BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.5. Kasus-kasus Ibu Sakit Berat menimbulkan “ Near Miss
“ pada Ibu Hamil dan Persalinan dilihat dari Faktor Medis dan Sosial Ekonomi Responden
Hasil penelitian Ni Nyoman, dkk, 2013, bahwa rendahnya tingkat pendidikan berpengaruh pada tingkat kesakitan/kematian ibu, cakupan antenatal care yang lengkap (ANC1-ANC4) menyebabkan seseorang perempuan terhindar dari operasi persalinan, JIka dilihat dari tingkat pendidikan ibu sangat rendah sehingga pengetahuan perawatan kesehatan kehamilan relative sangat rendah. Wanita yang berpendidikan tinggi cenderung memperhatikan gizi kesehatan ketika hamil dibandingkan dengan tingkat pendidikan rendah. Faktor biaya merupakan pengaruh sangat besar di dalam pemeliharaan perawatan kehamilan. Jika pendapatan rendah akses biaya ke rumah sakit sangat rendah karena ketidak mampuan daya beli ke pelayanan kesehatan. Akan tetapi jika pendapatan tinggi tentunya biaya ke akses pelayanan kesehatan masyarakat mampu untuk membiayai perawatan kehamilannya.
Menurut William’s (1971), Volume darah wanita hamil bertambah 30% - 60% dan berkisar antara 1.000cc-2000cc tergantung individu masing-masing. Dengan hilangnya darah
38
mendekati pertambahan volume, wanita mempunyai toleransi tanpa penurunan hematokrit post partum yang bermakna kematian karena perdarahan akibat adanya faktor predisposisi terjadinya perdarahan akut. Sebaliknya kematian dapat terjadi akibat tidak adanya ahli yang menangani. Adanya faktor predisposisi mengakibatkan perdarahan obstetrik dapat terjadi sewaktu-waktu selama hamil dan nifas.
Selama proses persalinan terjadi perdarahan ringan akibat dilatasi cervix uteri sebagai konsekuensi pelepasan placenta. Bila placenta terletak dicanalis cervicis misalnya placenta previa akan terjadi perdarahan awal. Sebagai sebab perdarahan obstetrik dikemukakan ada dua hal yaitu dari sisi implantasi placenta dan trauma traktus genitalis. . Perdarahan dari sisi implantasi placenta
Mendekati aterm diduga kurang lebih 600cc tiap menit darah mengalir melalui spatium intervilosum yang menyusun bagian-bagian placenta berisi darah maternal. Dengan lepasnya placenta beberapa arteri dan vena uterus yang membawa darah ke dan dari placenta ibu robek. Hemostasis yang efektif menuntut penyempitan vasa darah segera.
39
Hemostasis tanpa ligasi tergantung dari spasme vasa itu sendiri dan terbentuknya jendalan darah lokal. Terjadinya hemostasis perdarahan dari sisi placenta tergantung kontraksi dan reteksi myometrium untuk menekan vasa darah sehingga lumen menyempit. Myometrium yang hipotonik menyebabkan lemahnya kontraksi dan retraksi myometrium sehingga hemostasis terganggu. Keadaan ini menyebabkan perdarahan pospartum yang mematikan, sedang mekanisme pembekuan darah normal.
1. Perdarahan Postpartum
Kehamilan terjadi pada waktu Perdarahan postpartum paling sering didefinisikan sebagai perdarahan dengan jumlah lebih dari 500cc selama 24 jam pertama setelah persalinan.Perdarahan pervaginan yang terjadi 24 jam pertama persalinan disebut perdarahan postpartum awal, sedang yang terjadi setelah 24 jam disebut perdarahan postpartum lanut.
Menurut Depkes RI, 2000 , sekitar 5% dari seluruh persalinan pervaginan akan mengalami perdarahan lebih dari 1.000 cc.
Dari pengamatannya, perkiraan jumlah perdarahan adalah sering hanya separoh dari jumlah perdarahan yang sesungguhnya.
