• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rehabilitasi Lahan Tanpa Rotasi

Dalam dokumen Peta Jalan Implementasi NDC Mitigasi 2019 (Halaman 190-195)

IBGF = (IEH+ITH)/2

KOTAK 5. Prioritas pelaksanaan kegiatan pengayaan di HPH Provinsi Kalimantan Tengah

4.4.5 Peningkatan Cadangan Karbon

4.4.5.1 Rehabilitasi Lahan Tanpa Rotasi

Pencapaian target penurunan emisi NDC CM1 dengan kegiatan RHL dilakukan melalui kegiatan penanaman tanpa rotasi pada lahan mineral dengan luas mencapai sekitar 2,1 juta hektare pada tahun 2030. Untuk pencapaian target penurunan emisi CM2, luas kegiatan penanaman harus ditingkatkan dari 2,1 juta menjadi 3,5 juta hektare (Tabel 4-75). Sasaran utama untuk pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tanpa rotasi ialah areal lahan kritis yang berada di KPHL dan Non KPH dalam kawasan lindung serta kawasan konservasi.

Tabel 4-75

Target capaian NDC kegiatan aksi rehabilitasi lahan tanpa rotasi

Kegiatan Aksi Skenario Rata-Rata Per tahun

Kumulatif dari tahun 2011

(2019) (2024) (2029) (2030)

Laju Rehabilitasi Lahan Tanpa Rotasi (000 hektare)1

BAU 97 877 1.265 1.556 1.944

CM1 104 932 1.452 1.972 2.076

CM2 173 1.558 2.405 3.288 3.461

Aktual - 484 - - -

1 Tingkat keberhasilan (survival rate) untuk BAU antara 21% dan 23%, CM1 antara 23% dan 30% dan CM2 antara 25% dan 38%.

159

STRATEGI PELAKSANAAN

Berdasarkan pada potensi lahan yang tersedia, luas lahan kritis dan sangat kritis yang berada dalam dalam KPHL, non KPH-HL dan Kawasan hutan konservasi mencapai 1,873 juta hektare, dan sebagian besar masuk ke dalam kriteria kritis (Tabel 4-76). Lokasi sebaran lahan kritis terbanyak ada di enam provinsi yang luasnya lebih dari 100 ribu hektare (Tabel 4-77). Ke enam provinsi tersebut ialah Lampung, Papua, Su- lawesi Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara. Luas lahan kritis di enam provinsi mencapai lebih dari 62% total lahan kritis. Untuk pencapaian target NDC CM1, pada akhir tahun 2030 semua lahan kritis dan sangat kritis tersebut harus sudah direhabilitasi, sedangkan untuk mencapai target NDC CM2, lahan yang tersedia tidak mencukupi. Namun demikian kekurangan lahan untuk rehabilitasi tanpa rotasi dapat dicukupi apabila lahan dengan kriteria agak kritis dimasukkan sebagai areal prioritas RHL. Luas lahan agak kritis di Kawasan KPHL, Non-KPH HL dan konservasi mencapai 1,037 juta hektare, dimana sekitar 63% ada di areal KPHL dan 35% di kawasan hutan konservasi. Dengan demikian, untuk pencapaian target NDC CM2 maka seluruh lahan agak kritis, kritis dan sangat kritis yang ada di dalam areal KPHL, Non-KPH HL dan Kawasan hutan konservasi pada akhir tahun 2030 sudah direhabilitasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.70/Menhut-II Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, tingkat keberhasilan rehabilitasi di kawasan hutan minimal 70%.

Pelaksanaan rehabilitasi pada lahan yang tingkat kekritisannya sangat kritis, maka untuk mencapai tingkat keberhasilan tinggi sangat sulit karena kondisi biofisik sudah tidak mendukung keberhasilan tumbuh jenis tanaman pohon. Rehabilitasi lahan sangat kritis membutuhkan penyiapan lahan yang baik melalui teknologi pengolahan lahan, pengapuran, dan pemupukan serta pemeliharaan yang baik. Secara alami, regenerasi pada lahan sangat kritis mungkin dimulai oleh jenis pionir. Oleh karena itu, dalam prioritisasi pelaksanaan RHL perlu mempertimbangkan aspek ini.

