• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penafsiran Ath-Thabari dan Implikasi Qirâ’ah Sab‘ah dalam Tafsir Jâmi‘ Al-Bayân

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Penafsiran Ath-Thabari dan Implikasi Qirâ’ah Sab‘ah dalam Tafsir Jâmi‘ Al-Bayân"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

Skripsi yang berjudul “Implikasi Qirâ'ah Sab'ah terhadap Tafsir Ath-Thabarî dalam Tafsir Jâmi 'Al-Bayân' An Ta'wîl Ay Al-Qur'an (Studi Analisis Ayat Narasi Surat AL-Baqarah)" . Kemudian penulis mengumpulkan ayat-ayat qishshah yang mengandung perbedaan qirâ‟ât dalam tafsir Jâmi „al-Bayân „an Ta‟wîl ay Al-Qur'an.

  • Latar Belakang
  • Permasalahan
    • Identifikasi Masalah
    • Pembatasan Masalah
    • Rumusan Masalah
  • Tujuan Penelitian
  • Manfaat Penelitian
  • Tinjauan Pustaka
  • Kerangka Teori
  • Metode Penelitian
  • Teknik dan Sistematika Penulisan

5Salimudin, “Qirâ‟ât dalam Kitab Tafsir (Kajian ayat-ayat teologi dalam al-Kasysyâf dan Mafâtih al-Ghaib)”, Tesis, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016, hlm. 7 Salimudin, "Qirâ'ât dalam Kitab Tafsir (Kajian ayat-ayat teologi dalam al-Kasysyâf dan Mafâtih al-Gaib)", hlm.

Pengertian Ilmu Qirâ‟ât

3Wawan Djunaedi, Sejarah Qirâ'ât Al-Qur'an di Nusantara, (Jakarta Pusat: Pustaka STAINU, 2008), Cet. Dengan demikian, seseorang hanya dapat membaca Al-Qur’an dengan menggunakan qirâ’ât yang dipelajarinya dari gurunya melalui talaqqî dan mushâfahah.

Sejarah Perkembangan Ilmu Qirâ‟ât

26 Lilik Ummi Kaltsum, “Pergeseran Urgensi Beragam Qirâ'ât yang Inklusif dalam Sastra Tafsir”, (Mengalami Individu oleh UIN Syarif Hidayatullah, 2013), hal. 27 Haeruman Rusandi, “Menafsirkan Qirâ'ât Al-Qur'an", dalam Jurnal Elhikmah: Pendidikan dan Kajian Islam Vol. Makna isyarat itu adalah: Zaid bin Tsabit sedang bevel tentang qirâ'ât di Madinah hingga ia berangkat.

33 Misnawati, “Qirâ‟ât Al-Quran dan Pengaruhnya Terhadap Hukum Istinbath”, dalam Jurnal Mudarrisuna, Vol. Banyak sekali kitab qirâ‟ât yang ditulis oleh para ulama berdasarkan kitab Sab‟ah. 43Muhammad Ali Mustafa Kamal, Epistemologi Qirâ‟ât Al-Qur‟an, (Yogyakarta:Deepublish, September 2014), 1st Cet, hal.

45Ratnah Umar, “Qirâ‟ât Al-Qur'an (Makna dan Latar Belakang Munculnya Perbedaan Qirâ‟ât”, dalam Jurnal Al-Asas, Vo. Para ulama menyatakan bahwa jenis qirâ‟ât termasuk qirâ‟ât yang dapat memakai atau menggunakan Qirâ‟ât pada tingkat ini tidak populer dan hanya diketahui oleh orang yang benar-benar memahami qirâ‟ât Al-Qur'an.

Nama-Nama Imam Qirâ‟ah Sab„ah

61 Sayyid Lasyin Abû al-Farah, Khalid Bin Muhammad al-Hâfizh al-„Ilmi, Taqrîb al-Ma„ânî Fi SyarhHirzi al-Amâni Fi al-Qirâ‟ât as-Sab„i, h. 67 Sayyid Lasyin Abû al-Farah, Khalid Bin Muhammad al-Hâfizh al-„Ilmi, Taqrîb al-Ma„ânî Fi SyarhHirzi al-Amâni Fi al-Qirâ‟ât as-Sab„I, h. 69Muhammad Roihan Nasution, Qirâ‟ah Sab„ah (Khazanah Bacaan Al-Qur‟an Teori en Praktik, h.

71 Sayyid Lasyin Abû al-Farah, Khalid Bin Muhammad al-Hâfizh al-„Ilmi, Taqrîb al-Ma„ânî Fi SyarhHirzi al-Amâni Fi al-Qirâ‟ât as-Sab„i, h. 72 Muhammad Roihan Nasution, Qirâ‟ah Sab„ah (Khazanah Bacaan Al-Qur‟an Teori en Praktik, h.