40
Menurut William (1971) Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, hasil pengukuran jumlah perdarahan yang sesungguhnya memajukan bahwa sebagian besar persalinan pervaginan mengakibatkan perdarahan sebanyak 500cc, sedangkan sebagian besar persalinan secara sectiocaesarea akan terjadi perdarahan sebanyak 1.000cc. Lebih jauh, perdarahan postpartum mencapai 1.000cc pada umumnya dapat ditoleransi oleh pasien, dengan hanya terjadi perubahan minimal pada tekanan darah dan cardiac output. Oleh karena itu, definisi perdarahan pospartum yang lebih rational dan lebih tepat dalam dalam aplikasi klinisnya adalah jika jumlah perdarahan yang terjadi mencapai lebih dari 1.000cc, tanpa membedakan cara persalinannya.
2. Plasenta previa
Plasenta previa (Shiner, et al 2001 )yaitu plasenta yang terletak pada segmen bawah uterus di dekat ostium uteri internum di depan bagian terendah janin Insidensi plasenta previa 1:200 kehamilan. Plasenta previa lebih sering dijumpai pada multipara, umur lanjut, seksio sesaria sebelumnya.
Adanya defisiensi endometrium/decidua di fundus uteri/corpus
41
uteri diduga sebagai sebab timbulnya plasenta previa, karena plasenta meluas agar memperoleh suplai darah cukup.
Plasenta previa menurut letaknya dapat dibagi menjadi plasenta previa totalis, partialis, dan marginalis. Perdarahan terjadi akibat segmen bawah uterus berkembang dan cerviks uteri membuka dan manifes sehingga plasenta terlepas dari dinding uterus dan pembuluh darah dibawahnya ruptur.
Tergantung pembuluh darah yang pecah, bila besar terjadi perdarahan banyak.
Plasenta previa kadang-kadang disertai tidak turunya bagian terendah janin, terjadinya presentasi bokong, atau letak lintang, dan perdarahan antepartum. Plasenta previa mempunyai tanda utama yaitu perdarahan tanpa rasa sakit dan tiba-tiba. Kehilangan darah tidak banyak, jarang mengakibatkan syok dan hampir tidak pernah fatal. Uterus teraba lunak Dalam arti uterus tidak pernah fatal. Penetapan plasenta previa dengan memakai ultrasonografi, mempunyai ketetapan 95%. Plasenta previa akan mengakibatkan perdarahan maternal, syok dan kematian. Kematian juga dapat terjadi saat melahirkan dan sesudah melahirkan, trauma operatif atau emboli.
42
Penanganannya tergantung dari banyaknya perdarahan, lama persalinan,keadaan fetus, derajad plasenta previa, presentasi fetus, keadaan cervis uteri, dan apakah persalinan sudah dimulai. Penanganannya dapat menunggu (dipertahankan) dan 75% plasenta previa dapat diakhiri kehamilannya sampai umur 36 – 40 minggu. Selain itu penanganannya dapat dengan mengakhiri persalinan baik dengan cara persalinan pervaginam maupun seksiosesaria.
3. Pelepasan plasenta dini
(Abruptio placentae, ablatio placentae, Accidental hemorrhage, solusio plasenta) Pelepasan plasenta dini didefinisikan sebagai pemisahan plasenta pada perlekatannya di uterus (sisi implantasi) sebelum persalinan terjadi. Ada 2 bentuk pelepasan plasenta dini tergantung dari ada tidaknya darah yang keluar yaitu, bentuk eksternal dan bentuk sembunyi. Bentuk sembunyi (20%), tempat perdarahan di dalam cavum uteri, pelepasan plasenta mungin sudah lengkap dan komplikasi sering berat.
Lima sampai 8% menjadi koagulopatis dan terjadi kematian fetal. Bentuk eksternal (80%) darah keluar melalui cerviks uteri, pelepasan plasenta tidak sempurna dengan komplikasi ringan/tidak ada. Di antara kedua bentuk dapat dijumpai bentuk
43
antara disebut bentuk sembunyi relatif yaitu pelepasan plasenta tidak sempurna tetapi membran masih intak.
