muassasah ar-Risâlah, 1421), juz 10, h. 15.

sebagai tempat shalat, maka tidak boleh dibaca dengan makna yang memiliki makna sebagai khabar.”17

Sedangkan mereka yang membaca dengan harakat fathah pada huruf khâ‟ kedudukannya adalah sebagai khabar. Sebagian ahli nahwu Basrah berkata, “Tafsirnya jika dibaca demikian bermakna ketika kami jadikan rumah itu (Baitullah) sebagai tempat kembali dan tempat yang aman dan mereka menjadikan maqam Ibrâhîm sebagai tempat shalat.” Kemudian sebagian ahli nahwu Kufah berkata, “Akan tetapi itu bersambung dengan firman Allah Swt.

اَنْلَعَج

maka arti ayat tersebut ialah ketika kami jadikan rumah itu

tempat kembali bagi manusia dan mereka mengambilnya sebagai tempat shalat.”18

Menurut ath-Thabarî pendapat yang benar tentang bacaan dan tafsir ayat tersebut adalah dengan harakat kasrah pada huruf khâ‟, dengan tafsiran perintah untuk mengambil maqam Ibrâhîm sebagai mushallâ karena adanya hadits yang shahîh dari Nabi Muhammad Saw yang telah kami sebutkan.19

Dalam tafsir al-Qurthubî dijelaskan bahwa firman Allah

اْوُذَِّتخاَو

dibaca dengan fathah huruf khâ‟ ialah bentuk kalimat berita

tentang orang-orang yang menjadikan sebagian maqam Ibrâhim (sebagai tempat shalat), yaitu tentang para pengikut Nabi Ibrâhim.

Lafaz

َاْوُذَِّتخاَو

ini di „athaf-kan kepada lafaz

اَنْلَعَج

(Kami menjadikan),

17 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 3, h. 30-31.

18 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 3, h. 32

19 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 3, h. 32-33

yakni Kami telah menjadikan rumah itu (Ka„bah) sebagai tempat kembali dan kami jadikan maqam Ibrâhim tempat shalat.20

Mereka yang membaca dengan kasrah huruf khâ‟, ialah bentuk kalimat perintah. Mereka memenggalnya dari kalimat yang pertama, dan meng-athaf-kannya secara kalimat perkalimat.21

4. QS. Al-Baqarah[2]: 249

َ ه للّٰا َّ

ن ّا َ

لا ك ّد ْيِنِج َ ْ

لاّة ِتْيِلا َط َل َصَـ اَّمَلَـ ِهْن ّم َب ّر َش ْنَمَـ ٍۚرَىَنّة ْم ِ

كْي ّلَخْب ِم

ّم ٗهَّنّا ـ ِه ْم َػ ْطَي ْم َ َّ

ل ْن َم َو ْۚي ّ ن ّم َسْي َ ل ـ َ ْٖٓي ّ ن

َ ف َدَت ْ

غا ّن َم ا َّ

ل ّا ًث ـ ْر َ ِ

ؽ ا ْيِة ّر َشَـ ۚ ه ّدَيّة ْۢ

َ ك ۙٗه َػ َم ا ْيِج َم ٰ ا َذْد ّذ َّ

لا َو َي ِو ٗه َز َوا َج اَّم َ ل َ

ـ ۗ ْم ِىْن ّ م ا ً

ل ْي ّل ك ا َ َّ

ل ّا ِهْن ّم اَج َ

ل َث كا َط ا َ َ ل ا ْي ِ

لا ٍثَئ ّـ ْن ّ م ْم َ

ك ۙ ّ للّٰا اي ه ل ِ ٰ ل ُّم ْم ِه ن َّ َ

ا ن ْيُّن ِظَي َذْد ّذ َ َّ

لا َ لا َ

ك ۗ ه ّد ْيِن ِج َو َت ْي ِ

لا َج ّب َم ْيَي ْ لا َنْي ّدّب هصلا َعَم ِ هللّٰاَو ۗ ّ هللّٰا ّنْذّاّةْۢ ًةَدْيّر َ

ك ًثَئ ّـ ْجَب َ ل َ

غ ٍة َ ل ْي ّل ك َ ٢٤٩

Artinya: “Maka ketika Talut membawa bala tentaranya, dia berkata,

“Allah akan menguji kamu dengan sebuah sungai. Maka barangsiapa meminum (airnya), dia bukanlah pengikutku. Dan barangsiapa tidak meminumnya, maka dia adalah pengikutku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.” Tetapi mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka. Ketika dia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka berkata, “Kami tidak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.” Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, “Betapa banyak kelompok

20Abû Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abî Bakr bin Farh al-Anshârî al- Khazrajî Syams ad-Dîn al-Qurthubî, al-Jâmi„ Li Ahkâm Al-Qur'an, juz 2, h. 111.

