• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sektor Pertanian, Lahan dan Kehutanan

Dalam dokumen Peta Jalan Implementasi NDC Mitigasi 2019 (Halaman 46-55)

PERUBAHAN IKLIM

3.4 Sektor Pertanian, Lahan dan Kehutanan

Strategi utama penurunan emisi GRK dari sektor kehutanan antara lain adalah melalui

• Perbaikan sistem pengelolaan sumber daya lahan dan hutan dengan membentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di semua wilayah hutan,

• Peningkatan adopsi praktik pengelolaan hutan lestari di hutan produksi

• Percepatan pembangunan hutan tanaman industri dan hutan rakyat serta pemanfaatan kayu perkebunan untuk memenuhi permintaan kayu sehingga mengurangi ketergantungan pemenuhan kebutuhan kayu dari hutan alam

• Optimasi perencanaan tata ruang, pemanfaatan lahan tidak produktif serta peningkatan produktivi- tas dan intensitas penanaman sehingga mengurangi tekanan terhadap hutan alam untuk memenuhi kebutuhan pembangunan dan ekspansi lahan pertanian

15

KEBIJAKAN TERKAIT Mitigasi PERUBAHAN IKLIM

• Konservasi dan peningkatan rosot karbon melalui restorasi ekosistem hutan produksi, dan rehabilitasi lahan dan moratorium izin baru atau konsesi di lahan gambut,

• Perbaikan sistem pengelolaan lahan gambut, dan

• Percepatan adopsi teknologi budidaya rendah karbon

Dasar kebijakan pelaksanaan aksi mitigasi sektor yang secara langsung maupun tidak langsung menghasilkan penurunan emisi GRK sudah tersedia seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 3-4.

Tabel 3-4

Instrumen kebijakan dan peraturan pelaksanaan kegiatan mitigasi perubahan iklim sektor pertanian, lahan dan kehutanan

No. Aksi Mitigasi Dasar Kebijakan Keterangan

(1) (2) (3) (4)

1. Penurunan Deforestasi dan Degradasi Hutan

1.1. Penurunan Deforestasi dan Degradasi Hutan Alam yang terencana (Planned) (1) Moratorium Izin Baru

dan Penyempurnaan

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2017 mengenai Penundaan dan Penyempurnaan Tata Kelola Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

Mengatur moratorium izin baru serta peningkatan tata kelola hutan primer dan lahan gambut

(2) Pencegahan penebangan hutan alam di areal IUPH- HK-HA secara tidak sah

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

Sebanyak 114 Pasal yang mengatur upaya pencegahan dan pemberantasan kerusakan hutan termasuk di areal kerja IUPHHK-HA

(3) Penetapan alokasi emisi di suatu wilayah ditetapkan berdasar- kan kondisi biogeofisiknya

Peraturan Menteri LHK Nomor P.70 Tahun 2017

Penetapan Indeks Biogeofisik (IBGF) sebagai dasar pertimbangan besarnya alo- kasi emisi yang diberikan ke suatu daerah sesuai dengan kondisi

biogeofisiknya (4) Penetapan fungsi

kawasan dan perannya dalam menyediakan layanan jasa lingkungan atau jasa ekosistem

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2016

Uraian tentang fungsi kawasan dan perannya dalam menyediakan layanan jasa lingkungan atau jasa ekosistem

(5) Tidak melakukan penebangan hutan alam primer yang ada di areal IUPHHK-HT yang masuk wilayah fungsi lindung Eko- sistem Gambut

Peraturan Menteri LHK Nomor P.17 Tahun 2017

Areal kerja IUPHHK-HT yang ada hutan alam primer dan masuk wilayah fungsi Ekosistem Gambut serta dalam tata ruang fungsi Ekosistem Gambut, tidak ditebang

(6) Perlindungan dan pengelolaan areal IUPHHK-HA hutan primer masuk dalam wilayah fungsi Ekosistem Gambut

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut

Pasal 17, Perusahaan wajib menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut

