• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penentuan Provinsi dan Kota/Kabupaten Prioritas Untuk Target NDC Sektor Limbah

Dalam dokumen Peta Jalan Implementasi NDC Mitigasi 2019 (Halaman 138-143)

Target penurunan emisi GRK di sektor limbah padat domestik yakni sebesar 8,16 juta ton CO2e. Nilai tersebut diperoleh dari berbagai aksi mitigasi di subsektor limbah padat domestik, diantaranya pemasangan LFG recovery di TPA menurunkan emisi GRK sebesar 1,4 juta ton CO2e, energy recovery dari adanya pengelolaan sampah menggunakan PLTSa dan RDF menurunkan emisi GRK sebesar 1,9 juta ton CO2e, daur ulang kertas menurunkan emisi GRK sebesar 2,1 juta ton CO2e, dan aktivitas pengomposan menurunkan emisi GRK sebesar 2,6 juta ton CO2e. Usaha mencapai target yang telah dikemukakan di atas disinkronkan dengan jumlah sampah padat domestik yang dihasilkan baik di tingkat provinsi, maupun di level kabupaten/kota. Penentuan prioritas provinsi yang perlu membangun unit pengolahan sampah dengan lebih intensif adalah berdasarkan:

Provinsi dengan emisi dari sektor limbah padat domestik besar mempunyai kewajiban untuk menurunkan emisi (polluter pays principal)

107

STRATEGI PELAKSANAAN

Provinsi dengan kota dan kabupaten diprioritaskan berdasarkan populasi penduduk, sehingga mempunyai kewajiban untuk mengelola limbah.

Provinsi dengan kota yang telah memiliki fasilitas aksi mitigasi perubahan iklim.

Provinsi dengan PAD yang tinggi.

Pada Gambar 4-68 disajikan persentase sebaran penduduk Indonesia berdasarkan provinsi.

Gambar 4-68

Persentase sebaran penduduk Indonesia berdasarkan provinsi

5,5%

3,3%

10,6%

16,6%

11,5% 5,5%

14,5%

2,1%

2,0%3,1%

Sumatera Utara (5,5%) Riau (2,6%)

Sumatera Selatan (3,3%) DKI Jakarta (10,6%) Jawa Barat (16,6%) Banten (5,5%)

Jawa Tengah (11,5%) Jawa Timur (14,5%) Bali (2,1%)

Nusa Tenggara Barat (2,0%) Kalimantan Timur (2,0%) Sulawesi Selatan (3,1%)

Merujuk Gambar 4-68, nampak bahwa Provinsi Jawa Barat (16,6%) memiliki jumlah penduduk paling besar diikuti Jawa Timur (14,5%), Jawa Tengah (11,4%), dan DKI Jakarta (10,6%) dibandingkan provinsi- provinsi lain di Indonesia. Besarnya jumlah penduduk sejalan dengan jumlah sampah yang dihasilkan yang tentunya diikuti dengan tanggung jawab pengolahannya yang lebih intensif.

PLTSa, sebagai teknologi yang intensif di dalam memusnahkan sampah akan diterapkan pada provinsi dengan jumlah sampah yang besar sebagai salah satu kriteria disamping fasilitas aksi mitigasi perubah- an iklim dan PAD sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Pada Tabel 4-43 disajikan Provinsi beserta Kota/

Kabupaten yang menerapkan pengolahan sampah melalui PLTSa dan juga RDF. Pada tabel juga dapat dilihat rencana pembangunan dan kapasitas pengolahan berdasarkan provinsi berikut kota/kabupaten di Indonesia sebagai berikut.

Selanjutnya, pada Tabel 4-43 disajikan estimasi pembangunan PLTSa berdasarkan provinsi/kota di Indonesia sebagai berikut:

dan Kota/Kabupaten di Indonesia

Provinsi Kota / Kabupaten

perbandingan PLTSa dan RDF

Sampah yang diolah Kapasitas*

PLTSa 2030, ton/Hari

Kapasitas*

RDF 2030, ton/Hari ton/hari ton/tahun

PLTSA RDF PLTSa+RDF

Sumatera Selatan Palembang 33% 67% 770 281.050 300 500

DKI Jakarta Jakarta 36% 64% 3.470 1.266.550 1.300 2.300

Jawa Barat Bekasi,

Bandung 50% 50% 3.040 1.109.600 1.600 1.600

Jawa Tengah Semarang,

Surakarta 50% 50% 1.900 693.500 1.000 1.000

Jawa Timur Surabaya 36% 64% 1.350 492.750 500 900

Banten Tangerang,

TangSel 47% 53% 1.620 591.300 800 900

Bali Denpasar 33% 67% 1.060 386.900 400 700

Sulawesi Utara Manado 33% 67% 580 211.700 200 400

Sulawesi Selatan Makassar 44% 56% 860 313.900 400 500

Catatan: *kapasitas yang dimaksud adalah kapasitas pengolahan sampah

Berdasarkan jumlah sampah yang akan diolah di PLTSa dan kapasitas PLTSa untuk Kota/ Kabupaten di masing-masing provinsi, maka rencana pembangunan kapasitas pembangkit masing-masing PLTSa ada- lah sebagai berikut ini.

• DKI Jakarta merencakan PLTSa 13 MW yang mampu mengolah sampah 1.300 ton per hari

• Jawa Barat merencanakan PLTSa di Kota Bandung dan Bekasi dengan kapasitas 16 MW yang mampu mengolah 1.600 ton sampah per hari.

• Jawa Tengah merencanakan PLTSa di Kota Surakata dan Semarang dengan kapasitas 5 MW yang mampu mengolah sampah sebesar 500 ton per hari.