21Abû „Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abî Bakr bin Farh al-Anshârî al- Khazrajî Syams ad-Dîn al-Qurthubî, al-Jâmi„ Li Ahkâm Al-Qur'an, juz 2, h. 111.

kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.” Dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”(QS. Al-Baqarah[2]: 249)

Pada lafaz

ًةَفْرُغ

imam Nâfi„, Ibnu Katsîr, dan Abû „Amr membaca dengan fathah ghain (

ًةَفْرَغ

). Sedangkan imam Ibnu „Âmir,

„Âshim, Hamzah, dan al-Kisâî membaca dengan dhammah ghain (

ًةَفْرُغ

).

Makna

ًةَفْرَغ

ialah satu kali cidukan, sedangkan

ًةَفْرُغ

ialah sesuatu yang diciduk (air).22 Hal ini senada dengan penafsiran az- Zamakhsyarî, kata

ًةَفْرَغ

adalah mashdar, sedangkan kata

ًةَفْرُغ

ialah

ٌفْوُرْغَم

kedudukannya sebagai

ٌلْوُعْفَم

, dimana isim maf„ûl di sini

menunjukkan makna air yang diciduk dengan tangan.23

Seperti yang telah disebutkan diatas mengenai perbedaan qirâ‟ât pada lafaz

ًةَفْرُغ

. Mayoritas ahli qirâ‟ât Madinah dan Bashrah

membacanya dengan nashab pada huruf ghain

ًةَفْرَغ

yang maknanya yaitu satu cidukan, dari ucapan

تفترغاةفرغ

.24 Ahli qirâ‟ât yang

membaca dengan dhammah

ًةَفْرُغ

maknanya adalah air yang berada di

22 Muhammad bin Mukarram bin Alî Abû al-Fadhl Jamâl ad-Dîn Ibnu Manzhûr al- Anshârî, Lisan al-„Arab, (Beirut: Dar Shâdir, 1414), juz 9, h. 263.

23Abû al-Qâsim Mahmud bin „Amr bin Ahmad az-Zamakhsyarî, al-Kasysyâf, (Beirut: Dâr al-Kitâb al-„Arabî, 1407), juz 1, h. 295. Lihat juga Ahmad bin Muhammad bin

„Alî al-Fayûmî Tsumma al-Hamwî Abû al-„Abbâs, al-Mishbâh al-Munîr fî Gharîb asy-Sarh al-Kabîr, juz 2, h. 445.

24 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 5, h.342

telapak tangan orang yang menciduk.25 Perbedaan antara keduanya adalah

ًةَفْرُغ

bermakna air (isim maf„ûl), sedangkan

ًةَفْرَغ

perbuatan

mengambil airnya (mashdar).

Qirâ‟ât yang menakjubkan menurut ath-Thabarî adalah yang membaca dengan dhammah

ًةَفْرُغ

, dengan makna: kecuali orang yang menciduk dengan satu telapak tangan air.26

Dalam tafsir asy-Syaukânî disebutkan bahwa bacaan dengan harakat fathah pada huruf ghain

ًةَفْرَغ

menunjukkan makna satu kali, sedangkan bacaan dengan harakat dhammah pada huruf ghain

ًةَفْرُغ

adalah sebutan untuk sesuatu yang diciduk. Ada juga yang mengatakan al-gharfah adalah diciduk dengan satu tangan, sedangkan al-ghurfah adalah cidukan dengan dua tangan.27

5. QS. Al-Baqarah[2]: 251

َث َم ْ ك ّح ْ

لا َو َك ْ ل ِم ْ

لا ِ ه للّٰا ِهىٰح ٰ

ا َو َت ْي ِ

لا َج ِد ٗوا َد َ لَخ ك َوۗ ّ َ ه

للّٰا ّن ْذّاّة ْم ِوْيِم َزَىَـ ا َ

ل ْي َ

ل َو ۗ ِءۤا َشَي اَّّمِ ٗه َم َّ

لَع َو ّ ه

للّٰا ِع ـ َد ْ ِض ْر َ

ا ْ

لا ّت َد َس ف َ َّ

ل ٍض ْػَتّة ْم ِى َض ْػَة َساَّجلا َنْي ّم َ

ل ٰػ ْ لا ى َ

لَع ٍل ْضَـ ْوِذ َ هللّٰا َّنّك ٰ ل َو ٢٥١

25 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 5, h.343

26 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 5, h.343

27Muhammad bin „Alî bin Muhammad bin „Abdullah asy-Syaukânî al-Yamanî, Fath al-Qadîr, juz 1, h. 304

Artinya: “Maka mereka mengalahkannya dengan izin Allah, dan Dawud membunuh Jalut. Kemudian Allah memberinya (Dawud) kerajaan, dan hikmah, dan mengajarinya apa yang Dia kehendaki.