Tabel 4-76

Luas lahan kritis dan sangat kritis di areal KPHL, Non KPH-HL dan konservasi

Unit

Pertanian1 Tidak Produktif2

Total Kritis Sangat

Kritis Sub-Total Kritis Sangat

Kritis Sub-Total

KPHL 690.717 453.032 1.143.748 42.490 66.657 109.147 1.252.896

Non KPH-HL 9.279 58.887 68.167 2.317 2.395 4.712 72.878

Konservasi 329.184 117.368 446.552 58.264 42.479 100.743 547.295

Total 1.029.180 629.287 1.658.467 103.071 111.531 214.602 1.873.069

1 Berupa pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur, 2 Belukar, belukar rawa lahan terbuka dan padang ilalang.

konservasi menurut Provinsi

Provinsi

KPHL Non-KPH HL Konservasi

Total Kritis Sangat

Kritis Kritis Sangat

Kritis Kritis Sangat Kritis

Aceh 10.316 31.797 5.529 14.043 61.686

B a l i 4.652 1.795 32 6.479

Banten 2.178 1.179 1.402 5.172 9.932

Bengkulu 13.192 10.166 8.421 1.728 33.506

DI Yogyakarta 9 110 25 144

Gorontalo 172 1.634 3 25 194 2.949 4.978

Jambi 7.028 4.003 11.031

Jawa Barat 2.464 36.620 3.290 18.677 61.052

Jawa Tengah 1.604 2.977 532 2.479 7.592

Jawa Timur 5.258 20.431 2.547 5.062 33.298

Kalimantan Barat 21.364 874 0 9.550 1.245 33.033

Kalimantan Selatan 1.071 30.013 7.486 6.346 44.915

Kalimantan Tengah 749 138 19.134 375 20.397

Kalimantan Timur 3.364 210 23.002 436 27.012

Kalimantan Utara 363 42 3.082 629 4.116

Kep. Bangka Belitung 1.063 14 1.077

Kepulauan Riau 22 22

Lampung 173.394 13.534 78.536 2.941 268.406

Maluku 3.494 5.862 13 35 7.899 6.311 23.614

Maluku Utara 10.764 8.683 26 3 1.179 1.872 22.527

N T B 5.225 3 2.412 9.154 16.794

N T T 45.769 3.765 4.350 243 54.127

Papua 104.601 9.570 2 75.912 9.930 200.016

Papua Barat 7.678 627 21 0 3.127 2.318 13.771

Riau 5.121 26.783 39.929 10.216 82.049

Sulawesi Barat 25.588 6.273 578 1.304 33.743

Sulawesi Selatan 37.464 115.892 0 3.194 6.736 163.285

Sulawesi Tengah 4.777 13.562 8 7 7.554 934 26.842

Sulawesi Tenggara 26.916 1.932 1 4.229 53 33.130

Sulawesi Utara 9.028 7.412 2 3 14.078 2.860 33.384

Sumatera Barat 24.957 83.674 4 18.943 9.600 137.178

Sumatera Selatan 49.898 39.418 29.993 22.504 141.814

Sumatera Utara 142.201 106.032 4.182 9.702 262.117

Grand Total 733.207 519.689 11.596 61.282 387.448 159.847 1.873.069

161

STRATEGI PELAKSANAAN

Berdasarkan data dan informasi yang diuraikan di atas, strategi implementasikan upaya pencapaian penurunan emisi melalui rehabilitasi lahan tanpa rotasi adalah sebagai berikut:

1. Pelaksanaan rehabilitasi dengan penanaman pohon diprioritaskan pada lahan yang tingkat kekritisannya agak kritis dan kritis. Pelaksanaan RHL pada lahan sangat kritis dimulai dengan menggunakan pohon jenis pionir. Penanggung jawab pelaksanaan rehabilitasi tanpa rotasi di kawasan Hutan Lindung adalah UPT Ditjen PDASHL dan Pengelola KPHL, sementara pembina dan pengawas adalah Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) dan Dinas Kehutanan Provinsi. Penanggung jawab pelaksanaan rehabilitasi tanpa rotasi di kawasan Hutan Konservasi adalah Balai Besar/ Balai/ UPT Ditjen KSDAE, sementara pembina dan pengawas adalah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE).

2. Konsep pendekatan rehabilitasi tanpa rotasi selain dimulai dari kawasan yang agak kritis dan/atau kritis, juga perlu memperhatikan modal sosial masyarakat. Rehabilitasi sebaiknya dimulai dari kawasan hutan dengan modal sosial yang tinggi dicirikan oleh keinginan kerjasama stakeholders setempat (pejabat pemerintah, tokoh masyarakat, pemimpin masyarakat, tokoh pemuda, Perguruan Tinggi, LSM dan sebagainya) yang bersedia melaksanakan kegiatan rehabilitasi kawasan hutan dan kemampuan kelembagaan KPH (lihat Kotak 6). Selanjutnya, jenis tanaman pohon untuk rehabilitasi disesuaikan dengan keinginan masyarakat setempat dan untuk menghasilkan hasil hutan non kayu (HHBK).