Klasifikasi solusio plasenta sebagai berikut: 1) derajat O (asimtomatik) didiagnosis setelah kelahiran, 2) derajat 1 (perdarahan pervaginam) tanda tetani uteri dan nyeri abdomen didapatkan, tetapi elum didapatkan tanda syok pada ibu, 3) derajat 2 perdarahan pervaginam bisa didapatkan bisa tidak, teani uteri dan nyeri abdomen didapatkan, tidak didapatkan tanda syok pada ibu, tetapi didapatkan tanda fetal distress, 4) derajat 3 perdarahan pervaginam bisa didapatkan atau tidak,terdapat tanda perut papan, nyeri abdomen yang persisten, keadaan syok pada ibu, keadaan koagulopati. Solusio plasenta berat/derajat 3,38% mempunyai konsentrasi fibrinogen kurang 150 mg/dl dan 28% dengan fibrinogen dibawah 100 mg/dl sebagai disseminated intravascular coagulation (DIC) akut.
Kenaikan fibrin degradation product (FDP) merupakan petunjuk adanya DIC. (Shiner et al, 2001)
4. Ruptura uteri
Ruptura uteri merupakan bahaya obstetrik yang potensial dan menjadi sebab utama kematian maternal. Rata-
44
rata kejadian ruptura uteri satu di antara 1.500 persalinan.
Ruptura uteri biasanya terjadi selama persalinan, dan diklasifikasikan menjadi dua, spontan dan akibat trauma.
Ruptura akibat trauma biasanya disebabkan karena kecelakaan motor, pemberian oksitosin tidak benar, atau usaha persalinan pervaginam yang mustahil misalnya breech extraction melalui dilatasi cerviks tidak sempurna, forceps yang sulit dan dystocia bahu. (Hakimi, 1982 ).
5. Hipertensi
Kejadian hipertensi kronis berbeda di antara macam- macam populasi, berkisar di antara 0,5% - 4%, rata-rata 1,5%.
Hipertensi kronis dalam kehamilan biasanya idiopatik (80%) atau karena penyakit ginjal (20%). Beberapa penyakit ginjal misalnya glomerulonephritis kronis, nephritis interstitialis, glomeruloschlerotis diabetik, neuropati IgA dan stenosis a.
Renalis diperkirakan sebagai penyebab hipertensi kronis.(William, 1971).Kehamilan dapat menyebabkan hipertensi pada wanita yang tadinya mempunyai tensi normal atau menyebabkan meningkatnya tensi pada wanita yang mempunyai hipertensi ringan. 11. Preeklamsia
45
Menurut William (1971) Preeklampsia merupakan gangguan idiopatic kehamilan yang ditandai dengan hipertensi, proteinuria, dan edema yang dapat membaik dengan lahirnya fetus dan plasenta akan tetapi pada banyak kasus yang berat dapat pula terjadi dekompensasi multisistim dan berakhir dengan kematian ibu atau janin . Preeklampsia biasanya terjadi sebagai penyakit wanita multipara meskipun penyakit ini juga mempengaruhi wanita dengan usia reproduksi ekstrem misalnya wanita remaja dan lebih tua dari 35 tahun mengakibatkan hipertensi menjadi lebih berat karena kehamilan. Hipertensi karena kehamilan biasanya dijumpai pad wanita multipara dengan kehamilan kembar atau hidrope fetal, sedang hipertensi menjadi bertambah berat karena kehamilan dijumpai pada multipara dengan penyakit vaskuler termasuk hipertensi esensial kronis dan diabetes dijumpai pada multipara dengan penyakit vasculer termasuk hipertensi esensial kronis dan diabetes melitis atau adanya gangguan ginjal.
6. Eklampsia
Menurut William (1971) Eklampsia terjadi sekitar 0,2 - 0,5% dari semua persalinan dengan sebab-sebab sama dengan preeklampsia. Kurang lebih 75% eklampsia terjadi sebelum
46
persalinan dan sangat jarang eklampsia terjadi sebelum kehamilan 20 minggu. Kurang lebih 50% eklampsia terjadi 48 jam sesudah persalinan tetapi dapat juga terjadi sampai 6 minggu sesudah persalinan.
7. Partus Lama
Persalinan lebih dari 24 jam digolongkan sebagai persalinan lama ( partus lama), dan biasanya ditujukan adanya pemanjangan kala I. Sebagai penyebabnya adalah cervic uteri gagal membuka penuh dalam jangka waktu tertentu. Saat persalianan terjadi peristiwa konstruksi dan retraksi myometrium. Kedua hal ini harus terjadi secara baik agar terjadi partus normal. Kontraksi dimaksudkan pemendekan myometrium akibat rangsangan dan kembali ke panjang semula setelah kontraksi selesai, sedang retraksi mengandung arti myometrium memendek akibat rangsangan dan tidak kembali ke panjang semula setelah pemendekan selesai Faktor-faktor ini dapat berperan sendiri-sendiri atau secara bersama-sama. Partus lama akan meningkatkan morbiditas maternal dan perinatal.