(7) Penyelamatan hutan alam primer di areal kerja IUPHHK-HA melalui penurunan volume dan luas tebangan terhadap Perusahaan (IUPH- HK-HA) dengan realisasi tebangan di bawah Rencana Kerja Tahunan (RKT)

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan, Rencana Pengelolaan Hutan, dan Pemanfaatan Hutan

Pasal 70 sampai 80 mengatur hak dan kewajiban IUPHHK-HA terkait penebangan kayu

(8) Penyelamatan hutan alam primer

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pemberhentian Pemberian Izin Baru dan

Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut

Larangan penebangan hutan alam primer diberlakukan untuk izin usaha baru dan izin usaha yang sudah berjalan setelah Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011

(9) Pengelolaan hutan alam sekunder yang masuk wilayah budidaya Ekosistem Gambut secara lestari sebagaimana diatur dalam Prinsip Kriteria Indikator Pengelolaan Hutan Alam Lestari

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Prinsip Kriteria Indikator Pengelolaan Hutan Alam Lestari di areal IUPHHK-HA Lahan Gambut

(10)

Perlidungan dan pengelolaan lahan HGU yang masuk Ekosistem Gambut.

Perubahan izin usaha IUPHHK-HT untuk 1 rotasi, dan pemulihan Ekosistem Gambut

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014

Pasal 17, Perusahaan wajib menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut

(11) Pencegahan konversi lahan pertanian produktif

Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

Pelaksanaan Undang-Undang dan kebijakan ini memandatkan pemerintah daerah untuk menjaga lahan pertanian pangan

17

KEBIJAKAN TERKAIT Mitigasi PERUBAHAN IKLIM

No. Aksi Mitigasi Dasar Kebijakan Keterangan

(1) (2) (3) (4)

(12) Peningkatan produktivitas serta Indeks penanaman yang dapat mengurangi permintaan lahan pertanian ke depan sehingga secara tidak langsung dapat mengurangi deforestasi

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani;

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 67 Tahun 2016 tentang

Pemberdayaan Kelembagaan Petani;

Peraturan Menteri LHK Nomor 43 Tahun 2017 tentang Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Cagar Alam dan Hutan Konservasi

Undang-undang dan kebijakan ini memandatkan pemerintah daerah untuk peningkatan kesejahteraan petani dengan peningkatan produktivitas usaha tani dan pengembangan kegiatan ekonomi alternatif lainnya

Undang-Undang Perkebunan Nomor 39 Tahun 2014

Pasal 3 Butir (d) Penyelenggaraan perke- bunan bertujuan meningkatkan produk- tivitas

(13) Pemanfaatan limbah kayu dari HGU pada saat peremajaan perkebunan untuk bahan baku industri kayu primer

Peraturan Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015

Pasal 13 Ayat (1) Huruf (a) disebutkan bahwa tanaman hutan berkayu dan tanaman budidaya tahunan yang berkayu ditujukan untuk mendukung penyediaan bahan baku industri primer hasil hutan Undang-Undang Nomor 39 Tahun

2014 tentang Perkebunan.

Pasal 3 Tujuan penyelenggaraan perkebunan tanaman berkayu salah satunya untuk mendukung penyediaan bahan baku kayu industri kayu primer 1.2. Penurunan Deforestasi dan Degradasi Hutan Alam tidak Terencana (Un-Planned)

(1) Pencegahan penebangan liar

Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pemberantasan Pene- bangan Kayu Ilegal di Kawasan Hutan dan Peredarannya di Seluruh Wilayah Republik Indonesia

Upaya penegakan hukum untuk memerangi pembalakan liar dengan me- wajibkan 18 lembaga pemerintah nasional dan semua Pemerintah Daerah melakukan kerjasama memerangi

kegiatan pembalakan liar (2) Pengelolaan areal

IUPHHK-HT yang rawan konflik dan dekat dengan pemukiman masyarakat

setempat melalui pola kemitraan

Peraturan Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015

Pelaksanaan Pasal 7 Ayat (1) dan Pasal 10 Ayat (2) pengelolaan areal tanaman kehidupan di lahan mineral untuk masyarakat setempat melalui pola kemitraan