Kalaupun jenis tanaman pohon yang akan ditanam berbeda dengan keinginan masyarakat, maka harus ada kegiatan penyuluhan dan pendampingan untuk memberikan pengarahan dan juga memberikan bukti keberhasilan dan keuntungan jenis tanaman yang baru ini dalam meningkatkan pendapatan dan memperbaiki fungsi jasa lingkungan. Penanggung jawab pelaksanaan rehabilitasi tanpa rotasi di kawasan Hutan Produksi adalah UPT Ditjen PHPL dan Pengelola KPHP, sementara pembina dan pengawas adalah Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) dan Dinas Kehutanan Provinsi. Penanggung jawab pelaksanaan rehabilitasi tanpa rotasi di kawasan Hutan Lindung adalah UPT Ditjen PDASHL dan Pengelola KPHL, sementara pembina dan pengawas adalah Direktorat Jenderal Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL) dan Dinas Kehutanan Provinsi. Penanggung jawab pelaksanaan rehabilitasi tanpa rotasi di kawasan Hutan Konservasi adalah Balai Besar/ Balai/ UPT Ditjen KSDAE, sementara pembina dan pengawas adalah Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE).

3. Pelaksanaan rehabilitasi tanpa rotasi yang berada pada areal PIAPS perlu diselaraskan dengan program Perhutanan Sosial melalui kemitraan dengan masyarakat sesuai amanat Peraturan Menteri LHK Nomor 83 Tahun 2016. Penanggung jawab pelaksanaan rehabilitasi tanpa rotasi di kawasan hutan PIAPS adalah masyarakat pemilik izin kelola Perhutanan Sosial, sementara pembina dan pengawas adalah Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan (PSKL) dan Pengelola KPH. Berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 39 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 9 Tahun 2013 tentang mengenai Tata Cara Pelaksanaan, Kegiatan Pendukung dan Pemberian Insentif Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Para pihak yang ikut membantu pelaksanaan rehabilitasi tanpa rotasi terutama masyarakat setempat, maka diberikan peluang pemanfaatan ruang kawasan hutan untuk penanaman spesies tanaman multi-guna dengan sistem agroforestry.

target penurunan emisi NDC memerlukan luasan penanaman yang lebih luas dibading dengan yang tanpa rotasi. Untuk target penurunan emisi CM1, total lahan yang harus direhabilitasi sampai tahun 2030 mencapai 3,5 juta hektare, sedangkan pada CM2 memerlukan luasan yang lebih rendah yaitu 3,1 juta hektare (lihat Tabel 4-78). Lebih rendahnya kebutuhan lahan untuk CM2 dikarenakan lebih tingginya produktivitas hutan tanaman yang digunakan pada CM2 dibanding CM1 (lihat Tabel 4-45). Dengan demikian untuk mencapai target produksi yang sama, luasan lahan yang dibutuhkan menjadi lebih rendah.

Tabel 4-78

Target capaian NDC kegiatan aksi rehabilitasi lahan dengan rotasi

Kegiatan Aksi Skenario Rata-Rata per tahun

Kumulatif dari tahun 2011

(2019) (2024) (2029) (2030)

Laju Rehabilitasi Lahan Dengan Rotasi

(000 hektare)1

BAU1 110 986 1.536 2.086 2.196

CM12 173 1.558 2.423 3.288 3.461

CM23 156 1.399 2.179 2.959 3.115

Aktual - - - - -

Catatan: Tingkat keberhasilan (survival rate) untuk 1BAU antara 52% dan 57%, 2CM1 antara 54% dan 65% dan 3CM2 antara 57%

dan 76%.

Strategi implementasikan upaya pencapaian penurunan emisi melalui rehabilitasi lahan dengan rotasi relatif sama dengan rehabilitasi tanpa rotasi. Perbedaan terutama pada sasaran kawasan hutan pada KPHP, Non-KPH HP, dan APL serta areal konsesi. Secara total areal yang tersedia untuk kegiatan RHL dengan rotasi ialah sekitar 5,913 juta hektare (Tabel 4-79), jauh di atas target NDC. Lahan kritis yang luas tersebar di 9 provinsi yang total luasnya mencapai 63% dari total luas lahan kritis nasional. Kesem- bilan provinsi tersebut ialah Sumatera Utara, Jawa Barat, NTT, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Banten dan Sulawesi Utara (Table 4-80). Dua provinsi pertama luas lahan kritisnya masing-masing lebih dari 700 ribu hektare.

163

STRATEGI PELAKSANAAN

Dalam dokumen Peta Jalan Implementasi NDC Mitigasi 2019 (Halaman 190-195)