Dan kalau Allah tidak melindungi sebagian manusia dengan sebagian yang lain, niscaya rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dilimpahkan-Nya) atas seluruh alam.”(QS. Al-Baqarah[2]: 251)

Pada lafaz

َِّللا ُعْفَد

imam Nâfi„ membaca dengan fathah fâ‟ dan setelahnya diikuti oleh alif (

َِّللا ُعاَفِد

). Sedangkan imam Ibnu Katsîr, Abû „Amr, Ibnu „Âmir, „Âshim, Hamzah, dan al-Kisâî membaca dengan sukûn fâ‟ (

َِّللا ُعْفَد

).

Ayat diatas menceritakan tentang tentara Thalut yang mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah dan Dâud lah yang membunuh Jalut. Dalam tafsir ath-Thabarî diceritakan bahwa Thalut menjanjikan kepada Dâud akan menikahkannya kepada anaknya dan akan diberi sebagian hartanya jika dia dapat membunuh Jalut. Tapi Thalut merasa menyesal atas janjinya, kemudian Thalut membuat siasat agar Dâud terbunuh dengan meminta mahar anaknya berupa 200 ghulfah (kulit ujung kelamin laki-laki). Dâud pun menyanggupi apa yang diminta oleh Thalut. Setelah 200 ghulfah tersebut sudah terkumpul, akhirnya Dâud menagih janji yang telah Thalut janjikan.

Thalut pun menikahkannya dengan putrinya serta memercayakan urusan kerajaan kepadanya. Orang-orang pun condong kepada Dâud, dan mereka mencintainya. Ketika Thalut mendengar hal itu, muncul rasa dengki dalam hatinya, maka dia berniat membunuh Dâud. Dâud mengetahui hal itu, lalu mendatangi Thalut di rumahnya, saat dia sedang tidur. Dâud meletakkan dua anak panah di kepalanya, di kedua kakinya, di kanannya, di kirinya, masing-masing dua anak

panah, lalu dia pergi.Dâud pergi dan tinggal di sebuah kota sampai Thalut mati. Ketika Thalut mati, bani Israil mendatangai Dâud menjadikannya raja dan memberikannya harta perbendaharaan Thalut. Mereka berkata “Hanya Nabi yang dapat membunuh Jalut”.28

Diatas telah dijelaskan mengenai perbedaan qirâ‟ât pada lafaz

َِّللا ُعْفَد

. Mereka yang membaca dengan sukûn fâ‟ berkedudukan

sebagai mashdar dari perkataan “

اًعْ فَد ُعَفْدَي َوُهَ ف ِوِقْلَخ ْنَع َُّللا َعَفَد

.”

Mereka berhujjah bahwa Allah SWT sendiri yang menolak makhluk-Nya dan tidak ada yang menolak serta mengalahkan-Nya.29

Mereka yang membaca dengan fathah fâ‟ dan setelahnya diikuti oleh alif kedudukannya sebagai mashdar dari perkataan “

ْنَع َُّللا َعَفاَد

اًعاَفِدَو ًةَعَ فاَدُم ُعِفاَدُي َوُهَ ف ِوِقْلَخ

”. Dengan alasan bahwa banyak makhluk-

Nya yang memusuhi ahli agama Allah, kekuasaan-Nya, dan orang- orang yang beriman kepada-Nya. Mereka memerangi mereka karena Allah. Mereka saling menolak karena sangkaan mereka dan saling mengalahkan karena kebodohan mereka. Allah Swt akan menolak mereka dari para wali-Nya, orang-orang yang taat kepada-Nya dan orang-orang yang beriman kepada-Nya.30

Menurut ath-Thabarî kedua qirâ‟ât tersebut dibaca oleh ahli qirâ‟ât dan kelompok umat. Dalam qirâ‟ât itu tidak ada satu huruf

28 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 5, h.356-371.

29 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 5, h.375-376.