(3) Pemberdayaan masyarakat di areal IUPHHK-HA Lahan Mineral dekat pemukiman dengan cara peningkatan kapasitas masyarakat setempat melalui kerjasama pengelolaan hutan pola kemitraan

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan, Rencana Pengelolaan Hutan, dan Pemanfaatan Hutan

Pasal 83 dan 84 mengatur

pemberdayaan masyarakat setempat dengan cara pengembangan kapasitas

(4) Pemberdayaan masyarakat di areal IUPHHK-HA Lahan Gambut yang masuk wilayah budidaya Eko- sistem Gambut dekat pemukiman dengan cara peningkatan kapasitas masyarakat setempat melalui kerjasama pengelolaan hutan pola kemitraan

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014

Pasal 17, Perusahaan wajib menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut

(5) Pemberdayaan dan pemberian akses pada masyarakat melalui Perhutanan sosial

Peraturan Menteri LHK Nomor 83 Ta- hun 2016 tentang Perhutanan Sosial

Mengatur sistem pengelolaan hutan yang dilakukan oleh masyarakat guna mening- katkan mata pencaharian dan kualitas hidup mereka, sekaligus juga untuk mengembangkan potensi-potensi hutan 2. Pengelolaan Hutan Lestari (Sustainable Forest Management)

2.1 Penerapan Teknik Reduce Impact Logging (RIL) (1) Penerapan Teknik

Reduce Impact Logging (RIL)

Peraturan Direktur Jenderal PHPL Nomor P.9 Tahun 2018 tentang Penerapan Teknik Pemanenan Berdampak Rendah (Reduce Impact Logging) pada Areal IUPHHK-HA

Penerapan teknik RIL untuk

meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu dan meminimalkan dampak

pemanenan terutama terhadap aspek ekologi/ lingkungan

2.2. Penerapan Teknik Pengelolaan Hutan Lestari (1) Sertifikasi Wajib

Pengelolaan Hutan Produksi Lestari

Peraturan Menteri LHK Nomor P.30 Tahun 2016 tentang Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL)

Peraturan yang mewajibkan semua pemegang hak pengelolaan/

pengusahaan hutan memiliki sertifikasi PHPL

19

KEBIJAKAN TERKAIT Mitigasi PERUBAHAN IKLIM

No. Aksi Mitigasi Dasar Kebijakan Keterangan

(1) (2) (3) (4)

(2) Pengelolaan hutan alam sekunder secara lestari sebagaimana diatur dalam Prinsip Kriteria Indikator Pengelolaan Hutan Alam Lestari

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 dan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Prinsip Kriteria Indikator Pengelolaan Hutan Alam Lestari di areal IUPHHK-HA Lahan Mineral

(3) Penatausahaan kayu dari hutan hak; hutan tanaman, dan hutan alam

Peraturan Menteri LHK Nomor P.21 Tahun 2015;

Peraturan Menteri LHK Nomor P.42 Tahun 2016 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Tanaman;

dan

Peraturan Menteri LHK Nomor P.43 Tahun 2016 Penatausahaan Hasil Hutan Kayu dari Hutan Alam

Peraturan yang mewajibkan semua pemegang hak (IUPHHK-HT dan IUPH- HK-HA) dan pemilik hutan hak (hutan rakyat) untuk melakukan penatausahaan kayu hasil hutannya untuk legalitas hasil kayu, bahan baku kayu tersertifikasi, dan peningkatan penerimaan pasar terhadap hasil kayu dari hutan yang dikelola secara lestari

(4) Penerapan sistem silvikultur TPTI dan/

atau Tebang Rumpang (TR) pada areal hutan alam primer di areal IUPH- HK-HT

Peraturan Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015

Pasal 6 Ayat (1) Penerapan sistem silvikultur TPTI dan/atau Tebang Rumpang (TR) pada hutan alam primer areal IUPHHK-HT

3. Peningkatan Cadangan Karbon

3.1. Penanaman Hutan Tanaman Lahan Mineral (1) Penataan

pemanfaatan areal kerja IUPHHK-HTI untuk mengoptimal- kan fungsi produksi dengan memperha- tikan keseimbangan lingkungan dan sosial

