II. ITIK
2.8. Pengendalian penyakit
Pemberian ransum selama masa produksi sebaiknya diberikan dua kali sehari yaitu pukul 09.00 dan pukul 13.00, sesuai dengan jatah ransum yang diberikan hari itu. Itik masa produksi membutuhkan ransum dengan kandungan protein 16–18%, energy metabolis 2700 kkal/kg, kalsium 2,90–3,25%, dan fosfor 0,47%.
Pemberian kalsium dan fosfor sangat penting untuk itik yang sedang bertelur, yaitu untuk menghindari kelumpuhan dan untuk menjaga kebutuhan dalam membentuk kerabang telur.
Selain kadar gizi, pola pemberian ransum mempunyai pengaruh terhadap kemampuan itik untuk bertelur. Tubuh itik mudah stress bila diberi ransum yang berbeda secara tiba-tiba maka susunan ransum sebaiknya tidak berubah-ubah dan untuk itu disarankan menggunakan pakan yang tersedia di lokasi. Pada umur 18 minggu, ransum itik telah diubah dari ransum grower menjadi ransum layer. Jumlah yang diberikan berkisar antara 95–110 g/ekor/hari. Apabila produksi sudah mencapai 5% DD (duck day), maka ransum harus ditambah 5 g/ekor/hari dalam waktu 7 hari berturut-turut.
Penimbangan 10% dilakukan secara temporer untuk mengetahui bobot itik fase layer, sedangkan penerangan umur 21–72 mimggu tetap 17 jam. Dalam kaitan ini, peternak harus selalu mengawasi keadaan lampu. Jika mati atau rusak, harus segera menggantinya. Sementara pencacatan pada periode layer dilakukan yaitu pencacatan meliputi jumlah itik yang mati dan diafkir, serta jumlah telur yang dihasilkan. Pengumpulan telur harus dilakukan untuk menjaga kualitas telur sebelum pemberian makan di pagi hari.
Frekuensi pengumpulan telur harus sesering mungkin untuk mengurangi adanya telur lantai. Telur-telur tersebut dikumpulkan secara hati-hati di atas egg tray. Telur yang kotor dan bersih dipisahkan demikian pula antara telur yang normal dan retak.
Bersihkan telur yang kotor menggunakan cairan pembersih telur, kemudian disimpan di ruang penyimpanan menunggu distribusi selanjutnya. Pada Tabel 2.4. dapat dilihat contoh rekording pada itik periode bertelur.
Tabel 2.4. Rekording produksi telur
Umur
(mg) Populasi Mortalitas Culling Produksi telur Konsumsi
ransum Keterangan Utuh Pecah
2.8.3. Haemorragic Septicemia (Avian Cholera)
Penyakit ini disebabkan oleh Pasteurella multicoda, dengan tanda-tanda kotoran berwarna hijau-kuning, tender joint membengkak, pertumbuhan terhambat, nafsu makan turun dan mata berair. Pengobatan dapat dilakukan dengan sulfonamide, sedangkan pencegahan dilakukan dengan vaksinasi. Dalam keadaan epidemi, harus cepat diambil tindakan dengan mendesinfeksi kandang serta peralatan, sedangkan terhadap bangkai yang terinfeksi dilakukan pembakaran.
2.8.4. New Duck Disease (Infeksi Anatipestifer)
Penyebab penyakit ini adalah Pasteurella anatipestifer, dengan tanda-tanda yang hampir sama dengan penyakit Cholera.
Perbedaannya dengan cholera dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium. Pengobatan dapat dilakukan dengan sulfaquinoxalin 1/1000 pada makanan atau dengan terramycine 27,5 mg/kg berat badan.
2.8.5. Salmonellosis
Disebabkan oleh Salmonella typhimurium. Itik yang terkena salmonellosis pernafasannya cepat, mengeluarkan kotoran dari mata dan lubang hidung serta menderita diare. Bila dilakukan bedah bangkai terlihat usus berdarah dan pembengkakan pada limpa dan hati. Penularan penyakit terjadi per os. Bakteri tersebut melalui sisa- sisa makanan, bak makanan, dan sanitasi yang buruk. Pencegahan penyakit ini dilakukan sanitasi yang baik. Penyakit ini diobati dengan furazolidone melalui pakan dengan konsentrasi 0,04%. Selain itu dapat pula diobati dengan sulfadimidin yang dicampur dengan air minum.
2.8.6. Botulismus
Nama lain penyakit ini adalah Limberneck. Penyebab Clostridium botulinum, yang banyak terdapat pada bangkai maupun tanaman yang telah membusuk. Tanda-tanda penyakit ini berupa kelumpuhan, terutama pada urat leher. Kadang-kadang diikuti bulu
2.8.3. Haemorragic Septicemia (Avian Cholera)
Penyakit ini disebabkan oleh Pasteurella multicoda, dengan tanda-tanda kotoran berwarna hijau-kuning, tender joint membengkak, pertumbuhan terhambat, nafsu makan turun dan mata berair. Pengobatan dapat dilakukan dengan sulfonamide, sedangkan pencegahan dilakukan dengan vaksinasi. Dalam keadaan epidemi, harus cepat diambil tindakan dengan mendesinfeksi kandang serta peralatan, sedangkan terhadap bangkai yang terinfeksi dilakukan pembakaran.