74 Sayyid Lasyin Abû al-Farah, Khalid Bin Muhammad al-Hâfizh al-„Ilmi, Taqrîb al-Ma„ânî Fi SyarhHirzi al-Amâni Fi al-Qirâ‟ât as-Sab„i, h. Beliau adalah seorang imam qirâ'ât yang terkemuka, alim og hujjah-hujjahnya dalam hal sunnah diterima. 86 Sayyid Lasyin Abû al-Farah, Khalid Bin Muhammad al-Hâfizh al-„Ilmi, Taqrîb al-Ma„ânî Fi SyarhHirzi al-Amâni Fi al-Qirâ‟ât as-Sab„i, h.

Biografi ath-Thabarî

  • Riwayat Hidup ath-Thabarî
  • Guru Dan Murid Ath-Thabarî
  • Karya-Karya Ath-Thabarî

5 Ibnu Rusydi, Siti Zoleha, "Ath-Thabari dan Penulisan Sejarah Islam: Kajian Terhadap Tarikh Al-Rusul Wa Al-Muluk Karya Ath-Thabari", hlm. 13 Ibnu Rusydi, Siti Zoleha, "Ath-Thabari dan Penulisan Sejarah Islam: Kajian Terhadap Tarikh Al-Rusul Wa Al-Muluk Karya Ath-Thabari", hlm. 15 Asep Abdurrahman, “Metodologi Ath-Thabarî dalam Tafsir Jami‟ul Bayân Fi Ta‟wîli Al-Qur‟an, hlm.70.

24Amaruddin, “Onthulling van Tafsir Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an Karya Ath-Thabarî”, dalam Syahadah Journal, deel II, nr. 25Srifariyati, "Manhaj Tafsir Jami" al-Bayân Karya Ibnu Jarîr ath-Thabari", dalam Jurnal Madaniyah Jld 28 Asep Abdurrahman, "Metodologi Ath-Thabarî dalam Tafsir Jâmi'ul Bayân Fi Ta'wîli Al-Qur'an", hlm .73.

29 Nur Alifah, "Isrâiliyyat dalam Tafsir Ath-Tabarî dan Ibnu Katsîr (Sikap ath-Tabarî dan Ibnu Katsîr terhadap penyusupan Israel dalam Tafsîr mereka)", Tesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm.20. Kitab Tahzib al-Atsar wa Tafsil ets-Tsâbit „an Rasulillah min al-Akhbar, kitab ini masih belum ditulis ath-Thabari dan tiada siapa yang dapat menghabiskannya. 33 Nur Alifah, "Isrâiliyyat dalam Tafsir Eth-Tabarî dan Ibnu Katsîr (Sikap Eth-Tabarî dan Ibnu Katsîr terhadap penyusupan Israel dalam Tafsîr mereka)", hlm. 21.

Profil Kitab Tafsir Ath-Thabarî

  • Latar Belakang Penulisan
  • Metode Dan Corak Penafsiran
  • Sistematika Penulisan Tafsir Ath-Thabarî
  • Sumber Dan Referensi Penafsiran
  • Pendapat Ulama tentang tafsir ath-Thabarî

Kitab ini dianggap sebagai puncak prestasi keilmuan Imam at-Tabarî dalam menulis sejarah dan diselesaikan pada tahun 302 H. 2) Kitab Zail al-Muzayyal. Ibnu Jarîr ath-Thabarî dianggap sebagai tokoh penting dalam jajaran ahli tafsir klasik pasca-tâbi'tâbi'în, karena melalui karya monumentalnya yaitu Jâmi' al-Bayân 'an Ta'wîl ay Al-Qur'an mampu menawarkan inspirasi baru bagi para penafsir selanjutnya. Tafsir at-Thabarî dijadikan rujukan utama oleh para penafsir selanjutnya karena luas dan dalamnya perdebatan mengenai penafsirannya.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa gaya tafsir ath-Thabarî termasuk dalam himpunan tafsir yang merupakan gabungan dari bi al-ma'stur dan bi ar-ra'yi. Secara umum, tharîqah (metode sistematis) yang digunakan ath-Tabarî dalam menafsirkan ayat tersebut adalah sebagai berikut: 43. 43 Srifariyati, “Manhaj Tafsir Jâmi” al-Bayân karya Ibnu Jarîr ath-Thabarî”, dalam Jurnal Madaniyah Lengkap.

Kitab tafsir ath-Thabarî layak mendapat pujian para ulama kerana kitab tafsir mempunyai nilai yang tinggi dan istimewa. Imam an-Nawawi berkata: "Orang ramai bersepakat bahawa tidak ada tafsir yang pernah dikarang sama dengan tafsir ath-Tabarî." 44 Asep Abdurrahman, “Metodologi Ath-Thabarî dalam Tafsir Jami‟ul Bayân Fi Ta‟wîli Al-Qur’an”, hlm.75.