Peraturan Menteri LHK Nomor P.62 Tahun 2019

Pasal 5 Ayat (2) areal bekas tebangan yang masih berhutan dipertahankan untuk kawasan lindung, areal hutan alam yang memiliki karakteristik sumber daya hutan yang dapat diusahakan dengan sistem silvikultur THPB dan selain THPB, areal tidak berhutan/tidak produktif yang dapat diusahakan dan Pasal 12 jenis komodi- tas yang diusahakan tidak terbatas pada hutan tanaman, tapi bisa juga komodi- tas non-kayu, pangan sampai bioenergi melalui agroforestry

(2) Peningkatan produktivitas tanaman IUPHHK-HT

Peraturan Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015

Pasal 9 Ayat (2) peningkatan produktivi- tas tanaman melalui kegiatan: pemilihan jenis, pemuliaan pohon, penyediaan bibit unggul, manipulasi lingkungan

(3) Perpanjangan daur atau siklus tebang tanaman IUPHHK-HA di Lahan Mineral sampai hasil produksi maksimal

Peraturan Menteri LHK Nomor P.12 Tahun 2015

Pasal 8 Ayat (1) Penetapan daur atau siklus tebang berdasarkan umur masak tebang ekonomis dan/atau berdasarkan umur pada hasil produksi yang maksimal

(4) Percepatan pena- naman IUPHHK-HT melalui realisasi luas penananaman 2 kali luas Land Cleraing (LC-HTI) dengan pengawasan

Belum ada kebijakan khusus Perlu inovasi kebijakan IUPHHK-HT, luas realisasi penanaman 2 kali luas LC-HTI dengan pengawasan di lapangan oleh Dinas Provinsi dan Tenaga Teknis Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Pembinaan Hutan

(5) Penambahan klausul kewajiban pelaksa- naan penanaman dalam sanksi administrasi IUPH- HK-HT Lahan Mineral

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.39 Tahun 2008

Penambahan klausul pada Pasal 4 yakni kewajiban pelaksanaan penanaman sesuai dengan rencana dalam RKT

(6) Percepatan pena- naman IUPHHK-HT melalui sanksi administrasi sampai pencabutan izin

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010

Perlu inovasi kebijakan KLHK terhadap IUPHHK-HT berupa sanksi administrasi untuk IUPHHK-HT yang tidak melak- sanakan penanaman setidaknya 50% luas IUPHHK-HT paling lambat 3 tahun sejak izin dikeluarkan dan sampai pencabutan izin apabila lebih dari satu daur (umumnya 6 tahun).

(7) Percepatan pena- naman HGU melalui penetapan lahan HGU sebagai tanah terlan- tar dan optimalisasi pemanfaatan lahan terlantar

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010

Percepatan penanaman HGU yang tidak melaksanakan penanaman secara optimal setelah 3 tahun terbit izin usaha dengan luasan lahan tidak diusahakan >25% dari total luas lahan efektif melalui penetapan lahan HGU sebagai tanah terlantar

(8) Kebijakan insentif diberikan untuk pemegang izin IUPHHK-HT yang dapat mecapai target penanaman sesuai aturan yang sudah ditetapkan khususnya pada wilayah izin yang memiliki tingkat risiko emisi tinggi

Inovasi Kebijakan KLHK berupa Peraturan Menteri LHK untuk IUPH- HK-HT dari Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

Pasal 31 Ayat (2) Insentif kebijakan untuk IUPHHK-HT yang melakukan kegiatan yang memberikan dampak positif terhadap lingkungan, meliputi: pemberian keringa- nan kewajiban, pemberian kemudahan dan/atau pelonggaran persyaratan pelak- sanaan kegiatan, pemberian fasilitas dan/

atau bantuan, pemberian dorongan dan bimbingan, pemberian pengaluan dan/

atau penghargaan, dan/atau pemberita- huan kinerja positif kepada publik.