Pengertian Maternal Mortality.(Hakimi, 1992) .
47
Menurut International Statistical Classification of Disease, injuries and Cause of Death revisi 10 (ICD-10).
Kematian ibu adalah “ Kematian seorang perempuan ketika hamil atau dalam 42 hari sejak akhir kehamilan, tidak tergantung usia dan letak kehamilan, atau kondisi yang diperberat hal-hal yang terkait dengan atau diperburuk oleh kehamilan atau penanganannya, namun bukan karena kecelakaan atau yang bersifat insidental (WHO, 1993).
Saifuddin et al (2001), mengemukakan bahwa keamtian ibu dapat digolongkan menjadi kematian obstetri langsung (direct obsteric death), misalnya disebabkan oleh komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas dan atau penanganannya. Kematian obstetri tidak langsung (indirect obsteric death), misalnya disebabkan oleh penyakit atau komplikasi lain yang sudah ada sebelum kehamilan atau persalinan, seperti hipertensi, penyakit jantung, hepatitis, diabetes melitus, anemia, malaria dan lain-lain, dan kematian yang terjadi bersamaan tetapi tidak berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, misalnya karena kecelakaan.
Penyebab utama kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (46,2%) hampir separoh dari semua kematian ibu.
48
Eklamsi (12,9%), infeksi/sepsis postpartum (9,6%) dan anemia (1,6%) , Menurut WHO ( 1997) mengungkapkan bahwa penyebab utama kesakitan maternal dan perinatal adalah partus lama disusul oleh perdarahan, panas tinggi dan eklamsi, sehingga pola kesakitan dan kematian ibu telah berubah dan ini mengisyaratkan pentingnya pertolongan persalinan oleh tenaga terampil ( terlatih), karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat persalinan oleh tenaga terampil (terlatih), karena sebagian besar komplikasi terjadi pada saat persalinan.
melaporkan bahwa 24,6% persalinan dengan komplikasi harus ditolong dengan tindakan Seksio sesaria. Sebagian besar dari kasus ini disebabkan oleh partus lama dan perdarahan (Depkes RI, 2003).
8. Perdarahan
Menurut Cuningham, et al, 1995 Pada saat kehamilan, volume darah wanita hamil akan meningkat ( 30- 60%) tergantung keadaan individu masing-masing, atau berkisar antara 1000ml-2000 ml. Perdarahan pada ibu hamil bisa terjadi pada saat hamil(trisemester 1) seperti abortus, kehamilan ektopik terganggu (KET) dan molahidatidosa. Sedangkan pada kehamilan tua (trisemester tiga) adalah plasenta previa dan
49
solutsio plasenta, sementara ada yang menambahkan dengan plasenta letak rendah. Plasenta previa dan solutsio plasenta, sementara ada yang menambahkan dengan plasenta letak rendah. Plasenta previa lebih sering dijumpai pada multiparitas, usia lanjut dan bekas sectio. Selama proses persalinan terjadi perdarahan ringan akibat dilatasi servick uteri sehingga terjadi pelepasan plasenta.
9. Infeksi
Infeksi dalam kehamilan adalah masuknya mikroorganisme patogen keadaan tubuh wanita hamil, sehingga menimbulkan tanda dan gejala-gejala penyakit.
Mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi, bisa berupa bakteri, protosoa, jamur dan virus. Bila virulensi mikroorganisme yang masuk rendah, maka hanya menimbulkan reaksi imunologik, sedangkan jika virulensi berat dapat menyebabkan demam (hipertemia) atau hipotermia dan gangguan fungsi organ vital, sehingga dapat menganggu aktivitas ibu tersebut dan dapat mempengaruhi kehamilannya.
Infeksi ini dapat terjadi pada periode kehamilan, persalinan dan nifas. (Saifuddin, et al, 2001).