Pandangan ath-Thabarî Tentang Qirâ‟ât

Terkadang ia menentang qiâ‟ât dan cenderung melakukan qirâ‟ât tanpa melakukan tarjih. 49. Eth-Thaberi berpendapat, jika ada qirâ‟ât yang berbeda dengan yang telah disepakati dengan Al-Qurâ‟, maka qirâ‟ât tersebut disebut qirâ‟ât syadz, karena telah disepakati dengan para ulama. Qurrâ‟. . Imam At-Thabari lebih maju pada zamannya ketika ia menyepakati qirâ sepuluh Imam yang terdapat perbedaan pendapat di dalamnya.

48 Mutmainnah, “Tafsir Ath-Thabarî Terhadap Qirâ‟ât Nâfi” Sejarah Qâlûn dan Qirâ‟ât „Âshim Sejarah Hafs (Studi Kasus QS. 49 Siti Khadijah, “Pengaruh Perbedaan Qirâ‟ât terhadap Tafsir Ayat Ahkam (Studi Perbandingan Tafsir Surat Al-Baqarah Pada Kitab Jâmi‟ al-Bayân Karya Ath-Tabarî dan Kitab Al-Bahr Al-Muhîth Karya AbûHayyân al-Andalusi), hal.50 Siti Khadijah, “Pengaruh perbedaan Qirâ‟ât pada tafsir ayat Ahkam (studi banding tafsir surat Al-Baqarah pada kitab Jâmi‟ al-Bayân karya Ath-Tabarî dan kitab al-Bahr al-Muhîth karya AbûHayyân al -Andalusi”, hal.

51 Siti Khadijah, “Dampak Perbedaan Al-Qur'â'ât Terhadap Tafsir Ayat Ahkam (Studi Banding Tafsir Surah Al-Baqarah dalam kitab Jami' al-Bayân karya Ath-Tabari dan kitab dari al-Bahr al-Muhîth oleh Abu Hayyân al-Andalusi)", , h. Padahal, dasar pemilihan qirâ‟ât yang dilakukan oleh Ath-Thaberi sudah jelas, yaitu ia memilih qirâ‟ât yang disetujuinya dengan ijin para ulama dan dikuatkan dengan pemahaman yang kuat.52. 52 Siti Khadijah, “Dampak Perbedaan Al-Qur'â'ât Terhadap Tafsir Ayat Ahkam (Studi Banding Tafsir Surah Al-Baqarah pada Kitab Jami' al-Bayân karya Ath-Tabari dan kitab al -Bahr al-Muhîth oleh Abu Hayyân al-Andalusi", hal.

Penafsiran Ath-Thabarî Terhadap Bacaan Imam Qirâ‟ah Sab„ah Dalam Ayat-

Sedangkan Imam Nâfi„, Ibnu Katsîr, Abû „Amr, Ibnu „Âmir, „Âshim, dan al-Kisâî membaca dengan hadzf alif na zâi dan tasydîd lâm (اَمَُّلَزَاَف). Sedangkan yang membaca tanpa huruf alif setelah huruf wâw َجْدَعَو mempunyai makna bahwa hanya Allah yang berjanji kepada Mûsâ, sedangkan Mûsâ tidak. Menurut ath-Thabarî, orang yang membaca dengan kasrah mengandung huruf khâ‟ yang artinya perintah untuk menjadikannya tempat shalat.

Qirâ‟ât yang menakjubkan menurut ath-Thabarî ialah orang yang membaca dengan dhammah ًةَفْرُغ, maksudnya: kecuali orang yang merendam dirinya dengan satu tapak tangan. 26. Apabila menyebut َِّللا ُعْفَد imam Nafi” dibaca dengan fathah fâ‟ diikuti alif ( َِّللا ُعاَفِد). Manakala Imam Ibnu Katsîr, Abû „Amr, Ibnu „Âmir, „Âshim, Hamzah dan al-Kisâî membaca dengan sukûn fâ‟ ( َِّللا ُعْفَد).

Mereka yang membaca dengan fathah fâ' diikuti dengan alif, kedudukannya sebagai mashdar dari lafaz " ْنَع َُّللا َعَفاَد. Manakala dalam melafazkan ُمَلْعَا َلاَق orang yang membaca dengan membasuh, huruf hamzah dan sukûn mîm bermaksud perintah, dan mereka menganggap bahawa bacaan ini. ialah membaca "Abdullah َلْيِق".Mereka yang membaca dengan hamzah qatha menerima harakat fathah dan dhammah mîm (ُمَلْعَا َلاَق) ialah satu bentuk berita penceramah.