3.2. Penanaman Hutan Ta- naman Lahan Gambut (1) Perlidungan dan

pengelolaan Eko- sistem Gambut dan Perubahan izin usaha IUPHHK-HT untuk 1 rotasi, dan pemulihan Ekosistem Gambut

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014

Pasal 17, Perusahaan wajib menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan Ekosistem Gambut

Peraturan Menteri LHK Nomor P.16 Tahun 2017

Pedoman teknis pemulihan fungsi Ekosistem Gambut

21

KEBIJAKAN TERKAIT Mitigasi PERUBAHAN IKLIM

No. Aksi Mitigasi Dasar Kebijakan Keterangan

(1) (2) (3) (4)

3.3. Pengayaan dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (1) Pengayaan dan

rehabilitasi dengan agroforestry dan tanaman campuran (Agro-Kompleks), dimana tutupan tajuk pohon minimal 30%

dari total luas areal IUPHHK-HA secara proporsional di Lahan Mineral

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007

Penerapan sistem silvikultur ini dalam bentuk pengayaan dan rehabilitasi dengan agroforestry dan tanaman campuran (Agro-Kompleks), dimana tutupan tajuk pohon minimal 30% dari total luas areal IUPHHK-HA secara proporsional

(2) Reklamasi Tambang Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang

Tata cara pelaksanaan dan pelaporan, beserta kewajiban pelaporan dari pemegang izin dalam pelaksanaan rekla- masi juga diatur dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018

(3) Panduan serta Insentif untuk Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Peraturan Menteri LHK Nomor 39 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 9 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Dukungan dan pemberian insentif bagi rehabilitasi lahan dan hutan terdegradasi serta optimasi pemanfaatan lahan- lahan tidak produktif melalui penanaman spesies tanaman multi-guna dalam sistem agroforestry

(4) Pemulihan wilayah fungsi Ekosistem Gambut melalui rehabilitasi, suksesi alami, restorasi, dan/

atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di areal IUPHHK-HA Lahan Gambut

Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2014 mengenai Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut

Pasal 9 Ayat (1) Penetapan fungsi Ekosistem Gambut, meliputi: fungsi lindung dan fungsi budidaya

Peraturan Menteri LHK Nomor P.16 Tahun 2017

Teknis pemulihan ekosistem gambut

4. Peningkatan Peranan Konservasi (The Role of Conservation) (1) Peningkatan atau

penambahan areal lindung atau

konservasi di Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) dan areal penggunaan lain (APL) yang masih berhutan yang memiliki nilai-nilai konservasi dan perlindungan tata air

Peraturan Pemerintah 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Ekosistem Gambut;

Peraturan Pemerintah Nomor 104 Ta- hun 2015 tentang Pemanfaatan Hutan;

Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2015 tentang

Pedoman Alokasi dan Fungsi Hutan;

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Moratorium;

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air;

Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Area Lindung

Pengaturan tentang kewajiban menjaga areal yang masih berhutan yang memiliki nilai-nilai konservasi dan perlindungan tata air di Kawasan hutan dapat konversi dan areal penggunaan lain

5. Pengelolaan Lahan Gambut (1) Pengelolaan tata air

gambut

Peraturan Menteri LHK Nomor P.15 Ta- hun 2017 tentang Pemantauan Tinggi Muka Air Gambut

Kewajiban pengelola lahan gambut untuk menjaga dan mempertahankan muka air tanah gambut pada kedalaman tidak lebih dari 40 cm

(2) Pengelolaan lahan dan kebakaran

Instruksi Presiden Nomor 11 Tahun 2015 tentang Peningkatan

Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan

Peraturan Menteri LHK Nomor P.77 Tahun 2015 tentang Penanganan Areal Bekas Kebakaran di Wilayah Konsesi Peraturan Kepala BPN 15 Tahun 2016 tentang Prosedur Pencabutan Izin Konsesi pada Areal Terbakar

Kebijakan yang mewajibkan pemerintah di semua tingkat untuk mengembangkan sistem pengelolaan kebakaran dan hutan di wilayahnya masing-masing, serta menerapkan sanksi bagi pelaku usaha yang tidak menerapkan pengelolaan kebakaran di wilayahnya

Dalam dokumen Peta Jalan Implementasi NDC Mitigasi 2019 (Halaman 46-55)