Provinsi lainnya yang merencakan pembangunan PLTSa adalah

a. Provinsi Banten merencanakan PLTSa 8 MW di Kota Tangerang dan Tangerang Selatan yang mampu mengolah sampah 800 ton per hari.

b. Provinsi Jawa Timur merencanakan PLTSa 5 MW di Kota Surabaya yang mampu mengolah sampah sebesar 500 ton per hari.

c. Provinsi Bali, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara merencanakan PLTSa 4 MW di Denpasar dan Makassar untuk mengolah sampah 400 ton per hari di masing-masing PLTSa dan 2 MW di Manado untuk mengolah sampah 200 ton per hari.

d. Provinsi Sumatera Selatan merencanakan PLTSa 3 MW di Kota Palembang yang mampu mengolah sampah 300 ton per hari.

109

STRATEGI PELAKSANAAN

Masing-masing Kota/Kabupaten di berbagai Provinsi tersebut selain merencanakan pembangunan PLTSa juga merencanakan pengolahan sampah menjadi RDF dengan kapasitas sebagaimana disampaikan pada Tabel 4-43.

Dari Gambar 4-68 dan Tabel 4-43, tampak bahwa Provinsi Jawa Barat mempunyai persentase tertinggi yakni 16,6%, diikuti Provinsi Jawa Tengah dan DKI Jakarta dengan persentase masing-masing 11,5%, dan 10,6%. Berdasarkan kriteria yang disebutkan di atas, maka Provinsi Jawa Barat berkewajiban untuk mengelola sampah padat domestik secara lebih intensif. Bentuk/rencana pengelolaan sampah di Provinsi Jawa Barat dengan adanya pembangunan PLTSa di Kota Bandung dengan kapasitas 10 MW yang diperkirakan mampu mengolah 950 ton sampah per hari. Selanjutnya, rencana pembangunan tempat pengelolaan sampah di Provinsi Jawa Tengah dengan pembangunan PLTSa di Kota Surakata dan Semarang. Kapasitas PLTSa di Kota Surakarta sebesar 2 MW dan di Kota Semarang sebesar 5 MW, dengan masing-masing kota mampu mengolah sampah sebesar 190 ton dan 475 ton per harinya. Di Provinsi DKI Jakarta, pembangunan PLTSa mempunyai kapasitas 4 x 10 MW dengan kemampuan mengelola sampah sebesar 3.800 ton per hari. Provinsi lainnya yang direncanakan membangun PLTSa adalah Provinsi Banten dengan lokasi pembangunan PLTSa di Kota Tangerang dengan kapasitas PLTSa mengolah sampah sebesar 475 ton per hari dan menghasilkan listrik sebesar 5 MW. Di Provinsi Jawa Timur, terdapat PLTSa di Kota Surabaya dengan kapasitas listrik yang dihasilkan sebesar 10 MW dan kemampuan mengolah sampah sebesar 950 MW. Di bagian timur Indonesia, Provinsi Sulawesi Selatan dan Bali juga terdapat PLTSa dengan masing masing berkapasitas 5 dan 2 MW. Masing-masing PLTSa tersebut mampu mengolah sampah sebanyak 475 dan 190 ton per hari. Pada Gambar 4-68.a disampaikan rencana pembangunan PLTSa di Indonesia.

Gambar 4-68.a

Penjadwalan pembangunan PLTSa

2020

• PLTSa DKI Jakarta Bantar Gebang (50-100 ton/hari)

• PLTSa Tangerang - Rawa Kucing (2.000 ton/hari)

• PLTSa Benowo di Surabaya (1.500 ton/hari)

2021

• Total kapasitas PLTSa 450-1.200 ton/hari di Kab/

Kota Surakarta dan Denpasar

2022

• Total kapasitas PLTSa 1.000-2.000 ton/hari di Kab/

Kota Bandung, Semarang, dan Makassar.

2023

• DKI Jakarta - ITF Sunter (2.300 ton/hari)

penanganan limbah. Untuk merealisasikan target NDC diperlukan kondisi yang dapat memfasilitasi dan mendorong upaya pencapaian target tersebut, diantaranya:

Adanya bantuan teknologi dan sistem pendanaan untuk meningkatkan jumlah jaringan saluran rumah tangga untuk pemanfaatan gas landfill.

Adanya bantuan teknis dan sistem pendanaan untuk kota/kabupaten agar dapat mengoperasikan TPA sebagai managed landfill dan dilengkapi dengan sistem penanganan / pemanfaatan gas metana.

Adanya sinkronisasi regulasi terkait emisi dari penggunaan RDF dan limbah pada B3 untuk pembangkit listrik di industri sehingga pihak pengguna industri tidak terkendala oleh regulasi emi- si yang ketat namun dengan tetap secara komprehensif memperhatikan dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat dari penggunaan RDF.

Adanya perbaikan regulasi terkait pemanfaatan sludge IPAL industri dengan menghilangkan persyaratan kandungan air di dalam sludge IPAL yang digunakan sebagai bahan bakar tidak melebihi 15%, karena kadar air dalam sludge sebagai bahan bakar tidak mempengaruhi kualitas emisi pembakaran sedangkan untuk memenuhi persyaratan tersebut diperlukan tambahan energi un- tuk pengeringan yang implikasinya peningkatan jumlah emisi GRK dan polutan lainnya dari proses penyediaan energinya;

Adanya kebijakan kontrak jual beli listrik dan tipping fee yang kondusif untuk mendorong pengembangan PLTSa.

Adanya kebijakan kontrak jual beli listrik yang kondusif agar dapat mendorong pengembangan pemanfaatan gas metana dari penanganan palm oil mill effluent (POME) untuk pembangkitan listrik yang dijual melalui jaringan PLN.

111

STRATEGI PELAKSANAAN

Dalam dokumen Peta Jalan Implementasi NDC Mitigasi 2019 (Halaman 138-143)