30 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 5, h.376.

pun yang menyalahi makna lainnya. Tidak diragukan lagi bahwa Jalut dan tentaranya memerangai Thalut dan tentaranya. Mereka berusaha mengalahkan hizb Allah dan pasukan-Nya. Dalam usaha mereka itu, mereka mencoba mengalahkan Allah dan penolakan- Nya dari kemenangan yang dia jamin. Inilah makna penolakan Allah dari orang-orang yang menolak Allah dengan wali-wali-Nya yang memerangi Jalut dan tentaranya.31

Jadi, jelas bahwa orang yang membaca

ْمُهَضْعَ ب َساَّنلا َِّللا ُعْفَد َلْْوَلَو ٍضْعَ بِب

sama dengan orang yang membaca

ْمُهَضْعَ ب َساَّنلا َِّللا ُعاَفِد َلْْوَلَو

ٍضْعَ بِب

dalam penakwilan dan makna.32

Dalam tafsir asy-Syaukânî dijelaskan lafaz

ُعْفَد

dan

ُعاَفِد

adalah

mashdar dari kata

َعَفَد

(mencegah). Abû Hatim mengatakan: dâfi„un dan daf„un adalah sama, seperti kalimat tharaqtu na„lî dan thâraqtu na„lî. Abû Ubaidah memilih cara membacanya jumhur

ُعْفَد

dan

mengingkari bacaan

ُعاَفِد

, ia berkata “Karena Allah Swt tidak bisa dikalahkan oleh siapapun.” Makki berkata “Abû Ubaidah telah salah duga, bahwa kata ini termasuk kategori mufâ„alah (kata kerja yang berarti saling), padahal tidak begitu, karena kedua bacaan itu adalah mashdar.33

31 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 5, h.376.

32 Muhammad bin Jarîr ath-Thabarî , Jâmi„ al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an, juz 5, h.376.

33 Muhammad bin „Alî bin Muhammad bin „Abdullah asy-Syaukânî al-Yamanî, Fath al-Qadîr, juz 1, h. 305. Lihat jugaAbû „Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abî Bakr

6. QS. Al-Baqarah[2]: 259

َّرَم ْي ّذ َّ

لا َ ك ْو َ

ا ِ ه

للّٰا ّه ّذ ٰو ي ْح ِي ىهنَا َلاَك ۚاَى ّشْو ِر ِغ ىٰلَع ٌثَيّوا َخ َي ّهَّو ٍثَيْرَك ى ٰ لَع ا ًم ْيَي ِجْرّب َ

ل َ لا َ

ك ۗ َجْرّب َ ل ْم َ

ك َ

لا ك ۗ ٗهَر َػَة َّم َ ِ

ذ ٍماَع َثَئاّم ِ هللّٰا ِهَحاَمَاَـ ۚ اَىّحْيَم َد ْػَة َع َثَئا ّم َج ْر ّب َّ

ل ْ لَة َ

لا َ

ك ٍۗم ْيَي َض ْػَة ْو َ ٍما ا

ْم َ

ل َكّةا َر َشَو َكّما َػ َط ى ٰ

ل ّا ْر ِظْنا ـ َ

ْهَّن َس تَي َ ّما َظ ّػ ْ ۚ

لا ى َ

ل ّا ْر ِظْنا َو ّسا َّنل ّل ًثَيٰا َكَل َػ ْجَجّلَو َۗك ّراَمّح ى ٰ

ل ّا ْر ِظْنا َو

َ ؿ ْي َ ا َو ِز ّش نِن ْ ك ۙ ٗه َ

ل َنَّيَتَح اَّم َ ل ـ ۗ اًمْح َ َ

ل ا َو ْي ِس ْ كَن َّم ذ ِ ِم َ

لْع َ ا َ

لا ك َ ى ٰ

لَع َ ه للّٰا ن َّ َ

ا

ِ ك ٌرْي ّد َ

ك ٍء ْي َ ش ّ ل ٢٥٩

Artinya: “Atau seperti orang yang melewati suatu negeri yang (bangunan-bangunannya) telah roboh hingga menutupi (reruntuhan) atap-atapnya, dia berkata, “Bagaimana Allah menghidupkan kembali (negeri) ini setelah hancur?” Lalu Allah mematikannya (orang itu) selama seratus tahun, kemudian membangkitkannya (menghidupkannya) kembali. Dan (Allah) bertanya, “Berapa lama engkau tinggal (di sini)?” Dia (orang itu) menjawab, “Aku tinggal (di sini) sehari atau setengah hari.” Allah berfirman, “Tidak! Engkau telah tinggal seratus tahun. Lihatlah makanan dan minumanmu yang belum berubah, tetapi lihatlah keledaimu (yang telah menjadi tulang belulang). Dan agar Kami jadikan engkau tanda kekuasaan Kami bagi manusia. Lihatlah tulang belulang (keledai itu), bagaimana Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka ketika telah nyata baginya, dia pun berkata, “Saya mengetahui bahwa Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.”(QS. Al-Baqarah[2]:

259)

bin Farh al-Anshârî al-Khazrajî Syams ad-Dîn al-Qurthubî, al-Jâmi„ Li Ahkâm Al-Qur'an, juz 3, h. 259.