50 10. Anemia
Anemia dalam kehamilan adalah bila kadar haemoglobin (Hb) , 11 gr pada trisemesater 1 dan 3 atau kadar Hb < 10,5 gr pada trisemester ke 2 karena pada usia kehamilan ini terjadi hemodilusi atau pengenceran darah akibat penambahan plasma darah ibu hamil. Frekuensi ibu hamil dengan anemia di Indonesia relatif tinggi yaitu (63,5%) dibanding Amerika hanya (6%). Menurut WHO,(1992) sekitar (40%) kematian ibu di negara berkembang berhubungan dengan anemia dalam kehamilan, yang diakibatkan karena kurangnya zat besi, padahal konsumsi zat besi di Indonesia telah melebihi 80%. hal ini menunjukkan bahwa secara nasional prevalensi anemia masih cukup tinggi yaitu prevalensi pada ibu hamil sebesar ( 50,9%), ibu nifas sebesar (45,1%), remaja putri usia 10-14 tahun (57,1% dan pada wanita usia subur (WUS) usia 15-45 tahun sebesar (39,5%). (BPS, 1996)>
Anemia ini dapat disebabkan karena perdarahan akaut saat persalinan atau kehamilan, bahkan keduanya saling berkaitan, yang mana ibu hamil dengan anemia merupakan faktor predisposisi terjadinya perdarahan. Perdarahan itu sendiri akan memperberat terjadinya anemia. Keluhan lemah, pucat, mudah
51
pingsan sementara tensi dalam batas normal, perlu dicurigai anemia defisiensi, secara klinis dapat dilihat pada tubuh yang malnutrisi, berat badan kurang, pucat, adanya infeksi kronik seperti malaria, dan TBC, kadar hemoglobin (Hb) yang rendah, hematokrit <6 g/dl atau gejala/tanda klinik adanya anemia berat pada ibu yang mengalami perdarahan hebat (Fillipi, et al, 2005).
Faktor-Faktor yang dapat mempengaruhi kesakitan dan kematian maternal
Kehamilan normal/ sehat pada saat MRS bisa saja berlangsung secara normal, namun pada keadaan yang tidak dapat diprediksi dapat pula terjadi risiko perdarahan, hipertensi, yang mengarah pada preeklamsi berat (PEB) maupun eklamsi, distosia, infeksi dan anemia. Hal ini bisa terjadi sebelum ibu masuk RS atautau bahkan sudah masuk RS, yang disebabkan karena keterlambatan dalam memperoleh pelayanan kesehatan seperti, bahan habis pakai. Tenaga yang tidak terlatih baik dan sikap menghakimi serta biaya pertolongan yang tidak dipersiapkan sebelum kehamilan itu terjadi.
52
MC. Carthy and Maine ( 1992) mengembangkan suatu kerangka konseptual kesakitan dan kematian ibu yang secara garis besar dapat dilihat pada gambar 2 berikut. Gambar ini menguraikan kerangka yang dapat digunakan untuk menganalisis determinan/faktor-faktor kesakitan kematian ibu.
Terdapat 3 komponen dalam proses kesakitan dan kematian ibu, yang paling dekat adalah kehamilan, persalinan atau komplikasinya. Untuk dikatakan kematian ibu atau maternal, maka seorang perempuan harus hamil atau bersalin dahulu. Komponen kehamilan, komplikasi atau kesakitan dan kematian ( Proximate Determinant), secara lengkap dipengaruhi oleh 5 determinan antara ( Intermediate Determinant( yaitu: status kesehatan ( terdiri dari status gizi, penyakit infeksi/parasit, penyakit menahun dan riwayat komplikasi kehamilan), status reproduksi ( terdiri dari umur ibu, paritas dan status perkawinan), akses terhadap pelayanan kesehatan (terdiri dari lokasi, jenis pelayanan, kualitas pelayanan dan akses terhadap informasi), dan perilaku kesehatan (terdiri dari keluarga berencana, asuhan antenatal/persalinan, pelayanan tradisional dan abortus) serta faktor lain yang tidak diketahui/diperkirakan. Sedangkan
53
determinan antara ini dipengaruhi oleh determinan jauh (determinan tidak langsung), yang digolongkan sebagai status wanita dalam keluarga/masyarakat. Status keluarga dalam masyarakat dan status masyarakat ( Saifuddin,2002).
2.6 Casemix sebagai alat memperbaiki Mutu Pelayanan