2.8.4. New Duck Disease (Infeksi Anatipestifer)
Penyebab penyakit ini adalah Pasteurella anatipestifer, dengan tanda-tanda yang hampir sama dengan penyakit Cholera.
Perbedaannya dengan cholera dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium. Pengobatan dapat dilakukan dengan sulfaquinoxalin 1/1000 pada makanan atau dengan terramycine 27,5 mg/kg berat badan.
2.8.5. Salmonellosis
Disebabkan oleh Salmonella typhimurium. Itik yang terkena salmonellosis pernafasannya cepat, mengeluarkan kotoran dari mata dan lubang hidung serta menderita diare. Bila dilakukan bedah bangkai terlihat usus berdarah dan pembengkakan pada limpa dan hati. Penularan penyakit terjadi per os. Bakteri tersebut melalui sisa- sisa makanan, bak makanan, dan sanitasi yang buruk. Pencegahan penyakit ini dilakukan sanitasi yang baik. Penyakit ini diobati dengan furazolidone melalui pakan dengan konsentrasi 0,04%. Selain itu dapat pula diobati dengan sulfadimidin yang dicampur dengan air minum.
2.8.6. Botulismus
Nama lain penyakit ini adalah Limberneck. Penyebab Clostridium botulinum, yang banyak terdapat pada bangkai maupun tanaman yang telah membusuk. Tanda-tanda penyakit ini berupa kelumpuhan, terutama pada urat leher. Kadang-kadang diikuti bulu
rontok. Pengobatan dilakukan dengan memberi 1 gram tablet Sulphocarbolate setiap 3 jam dengan jumlah maksimum 3–4 kali.
Dapat juga diberikan suntikan antitoxin.
2.8.7. Leucocytozon spp.
Penyebabnya adalah parasite Leucocytozoon spp. yang ditularkan lewat gigitan serangga (balck flies). Tanda-tanda khusus penyakit ini tidak jelas, kecuali pertumbuhan yang terhambat, opthalmitis (gangguan pada mata) serta hati dan limpha berwarna sangat gelap.
2.8.8.Cacingan
Serangan cacing terlihat dari keadaan pertumbuhan yang amat labat, pucat, kadang-kadang diare dengan mengeluarkan darah maupun sampai mengalami kelumpuhan. Pemberian obat cacing secara teratur serta sanitasi perkandangan yang baik dapat dilakukan untuk mengurangi serangan.
2.8.9. Ectoparasit (kutu)
Kutu (lice) dapat mengisap darah melalui kulit serta pangkal bulu itik. Hal ini menyebabkan terganggunya itik terutama pada malam hari. Pembasmian dilakukan dengan obat pembasmi kutu.
2.8.10. Pneumonia
Penyakit ini umumnya menyerang anak itik sampai umur 2 minggu pada saat brooding. Oleh sebab itu penyakit ini sering disebut brooder pneumonia. Penyebab penyakit adalah jamur Aspergillus fumigatus yang tersebar pada makanan yang telah berjamur serta yang tersebar di litter. Penyakit ini disebut juga aspergilosis.
Tanda-tandanya itik mengalami kongesti paru-paru, kesullitan bernafas, bahkan kemudian mati. Pengobatan yang efektif belum ada, namun perlu tindakan preventif seperti litter diganti dan semua peralatan hendaknya selalu terjaga kebersihannya.
2.8.11. Aflatoxicosis
Penyebabnya jamur Aspergillus flavus yang mengeluarkan aflatoksin. Jamur ini tumbuh pada pakan yang tidak sempurna panen dan penyimpanannya. Itik sangat peka terhadap racun aflatoksin.
Itik akan mengalami kerusakan hati, degenerasi berlemak dari sel hati diikuti oleh proliferasi cairan empedu.
2.8.12. Bumble Foat
Itik yang dipelilhara di tempat keras, tanah yang kasar dan air yang terbatas untuk mandi dan membasahi kaki. akan sering mengalami gangguan pada kaki. Alas kaki menjadi bengkak (Bumble Foat), terlebih bila ransum kurang vitamin A. Pengobatan dilakukan dengan cara mengeluarkan nanah kemudlan diberi antiseptic pada luka tersebut. Selama pengobatan itik dikurangi pergerakannya.
2.8.13. Ascites (water belly)
Menyerang itik dewasa, berupa akumulasi air dalam ruang abdomen. Abdomen menjadi besar dan tergantung, serta kehilangan berat. Belum diketahui cara pengobatan yang pasti.
2.9. Pascaproduksi