Analisis Qirâ‟ah Sab„ah Terhadap Ayat-Ayat Kisah Menurut Penafsiran ath-

Pada ayat tersebut ditemukan adanya perbedaan qirâ‟ât dalam pengucapan َجْدَعاَو. Perbedaan qirâ‟ât tidak mempunyai implikasi terhadap penafsiran ath-Tabarî karena kita ingat bahwa Allah berjanji kepada Mûsâ akan bertemu dengannya di bukit Thursinai selama empat puluh malam. Perbedaan qirâ‟ât tidak mempunyai akibat terhadap penafsiran ath-Tabarî karena pada hakikatnya makna keduanya (اْوُذََّتخاَو ,اْوُذَِّتخاَو) tidak menyimpang atau sesat sehingga dapat dikompromikan.

-Qurthubî bahwa pengucapan اْوُذَِّتخاَو berfungsi sebagai perintah, sedangkan اْوُذ ََّتخاَو berfungsi sebagai khabar, hanya saja al-Qurthubî tidak memilih salah satu dari dua qirat, sedangkan â-'at di antara kedua qir. Jelaslah bahwa qirâ'ât yang disukai oleh ath-Thabarî mempunyai pengaruh terhadap penafsirannya karena penafsiran ayat ini sangat berbeda dengan penafsiran mufassir lainnya. Meskipun ath-Thabarî lebih menyukai qirâ'ât ini, namun ath-Thabarî tidak mengingkari qirâ'ât yang lain.

Perbedaan ath-Thabarî dengan mufassir lainnya adalah mereka tidak mentarjih atau mengutamakan qirâ‟ât satu sama lain. Dalam menafsirkan ayat-ayat cerita tersebut, Ath-Tabarî sejauh yang penulis telaah hanya menekankan/mengagungkan qirâ'ah sab'ah. Beliau hanya mengutamakan satu qirâ‟ât dibandingkan qirât lainnya karena bacaannya tidak sesuai makna dan penafsirannya.

Kesimpulan

Saran

Abdurrahman, Asep, "Metodologi Ath-Thabarî dalam Tafsir Jami'ul Bayan dan Pentafsiran Al-Qur'an", dalam Jurnal Selaras, Vol. Amaruddin, "Pengajian Tafsir Jami' al-Bayan dan Tafsir al-Qur'an oleh Ath-Thabari", dalam Jurnal Syahadah, Bahagian II, bil. Fauzi, Ahmad, "Pelbagai Pengajaran (Qirâ'ât) dari Perspektif Gabriel Said Reynolds", dalam Jurnal Al-Furqan: Ilmu Al-Quran dalam Tafsir, Vol.

Ghofur, Saiful Amin, Tafsir Mosaik Al-Quran dari Klasik ke Kontemporer, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2013. Hasanuddin AF, Perbedaan Qirâ‟ât dan Pengaruhnya terhadap Hukum Istinbâth dalam Al-Quran, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada , 1995 Misnawati, “Qirâ‟ât Al-Quran dan Pengaruhnya Terhadap Hukum Istinbath”, dalam Jurnal Mudarrisuna Vol.

Rusandi, Haeruman, “Menafsirkan Kembali Qirâ‟ât Al-Qur'an”, v Jurnal Elhikmah: Pendidikan dan Kajian Islam Vol. Aisyah, “Kantor Pengkajian Qirâ‟ât Al-Qur'an Menurut Qirâ‟ât Hamzah Khalaf”, PhD, UIN Alauddin Makassar, Qirâ‟ât”, v Jurnal al-Asas, Vo.

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah (1)untuk memahami makna ayat-ayat sumpah dalam Juz‟amma (2) untuk mendiskripsikan perbedaan dan persamaan terhadap

Al-Zamakhsharī berusaha memagari ayat-ayat agar sesuai dengan paham Mu’tazilah, di antaranya; (1) Merubah makna ayat ke dalam makna lain; dan (2) Al-Zamakhsharī

Metode yang digunakan Aidh al-Qarni dalam menafsirkan Al-Qur‟an adalah metode Ijmali (suatu penafsiran ayat-ayat Al-Qur‟an, di mana penjelasan yang dilakukan

Qur‟an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya, sesuai dengan

\ Dalam menafsirkan Al-Qur‟an dan memahaminya dengan sempurna, bahkan untuk menterjemahkannya diperlukan ilmu-ilmu Al- Qur‟an karena dengan ilmu-ilmu Al-Qur‟an

Sementara itu, menurut Nashruddin Baidan (2011: 67) ilmu tafsir membahas teori-teori yang dipakai dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an, jadi penafsiran Al-Qur`an

Akan tetapi dalam menafsirkan kata murka , Nasrul tidak menyebutkan surat dan ayat yang ia kutip, sehingga orang yang membacanya tidak mengetahui ayat yang tertulis dalam

Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab juga Menafsirkan kata Quwwah dalam surat Al-Anfal ayat 60: “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang